B. Saran
Akhir penulisan, dari apa yang telah diuraikan oleh penulis atas dilematika yang terjadi di lapangan serta perhatian yang sangat besar terhadap
pengembangan ilmu hukum dan dunia penerbangan di Indonesia, penulis memandang perlunya beberapa pembenahan guna perbaikan di masa datang
dengan saran-saran berupa: 1.
Penyelidikan dan penyidikan terkait tindak pidana, khususnya tindak pidana dalam bidang penerbangan, sepatutnya dilakukan secara fair dan
objektif, dan tidak berupaya untuk melindungi komunitas korps tertentu karena bagaimanapun semua profesi memiliki resiko dan
konsekuensi hukum yang sama sesuai dengan asas equality before the law.
2. Terkait dengan regulasi dalam bidang penerbangan, pasal-pasal yang
terkait dengan kecelakaan pesawat terbang memiliki kekurangan dalam substansi, khususnya dalam hal pertanggungjawaban terhadap
kecelakaan yang terjadi, karena dapat menimbulkan suatu interpretasi yang berbeda-beda antara masyarakat penerbangan dan aparat penegak
hukum. 3.
Pembentukan aturan pelaksana atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 sepatutnya dibentuk dengan lebih terperinci sehingga tidak
menimbulkan pemahaman dan penafsiran yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam dunia penerbangan karena akan berdampak
Universitas Sumatera Utara
pada ketidakpercayaan masyarakat, khususnya masyarakat internasional terhadap sistem penerbangan di Indonesia.
4. Hal yang penting lainnya untuk menjadi perhatian adalah agar
dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan yang menentukan dengan tegas bahwa Pengatur Lalu Lintas Udara merupakan suatu
profesi serta ditetapkannya kode etik yang mengatur tentang profesi Pengatur Lalu Lintas Udara sipil di Indonesia sehingga di masa datang
seorang Pengatur Lalu Lintas Udara dapat memiliki pelindungan dalam aspek hukum atas tindakan-tindakan yang dilakukannya dalam
mencapai keselamatan dan keamanan penerbangan yang lebih optimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK LINGKUP TINDAK
PIDANA DI BIDANG PENERBANGAN DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN
C. Perbandingan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan serta kaitannya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP
Regulasi penerbangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tidak memberikan pembatasan dalam penyelidikan, sehingga penyidik saat
itu harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 102 ayat 1 KUHAP yang menentukan bahwa penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau
pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan, demikian
juga dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menentukan tugas pokok dari
Kepolisian, dimana salah satu tugas pokok Kepolisian adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum
acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka Kepolisian
melaksanakan suatu penyelidikan terhadap peristiwa tersebut.
Dimana unsur-unsur rumusan yang terdapat dalam Pasal 479g KUHP yang menentukan bahwa barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara
celaka, hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, dipidana:
a. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena
perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
Universitas Sumatera Utara
b. dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena
perbuatan itu mengakibatkan matinya orang. dengan unsur-unsurnya berupa :
1 barangsiapa;
2 karena kealpaan;
3 menyebabkan rusak, hancur, celaka dan tidak dapat dipakai lagi suatu
pesawat udara; 4
dan menimbulkan bahaya atau matinya orang lain. Adagium lex specialis derogate legi generalis, dinilai oleh sebagian besar
kalangan merupakan hal penting yang untuk diperhatikan dalam pengenaan aturan hukum terkait peristiwa kecelakaan pesawat terbang. Hal tersebut, didasarkan
pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 63 ayat 2 KUHP yang menentukan bahwa jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur
pula dalam aturan pidana yang khusus, maka yang khusus itulah yang diterapkan. Apabila dikaitkan dengan pandangan Hart, terkait dengan sistem hukum
yang ada, “asas lex specialis derogate legi generalis termasuk dalam kategori rules of recognition, dimana asas ini mengatur aturan hukum mana yang diakui
keabsahannya sebagai suatu aturan yang berlaku”
16
16
. Dengan demikian, asas ini merupakan salah satu secondary rules yang sifatnya bukan mengatur perilaku
sebagaimana primary rules, tetapi mengatur terkait dengan pembatasan penggunaan kewenangan dari aparatur negara dalam mengadakan suatu
penekanan terhadap pelangggaran atas aturan tentang suatu perilaku.
http:raspati.blogspot.com200803tinjauan-yuridis-penerapan-asas-lex.html ., last
revised at 25 Februari 2009.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan pasal dalam KUHP bukanlah sebagai bentuk dari pengesampingan atas peraturan perundang-undangan yang khusus lex specialis,
akan tetapi hal tersebut dilakukan karena peraturan perundang-undangan tentang penerbangan yang berlaku sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1992, tidak memberikan aturan khusus yang dapat mengakomodir peristiwa kecelakaan pesawat dalam aspek ketentuan pidananya. Apabila dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 sebagai regulasi penerbangan yang berlaku pada saat ini, penggunaan ketentuan dalam Bab XXIX A KUHP tersebut tetap
dapat dilakukan karena ketentuan pidana yang terdapat dalam undang-undang tersebut secara garis besar menekankan pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan
dengan unsur kesengajaan, namun terhadap perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur kelalaian sama sekali tidak diatur dengan tegas. Aturan
tentang kejahatan dalam penerbangan yang diatur dalam BAB XXII A KUHP, dengan tegas memberikan aturan yang terkait dengan perbuatan-perbuatan yang
dikategorikan sebagai tindak pidana penerbangan dan memberikan rumusan terkait dengan tindak pidana penerbangan yang mengandung unsur kelalaian
dalam perbuatan yang dilakukan tersebut. Lebih lanjut, dalam ketentuan peralihan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1992 tidak ditentukan bahwa pasal-pasal yang mengatur tentang kejahatan penerbangan dalam bab XXIX A KUHP hapus dan tidak berlaku lagi setelah
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, sehingga merupakan langkah yang tepat dengan digunakannya aturan pidana dalam KUHP terkait
peritiwa kecelakaan yang terjadi. Terkait dengan penegakan hukum formal, dalam
Universitas Sumatera Utara
Pasal 52 ayat 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaan penyidikan dilakukan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu KUHAP. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan sebagai
regulasi penerbangan yang berlaku saat ini, dalam ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XXII tidak memberikan aturan terkait pertanggungjawaban
pidana atas peristiwa kecelakaan. Seperti halnya regulasi yang sebelumnya, undang-undang ini hanya terbatas sebagai aturan perundang-undangan pidana
pelengkap dari KUHP, sehingga bila terjadi suatu peristiwa kecelakaan yang sama, maka aturan yang diberlakukan merupakan aturan pidana dalam KUHP
sepanjang rumusan unsur-unsur dalam pasal-pasal yang dikenakan terpenuhi oleh peristiwa dan pelakunya.
b. Perbuatan yang termasuk tindak pidana dan ketentuan pidananya dalam Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Di dalam Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diatur tentang bentuk-bentuk tindak pidana dan ketentuan pidananya yaitu sebagai
berikut : 1.
Dalam pasal 401 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki
kawasan udara terlarang dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 delapan tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus
juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
2. Di dalam pasal 402 disebutkan bahwa setiap orang yang
mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terbatas dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
3. Selanjutnya dalam pasal 403 dinyatakan bahwa setiap orang yang
melakukan kegiatan produksi danatau perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, danatau baling-baling pesawat terbang yang tidak
memiliki sertifikat produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima
ratus juta rupiah. 4.
Di dalam pasal 404 disebutkan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak mempunyai tanda
pendaftaran dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
5. Dan di pasal 405 diuraikan bahwa setiap orang yang memberikan tanda-
tanda atau mengubah identitas pendaftaran sedemikian rupa sehingga mengaburkan tanda pendaftaran, kebangsaan, dan bendera pada
pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 dua ratus lima
puluh juta rupiah. 6.
Di dalam pasal 406 disebutkan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
1 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak
memenuhi standar kelaikudaraan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah. 2
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menimbulkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
empat tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.
3 Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan
kematian seseorang dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling
banyak Rp2.500.000.000,00 dua miliar lima ratus juta rupiah. 7.
Kemudian dalam pasal 407 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat operator
pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 dua miliar lima
ratus juta rupiah. 8.
Dan dalam pasal 408 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat
pengoperasian pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima
ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
9. Dalam pasal 409 dinyatakan bahwa setiap orang selain yang ditentukan
dalam Pasal 47 ayat 1 yang melakukan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang dan komponennya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
10. Dalam pasal 410 disebutkan bahwa setiap orang yang
mengoperasikan pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia dan melakukan pendaratan danatau
tinggal landas dari bandar udara yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 52 dipidana dengan pidana penjara 1 satu tahun atau
denda Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. 11.
Di pasal 411 diuraikan bahwa setiap orang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang
membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, danatau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
12. Kemudian dalam pasal 412 diuraikan bahwa :
1 Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan
perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua
tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
2 Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan
perbuatan yang melanggar tata tertib dalam penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah. 3
Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengambil atau merusak peralatan pesawat udara yang
membahayakan keselamatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua
ratus juta rupiah. 4
Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengganggu ketenteraman dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah.
5 Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan
mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua
tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
6 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat
2, ayat 3, ayat 4 atau ayat 5 mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan pesawat dan kerugian harta benda dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 dua miliar lima ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
7 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ayat
2, ayat 3, ayat 4, atau ayat 5 mengakibatkan cacat tetap atau matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima
belas tahun. 13.
Di dalam pasal 413 disebutka bahwa : 1
Setiap personel pesawat udara yang melakukan tugasnya tanpa memiliki sertifikat kompetensi atau lisensi dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 14.
Di dalam pasal 414 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara asing di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia tanpa izin Menteri dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. 15.
Selanjutnya dalam pasal 415 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil asing yang dioperasikan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan kelaikudaraan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima
Universitas Sumatera Utara
tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.
16. Dalam pasal 416 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan
kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri tanpa izin usaha angkutan udara niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun
atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. 17.
Dalam pasal 417 dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri tanpa izin usaha
angkutan udara niaga berjadwal dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima
ratus juta rupiah. 18.
Kemudian dalam pasal 418 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri
tanpa persetujuan terbang dari Menteri 93 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. 19.
Dalam pasal 419 disebutkan bahwa : 1
Setiap orang yang melakukan pengangkutan barang khusus dan berbahaya yang tidak memenuhi persyaratan keselamatan dan
keamanan penerbangan 136 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun.
20. Di pasal 420 dinyatakan bahwa pemilik, agen ekspedisi muatan
pesawat udara, pengirim, badan usaha bandar udara, unit penyelenggara bandar udara, badan usaha pergundangan, atau badan usaha angkutan
udara niaga yang melanggar ketentuan pengangkutan barang khusus danatau berbahaya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu
tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
21. Dalam pasal 421 dinyatakan bahwa :
1 Setiap orang berada di daerah tertentu di bandar udara, tanpa
memperoleh izin dari otoritas bandar udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah. 2
Setiap orang membuat halangan obstacle, danatau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang
membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun danatau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 22.
Lalu dalam pasal 422 disebutkan bahwa : 1
Setiap orang dengan sengaja mengoperasikan bandar udara tanpa memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan ayat
Universitas Sumatera Utara
1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
menimbulkan kerugian harta benda seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. 3
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah.
23. Dalam pasal 423 disebutkan bahwa :
1 Personel bandar udara yang mengoperasikan danatau memelihara
fasilitas bandar udara tanpa memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu
tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 24.
Di pasal 424 dinyatakan bahwa : 1
Setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa bandar udara danatau pihak ketiga
Universitas Sumatera Utara
berupa kematian atau luka fisik orang yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara 240 ayat 2 huruf a, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 dua miliar rupiah.
2 Setiap orang yang tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang
diderita oleh pengguna jasa bandar udara danatau pihak ketiga berupa:
a. musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan; danatau
b. dampak lingkungan di sekitar bandar udara, yang diakibatkan
oleh pengoperasian bandar udara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 25.
Dalam pasal 425 disebutkan bahwa setiap orang yang melaksanakan kegiatan di bandar udara yang tidak bertanggung jawab
untuk mengganti kerugian atas setiap kerusakan pada bangunan danatau fasilitas bandar udara yang diakibatkan oleh kegiatannya,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
26. Kemudian pasal 426 dinyatakan bahwa setiap orang yang
membangun bandar udara khusus tanpa izin dari Menteri 247 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
Universitas Sumatera Utara
27. Lalu dalam pasal 427 dinyatakan bahwa setiap orang yang
mengoperasikan bandar udara khusus dengan melayani penerbangan langsung dari danatau ke luar negeri tanpa izin dari Menteri, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah.
28. Dalam pasal 428 disebutkan bahwa :
1 Setiap orang yang mengoperasikan bandar udara khusus yang
digunakan untuk kepentingan umum tanpa izin dari Menteri dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah. 2
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 lima belas miliar rupiah.
29. Di pasal 429 dinyatakan bahwa setiap orang yang
menyelenggarakan pelayanan navigasi penerbangan tidak memiliki sertifikat pelayanan navigasi penerbangan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
30. Lalu dalam pasal 430 dinyatakan bahwa :
1 Personel navigasi penerbangan yang tidak memiliki lisensi atau
sertifikat kompetensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
Universitas Sumatera Utara
satu tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.
2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. 31.
Dalam pasal 431 disebuykan bahwa : 1
Setiap orang yang menggunakan frekuensi radio penerbangan selain untuk kegiatan penerbangan atau menggunakan frekuensi radio
penerbangan yang secara langsung atau tidak langsung mengganggu keselamatan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah.
2 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas Tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah. 32.
Kemudian dalam pasal 432 disebutkan bahwa setiap orang yang akan memasuki daerah keamanan terbatas tanpa memiliki izin masuk
daerah terbatas atau tiket pesawat udara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
lima ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
33. Lalu dalam pasal 433 menyebutkan bahwa setiap orang yang
menempatkan petugas keamanan dalam penerbangan pada pesawat udara niaga berjadwal asing dari dan ke wilayah Republik Indonesia
tanpa adanya perjanjian bilateral, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
34. Di pasal 434 disebutkan bahwa setiap orang yang mengoperasikan
pesawat udara kategori transpor tidak memenuhi persyaratan keamanan penerbangan sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dan
kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
35. Di dalam pasal 435 inyatakan bahwa setiap orang yang masuk ke
dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
36. Di pasal 436 disebutkan bahwa :
1 Setiap orang yang membawa senjata, barang dan peralatan
berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
tiga tahun. 2
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 delapan tahun.
Universitas Sumatera Utara
3 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun.
4 Selanjutnya dalam pasal 437 disebutkan bahwa setiap orang
menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu
tahun. 5
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 delapan tahun. 6
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 lima belas tahun. 37.
Dalam pasal 438 dinyatakan bahwa : 1
Kapten penerbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang
diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan, tidak memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan
sehingga berakibat terjadinya kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
delapan tahun.
Universitas Sumatera Utara
2 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun.
38. Di pasal 439 disebutkan bahwa :
1 Setiap personel pelayanan lalu lintas penerbangan yang pada saat
bertugas menerima pemberitahuan atau mengetahui adanya pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya atau hilang dalam
penerbangan tidak segera memberitahukan kepada instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pencarian dan pertolongan
sehingga mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 delapan
tahun. 2
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 sepuluh tahun. 39.
Di pasal 440 dinyatakan bahwa setiap orang yang merusak atau menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, mengambil
bagian pesawat udara atau barang lainnya yang tersisa akibat dari kecelakaan atau kejadian serius pesawat udara dengan pidana penjara
paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
40. Dalam pasal 441 disebutkan bahwa tindak pidana di bidang
penerbangan dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana
Universitas Sumatera Utara
tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak untuk danatau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan
kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.
41. Lalu dalam pasal 442 disampaikan bahwa dalam hal panggilan
terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat
pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus.
42. Dan pada pasal 443 diuraikan bahwa dalam hal tindak pidana di
bidang penerbangan dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda yang ditentukan dalam Bab ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang