Kesimpulan Sekilas tentang profesi Pengatur Lalu Lintas Udara Sipil Air Traffic Controller

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap permasalahan yang terjadi, ditarik suatu kesimpulan bahwa : 1. Pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada Pengatur Lalu Lintas Udara yang menyebabkan kecelakaan pesawat terbang dengan ketentuan dapat dibuktikan bahwa penyebab utama timbulnya kecelakaan tersebut karena terdapat faktor intention kesengajaan, recklessness kesembronoan, atau negligence kealpaan kurang hati- hati yang dilakukan oleh Pengatur Lalu Lintas Udara, serta peristiwa kecelakaan tersebut telah memenuhi rumusan unsur-unsur delik pidana yang diatur dalam ketentuan pidana yang berlaku, khususnya ketentuan pidana yang mengatur tentang tindak pidana penerbangan, sepanjang unsur-unsur dalam pertanggungjawaban pidana, khususnya terkait dengan alasan penghapus dari tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat terpenuhi juga. Patut untuk menjadi perhatian bahwa kesalahan yang dilakukan oleh Pengatur Lalu Lintas Udara tidak sepenuhnya dibebankan kepada Pengatur Lalu Lintas Udara semata, karena harus terlebih dahulu dilihat faktor penyebab yang melatar belakangi terjadinya kesalahan tersebut. Tidak menutup kemungkinan bahwa kesalahan juga terdapat pada organisasi Universitas Sumatera Utara tempat Pengatur Lalu Lintas Udara tersebut bernaung, karena manajemen yang keliru dapat berdampak pada kredibilitas, personalitas dan profesionalitas dari Pengatur Lalu Lintas Udara. Pembebanan jadwal kerja yang padat menjadi salah satu penyebab timbulnya penurunan performance dari seorang Pengatur Lalu Lintas Udara, dimana hal tersebut dapat berakibat terburuk, yaitu timbulnya suatu kecelakaan yang dapat menimbulkan korban jiwa. 2. Penerapan peraturan perundang-undangan selain ketentuan dalam regulasi penerbangan, seperti ketentuan dalam Bab XXIX A KUHP sebagai ketentuan umum aturan pidana, bukanlah sebagai bentuk pengesampingan dari adagium lex specialis derogate legi generalis, akan tetapi sebagai suatu langkah guna tercapainya kepastian hukum atas suatu perbuatan yang telah memenuhi rumusan unsur-unsur delik pidana. Tindakan tersebut juga bukanlah sebagai upaya untuk mengkriminalisasi profesi tertentu, namun merupakan aktualisasi dari paradigma supremasi hukum di Indonesia yang semakin berkembang sesuai dengan dinamika sosial masyarakat dan perkembangan zaman yang semakin berkembang. Semua profesi pasti memiliki resiko dan konsekuensi hukum yang harus ditaati, karena seperti yang diatur Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 bahwa terdapat kesetaraan kedudukan setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan serta wajib untuk menjunjung tinggi hukum tanpa terkecuali equality before the law. Universitas Sumatera Utara

B. Saran