88
89
Bab V Simpulan dan Rekomendasi
1. Simpulan
Kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia yang sangat strategis dan merupakan kebebasan yang fundamental yang
diperlukan dalam masyarakat demokratis. Namun kebebasan tersebut tetaplah dapat dibatasi. Pembatasan tersebut tidak hanya sekedar diatur
dalam undang-undang, melainkan harus mempunyai standar tinggi, kejelasan, aksesibilitas, dan menghindari ketidakjelasan rumusan serta
dirumuskan secara ketat untuk kepentingan hak berekspresi yang dilindungi. Pembatasan tersebut dimaksudkan juga sebagai salah
satu bentuk perlindungan terhadap hak individu atas kehormatan dan reputasi, sekiranya penyampaian kebebasan berekspresi tersebut
dilakukan dengan itikad yang tidak baik.
Hukum penghinaan merupakan salah satu bentuk pembatasan dalam kebebasan berekspresi. Hukum penghinaan ditujukan untuk
melindungi orang terhadap pernyataan palsu atau fakta palsu yang menyebabkan kerusakan pada reputasi mereka. Suatu pernyataan
atau keterangan dapat dikatakan sebagai perbuatan fi tnah atau mencemarkan apabila memenuhi empat elemen utama, yaitu
pernyataan tersebut palsu, bersifat aktual, menyebabkan kerusakan pada reputasi orang lain dan pernyataan harus telah dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain.
Kebebasan berekspresi di Indonesia d ij amin dalam Pasal 28 E dan
Pasal 28 F UUD 1945, namun pembatasan terhadap kebebasan ini diperkenalkan melalui Pasal 28 J dimana sebelumnya telah terbangun
tradisi panjang pembatasan kebebasan ini melalui beragam putusan pengadilan dan produk legislasi khususnya KUHP dan produk
legislasi baru yang dihasilkan paska reformasi 1998. Selain itu, jaminan
90
terhadap kebebasan berekspresi juga disebutkan dalam Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU No. 391999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi: “setiap orang bebas
mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati
nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media
cetak eletronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa
.” Salah satu bentuk pembatasan kebebasan berekspresi di Indonesia
adalah diaturnya penghinaan. Hukum penghinaan di Indonesia dibagi dalam dua kelompok besar peraturan yaitu peraturan pidana
dan peraturan perdata. Dalam peraturan pidana selain bentuk umum penghinaan yang diatur dalam Bab XVI KUHP terdapat beberapa varian
khusus terhadap penghinaan yang juga diatur dalam KUHP. Hukum pidana penghinaan juga tersebar dalam berbagai peraturan perundang-
undangan di luar KUHP dengan berbagai varian pemidanaan. Tidak seperti peraturan pidana, peraturan perdata untuk penghinaan hanya
diatur dalam KUHPerdata, dimana yang umum digunakan adalah Perbuatan Melawan Hukum dan Penghinaan
Dalam penuntutan pidana penghinaan, masyarakat biasa menempati porsi tertinggi sebagai pelaku penghinaan, sementara korban
penghinaan terbesar ditempati oleh pejabat publik atau orang-orang yang bekerja di sektor publik. Data ini menunjukkan bahwa hukum
pidana penghinaan secara efektif digunakan untuk melindungi kepentingan pejabat publik danatau orang-orang yang bekerja di
sektor publik.
Banyaknya penggunaan Pasal 310 ayat 1 KUHP menunjukkan bahwa ketentuan ini adalah ketentuan yang paling mudah digunakan untuk
para korban penghinaan. Seringnya Jaksa menuntut hukuman penjara bagi para pelaku penghinaan menunjukkan kecenderungan bahwa
korban penghinaan yang mengajukan perkara melalui prosedur hukum pidana menghendaki adanya hukuman penjara bagi para
pelaku penghinaan. Sementara penggunaan pidana denda justru