Interaksi Obat Klasifikasi Drug Related Problems

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. 1998, reaksi obat yang merugikan didefinisikan sebagai efek negatif yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi dosis atau tindakan farmakologis. Menurut WHO, reaksi obat yang merugikan Adverse Drug ReactionsADR digambarkan sebagai tanggapan terhadap obat yang berbahaya dan yang tidak diinginkan, dan yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, atau untuk modifikasi fungsi fisiologis Mahmoud, 2008. Seorang pasien dapat mengalami ADR karena pemberian obat yang tidak aman, reaksi alergi, pemberian obat yang salah, interaksi obat, penurunan atau peningkatan dosis yang cepat atau efek yang tidak diinginkan dari obat yang tidak bisa diprediksi, Misalnya, perdarahan karena dosis yang lebih tinggi dari obat antikoagulan seperti warfarin atau heparin merupakan ADR Mahmoud, 2008.

2.1.1.6 Interaksi Obat

Jika ada reaksi alergi terhadap obat, pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila obat digunakan, dan ada interaksi dengan obat lain sehingga hasil laboratorium berubah akibat penggunaan obat tersebut. Interaksi obat merupakan hasil interaksi dari obat dengan obat, obat dengan makanan dan obat dengan laboratorium. Hal ini dapat terjadi pada pasien yang menerima obat dari kelas farmakologis yang berbeda serta dalam kelas farmakologis yang sama Mahmoud, 2008. Mekanisme Interaksi Obat Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang dipengaruhi dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh beberapa bahan kimia. Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan toksisitas obat. Namun, terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar mempengaruhi sama sekali seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek yang sama, contohnya: efek gabungan dari dua atau lebih obat antidepresan atau obat yang mempengaruhi QT interval. Namun, terkadang istilah interaksi obat digunakan ketika terjadi reaksi fisiko-kimia antara obat yang dicampur dalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta suatu infus Stockley, I. H., 2008. Mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 2 secara umum, yaitu: Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi ADME. Sebagai contoh, ranitidin mengurangi klirens metformin di ginjal dengan menghambat sekresi metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma metformin dapat meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya farmakokinetik, moderat. Interaksi farmakokinetik terdiri dari dari beberapa tipe: a. Interaksi pada absorpsi obat Ketika obat diberikan secara oral maka akan terjadi penyerapan melalui membran mukosa dari saluran pencernaan dan sebagian besar interaksi terjadi pada penyerapan di usus. b. Interaksi pada distribusi obat Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi ikatan protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat. c. Interaksi pada metabolisme obat Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme, yaitu: yang pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan aliran darah ke hati dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi enzim, ketiga inhibisi enzim, keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya interaksi isoenzim CYP450. d. Interaksi pada ekskresi obat Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan aliran darah di ginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal Stockley, I. H., 2008. Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat terjadi perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor tertentu misalnya agonis beta-2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta propranolol namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi mekanisme fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe: a. Interaksi aditif atau sinergis Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara bersamaan maka dapat memberikan efek yang aditif. Sebagai contoh alkohol menekan SSP dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar misalnya, ansiolitik, hipnotik, dll. dapat meningkatkan efek mengantuk. b. Interaksi antagonis atau berlawanan Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif efek vitamin K Stockley, I. H., 2008. Tingkat Keparahan Interaksi Obat Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan keparahan: 1. Keparahan minor Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah interaksi hidralazin dan furosemid, dimana efek farmakologis furosemid dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin tetapi secara klinis tidak signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan. 2. Keparahan moderate Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan pemantauan. Sebagai contoh, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati. 3. Keparahan major Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Sebagai contoh, ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, kombinasi ini tidak disarankan untuk digunakan Atkinson, A., et al., 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium

Dokumen yang terkait

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Kanker Payudara di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012

13 117 144

Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Kronik Rawat Inap di RS Haji Medan Tabun 1999 - 2003

0 23 74

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) RAWAT INAP DI RS PARU JEMBER TAHUN 2011

2 30 17

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) RAWAT INAP DI RS PARU JEMBER TAHUN 2011

0 12 17

Evaluasi Drug Related Problems Kategori Penyesuaian Dosis Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara

4 33 166

Evaluasi drug related problems obat antidiabetes pada pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 di ruang rawat inap rumah sakit umum pelabuhan periode januari-juni 2014

4 24 164

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2015 Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Potensial Pada Pasien Asma Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015.

1 6 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT Identifikasi Drug Related Problems (Drps) Potensial Pada Pasien Asma Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2015.

0 3 14

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN PERSALINAN PRETERM DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. Kajian Drug Related Problems (Drps) Pada Pasien Persalinan Preterm Di Instalasi Rawat Inap Rsud Dr. Moewardi Tahun 2010.

0 2 18