Mere Vulgar Abuse Alasan-Alasan Pembelaan di Pengadilan

80

6. Priviledge and malice

Meski dalam teori hukum yang terdapat di Indonesia tidak ada ketentuan yang dapat menjustifi kasi alasan pembenar ini, namun dalam praktek hal ini cukup sering ditemukan. Dan alasan ini menjadi salah satu argumen yang dipergunakan oleh Pengadilan untuk membebaskan terdakwa atau menolak gugatan Penggugat untuk perkara-perkara penghinaan

6.1. Laporan ke Penegak hukum bukanlah penghinaanperbuatan melawan hukum

Dalam banyak hal, laporan ke penegak hukum seringkali juga menimbulkan perkara penghinaan, apalagi jika kemudian laporan tersebut dihentikan oleh penyidik atau dibebaskan oleh Pengadilan. Dalam putusan No. 1378 KPid2005, Mahkamah Agung telah menyatakan “bahwa isi surat yang dikirim kepada saksi Dr. S. J. M Koamesah merupakan klaim atas tanah yang menyangkut perkara perdata, karena Terdakwa merasa berhak atas tanah yang dikuasai saksi; bahwa tembusan surat yang dikirim Terdakwa adalah ditujukan kepada pejabat resmi seperti Kapolres, Kajari dan Ketua Pengadilan Negeri yang berkualitas sebagai penegak hukum. Hal ini logis karena klaim Terdakwa menyangkut masalah hukum. Tembusan surat juga ditujukan kepada aparatur pemerintahan yang berkaitan dengan kepemilikan tanah seperti BPN, Camat dan Kelurahan.” Demikian juga dalam putusan Nomor: 255 K Pid 2011 dimana Mahkamah Agung menyatakan “Bahwa, tindakan Terdakwa menulis surat kepada atasan saksi korban, Kasat Reskrim Polres Aceh, yaitu Kapolda NAD sebagai bentuk kontra warga pencari keadilan agar laporannya ditindaklanjuti dan haknya untuk melakukan pra peradilan tidak dihalang-halangi. Terbukti saksi pelapor sebagai Kasat Reskrim membujuk Terdakwa bahkan dengan memberi uang sebesar Rp. 500.000., agar Terdakwa dapat menerima penghentian penyidikan terhadap masalah racun hama decis palsu dan tidak meneruskan pra 81 peradilan dapat menjadi alasan bagi terdakwa untuk menyampaikan keluhannya kepada atasan saksi pelapor. Jadi bukan bentuk fi tnah penistaan tertulis.” Dalam konteks diberikannya SP3 oleh Penyidik karena tidak cukup bukti, Pengadilan melalui putusan No. 90PID2011 PT.BTN telah berpendapat “Bahwa perbuatan pencurian padi yang dituduhkan kepada Sidik dan kawan-kawannya tersebut, betul-betul telah terjadi bukan perbuatan bohong yang mengada-ngada, akan tetapi pelaku yang sampai diproses sampai ke Pengadilan Negeri Pandeglang dan dihukum adalah Mukamad dan Suhendi, sedangkan Sidik tidak diajukan oleh penyidik sebagai tersangka ke Kejaksaan Negeri Pandeglang oleh penyidik karena tidak cukup bukti; Laporan Terdakwa telah terjadi pencurian padi di sawah garapannya dan pelakunya diduga Sidik, Mukamad, Suhendi bukanlah suatu kejahatan fi tnah, bila salah seorang pelaku yang dilaporkan tidak terbukti ikut melakukannya; oleh karena itu perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti akan tetapi bukanlah suatu kejahatan” Selain itu dalam putusan No. 1213 KPid2004 Mahkamah Agung menyatakan “perbuatan Terdakwa yang mengadukan Parmohonan Siregar kepada pihak yang berwajib tidak dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik, sebab perbuatan tersebut dilakukan oleh Terdakwa semata-mata dalam rangka untuk mendapatkan kepastian hukum sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh undang-undang”. Pendapat ini ditegaskan kembali dalam putusan No.1304 KPid2009 dimana Mahkamah Agung berpendapat “perbuatan Terdakwa bukan merupakan perbuatan pidana sebab melaporkan Jhonny Kim kepada Penegak Hukum in casu Kepolisian tidak dapat dikualifi kasikan sebagai pengaduan fi tnah”. Begitu juga dalam perkara perdata, terkait dengan teguransomasi atau laporan ke polisi, beberapa kali Pengadilan telah menolak gugatan yang didasarkan karena adanya teguransomasi, laporan polisi, atau SP3 yang dikeluarkan oleh penyidik. Hal ini tercermin dalam Putusan