Kecelakaan Pesawat Udara a. Independensi dalam investigasi

Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan penerbangan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, undang-undang ini mengatur penerapan program keselamatan dan keamanan penerbangan nasional, serta program budaya tindakan keselamatan yang mengacu pada regulasi Organisasi Penerbangan Sipil Internasional International Civil Aviation Organization ICAO.

4. Kecelakaan Pesawat Udara a. Independensi dalam investigasi

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan melakukan pembenahan dalam hal Pengaturan terhadap kecelakaan dan investigasi atas kecelakaan pesawat udara. Hal tersebut dapat terlihat dalam ketentuan Bab XVI yang menentukan bahwa investigasi terhadap kecelakaan adalah tanggung jawab dari pemerintah yang berdasarkan ketentuan Pasal 357 ayat 2 membentuk komite nasional selaku satuan kerja khusus investigator kecelakaan yang dalam pertanggungjawabannya bersifat langsung kepada Presiden. Komite nasional tersebut merupakan lembaga yang bersifat independen dengan anggota yang dipilih berdasarkan standar kompetensi serta melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Menteri Perhubungan dengan tugas yang dimiliki berupa : 1 Investigasi kecelakaan pesawat udara; Universitas Sumatera Utara 2 Melakukan penelitian atas penyebab timbulnya kecelakaan pesawat udara; 3 Mengadakan penyelidikan lanjutan terkait kecelakaan pesawat udara; 4 Menyusun laporan akhir atas investigasi yang dilakukan; Sebelum laporan akhir atas investigasi dilaporkan kepada Menteri Perhubungan, terlebih dahulu komite nasional menyusun suatu konsep laporan akhir yang diserahkan kepada negara dimana pesawat tersebut terdaftar, operator penerbangan, serta pabrikan pesawat yang bersangkutan. Konsep laporan akhir tersebut diserahkan kepada pihak-pihak terkait dalam kurun waktu dua belas bulan terhitung sejak dilakukannya investigasi kecelakaan tersebut. Apabila investigasi yang dilakukan belum dapat diselesaikan dalam batas waktu dua belas bulan, maka komite nasional wajib memberikan laporan perkembangan intermediate report setiap tahunnya kepada pihak-pihak tersebut. Laporan akhir yang disusun nantinya akan berbentuk sebuah rekomendasi kepada Menteri Perhubungan untuk ditindak lanjuti, karena investigasi yang dilakukan tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan pesawat terbang dengan penyebab yang sama dan digunakan untuk menjadi tolak ukur untuk melakukan perbaikan di masa mendatang. Ketentuan dalam artikel 27 Konvensi Chicago dan ditindak lanjuti dalam Pasal 361 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, menentukan bahwa komite nasional memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi Universitas Sumatera Utara terhadap kecelakaan pesawat, baik pesawat udara nasional maupun pesawat udara asing yang mengalami kecelakaan di wilayah hukum negara Indonesia, dengan melibatkan personel-personel yang berasal dari negara pesawat tersebut didaftarkan accredited representative, operator penerbangan yang bersangkutan, serta pabrikan pesawat udara yang mengalami kecelakaan. Patut untuk menjadi perhatian adalah hal-hal yang berkaitan dengan hasil investigasi yang dilakukan oleh komite nasional, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 359, bahwa hasil investigasi tidak dapat dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam proses peradilan baik perdata maupun pidana, kecuali informasi-informasi yang tidak tergolong sebagai informasi yang bersifat rahasia. Informasi yang dikategorikan sebagai informasi rahasia non disclosure of records antara lain: 1 pernyataan dari orang-orang yang diperoleh dalam proses investigasi; 2 rekaman atau transcript komunikasi antara orang-orang yang terlibat di dalam pengoperasian pesawat udara; 3 informasi mengenai kesehatan atau informasi pribadi dari orang- orang terlibat dalam kecelakaan atau kejadian; 4 rekaman suara di ruang kemudi Cockpit Voice Recorder CVR dan catatan kata demi kata transcript dari rekaman suara tersebut; Universitas Sumatera Utara 5 rekaman dan transcript dari pembicaraan petugas pelayanan lalu lintas penerbangan Air Traffic Services ATS; dan 6 pendapat yang disampaikan dalam analisis informasi termasuk rekaman informasi penerbangan Flight Data Recorder FDR. Masalah kerahasiaan informasi merupakan tindak lanjut dari ketentuan ICAO Annex 13 yang mengatur secara khusus tentang investigasi kecelakaan dan kejadian atas pesawat udara yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, yang dalam ketentuannya menekankan bahwa apabila negara yang melakukan suatu investigasi kecelakaan pesawat udara berkeyakinan bahwa dengan melakukan penyebarluasan terhadap hasil investigasi akan berdampak negatif pada dunia penerbangan, maka negara tersebut tidak perlu menyebarluaskan hasil investigasi kepada publik.

b. Penyelidikan lanjutan

Pasal 364 mengatur bahwa selain melakukan investigasi atas penyebab terjadinya kecelakaan pesawat, komite nasional juga melakukan penyelidikan lanjutan terkait kecelakaan yang terjadi. Penyelidikan lanjutan yang dimaksud merupakan suatu proses lanjutan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi personel penerbangan atas tindakan, keputusan dan pengabaian yang dilakukannya berdasarkan hasil pelatihan serta pengalaman yang dimilikinya actions, omissions or decisions taken by them that are commensurate with their experience and training serta penentuan dari sisi profesi perilaku mana yang dapat diterima Universitas Sumatera Utara dan tidak dapat ditoleransi the role of domain expertise be in judging whether is acceptable or unacceptable. Penyelidikan lanjutan memiliki peranan yang sangat penting sekali terkait dengan kecelakaan pesawat terbang. Dalam penyelidikan lanjutan dapat dicapai suatu kepastian hukum terkait dengan kecelakaan yang terjadi, apakah kecelakaan tersebut murni sebagai suatu kecelakaan yang disebabkan oleh faktor di luar kesengajaan ataupun kelalaian dari personel penerbangan, atau memang ada unsur kesalahan danatau kelalaian dalam prosedur yang tertuang dalam Standar Operating Procedure SOP. Penyelidikan lanjutan dilaksanakan oleh majelis profesi penerbangan yang dibentuk oleh komite nasional. Tugas pokok yang dimiliki oleh majelis profesi penerbangan adalah: 1 menegakkan etika profesi dan kompetensi yang berkaitan dengan penerbangan; 2 sebagai mediator antara penyedia jasa penerbangan, personel dan pengguna jasa penerbangan; serta 3 penafsir dalam penerapan regulasi penerbangan yang berlaku internasional dan nasional. Penegakan etika profesi di bidang penerbangan memiliki arti yang sangat penting guna menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum bagi personel penerbangan dalam melaksanakan tugasnya seperti layaknya seorang profesional pada umumnya. Penafsiran atas penerapan regulasi penerbangan juga merupakan suatu hal yang patut untuk menjadi perhatian Universitas Sumatera Utara khusus, karena pada umumnya regulasi dalam penerbangan memiliki pengertian yang berbeda dengan regulasi dalam bidang lainnya. Hal ini disebabkan karena regulasi penerbangan yang selalu mengacu pada ketentuan dan rekomendasi dari Organisasi Penerbangan Sipil Internasional International Civil Aviation Organization ICAO yang terdapat dalam Konvensi Chicago 1944 beserta Annexes dan ketentuan operasional lainnya yang berlaku secara internasional. Majelis profesi penerbangan sebagaimana ketentuan Pasal 367, terdiri dari unsur profesi, pemerintah, dan masyarakat yang memiliki kompetensi dalam bidang : 1 hukum; 2 pesawat udara; 3 navigasi penerbangan; 4 bandar udara; 5 kedokteran penerbangan; dan 6 Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Majelis profesi penerbangan yang ditentukan dalam undang- undang ini bukanlah sebagai lembaga yudikatif layaknya Pengadilan Negeri, dan kewenangan dari lembaga ini hanya memberikan rekomendasi kepada Menteri Perhubungan terkait dengan pengenaan sanksi administratif atau penyidikan lanjut oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kecelakaan penerbangan dan tindak pidana penerbangan. Universitas Sumatera Utara

5. Tindak Pidana Penerbangan a. Perluasan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana