Terapi non Farmakologi Terapi Farmakologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi

1. Terapi non Farmakologi

Diet rendah protein 0,6 sampai 0,7 gkghari dapat menunda progresi dari PGK pada pasien dengan atau tanpa diabetes, walaupun efeknya relati kecil Dipiro, J. T., et al., 2008.

2. Terapi Farmakologi

Hiperglikemia a. Terapi intensif pada pasien tipe 1 dan 2 diabetes mengurangi komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Dapat berupa insulin, antidiabetes oral, dan tes gula darah setidaknya 3 kali sehari. b. Insulin Novita, I., 2015 1 Farmakologi: Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik, yang berperan utama pada protein, karbohidrat, dan metabolisme. Insulin endogen diproduksi dari proinsulin peptida pada sel β. 2 Karakteristik: Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan sumbernya, kekuatan, onset dan durasi kerja. Selain itu insulin memiliki asam amino dalam molekul insulin termodifikasi. Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100 unitmL dan 500 unitmL. 3 Farmakokinetik: Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset, puncak, dan durasi kerja. Penambahan protamin NPH, NPL, dan suspense protamin aspart atau kelebihan seng maka dapat menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin. Waktu paruh injeksi insulin reguler IV yaitu 9 menit. Sehingga waktu efektif untuk injeksi insulin IV lebih pendek. Insulin IV lebih murah daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di hati, otot, dan ginjal. Insulin dimetabolisme dihati sekitar 20 – 50 sedangkan dimetabolisme di ginjal sekitar 25 – 25. Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan insulin jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4 Komplikasi mikrovaskular: Insulin telah terbukti sebagai agen oral untuk mengobati DM. Penelitian di Amerika telah membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan mikrovaskular. 5 Komplikasi makrovaskular: Hubungan antara masalah tingginya kadar insulin hiperinsulinemia, resistensi insulin, dan kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi insulin dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun, UKPDS dan DCCT tidak menemukan hubungan antara komplikasi makrovaskular dengan terapi insulin. 6 Efek samping: Secara umum efek samping insulin yaitu hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien yang instensif melakukan terapi dan lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada tipe2. Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting dilakukaan pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika pasien telah mengalami hipoglikemia yang berat maka akan terjadi takikardia dan berkeringat. 7 Dosis dan cara pemberian: Pada pasien DM tipe 1, dosis seharinya 0,5 – 0,6 unitkg. Selama penyakit akut atau ketosis resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih tinggi. Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien. c. Progresi PGK dapat dibatasi dengan kontrol optimal hiperglikemia dan hipertensi. Hipertensi a. Kontrol tekanan darah secara adekuat dapat mengurangi laju penurunan LFG dan albuminuria dengan pasien atau tanpa diabetes. b. Obat antihipertensi harus dimulai pada pasien diabetik ataupun nondiabetik dengan angiotensin-converting enzym inhibitor ACEi atau angiotensin II reseptor blocker ARB. Calcium channel UIN Syarif Hidayatullah Jakarta blocker CCB dyhydropyridine dan nondyhydropyridine untuk pilihan kedua. c. Klirens ACEi direduksi pada pasien PGK. d. LFG yang biasanya menurun 25 sampai 30, tidak terjadi pada 3 sampai 7 hari setelah pemakaian ACEi. e. Pilihan Utama Obat Antihipertensi pada Pasien PGK: 1 ACEi: menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACEi. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium. Dalam JNC VII, ACEi diindikasikan untuk hipertensi dengan penyakit ginjal kronik. 2 ARB: dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasi otot polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal, menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. ARB secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACEi. f. Pilihan Kedua Obat Antihipertensi pada Pasien PGK: 1 CCB: CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau pengganti. Penelitian NORDIL menemukan diltiazem ekuivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian kardiovaskular. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008] Terapi Penunjang a. Diet Protein, pengobatan hilang lemak, kurang merokok, manajemen anemia dapat memperlambat laju progresi PGK. b. Tujuan utama dari pengobatan mengurangi lemak pada PGK untuk mengurangi resiko untuk arteosklrosis. c. Tujuan kedua untuk mereduksi proteinuria dan penurunan fungsi ginjal. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien Non Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008] UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien PGK. Penyesuaian dosis harus dibuat setiap 2 sampai 4 minggu sesuai kebutuhan. Dosis salah satu obat harus dimaksimalkan sebelum yang lainnya ditambahkan. ACEi, angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; BP, blood pressure; CCB, calcium channel blocker; Clcr, creatinine clearance; Scr, serum creatinine. [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008] UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal

Dokumen yang terkait

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Kanker Payudara di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012

13 117 144

Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik Rawat Inap di RS Haji Medan Tabun 1999 - 2003

0 23 74

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) RAWAT INAP DI RS PARU JEMBER TAHUN 2011

2 30 17

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) RAWAT INAP DI RS PARU JEMBER TAHUN 2011

0 12 17

Evaluasi Drug Related Problems Kategori Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara

4 33 166

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2015 Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Potensial Pada Pasien Asma Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015.

1 6 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Potensial Pada Pasien Asma Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015.

0 3 14

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PERSALINAN PRETERM DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. Kajian Drug Related Problems (Drps) Pada Pasien Persalinan Preterm Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2010.

0 2 18