Physical and Mechanical Properties of Bamboo Oriented Strand Board (BOSB) under Various Bamboo Species and Resin Content
SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAMBU
ORIENTED STRAND
BOARD
(BOSB) PADA BERBAGAI JENIS BAMBU DAN
KADAR PEREKAT
DESI ERITA PERANGIN ANGIN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(2)
SIFAT FISIS DAN MEKANIS BAMBU
ORIENTED STRAND
BOARD
(BOSB) PADA BERBAGAI JENIS BAMBU DAN
KADAR PEREKAT
DESI ERITA PERANGIN ANGIN
E24080008
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(3)
ABSTRACT
1
Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB 2
Lecturer of Forest Product Department, Faculty of Forestry IPB
INTRODUCTION. Bamboo has been used as raw material for construction, furniture, paper, composite boards including bamboo oriented strand board (BOSB) and others. In order to reduce production cost in manufacturing BOSB, phenol formaldehyde (PF) resin was used in this research. The objectives of this research were to evaluate the physical and mechanical properties of BOSB prepared from various bamboo species and resin content.
MATERIALS AND METHOD. Strands were prepared from tali bamboo (Gigantochloa apus (J.A & J.H. Schultes) Kurz) and hitam bamboo (Gigantocholoa atroviolacea Widjaja). The strands were dried in oven at a temperature of 60 °C to reach the moisture content (MC) around 5%. Commercial phenol formaldehyde (PF) resin was used in amount of 6%, 8% and 10%. Paraffin was used in amount of 1%. The geometry strand, physical properties (i.e., density, MC, water absorption (WA), and thickness swelling (TS)), mechanical properties (i.e., modulus of elasticity static (MOEs), modulus of rupture (MOR), internal bond (IB), and screw holding power (SHP)) were evaluated. Nondestructive test (NDT) of stress wave velocity (SWV) and MOE dynamic (MOEd) parameter was also evaluated. The results were also compared with CSA 0437.0 (grade O-2) standard for OSB.
RESULT. The average value of slenderness ratio of tali and hitam bamboo strands were 75.24 and 67.74, respectively. The average value of aspect ratio of tali and hitam bamboo strands was 3.6 and 3.44, respectively. Physical and mechanical propertes of BOSB were much affected by bamboo species and resin content. BOSB prepared from tali bamboo strands showed better physical and mechanical properties compared to BOSB prepared from hitam bamboo strands. The higher the resin content applied resulted in the better the physical and mechanical properties of BOSB. Based on NDT (i.e., sound waves) the best relationship was achieved bySWV-MOEs parallel to the grain direction, MOEd-MOR and MOEd-MOEs from parallel and perpendicular to the grain direction (95% confidence level). BOSB made from tali bamboo strands with 10% PF resin content had excellent physical and mechanical properties. All the parameters measured fulfilled the requirement of CSA 0437.0 (grade 0-2) standard for OSB.
Keywords: Bamboo oriented strand board (BOSB), tali bamboo, hitam bamboo, phenol formaldehyde, resin content
DHH
Physical and Mechanical Properties of Bamboo Oriented Strand Board (BOSB) under Various Bamboo Species and Resin Content(4)
RINGKASAN
DESI ERITA PERANGIN ANGIN. E24080008. Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Oriented Strand Board (BOSB) pada Berbagai Jenis Bambu dan Kadar Perekat. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F.Trop
Bambu sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku konstruksi, furniture, kertas, papan komposit, termasuk papan OSB bambu dan lain-lain. Perekat fenol formaldehida (PF) digunakan pada penelitian ini dalam rangka untuk menurunkan biaya produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisis-mekanis OSB, menentukan OSB terbaik dari dua jenis bambu dan tiga kadar perekat dan menduga sifat mekanis lentur OSB bambu dengan melihat hubungan SWV (stress wave velocity) dan MOEd (modulus of elasticity dinamyc) dengan MOEs (modulus of elasticity static) dan MOR (modulus of rupture).
Bambu yang digunakan adalah tali (Gigantochloa apus (J.A & J.H.
Schultes) Kurz) dan hitam (Gigantocholoa atroviolacea Widjaja). Strand-strand
dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 oC sampai mencapai kadar air (KA)
sekitar 5%. Kadar perekat fenol formaldehida yang digunakan yaitu 6%, 8% dan 10% dan penambahan parafin sebanyak 1%. Pengujian yang dilakukan antara lain
geometri strand, sifat fisis (kerapatan, kadar air, daya serap air, dan
pengembangan tebal) dan sifat mekanis (modulus elastisitas statis (MOEs),
modulus patah (MOR), internal bond (IB), dan pegang kuat sekrup (KPS)).
Metode pengujian nondestruktif (NDT) juga dilakukan untuk menduga nilai stress
wave velocity (SWV) dan modulus elastisitas dinamis (MOEd). Standar yang
digunakan yaitu CSA 0437.0 (grade 0-2) untuk oriented strand board (OSB).
Nilai rata-rata slenderness ratio dari strand bambu tali dan bambu hitam
berturut-turut adalah 75,24 dan 67,74. Nilai rata-rata aspect ratio dari strand
bambu tali dan bambu hitam berturut-turut adalah 3,6 dan 3,44. Sifat fisis dan mekanis dari OSB bambu dipengaruhi oleh jenis bambu dan kadar perekat. OSB
bambu yang dibuat dari strand-strand bambu tali menunjukkan sifat fisis dan
mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan OSB bambu yang dibuat dari strand-strand bambu hitam. Kadar perekat tertinggi menghasilkan sifat fisis dan mekanis OSB bambu yang lebih baik. Berdasarkan pengujian nondestruktif (gelombang suara), hubungan terbaik dicapai oleh SWV-MOEs sejajar serat, MOEd-MOR dan MOEd-MOEs sejajar serat dan tegak lurus serat (selang
kepercayaan 95%). OSB bambu yang dibuat dari strand-strand tali pada kadar
perekat 10% memiliki sifat fisis dan mekanis yang unggul. Secara keseluruhan
hasil penelitian memenuhi standar CSA 0437.0 (Grade 0-2).
Kata kunci : Bambu oriented strand board (BOSB), bambu tali, bambu hitam, fenol formaldehida, kadar perekat
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Oriented Strand Board (BOSB) pada Berbagai Jenis Bambu dan Kadar Perekat.” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Dr. Lina Karlinasari, S. Hut., M.Sc.F.Trop. Tulisan ini belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun sebelumnya. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
Desi Erita Perangin Angin E24080008
(6)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Oriented Strand Board
(BOSB) pada Berbagai Jenis Bambu dan Kadar Perekat Nama Mahasiswa : Desi Erita Perangin Angin
NRP : E24080008 Departemen : Hasil Hutan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Prof. Dr.Ir. Fauzi Febrianto, MS Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F.Trop
NIP. 19630209 198903 1 002 NIP. 19731126 199802 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc
NIP. 19660212 1991031 002
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini telah diselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul
“Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Oriented Strand Board (BOSB) pada Berbagai Jenis Bambu dan Kadar Perekat”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 19 April 1991 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan Ramidin Perangin-angin dan Roslinda Sitepu. Pada tahun 1996-2002 penulis memulai pendidikan SD Negeri 102123 Dolok Merawan. Pada tahun 2002-2005 penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP YPAK PTPN III Gunung Para. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Dolok Batu Nanggar, dan pada tahun yang sama penulis diterima masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Penulis memilih program studi mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2011 memilih Biokomposit sebagai bidang keahlian.
Selama di IPB penulis aktif dalam sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN), Anggota Komisi Kesenian PMK IPB, dan panitia KOMPAK Departemen Hasil Hutan tahun 2010. Selama menjadi mahasiswa, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan yaitu PKM Pengabdian Masyarakat yang didanai DIKTI tahun 2011, dan praktik lapang antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada bulan Juli 2010 di Gunung Sawal dan Pangandaran, Tasikmalaya. Pada bulan Juli 2011 penulis melakukan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Gunung Walat (HPGW), Sukabumi. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PT Delapan Sembilan, Bogor pada bulan Mei-Juli 2012.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Sifat Fisis dan Mekanis Bambu Oriented Strand Board (BOSB) pada Berbagai Jenis Bambu dan Kadar Perekat” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F.Trop.
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Atas segala bantuan dari semua pihak, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Kedua Orangtua Ramidin Perangin-angin dan Roslinda Sitepu tercinta, kakak Dian Cristina Perangin-angin, adik Ramando Perangin-angin, dan adik Dora Mega Perangin-angin serta keluarga besar atas semua kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil serta doa kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Ibu Dr. Lina Karlinasari, S.Hut., M.Sc.F.Trop selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu, nasihat, dan motivasi kepada penulis.
3. Seluruh keluarga besar Fakultas Kehutanan khususnya Departemen Hasil Hutan (dosen pengajar, para staf, para laboran serta mamang dan bibi) yang selalu membantu selama ini.
4. Jean Sigalingging atas kasih sayang, kesabaran, motivasi, dan doa yang telah diberikan kepada penulis.
5. Teman-teman satu bimbingan Wisnu Moko Rahayu, Mualim Basri Santoso, dan Monika Tiur.
6. Teman-teman THH 45 (Apreiska, Dora, Fasi, Gionini, Steward, Arip, Nita, Silvia) dan Fahutan 45 lainnya untuk kebersamaanya dan bantuannya selama penelitian.
7. Teman-teman PMK IPB, GAMASINTAN, PF FAHUTAN, IKANMASS (Tantri Sianturi, Tika Sianipar, Vonika Manurung, Evi Sinaga, Eva Hutagalung, Febi Silalahi) atas kebersamaanya selama penelitian dan kuliah. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebukan satu per satu yang telah membantu
kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Tuhan memberikan limpahan kasih-Nya dan membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis, baik yang tersebutkan maupun yang
(10)
tidak tersebutkan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Desember 2012 Penulis
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 2
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oriented Strand Board (OSB) ... 3
2.2 Bambu ... 5
2.3 Bambu Tali ... 5
2.4 Bambu Hitam ... 6
2.5 Perekat Fenol Formaldehida ... 6
2.6 Pengujian Destruktif... 7
2.7 Pengujian Nondestruktif... 8
2.8 Kecepatan Rambatan Gelombang Suara ... 9
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 11
3.2 Bahan dan Alat ... 11
3.3 Pembuatan Oriented Strand Board ... 11
3.3.1 Persiapan Bahan ... 11
3.3.2 Pembuatan Strand ... 11
3.3.3 Pencampuran Strand dengan Perekat ... 12
3.3.4 Pembentukan Lembaran ... 12
3.3.5 Pengempaan ... 13
3.3.6 Pengkondisian ... 13
3.4 Pengujian Fisis dan Mekanis OSB ... 15
3.4.1 Pengujian Sifat Fisis OSB ... 15
(12)
3.5 Penentuan OSB Terbaik ... 19
3.6 Kekuatan Retensi ... 19
3.7 Analisis Data ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geometri Strand ... 22
4.2 Sifat Fisis Oriented Strand Board ... 22
4.2.1 Kerapatan ... 22
4.2.2 Kadar Air ... 24
4.2.3 Daya Serap Air ... 24
4.2.4 Pengembangan Tebal ... 26
4.2.5 Kecepatan Rambat Gelombang ... 27
4.3 Sifat Mekanis Oriented Strand Board ... 28
4.3.1 Modulus Elastisitas Dinamis (MOEd) ... 28
4.3.2 Modulus Elastisitas Statis (MOEs) ... 29
4.3.3 Modulus Patah ... 32
4.3.4 Keteguhan Rekat (Internal Bond) ... 34
4.3.5 Kuat Pegang Sekrup ... 35
4.4 Penduganaan Nilai Mekanis Lentur Statis (MOEs dan MOR) oleh SWV dan MOEd ... 37
4.5 Kekuatan Retensi ... 38
4.6 Penentuan OSB Terbaik ... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
(13)
DAFTAR TABEL
No. Halaman 1. Sifat OSB berdasarkan satandar CSA 0437.0 (Grade 0-2) ... 4 2. Karakteristik perekat fenol formaldehida (PF) ... 7 3. Analisis keragaman (ANOVA) ... 20 4. Nilai rata-rata pengukuran dimensi strand dan perhitungan nilai
aspect ratio strand dan nilai slenderness ratio ... 22 5. Ringkasan analisis varian (ANOVA) pengaruh dari jenis bambu
dan kadar perekat terhadap sifat fisis dan mekanis OSB ... 36 6. Rangkuman hubungan sifat mekanis pengujinan nondestruktif (SWV
dan MOEd) dengan sifat mekanis pengujian destruktif (MOR dan
MOEs) sejajar serat ... 37 7. Rangkuman hubungan sifat mekanis pengujinan nondestruktif (SWV
dan MOEd) dengan sifat mekanis pengujian destruktif (MOR dan
MOEs) tegak lurus serat ... 37
(14)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Strand bambu ... 12
2. Rotary blender ... 12
3. Pembentukan lembaran ... 13
4. Alat kempa panas ... 13
5. Pengkondisian ... 14
6. Pola pemotongan contoh uji ... 15
7. Pengujian stress wave velocity ... 16
8. Pengujian MOE dan MOR ... 18
9. Pengujian internal bond ... 18
10.Histogram nilai kerapatan OSB ... 23
11.Histogram nilai kadar air OSB ... 24
12.Histogram nilai daya serap air OSB ... 25
13.Histogram nilai pengembangan tebal OSB ... 26
14.Histogram nilai kecepatan rambat gelombang suaraOSB ... 28
15.Histogram nilai kekuatan modulus elastisitas dinamis OSB ... 29
16.Histogram nilai MOEs sejajar serat OSB... 30
17.Histogram nilai MOEs tegak lurus serat OSB ... 31
18.Histogram nilai MOR sejajar serat OSB ... 32
19.Histogram nilai MOR tegak lurus serat OSB ... 33
20.Histogram nilai internal bond OSB ... 34
21.Histogram nilai kuat pegang sekrup OSB ... 35
22.Histogram nilai retensi MOEs sejajar serat ... 38
23.Histogram nilai retensi MOEs tegak lurus serat ... 39
24.Histogram nilai retensi MOR sejajar serat ... 39
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Perhitungan bahan baku ... 46
2. Nilai kerapatan dan kadar air OSB ... 47
3. Nilai daya serap air OSB ... 47
4. Nilai pengambangan tebal OSB ... 48
5. Nilai stress wave velocity OSB ... 48
6. Nilai modulus elastisitas dinamis OSB ... 49
7. Nilai modulus elastisitas statis kering OSB ... 49
8. Nilai modulus elastisitas statis basah OSB ... 50
9. Nilai modulus patah kering OSB ... 50
10.Nilai modulus patah basah OSB ... 51
11.Nilai kuat pegang sekrupdan Internal Bond OSB ... 51
12.Nilai retensi kekuatan OSB ... 52
13.Rekapitulasi penilaian OSB terbaik berdasarkan sifat OSB ... 53
14.Tabel Anova sifat fisis dan mekanis OSB... 53
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kondisi dan luas hutan Indonesia saat ini yang semakin menurun menyebabkan ketersediaan kayu di hutan semakin berkurang, sementara kebutuhan masyarakat terhadap kayu untuk bahan bangunan dan furniture terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Oleh karena itu perlu adanya alternatif bahan lain yang dapat mengatasi keadaan tersebut dan kelestarian hutan bisa tetap terjaga. Di Indonesia terdapat 35 jenis bambu, tetapi hanya 13 jenis yang memiliki nilai ekonomi (Yudodibroto 1985). Manfaat lain dari tumbuhan ini antara lain seperti bahan baku industri kertas, pembuatan arang aktif dari bambu, papan partikel bambu dan produk komposit lainnya. Bambu memiliki keunggulan yaitu relatif lebih mudah dibentuk dikerjakan dan usia panen yang relatif lebih cepat dari pada kayu.
Meskipun bambu memiliki banyak keunggulan namun bambu juga memiliki kelemahan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah variasi dimensi, ketidakseragaman panjang ruasnya dan ketidakawetannya sehingga bambu umumnya tidak dipilih sebagai bahan komponen rumah. Menurut Agus et al. (2006) menyatakan bahwa bambu yang dikuliti khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kayu kering dan rayap kayu kering. Oleh karena itu perlu adanya teknologi penggolahan seperti perekatan dan papan komposit (papan partikel, papan serat, papan semen, OSB, dan lain-lain) agar kelemahan tersebut berkurang.
Penggunaan OSB sering digunakan untuk keperluan eksterior yang bersifat tahan air (waterproof) atau perekat tipe satu atau perekat eksterior, seperti
methylene di-phenil di isocyanate (MDI), fenol formaldehida (PF) dan resosinol formaldehida (RF). Berdasarkan penelitian Sahroni (2008) tentang oriented strand board dari bambu betung dengan menggunakan perekat ekterior yaitu perekat MDI telah memenuhi standar. Namun penggunaan perekat MDI dan RF kurang menguntungkan secara ekonomis karena harganya yang relatif mahal. Oleh karena
(17)
itu, penelitian ini menggunakan perekat fenol formaldehida yang harganya lebih ekonomis dan menggunakan bambu tali dan bambu hitam.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisis-mekanis OSB, menentukan OSB terbaik dari dua jenis bambu dan tiga kadar perekat dan menduga sifat mekanis lentur OSB bambu dengan melihat hubungan SWV (stress wave velocity) dan MOEd (modulus of elasticity dinamyc) dengan MOEs (modulus of elasticity static) dan MOR (modulus of rupture).
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang OSB bambu dan memberikan alternatif untuk memilih bahan baku hasil hutan non kayu sebagai bahan konstruksi.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oriented Strand Board
Menurut SBA (2004) menyatakan bahwa OSB adalah panel struktural yang cocok untuk konstruksi. Lembaran panilnya terdiri dari sayatan strand dari kayu berdiameter kecil atau kayu jenis cepat tumbuh dan diikat dengan perekat tipe eksterior melalui proses pengempaan panas. Kekuatan OSB berasal dari
strand yang diorientasikan pada lembaran. Pada bagian permukaan lapisan, strand
diorientasikan pada arah memanjang panil.
OSB merupakan perkembangan dari papan wafer (waferboard) dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan plywood, yaitu tidak menuntut persyaratan bahan baku yang berkualitas tinggi. Dalam pembuatan lapik (mats), arah serat masing-masing strand diatur sedemikian rupa sehingga arah serat lapisan permukaan tegak lurus terhadap arah serat lapisan inti. Kandungan zat ekstraktif tinggi dari suatu jenis kayu menyebakan masalah dalam pengerasan perekat dan menimbulkan blister yaitu bagian tengah papan terdapat ruang kosong akibat tekanan gas internal zat ekstraktif yang mudah menguap. Umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB. Haygreen dan Bowyer (2003) menyatakan bahwa kayu yang banyak digunakan untuk memproduksi OSB adalah kayu dengan kerapatan rendah sampai sedang karena kayu dengan kerapatan tinggi sukar ditangani dan harganya lebih mahal.
Menurut Tambunan (2000) bahwa kayu yang memiliki berat jenis (BJ) 0,35-0,65 lebih disukai dan disarankan sebagai bahan baku OSB. Menurut Youngquist (1999) menyatakan bahwa dalam pembuatan OSB, strand-strand
yang dihasilkan disarankan untuk memiliki aspect ratio (perbandingan panjang dan lebar) strand paling sedikit tiga agar menghasilkan produk papan yang memiliki kekuatan lengkung (bending) dan kekuatan yang lebih besar. Spesifikasi sifat-sifat secara kuantitatif OSB berdasarkan standar CSA 0437.0 (Grade 0-2) untuk standar sifat-sifat dasar OSB dalam Tabel 1.
(19)
Tabel 1 Sifat OSB berdasarkan standar CSA 0437.0 (Grade 0-2)
Sifat Papan CSA 0437.0
a
(Grade 0-2)
Sifat Fisis
1 Kerapatan -
2 Kadar Air (%) -
3 Pengembangan Tebal (%) ≤ 15
4 Daya Serap Air (%) -
Sifat Mekanis
1 MOE sejajar serat (kg/cm2) 55000
2 MOE tegak lurus serat (kg/cm2) 15000
3 MOR sejajar serat (kg/cm2) 290
4 MOR tegak lurus serat (kg/cm2) 124
5 Internal bond (kg/cm2) 3,45
6 Kuat pegang sekrup (kg) -
keterangan : a = Structural Based Asociation (2005)
Kelebihan dari produk OSB diantaranya sebagai berikut (SBA 2006 dalam Manalu 2007) :
1. Perbandingan beratnya, kayu lebih kuat dibandingkan besi karena kayu memiliki strength-to weight ratio lebih besar.
2. Berbeda dengan baja atau beton, OSB seluruhnya terbuat dari sumberdaya terbaharui dengan diameter kecil.
3. Analisis dari kerusakan bencana gempa bumi di California dan Jepang membuktikan bahwa lembaran papan panil komposit struktural lebih baik dalam hal menahan goncangan dibanding bangunan baja atau beton.
Selain memiliki keunggulan OSB juga memiliki kelemahan antara lain (Nelson dan Kelly 1998 dalam Nuryawan dan Massijaya 2006) :
1. Secara umum OSB tidak dapat dibuat moulding, karena semua sisinya relatif kasar dan biasanya terdapat lapisan plinkut (bahan penolak air). 2. Faktor pembatas dimensi OSB adalah peralatan proses, sementara pada
kayu lapis adalah ukuran veneer.
3. Pengalaman di USA dan Kanada, sifat-sifat struktural OSB kurang stabil pada temperatur dan kelembapan yang bervariasi.
4. Industrinya menghasilkan limbah padat berupa partikel halus dan sisa penggergajian sisi (trimming).
(20)
2.2 Bambu
Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga
giant grass (rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung batang muda dan sudah dewasa pada umur 3-5 tahun. Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas atau cabang.
Lebih dari 1000 spesies bambu dalam 80 genera, sekitar 200 spesies dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara (Dransfield dan Widjaja 1995), sedangkan di Indonesia ditemukan sekitar 60 jenis. Tanaman bambu ditemukan didataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 mdpl. Menurut Sutiyono et al. (1996) dalam Ginting (2009) menyatakan bahwa di daerah ruas-ruas batang bambu tumbuh akar-akar sehingga memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, selain tunas-tunas rumpunnya. Beberapa hal yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis bambu adalah umur, posisi ketinggian, diameter, tebal daging bambu, posisi beban (pada buku atau ruas), dan kadar air bambu.
2.3 Bambu Tali
Bambu tali disebut juga dengan bambu apus, awi tali, atau pring tali. Bambu ini termasuk dalam genus Gigantochloa yang umumnya mempunyai rumpun rapat. Nama ilmiah bambu tali adalah Gigantochloa apus J.A & J.H. Schultes Kurz.
Tinggi bambu tali dapat mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai kekuning-kuningan. Batangnya tidak bercabang dibagian bawah berdiameter batang 2,5-15 cm, tebal dinding 3-15 mm, dan panjang ruasnya 45-65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan antara 3-15 m. Pelepah batangnya tidak mudah lepas meskipun umur batang sudah tua. Jenis bambu ini diduga berasal dari Burma dan sekarang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia. Bambu tali umumnya tumbuh di daratan rendah tetapi dapat juga tumbuh dengan baik di daerah pegunungan sampai ketinggian 1000 mdpl.
Bambu tali berbatang kuat, liat dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang menggunakannya untuk alat musik. Menurut
(21)
Berlian dan Rahayu (1995) dalam Ginting (2009), menyatakan bahwa rebung bambu tali tidak bisa dimakan oleh karena rasanya pahit.
2.4 Bambu Hitam
Nama ilmiah bambu hitam adalah Gigantochloa atroviolacea Widjaja. Tinggi bambu hitam mencapai 20 m, batang berbulu tipis/halus dan tebal, dinding batang hingga 8 mm dengan diameter 6-8 cm (jarak buku 40-50 cm). Warna bambu jenis ini hijau-coklat, tua-keunguan atau hitam. Bambu hitam dapat tumbuh di tanah tropis dataran rendah, lembab, dengan curah hujan per tahun mencapai 1500-3700 mm, dengan kelembaban relatif sekitar 70% dan temperatur 20-32 °C. Bambu ini juga dapat tumbuh di tanah kering berbatu atau tanah (vulkanik) merah. Bambu jenis ini banyak digunakan untuk bahan pembuatan instrumen musik seperti angklung, calung, gambang dan celempung. Bambu hitam berfungsi untuk bahan industri kerajinan tangan dan pembuatan mebel. Rebungnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.
Menurut Berlian dan Rahayu (1995) dalam Ginting (2009) menyatakan bahwa bambu yang digunakan sebagai bahan baku OSB sebelum dikonversi menjadi strand, harus melewati tahap pembagian setiap ruasnya, kemudian pengulitan. Hal ini dikarenakan kehadiran kulit tidak digunakan pada produk akhir OSB karena akan mengurangi kekuatan dan menggangu perekatan.
2.5 Perekat Fenol Formaldehida
Perekat fenol formaldehida adalah molekul berbobot rendah yang terbentuk dari phenol dan formaldehid. Perekat ini termasuk ke dalam perekat termoset. Beberapa sifat yang dimiliki oleh perekat termoset yaitu kekuatan kohesif dari termoset melebihi kekuatan tarik kayu, memiliki kepolaran cukup tinggi dan viskositas cukup rendah untuk penetrasi ke dalam pori-pori mikro dalam kayu yang secara mekanis berindak sebagai jangkar. Dalam proses perekatan antara PF dengan kayu terdapat prinsip kohesi dan prinsip adhesi. Hasil ikatan antara kayu dengan perekat dikenal adanya teori adhesi spesifik dan adhesi mekanis. Perekat spesifik terjadi karena adanya ikatan kimia kayu dengan perekat yaitu, melalui ikatan hidrogen. Perekat mekanis terjadi karena bahan perekat masuk ke dalam rongga-rongga yang ada pada kayu lalu mengeras dan terjadi proses penjangkaran.
(22)
Karakteristik perekat fenol formaldehida (PF) dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik perekat fenol formaldehida (PF)
Parameter Sifat
Penampakan Larutan (merah) pH (pH meter/25°C) 10,0-13,6 Viskositas (Poise/25°C) 1,5-3,0 Berat Jenis (25°C) 1,180-1,200 Resin Content (%/135°C) 41,0-43,0 Cure Time (min/135°C) 6-16 Water Solubility (x/25°C) lebih dari 20
Sumber: PT. Pamolite Adhesive Industry (2005)
Kelebihan Fenol Formaldehida :
1 Tahan terhadap perlakuan air panas maupun dingin. 2. Tahan terhadap kelembaban dan temperatur tinggi.
3. Tahan terhadap bakteri, fungi, rayap dan mikro-organisme.
4. Tahan terhadap banyak bahan kimia seperti minyak, basa dan bahan pengawet kayu.
Penggunaan PF merupakan metode yang efektif untuk mengurangi sifat higroskopis kayu (Hill 2006). Menurut Furuno et al. (2004) bahwa PF memiliki berat molekul rendah (BM) 290-480 mampu berpenetrasi ke dalam dinding sel dan mampu meningkatkan stabilitas dimensi kayu, sedangkan PF dengan BM 820 sebagian besar berada di sel lumen sedikit meningkatkan stabilitas kayu. Anwar et al. (2009) mengemukakan bahwa impregnasi PF mampu meningkatkan stabilitas dimensi pada bambu strip.
2.6 Pengujian Destruktif
Pengujian destruktif meliputi pengujian sifat mekanis dan fisis diantaranya adalah pengujian modulus lentur (MOE), modulus patah (MOR), keteguhan rekat internal (IB), kadar air, kerapatan, daya serap air dan pengembangan tebal.
Elastisitas adalah suatu sifat benda yang mampu kembali kekondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang menanganinya dihilangkan (Tsoumis 1991). Semakin besar nilai modulus elastisitasnya maka bahan tersebut
(23)
semakin kaku. Nilai MOE merupakan pengujian untuk pengendalian kualitas karena menunjukan kemampuan blending, pembentukan lembaran dan pengempaan (Bowyer dan Haygreen 2003). Pengujian menjadi pengujian sejajar serat dan pengujian tegak lurus serat. Keteguhan rekat internal merupakan tarik tegak permukaan papan.
2.7 Pengujian Nondestruktif
Menurut Ross (1992), evaluasi nondestruktif didefinisikan sebagai metode mengidentifikasikan sifat fisis dan mekanis bahan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti yang dapat mengubah kemampuan pemanfaatan akhir dari bahan tersebut. Untuk bahan kayu, pengujian nondestruktif digunakan untuk menilai cacat yang muncul akibat diskontinuitas, adanya rongga (voids) serta kemungkinan adanya pembesaran (inclusions) selama proses pembuatan yang dapat berpengaruh terhadap sifat fisis dan mekanis produknya. Terdapat beberapa tipe pengujian nondestruktif kayu yang dikembangkan antara lain teknik mekanis, vibrasi, akustik/gelombang tegangan (stress waves), gelombang ultrasonik, gelombang elektromagnetik, dan nuklir (IUFRO 2006 dalam Karlinasari et al
2006)
Kecepatan gelombang ultrasonik berkaitan dengan struktur kayu, sementara itu atenuasi berhubungan dengan komposisi atau kandungan suatu bahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pada kayu antara lain karakteristik mikrostruktural kayu (ukuran, frekuensi, komposisi dan kondisi ultrastuktur sel penyusun kayu), komposisi kimia kayu (selulosa, hemiselulosa, dan lignin), asal tempat tumbuh pohon, tingkat tegangan kayu, kadar air, temperatur, kelembaban serta arah rambatan gelombang (longitudinal, radial, dan tangensial) (Smith 1989 dan Curtu et al. 1996). Ross dan Pellerin (2002) menyatakan ada beberapa metode yang dapat dikategorikan sebagai evaluasi nondestruktif pada kayu yaitu:
1. Evaluasi secara visual: warna dan cacat kayu
2. Tes kimia: komposisi (melalui kehilangan berat, contohnya akibat serangan jamur atau cendawan perusak pada kayu teras Douglas–fir yang berkaitan dengan degradasi komponen hemiselulosa), adanya perlakuan pengawetan dan ketahanan terhadap api
(24)
3. Tes fisis: kecepatan rambat gelombang (stress wave velocity), emisi akustik, sinar x serta microwave ground penetration radar
4. Tes mekanis: metode defleksi (Machine-Stress-Rated/MSR)
2.8 Kecepatan Rambatan Gelombang Suara
Gelombang mekanik terdiri dari dua jenis, yakni gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Jika partikel-partikel bergerak ke atas dan ke bawah dalam arah tegak lurus terhadap gelombang maka gelombang ini dinamakan gelombang transversal, contoh untuk gelombang ini adalah gelombang yang terjadi pada tali jika digerakkan. Berbeda dengan gelombang transversal, gelombang longitudinal merupakan gelombang yang arah getaran medium sejajar dengan rambat gelombang. Salah satu contoh gelombang longitudinal adalah gelombang yang dihasilkan dari suara. Gelombang suara dapat merambat melalui gas, cairan atau benda padat.
Salah satu metode nondestruktif yang banyak digunakan pada saat ini adalah metode pengujian dengan menggunakan gelombang tegangan (stress wave velocity). Gelombang tegangan dihasilkan berdasarkan kecepatan suara yang bekerja pada suatu bahan dan dapat terefleksi pada permukaan bahan, cacat-cacat dalam dan batas-batas pada bagian bahan yang menyatu. Kecepatan rambatan gelombang suara merupakan perbandingan jarak tempuh suatu gelombang suara per satuan waktu. Kecepatan suara yang melewati medium memiliki kecepatan yang berbeda seperti pada udara sebesar 340 m/t, gabus 430-530 m/t, air 1440 m/t, besi 5000 m/t dan kaca 5000-6000 m/t (Tsoumis 1991). Prinsip dari metode ini adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang tegangan mencapai jarak tertentu dari suatu bahan. Karlinasari (2003) dalam Ikhsan (2011) menyatakan bahwa jika dimensi suatu bahan diketahui, maka waktu dari gelombang tegangan yang bekerja dapat dihitung dan digunakan untuk mengetahui lokasi diskontinuitas pada kayu atau produk kayu lainnya. Betchel (1986) menambahkan semakin tinggi waktu yang dibutuhkan gelombang untuk merambat suatu medium maka produk tersebut mempunyai kualitas yang rendah begitu juga sebaliknya, jika waktu perambatan gelombang cepat pada medium maka produk tersebut mempunyai kualitas yang baik. Metode gelombang tegangan atau gelombang suara digunakan untuk menentukan modulus elastisitas dinamis (MOEd) dari
(25)
komponen struktural. Dengan penentuan waktu rambat gelombang suara dan diketahuinya jarak dari dua buah tranduser atau sensor yang digunakan maka dapat ditentukan kecepatannya sehingga kemudian dapat digunakan untuk menghitung MOE dinamis (MOEd) dari bahan. Nilai MOEd ini berguna untuk memperkirakan kekuatan bahan tersebut melalui pendekatan korelasi statistik terhadap nilai MOE sebenarnya atau MOE statis (Karlinasari 2003 dalam Ikhsan 2011).
(26)
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai bulan April 2012 sampai Juli 2012, Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Laboratorium Bio Komposit Departemen Hasil Hutan, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Departemen Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Pekerjaan Umum (Puslitbang Permukiman PU), Cileunyi, Bandung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan caliper, oven, desikator, timbangan digital, cetakan 30 cm x 30 cm, hot press, sprayer, rotary blender, bak plastik, kain teflon, alat tulis, circular saw, alat uji UTM (Universal Testing Machine) merk Instron, alat uji kecepatan rambatan gelombang (stress wave velocity) merk Metriguard.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini bambu tali (Gigantochloa apus
J.A & J.H. Schultes Kurz) dan bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaja)
berumur tiga tahun yang diambil dari Sukabumi, perekat fenol formaldehida (PF) yang diproduksi oleh PT Pamolite Adhesive Industry, dan wax (parafin) 1%.
3.3 Pembuatan Oriented Strand Board (OSB) 3.3.1 Persiapan Bahan
Persiapan yang dilakukan mempersiapkan bahan-bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian, termasuk persiapan perekat dan parafin. Perekat yang digunakan adalah fenol formaldehida(PF) dengan kadar 6%, 8%, dan 10%.
3.3.2 Pembuatan Strand
Bambu yang digunakan sebanyak dua jenis yaitu bambu tali dan bambu hitam. Bambu tersebut dibuat menjadi strand yang berukuran panjang 7 cm, lebar 2 cm dengan ketebalan 0,1-0,2 cm. Strand dipisah berdasarkan jenis dan dimasukkan ke dalam karung. Penentuan nilai aspect ratio (perbandingan panjang dan lebar strand) dan slenderness ratio (perbandingan panjang dan tebal strand) dilakukan dengan mengambil strand secara acak sebanyak 100 strand pada setiap
(27)
jenis kemudian diukur panjang, lebar, dan tebal strand. Strand kering udara dimasukkan kedalam oven untuk mencapai kadar air kering tanur (BKT).
Gambar 1 Strand bambu
3.3.3 Pencampuran Strand dan Perekat
Proses pencampuran menggunakan bantuan alat rotary blender, sedangkan untuk memasukan perekat kedalam rotary blender menggunakan sprayer dan dimasukkan pula parafin cair dengan kadar 1%.
Gambar 2 Rotary blender 3.3.4 Pembentukan Lembaran
Lembaran OSB yang dibuat berdasarkan pada jenis bambu. Lembaran yang dibuat terdiri dari face, core,dan back dan perbandingan masing-masing 1:1:1. Arah strand lapisan face dan back disusun sejajar menurut panjang panil sedangkan lapisan core arahnya tegak lurus terhadap lapisan face dan back untuk
(28)
meningkatkan stabilitas dimensi panil yang dibentuk, Lembaran OSB yang dibuat berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan kerapatan target sebesar ± 0,7 g/cm3.
Gambar 3 Pembentukan lembaran
3.3.5 Pengempaan
Pengempaan menggunakan kempa panas dengan suhu sebasar 160 oC dan tekanan sebasar 25 kg/cm2 dengan waktu pengempaan selama 7 menit. Pengempaan menggunakan kempa panas karena perekat PF merupakan perekat
termosseting yang dapat mengeras bila terkena panas. Tujuan pengempaan ini adalah pembentukan lembaran strand dalam ikatan panil menjadi padat dan keras serta memperoleh ketebalan yang diinginkan yaitu 1 cm.
Gambar 4 Alat kempa panas
3.3.6 Pengkondisian
Setelah proses pengempaan, lembaran-lembaran OSB diberi perlakuan pengkondisian (conditioning) dengan cara penumpukan rapat (solid files) selama
(29)
± 14 hari agar perekat dapat mengeras dengan baik dan kadar air papan mencapai kesetimbangan.
Gambar 5 Pengkondisian
Setelah dua minggu papan dapat dipotong sesusai dengan ukuran contoh uji yang diinginkan untuk diuji sifat fisis dan mekanisnya. Ukuran contoh uji mengikuti standar JIS 5908 (2003). Pola pemotongan contoh uji dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Pola pemotongan contoh uji Keterangan :
A,D : contoh uji untuk MOE dan MOR tegak lurus serat kondisi kering dan basah (20 cm x 5 cm x 1 cm)
B,C : contoh uji untuk MOE dan MOR sejajar serat kondisi kering dan basah (20 cm x 5 cm x 1 cm)
(30)
E : contoh uji untuk kadar air dan kerapatan (10 cm x 10 cm x 1 cm) F : contoh uji untuk kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm x 1 cm) G : contoh uji untuk pengembangan tebal dan daya serap air (5 cm x
5 cm x 1 cm)
H : contoh uji untuk internal bond (5 cm x 5 cm x 1 cm) I : cadangan (5 cm x 5 cm x 1 cm)
3.4 Pengujian Fisis dan Mekanis OSB 3.4.1 Pengujian Sifat Fisis OSB 3.4.1.1 Kadar Air (KA)
Pengujian kadar air menggunakan contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm berdasarkan JIS A 5908 (2003). Tahap pertama contoh uji ditimbang berat awalnya (m1), selanjutnya contoh uji dikeringkan dalam oven dengan temperatur 103±2 oC selama 24 jam. Contoh uji dimasukkan kedalam desikator agar beratnya konstan dan kemudian ditimbang beratnya (m2). Kadar air dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
KA (%) = x 100 3.4.1.2 Kerapatan
Contoh uji yang digunakan untuk menguji kerapatan berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Dimensi panjang dan lebar diukur pada dua sisi yang berbeda kemudian hasilnya dirata-ratakan. Sedangkan dimensi tebal diukur pada keempat sisinya kemudian hasilnya dirata-ratakan. Setelah ketiga dimensi diperoleh maka volume dapat dihitung dengan mengalikan ketiga nilai dimensi tersebut. Contoh uji ditimbang beratnya (m1). Nilai kerapatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
KR (g/cm3) = 3.4.1.3 Pengembangan Tebal
Pengujian pengembangan tebal menggunakan contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelum (t1) yang diukur pada keempat sisi dan
(31)
dirata-ratakan dalam kondisi kering udara dan tebal setelah perendaman (t2) dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam. Nilai PT dihitung dengan persamaan :
PT (%) =
x 100% 3.4.1.4 Daya Serap Air
Pengujian daya serap air dilakukan dengan menggunakan contoh uji yang sama dengan pengujian pengembangan tebal dengan berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm berdasarkan JIS A 5908 (2003) ditimbang berat awalnya (m1). Kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya (m2). Nilai daya serap air (water absorpsion) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
DSA (%) = x 100
3.4.2 Pengujian Sifat Mekanis OSB
3.4.2.1 Pengujian Sifat Mekanis OSB Secara Nondestruktif
Pengujian nondestruktif menggunakan alat uji Metriguard 239 A stress-wave timer. Contoh uji yang digunakan berukuran 20 cm x 5 cm x 1 cm. Metode ini berdasarkan pada pengukuran kecepatan rambatan gelombang yang dibangkitkan oleh pendulum yang dilepaskan dari ketinggian maksimal pada satu sisi contoh uji. Kemudian gelombang suara merambat sepanjang contoh uji hingga mencapai accelerometer pada ujung sisi lainnya. Waktu rambatan (mikro detik) terbaca pada layar alat.
(32)
Waktu rambatan tersebut digunakan untuk menghitung kecepatan gelombang suara (SWV/stress wave velocity). Nilai SWV dan MOE dinamis dihitung menggunkan persamaan:
SWV = MOEd =
Keterangan :
SWV : kecepatan rambatan gelombang suara (m/detik) d : jarak tempuh gelombang antar dua transduser (m) t : waktu tempuh gelombang antar dua transduser (detik) MOEd : modulus elastisitas dinamis (kg/cm2)
ρ : kerapatan (kg/m3)
G : konstanta gravitasi (9,81 m/detik2)
3.4.2.2 Pengujian Sifat Mekanis dengan Metode Destruktif 3.4.2.2.1 Modulus Elastisitas Statis (MOEs)
Pengujian MOEs dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x 20 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yaitu pada arah longitudinal (searah dengan orientasi strand pada lapisan permukaan OSB) dan pada arah transversal (tegak lurus dengan orientasi strand pada lapisan permukaan OSB).
Contoh uji yang digunakan dalam kondisi basah dan kondisi kering, Pembebanan contoh uji diberikan dengan kecepatan 10 m/menit. Nilai Modulus elastisitas statis (MOEs) dapat diketahui dengan persamaan :
MOEs (kgf/cm2) =
keterangan :
MOEs : Modulus elastisitas statis (kgf/cm2)
P : Beban dibawah didalam batas proporsi (kgf) L : jarak sangga (cm)
Y : defleksi pada beban P (cm) b : lebar contoh uji (cm) t : tebal contoh uji (cm)
(33)
3.4.2.2.2 Modulus Patah (Modulus of Rupture)
Pengujian modulus of rupture (MOR) dilakukan bersama-sama dengan pengujiian MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Pada pengujian ini, pembebanan pada pengujian MOE dilanjutkan sampai contoh uji mengalami kerusakan (patah).
Gambar 8 Pengujian MOE dan MOR
Nilai modulus patah (MOR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
MOR (kgf/cm2) =
keterangan :
MOR : modulus patah (kgf/cm2) P : beban beban maksimum (kgf) L : jarak sangga (cm)
b : lebar contoh uji (cm) t : tebal contoh uji (cm)
3.4.2.2.3 Keteguhan Rekat (Internal Bond / IB)
Pengujian IB menggunakan contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) direkatkan pada dua buah balok alumunium dengan perekat epoxy dan dibiarkan mengering selama 24 jam.
(34)
Kedua balok ditarik tegak lurus permukaan contoh uji dengan kecepatan 2 mm/menit sampai beban maksimum. Nilai IB dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
IB (kgf/cm2) =
keterangan :
IB = keteguhan Rekat Internal (kgf/cm2) P = beban maksimum (kgf)
L = panjang contoh uji (cm) b = lebar contoh uji (cm)
3.4.2.2.4 Kuat Pegang Sekrup (Screw Holding Power)
Contoh uji yang digunakan berukuran 10 cm x 5 cm x 1 cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) dan sekrup yang digunakan berukuran 2,7 mm dengan panjang 16 mm dimasukkan hingga kedalaman 8 mm. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum dalam kilogram.
3.5 Penentuan OSB Terbaik
OSB terbaik didapatkan dengan cara menentukan urutan sifat-sifat OSB dari yang paling unggul hingga terendah pada masing-masing pengujian baik dari sifat fisis dan mekanis. Nilai yang diberikan atas keunggulan sifat dari 6 kombinasi jenis bambu dan kadar perekat OSB, mulai dari kualitas tertinggi hingga terendah diberikan poin 1 sampai 6. Nilai terendah merupakan OSB dengan kualitas terbaik.
3.6 Kekuatan Retensi
Retensi kekuatan merupakan suatu gambaran yang menunjukkan tahannya suatu papan untuk menahan beban yang diberikan. Contoh uji yang digunakan pada pengujian ini yaitu contoh uji yang sama dengan pengujian MOR (modulus patah) dan MOEs (modulus elastisitas statis). Nilai kekuatan retensi dapat di hitung dengan mengunakan rumus :
Retensi =
Nilai (MOR dan MOEs) basah Nilai (MOR dan MOEs) kering
(35)
3.7 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor dengan faktor A adalah jenis bambu dan B adalah variasi kadar perekat dan ulangan sebanyak 3 kali sehingga percobaan 2 x 3 x 3. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0. Model statistik umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij+ εijk
Keterangan :
Yijk : nilai respon pada taraf ke-i faktor jenis bambu yang digunakan
pada taraf ke-j faktor ukuran papan yang dibuat µ : nilai rata-rata pengamatan
Ai : pengaruh perlakuan jenis bambu pada taraf ke-i
Bj : pengaruh variasi kadar perekat taraf ke-j
i : variasi jenis bambu
j : variasi kadar perekat 6%, 8%, dan 10% pada perekat PF k : ulangan (1, 2, dan 3)
(AB)ij : pengaruh interaksi faktor jenis bambu pada taraf ke-i dan faktor variasi kadar perekat pada taraf ke-j
ijk : kesalahan (galat) percobaan
Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis keragaman dengan menggunakan uji F pada tingkat kepercayaan 95%.
Tabel 3 Analisis keragaman (ANOVA)
Sumber
Keragaman Db JK KT Fhitung
A B A*B Sisa Total
A-1 B-1 (A-1)(B-1) AB(n-1) ABn-1
JKA JKB JKAB JKS JKT
JKA/A-1 JKB/B-1
JKAB/(A-1)(B-1) JKS/AB(n-1)
KTA/KTS KTB/KTS KTAB/KTS
(36)
Sedangkan kriteria ujinya yang digunakan adalah jika Fhitung lebih kecil
atau sama dengan Ftabel maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu
tingkat kepercayaan tertentu dan jika Fhitung lebih besar dari Ftabel maka perlakuan
berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan tertentu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan.
Standar sifat fisis dan mekanis OSB yang digunakan standar Kanada yaitu CSA 0437.0 (Grade 0-2). Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan hasil pengujian nondestruktif dengan hasil pengujian destruktif pada OSB. Persamaan yang digunakan adalah :
Ŷ= α + βx + ε
keterangan :
Ŷ : peubah tak bebas (nilai dugaan)
α : konstanta regresi
β : kemiringan / gradient x : nilai peubah bebas
(37)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Geometri Strand
Hasil pengukuran geometri strand disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan data, nilai rata-rata dimensi strand yang ditentukan dengan menggunakan 100
strand dari dua jenis bambu yang memiliki panjang, lebar dan tebal masing-masing sebesar berkisar 6,97-6,99 cm, 1,96-2,05 cm, dan 0,10-0,11 cm. Nilai rata-rata slenderness ratio dan aspect ratio yang dihasilkan masing-masing berkisar 67,74-75,24 cm dan 3,44-3,6 cm. Sasaran dimensi strand adalah 7 cm, lebar 2 cm, dan tebal 0,10-0,20 cm.
Tabel 4Nilai rata rata pengukuran dimensi strand dan perhitungan nilai aspect ratio dan slenderness ratio strand
Jenis Bambu Parameter Rata-rata Min Max SD
Tali
Panjang (cm) 6,99 6,57 7,45 0,1
Lebar (cm) 1,96 1,53 2,31 0,18
Tebal (cm) 0,10 0,07 0,16 0,02
Aspect Ratio 3,6 3,02 4,56 0,36
Slenderness Ratio 75,24 43,5 101,86 11,73
Hitam
Panjang (cm) 6,97 6,35 7,60 0,13
Lebar (cm) 2,05 1,62 2,5 0,21
Tebal (cm) 0,11 0,06 0,02 0,2
Aspect Ratio 3,44 2,69 4,36 0,36
Slenderness Ratio 67,74 34,55 126,67 11,46
Menurut Youngquist (1999), dalam pembuatan OSB strand-strand yang dihasilkan disarankan untuk memiliki aspect ratio (perbandingan panjang dan lebar) strand paling sedikit 3 agar menghasilkan produk papan yang memiliki kekuatan lengkung (bending) dan kekuatan yang lebih besar.
4.2 Sifat Fisis Oriented Strand Board (OSB) 4.2.1 Kerapatan
Definisi kerapatan menurut Tsoumis (1991) adalah perbandingan massa suatu bahan terhadap volumenya. Nilai rata-rata kerapatan dari OSB yang dihasilkan berkisar 0,77–0,82 g/cm3. Nilai kerapatan terendah terdapat pada papan
(38)
OSB bambu hitam pada kadar perekat 6%. Sedangkan nilai kerapatan tertinggi terdapat pada papan OSB bambu tali pada kadar perekat 10%. Secara keseluruhan nilai rata-rata kerapatan semua papan melebihi nilai kerapatan target yaitu sebesar 0,7 g/cm2.
Hal ini dapat terjadi karena penyebaran strand yang tidak merata sehingga ketebalannya beragam. Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa perbedaan kerapatan dipengaruhi oleh tebal dinding sel, jenis kayu, kadar air dan proses perekatan. Nuryawan et al. (2008) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan perbedaan kerapatan juga dikarenakan adanya spring back atau usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan. Selain itu penyesuaian kadar air papan pada saat pengkondisian sehingga terjadi kenaikan tebal OSB yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kerapatan OSB. Secara grafis nilai rata-rata kerapatan OSB yang dihasilkan disajikan pada Gambar 10 nilai rataan kerapatan dan data lengkapnya pada Lampiran 2.
Gambar 10 Histogram nilai kerapatan OSB
Berdasarkan analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor kadar perekat dan jenis memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kerapatan OSB, namun pada faktor interaksi antar keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada kerapatan OSB. Berdasarkan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa bambu tali pada kadar perekat 8% dengan bambu tali pada kadar perekat 10% memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kerapatan OSB. Standar CSA 0437.0 (Grade 0-2) tidak menetapkan nilai kerapatan.
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
6% 8% 10%
K
era
p
a
ta
n
(
g
/cm
³)
Tali Hitam
(39)
4.2.2 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu sifat fisis papan yang menunjukkan kandungan air papan dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya terutama kelembaban udara. Berdasarkan data pada Gambar 11 nilai rataan kadar air OSB, diketahui bahwa nilai rata-rata kadar air OSB berkisar antara 9,73-10,29%. Nilai kadar air terendah terdapat pada OSB bambu hitam dengan kadar perekat 6% dan nilai kadar tertinggi pada OSB bambu tali dengan kadar perekat 10%. Menurut Massijaya (1997) keunggulan papan komposit dibandingkan papan dari kayu solid adalah memiliki kadar air yang lebih rendah karena pada proses produksi melalui proses pengempaan panas selain itu strand bagian dalam papan (inti) tidak bebas menyerap air sebagai akibat adanya ikatan rekat (selama ikatan tersebut tidak rusak). Hasil Pengujian kadar air OSB secara lengkap disajikan pada Lampiran 2 sedangkan nilai rata- ratanya tertera pada Gambar 11 nilai rataan kadar air OSB.
Gambar 11 Histogram nilai kadar air OSB
Berdasarkan analisis keragaman dapat disimpulkan bahwa faktor kadar perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar air OSB sedangkan jenis memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air OSB. Standar CSA 0437.0 (Grade 0-2) tidak menetapkan nilai kadar air.
4.2.3 Daya Serap Air
Daya serap air merupakan kemampuan papan dalam menyerap air yang di uji dengan cara perendaman dalam air selama 2 jam dan 24 jam. Pengujian tersebut perlu dilakukan karena ciri papan komposit yang mudah menyerap air sehingga daya serap air merupakan masalah pada OSB (Bowyer et al. 2003). Nilai
0 2 4 6 8 10 12 14
6% 8% 10%
K
a
da
r
Air
(%)
Tali Hitam
(40)
rata-rata daya serap air 2 jam berkisar antara 10,95–14,47%. Nilai rata-rata daya serap air 2 jam terendah terdapat pada papan OSB bambu tali pada kadar perekat 10% sedangkan nilai tertinggi pada papan OSB bambu hitam pada kadar perekat 6%. Nilai rata-rata daya serap air daya serap air 24 jam berkisar antara 20,35-31,38%. Nilai rata-rata daya serap air 24 jam terendah terdapat pada papan OSB bambu tali dengan kadar perekat 10% sedangkan nilai rata-rata daya serap air tertinggi 24 jam pada papan OSB bambu tali dengan kadar perekat 6%.
Menurut Halligan (1970) dalam Kahfi (2007) menyatakan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi penyerapan air papan partikel, yaitu volume ruang kosong yang dapat menampung penyerapan air didalam partikel, adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang kosong satu sama lainnya, luas permukaan partikel yang tidak dapat ditutupi perekat, dan dalamnya penetrasi perekat pada partikel. Nilai rata-rata daya serap air 2 jam dan daya serap air 24 jam dapat secara lengkap disajikan pada Lampiran 3 dan secara grafis pada Gambar 12.
Gambar 12 Histogram daya serap air OSB
Berdasarkan analisis keragaman daya serap air 2 jam yang disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa semua faktor yaitu jenis bambu, kadar perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap daya serap air 2 jam. Sedangkan hasil analisis keragaman daya serap air 24 jam juga menunjukkan jenis bambu dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata, hanya faktor tunggal kadar perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya serap air 24 jam. Standar CSA 0437 (Grade 0-2) tidak menetapkan standar daya serap air.
0 10 20 30 40
T6 T8 T10 H6 H8 H10
Da
y
a
s
er
a
p a
ir
(%)
DSA 2 Jam DSA 24 Jam
(41)
4.2.4 Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal merupakan suatu besaran yang menyatakan tebal contoh uji dalam persen terhadap tebal awal setelah contoh uji direndam selama 2 jam dan 24 jam dalam suhu kamar. Haligan (1970) dalam Susanta (2004) menyatakan bahwa ada faktor penting dalam mempengaruhi pengembangan tebal pada papan partikel adalah kerapatan kayu pembentuknya. Papan OSB yang dibuat dari kerapatan kayu rendah dan sedang akan mengalami pengempaan yang relatif besar pada saat pembebanan sehingga bila direndam dalam air akan terjadi proses pembebasan sehingga bila direndam dalam air akan terjadi proses pembebasan tekanan yang relatif besar juga yang mengakibatkan pengembangan tebal yang tinggi. Hasil pengujian pengembangan tebal OSB secara lengkap disajikan pada Lampiran 4 dan secara grafis nilai rata rata pengembangan tebal tertera pada Gambar 13.
a
pengembangan tebal 24 jam
Gambar 13 Histogram nilai pengembangan tebal OSB
Nilai rata-rata pengembangan tebal dengan perendaman selama 2 jam berkisar antara 1,67-3,31%. Nilai pengembangan tebal terendah terdapat pada papan OSB bambu tali dengan kadar perkat 8%. Sedangkan nilai pengembangan tebal tertinggi terdapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 6%. Nilai rata-rata pengembangan tebal dengan perendaman selama 24 jam berkisar antara 4,69-7,03%. Nilai rata-rata pengembangan tebal 24 jam terendah terdapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 8% sedangkan nilai tertinggi terdapat pada papan OSB bambu tali dengan kadar perekat 6%. Menurut Syamani
et al. (2008) menyatakan bahwa perekat yang digunakan hanya menutupi permukaan terluar serat, tidak menembus ke dalam serat. Oleh karena itu pada
0 3 6 9 12 15 18
T6 T8 T10 H6 H8 H10
P
eng
em
ba
ng
a
n
T
eba
l
(%) PT 2 Jam
PT 24 jam
CSA 0437.0
(Grade 0-2)a
(42)
saat direndam, air masih dapat masuk melalui ujung-ujung serat ke arah memanjang serat, sehingga menyebabkan pengembangan tebal yang besar.
Nilai pengembangan tebal yang bervariasi dipengaruhi oleh faktor banyaknya pemampatan yang diberikan pada papan OSB selama proses pembuatan papan. Semakin tinggi kadar perekat, maka semakin rendah pengembangan tebal papan. Hal ini diduga karena jumlah perekat yang digunakan, semakin banyak perekat yang digunakan maka ikatan antara partikel akan menjadi lebih kompak sehingga sulit untuk menembusnya.
Berdasarkan analisis keragaman pengembangan tebal dengan perendaman selama 2 jam dan 24 jam yang disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa semua faktor yaitu jenis, kadar perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pengembangan tebal dengan perendaman selama 2 jam dan 24 jam.
Nilai pengembangan tebal OSB menurut standar CSA 0437.0 (Grade 0-2)
adalah ≤ 15%, secara keseluruhan nilai pengembangan tebal OSB yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar.
4.2.5 Kecepatan Rambat Gelombang Suara (SWV)
Metode gelombang tegangan atau gelombang suara digunakan untuk menentukan modulus elastisitas dinamis (MOEd). Menurut Karlinasari et al. (2012) nilai SWV (stress wave velocity) dipengaruhi oleh kerapatan produk kayu, semakin tinggi kerapatan produk kayu, nilai SWV semakin tinggi. Betchel (1986) menyatakan bahwa semakin tinggi waktu yang dibutuhkan gelombang untuk merambat suatu medium maka produk tersebut mempunyai kualitas baik.
Nilai rata-rata SWV sejajar serat berkisar antara 2906-3236 m/d. Nilai SWV sejajar serat terendah terdapat pada papan OSB bambu hitam pada kadar perekat 8% sedangkan nilai tertinggi terdapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 10%. Nilai rata-rata SWV tegak lurus serat berkisar antara 2072-2303 m/d. Nilai SWV tegak lurus terendah terdapat pada papan OSB bambu tali pada kadar perekat 8% sedangkan nilai SWV tegak lurus serat tertinggi terdapat pada papan OSB bambu hitam pada kadar perekat 6%. Dari pengujian dengan tipe alat yang sama, berdasarkan penelitian Araujo et al. (2011) menunjukkan produk
(43)
0,67 g/cm3 adalah 2700 m/d. Hasil pengujian SWV OSB secara lengkap disajikan pada Lampiran 5 dan Gambar 14.
Gambar 14 Histogram nilai kecepatan rambat gelombang suara OSB Berdasarkan analisis keragaman, SWV sejajar serat dan SWV tegak lurus serat yang disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa semua faktor yaitu jenis bambu, kadar perekat, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata pada SWV sejajar dan tegak lurus serat.
4.3 Sifat Mekanis OSB
4.3.1 Modulus Elastisitas Dinamis (MOEd)
Nilai rata-rata MOEd sejajar serat berkisar antara 62895-83626 kg/cm2, Nilai sejajar serat MOEd terendah terdapat pada papan OSB bambu hitam pada kadar perekat 8% sedangkan nilai MOEd sejajar serat tertinggi terdapat pada papan OSB bambu tali dengan kadar perekat 10%. Nilai rata-rata MOEd tegak lurus serat berkisar antara 33219-40797 kg/cm2. Nilai tegak lurus serat MOEd terendah terdapat pada papan OSB bambu tali pada kadar perekat 8% sedangkan nilai MOEd sejajar serat tertinggi terdapat pada papan OSB bambu tali dengan kadar perekat 10%. Menurut Karlinasari et al. (2010) menyatakan perbedaan nilai modulus elastisitas dinamis antara uji dinamis dengan statis disebabkan oleh karakteristik mikrostruktural sel penyusun setiap jenis kayu yang berbeda, sifat viskoelastis kayu, serta adanya efek creep (rangkak). Hasil pengujian modulus elastisitas dinamis OSB secara lengkap disajikan pada Lampiran 6 dan Gambar 15.
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
T6 T8 T10 H6 H8 H10
Str
ess
w
a
v
e
v
elo
cit
y
(
m
/s
)
SWV // serat SWV TL serat
(44)
Gambar 15 Histogram nilai kekuatan modulus elastisitas dinamis OSB Berdasarkan analisis keragaman, MOEd sejajar serat yang disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa faktor jenis bambu dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada MOEd sejajar serat. Hanya pada faktor tunggal kadar perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap MOEd sejajar serat. Berdasarkan analisis keragaman untuk MOEd tegak lurus serat yang disajikan pada Lampiran 14 menujukkan bahwa semua faktor yaitu jenis bambu, kadar perekat, dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang yang nyata terhadap MOEd tegak lurus serat.
4.3.2 Modulus Elastisitas Statis (MOEs)
Modulus elastisitas merupakan ukuran ketahanan papan untuk menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Nilai rata-rata MOEs kering sejajar serat berkisar antara 78177-102177 kg/cm2. Nilai MOEs kering sejajar serat terendah terdapat pada papan OSB bambu hitam pada kadar perekat 6% sedangkan nilai MOEs kering sejajar serat tertinggi terdapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 10%. Nilai rata-rata MOEs basah sejajar serat berkisar antara 55200-82576 kg/cm2. Nilai rata-rata MOEs basah sejajar serat terendah terdapat pada papan OSB bambu tali pada kadar perekat 8% sedangkan nilai MOEs basah sejajar serat tertinggi terdapat pada papan OSB bambu tali dengan kadar perekat 10%. Hasil pengujian modulus elastisitas dinamis disajikan secara lengkap di Lampiran (7 dan 8) dan Gambar 16.
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000
T6 T8 T10 H6 H8 H10
M
o
du
lus
ela
st
is
it
a
s
din
a
m
is
(k
g
/cm
2)
MOEd sejajar serat MOEd tegak lurus serat
(45)
a
hanya untuk MOEs kering sejajar serat
Gambar 16 Histogram nilai MOEs sejajar serat OSB
Berdasarkan analisis keragaman, MOEs kering sejajar serat yang disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa faktor jenis bambu, kadar perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata pada MOEs kering sejajar serat. Sedangkan pada MOEs basah sejajar serat, hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor jenis bambu juga memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hanya faktor interaksi keduanya dan kadar perekat memberikan pengaruh yang nyata terhadap MOEs basah sejajar serat. Berdasarkan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa bambu tali pada kadar perakat 10% dengan bambu tali pada kadar perekat 8% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap MOEs basah sejajar serat. Berdasarkan standar CSA 0437.0 (Grade 0-2) mensyaratkan standar MOE sejajar serat berturut-turut minimal 55000 kg/cm2. Nilai MOEs sejajar serat OSB hasil penelitian seluruhnya telah memenuhi standar.
Nilai rata-rata MOEs kering tegak lurus serat berkisar antara 10603-16071 kg/cm2. Nilai MOEs kering tegak lurus serat terendah terdapat pada papan OSB bambu tali pada kadar perekat 6% sedangkan nilai MOEs kering tegak lurus serat tertinggi teradapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 10%. Nilai rata-rata MOEs basah tegak lurus serat berkisar antara 5961-9738 kg/cm2. Nilai MOEs basah tegak lurus serat terendah terdapat pada papan OSB bambu hitam pada kadar perekat 10% sedangkan nilai MOEs basah tegak lurus serat tertinggi teradapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 8%.
0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000
T6 T8 T10 H6 H8 H10
M
O
E
s
ta
tis
(
k
g
/cm
2)
MOEs kering sejajar serat MOEs basah sejajar serat
CSA 0437.0
(Grade 0-2)a
(46)
Menurut Nuryawan (2007), menyatakan bahwa pengujian MOE sejajar panjang, beban seolah-olah memotong orientasi arah serat unting pada lapisan permukaan, sedangkan pengujian arah sejajar lebar beban seolah-olah membelah orientasi arah serat pada lapisan permukaan. Dengan demikian untuk mematahkan contoh uji yang sejajar serat dengan arah orientasi serat pada lapisan permukaan membutuhkan beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan mematahkan contoh uji tegak lurus memanjang panil OSB. Berdasarkan pengujian terlihat nilai rataan MOEs sejajar dan tegak lurus serat pada kondisi basah lebih rendah dibandingkan pada kondisi kering. Hal ini diduga karena kadar air yang terdapat dalam OSB tinggi. Menurut Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kadar air akan mempengaruhi kekuatan papan, karena kelembaban akan menurunkan kekuatan papan. Papan komposit memiliki kekurangan yaitu stabilitas dimensi yang rendah sehingga daya serap terhadap air dan pengembangan tebal tinggi. Data pengukuran MOEs kering tegak lurus serat dan MOEs basah tegak lurus serat disajikan secara lengkap di Lampiran (7 dan 8) dan secara grafis dapat dilihat dari Gambar 17.
a
hanya untuk MOEs kering tegak lurus serat
Gambar 17 Histogram nilai MOEs tegak lurus serat OSB
Berdasarkan analisis keragaman MOEs kering tegak lurus serat dan MOEs basah tegak lurus serat yang disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa semua faktor yaitu jenis bambu, kadar perekat dan interaksi keduannya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap MOEs kering tegak lurus serat. Berdasarkan standar CSA 0437.0 (Grade 0-2) mensyaratkan standar MOE tegak lurus serat 15000 kg/cm2.
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000
T6 T8 T10 H6 H8 H10
M
O
E
s
ta
tis
(
k
g
/cm
2)
MOEs kering tegak lurus serat MOEs basah tegak lurus serat
CSA 0437.0
(Grade 0-2)a
(47)
4.3.3 Modulus Patah (MOR)
Modulus patah merupakan salah satu sifat mekanis kayu yang menunjukkan kemampuan papan menahan beban hingga batas maksimum. Hasil pengujian diperoleh nilai rata-rata MOR kering sejajar serat berkisar antara 490-718 kg/cm2. Nilai MOR kering sejajar serat terendah terdapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 6% sedangkan nilai MOR basah sejajar serat tertinggi terdapat pada OSB bambu hitam pada kadar perekat 10%. Nilai rata-rata MOR basah sejajar serat berkisar antara 386-628 kg/cm2. Nilai MOR basah sejajar serat terendah terdapat pada papan OSB bambu tali dangan kadar perekat 6% sedangkan nilai MOR basah sejajar serat tertinggi terdapat pada OSB bambu tali pada kadar perekat 10%.
Menurut Bowyer et al. (2003) menyatakan bahwa kekuatan utama produk komposit berasal dari orientasi strand yang saling tegak lurus. Semakin banyak lapisan maka semakin baik untuk menahan beban yang diberikan, karena arah orientasi saling tegak lurus pada setiap lapisan (Putra 2010). Hasil nilai rata-rata MOR kering sejajar serat dan MOR basah sejajar serat secara lengkap disajikan pada Lampiran (9 dan 10) dan dan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 18.
a
hanya untuk MOR kering sejajar serat
Gambar 18 Histogram nilai MOR sejajar serat OSB
Berdasarkan analisis keragaman MOR kering sejajar serat yang disajikan pada Lampiran 14 bahwa semua faktor yaitu jenis bambu, kadar perekat dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap MOR kering sejajar serat. Hasil analisis keragaman untuk MOR basah sejajar serat yang
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
T6 T8 T10 H6 H8 H10
M o du lus o f rupture ( M O R) (k g /cm 2)
MOR kering sejajar serat MOR basah sejajar serat
CSA 0437.0
(Grade 0-2)a
(48)
disajikan pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa semua faktor jenis bambu, kadar perekat, dan interaksi keduannya memberikan pengaruh yang nyata terhadap MOR basah sejajar serat. Berdasarkan uji lanjut Duncan juga diketahui bahwa bambu tali pada kadar perekat 6% dengan bambu tali pada perekat 10% memberikan pengaruh yang berbeda terhadap MOR basah sejajar serat. Berdasarkan standar CSA 0437.0 (Grade 0-2) yang mensyaratkan standar MOR sejajar serat minimal 290 kg/cm2, nilai MOR sejajar serat OSB hasil penelitian seluruhnya telah memenuhi standar.
Hasil pengujian diperoleh nilai rata-rata MOR kering tegak lurus serat berkisar antara 148-209 kg/cm2. Nilai MOR kering tegak lurus serat terendah terdapat pada papan OSB bambu hitam dengan kadar perekat 6% sedangkan nilai MOR kering tegak lurus serat tertinggi terdapat pada OSB bambu tali dengan pada kadar perekat 10%.
a
hanya untuk MOR kering tegak lurus serat
Gambar 19 Histogram nilai MOR tegak lurus serat OSB
Nilai rataan MOR kering tegak lurus dan MOR basah tegak lurus secara lengkap disajikan pada Lampiran (9 dan 10) dan Gambar 19. Nilai rata-rata MOR basah tegak lurus serat serat berkisar antara 95-120 kg/cm2. Nilai MOR basah tegak lurus serat terendah terdapat pada papan OSB bambu tali dangan kadar perekat 6% sedangkan nilai MOR basah tegak lurus serat tertinggi terdapat pada OSB bambu hitam pada kadar perekat 10%. Menurut Maloney (1993) menjelaskan bahwa MOR dipengaruhi oleh kandungan dan jenis bahan perekat
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
T6 T8 T10 H6 H8 H10
M
o
du
lus
pa
ta
h
(k
g
/cm
2)
MOR kering tegak lurus serat MOR basah tegak lurus serat
CSA 0437.0
(Grade 0-2)a
(1)
DSA 24 Jam
Source
Type III Sum of Squares df
Mean
Square F Sig,
Corrected Model 254.724a
5 50.945 6.121 .005
Intercept 12.742.997 1 12.742.997 1.53E+06 .000
Jenis Bambu 23.233 1 23.233 2.791 .121
Kadar Perekat 206.558 2 103.279 12.408 .001
Jenis Bambu * Kadar Perekat 24.933 2 12.466 1.498 .263
Error 99.880 12 8.323
Total 13.097.601 18
Corrected Total 354.604 17
a. R Squared = .718 (Adjusted R Squared = .601)
SWV tegak lurus kering
Source
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig,
Corrected Model 138942.278a
5 27.788.456 1.282 .334
Intercept 868E+10 1 8.68E+10 4.00E+06 .000
Jenis Bambu 40.233.389 1 40.233389 1.856 .198
Kadar Perekat 75.655.111 2 37.827.556 1.745 .216 Jenis Bambu * Kadar Perekat 23.053.778 2 11.526.889 .532 .601
Error 260.106.000 12 21.675.500
Total 8.72E+10 18
Corrected Total 399.048.278 17
a. R Squared = .348 (Adjusted R Squared = .077)
Daya serap air 2 jam
Source
Type III Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig,
Corrected Model 24.963a
5 4.993 .897 .513
Intercept 2.643.130 1 2.643.130 475.033 .000
Jenis Bambu 6.337 1 6337 1.139 .307
Kadar Perekat 11.034 2 5.517 .991 .399
Jenis Bambu * Kadar Perekat 7.593 2 3.797 .682 .524
Error 66.769 12 5.564
Total 2.734.862 18
Corrected Total 91.733 17
(2)
SWV sejajar kering
Source
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig,
Corrected Model 212206.500a
5 42.441.300 2.096 .136
Intercept 1.71E+11 1 1.71E+11 8.45E+06 .000
Jenis Bambu 28.242.722 1 28.242.722 1.395 .261
Kadar Perekat 126.752.333 2 63.376.167 3.129 .081 Jenis Bambu * Kadar Perekat 57.211.444 2 28.605.722 1.413 .281
Error 243.016,000 12 20.251.333
Total 1.72E+11 18
Corrected Total 455.222.500 17
a. R Squared = .466 (Adjusted R Squared = .244)
MOEd tegak lurus kering
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig,
Corrected Model 1.573E8a
5 3.15E+10 1.508 .259 Intercept
2.47E+13 1 2.47E+13 1.18E+06 .000 Jenis Bambu
2.71E+10 1 2.71E+10 1.298 .277
Kadar Perekat 1.19E+11 2 5.96E+10 2.857 .097
Jenis Bambu * Kadar Perekat 1.10E+10 2 5.500.553.722 .264 .773
Error 2.50E+11 12 2.09E+10
Total 2.51E+13 18
Corrected Total 4.08E+11 17
a. R Squared = .386 (Adjusted R Squared = .130)
MOEd sejajar kering
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig,
Corrected Model 9.372E8a
5 1.87E+11 4.096 .021
Intercept 9.79E+13 1 9.79E+13 2.14E+06 .000
Jenis Bambu 1.07E+11 1 1.07E+11 2.339 .152
Kadar_Perekat 6.94E+11 2 3.47E+11 7.580 .007
Jenis Bambu * Kadar Perekat 1.36E+11 2 6.82E+10 1.491 .264
Error 5.49E+11 12 4.58E+10
Total 9.94E+13 18
Corrected Total 1.49E+12 17
(3)
MOEs sejajar basah
Source
Type III
Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig,
Corrected Model
1.688E9
a5
3.38E+11
6.801 .003
Intercept
7.88E+13
1
7.88E+13 1.59E+06 .000
Jenis_Bambu
2.19E+11
1
2.19E+11
4.403 .058
Kadar_Perekat
6.87E+11
2
3.43E+11
6.919 .010
Jenis Bambu * Kadar Perekat
7.82E+11
2
3.91E+11
7.882 .007
Error
5.96E+11
12
4.96E+10
Total
8.11E+13
18
Corrected Total
2.28E+12
17
a. R Squared = .739 (Adjusted R Squared = .630)
MOEs sejajar kering
Source
Type III Sum of Squares df
Mean
Square F Sig,
Corrected Model 1.363E9a
5 2.73E+11 1.221 .358
Intercept 1.41E+14 1 1.41E+14 632.625 .000
Jenis Bambu 6.78E+10 1 6.78E+10 .304 .592
Kadar Perekat 1.15E+12 2 5.73E+11 2.565 .118
Jenis Bambu * Kadar Perekat 1.49E+11 2 7.47E+10 .335 .722
Error 2.68E+12 12 2.23E+11
Total 1.45E+14 18
Corrected Total 4.04E+12 17
a. R Squared = .337 (Adjusted R Squared = .061)
MOEs tegak lurus basah Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig,
Corrected Model 3.312E7a
5 6.624.514,089 1.226 .355 Intercept
1.26E+12 1 1.26E+12
233.30
9 .000
Jenis Bambu 48.464.222 1 48.464,222 .009 .926
Kadar Perekat 2.619.852.444 2 1.309.926.222 .242 .788 Jenis Bambu * Kadar Perekat 3.05E+10 2 1.52E+10 2.818 .099
Error 6.48E+10 12 5.403.377.722
Total 1.36E+12 18
Corrected Total 9.80E+10 17
(4)
MOEs tegak lurus kering
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig,
Corrected Model 5.960E7a
5 1.19E+10 1.167 .380
Intercept 3.13E+12 1 3.13E+12 306.837 .000
Jenis Bambu 2.10E+10 1 2.10E+10 2.052 .178
Kadar Perekat 3.81E+10 2 1.91E+10 1.865 .197
Jenis Bambu * Kadar Perekat 554.220.111 2 277.110.056 .027 .973
Error 1.23E+11 12 1.02E+10
Total 3.32E+12 18
Corrected Total 1.82E+11 17
a. R Squared = .327 (Adjusted R Squared = .047)
MOR sejajar kering Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig, Corrected Model 103875.778a
5 20.775.156 1.119 .401 Intercept 6.886.997.556 1 6.886.997.556 370.856 .000
Jenis Bambu 5.202.000 1 5.202.000 .280 .606
Kadar Perekat 86.608.444 2 43.304.222 2.332 .139 Jenis Bambu * Kadar Perekat 12.065.333 2 6.032.667 .325 .729
Error 222.846.667 12 18.570.556
Total 7.213.720.000 18
Corrected Total 326.722.444 17
a. R Squared = .318 (Adjusted R Squared = .034) MOR sejajar basah Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig, Corrected Model 119554.000a
5 23.910.800 7.819 .002 Intercept 3.720.992.000 1 3.720.992.000 1.22E+06 .000
Jenis Bambu 21.355.556 1 21.355.556 6.984 .021
Kadar Perekat 69.760.333 2 34.880.167 11.406 .002
Jenis Bambu * Kadar Perekat 28.438.111 2 14.219.056 4.650 .032
Error 36.696.000 12 3.058.000
Total 3.877.242.000 18
Corrected Total 156.250.000 17
(5)
MOR tegak lurus kering Source
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig,
Corrected Model 9554.278a
5 1.910.856 1.550 .247
Intercept 591.509.389 1 591.509.389 479.818 .000
Jenis_Bambu 2.473.389 1 2.473.389 2.006 .182
Kadar_Perekat 3.675.444 2 1.837.722 1.491 .264
Jenis_Bambu *
Kadar_Perekat 3.405.444 2 1.702.722 1.381 .288
Error 14.793.333 12 1.232.778
Total 615.857.000 18
Corrected Total 24.347.611 17
a. R Squared = .392 (Adjusted R Squared = .139)
Lampiran 15
Tabel uji lanjut duncan sifat fisis dan mekanis OSB
KerapatanInteraksi N Subset
Bambu Tali Kadar perekat 8% 3
1 2
.766667 Bambu Hitam Kadar perekat 6% 3 .773333 Bambu Hitam Kadar perekat 10% 3 .776667 Bambu Tali Kadar perkat 6% 3 .780000 Bambu Hitam Kadar perekat 8% 3 .786667
Bambu Tali Kadar perekat 10% 3 .823333
Sig. .251 1.000
MOR tegak lurus basah
Source
Type III Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig,
Corrected Model 1909.778a
5 381.956 .459 .799 Intercept 261.605.556 1 261.605.556 314.598 .000
Jenis Bambu 174.222 1 174.222 .210 .655
Kadar Perekat 44.778 2 22.389 .027 .973
Jenis Bambu * Kadar Perekat 1.690.778 2 845.389 1.017 .391
Error 9.978.667 12 831.556
Total 273.494.000 18
Corrected Total 11.888,444 17
(6)
MOEs sejajar basah
Interaksi N
Subset
1 2
Bambu Tali Kadar perekat 8% 3 5.94E+10
Bambu Hitam Kadar perekat 6% 3 6.07E+10
Bambu Tali Kadar perkat 6% 3 6.21E+10
Bambu Hitam Kadar perekat 10% 3 6.23E+10 Bambu Hitam Kadar perekat 8%
3 6.50E+10
Bambu Tali Kadar perekat 10% 3 8.75E+10
Sig. .389 1.000