BAB III ARBITRASE SEBAGAI SALAH SATU PILIHAN HUKUM
A. Pengertian Arbitrase
Arbitrase adalah merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa di luar badan peradilan. Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa : Arbitrase ialah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Dari defenisi yang telah dijabarkan di atas dapat ditarik beberapa karakteristik juridis dari arbitrase tersebut adalah sebagai berikut :
1. Adanya kontroversi diantara para pihak.
2. Kontroversi tersebut diajukan kepada arbiter.
3. Arbiter diajukan oelh para pihak atau ditunjuk oleh badan tertentu.
4. Arbiter adalah pihak di luar Badan Peradilan Umum.
5. Dasar pengajuan sengketa ke arbitrase adalah perjanjian.
6. Arbitrase melakukan pemeriksaan perkra.
7. Setelah memeriksa perkara, arbiter akan memberikan putusan arbitrase
tersebut dan mengikat para pihak.
11
11
Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, h. 13
Universitas Sumatera Utara
Arbitrase merupkan salah satu metode penyelesaian sengketa, sengketa yang harus diselesaikan tersebut berasal dari sengketa atas sebuah kontrak dalam bentuk
sebagai berikut : 1.
Perbedaan penafsiran disputes mengenai pelaksanaan perjanjian berupa : a.
Kontraversi pendapat controversy. b.
Kesalahan pengertian misunderstanding. c.
Ketidaksepakatan disagreement. 2.
Pelanggaran perjanjian breach of contract yang di dalamnya adalah : a.
Sah atau tidaknya kontrak. b.
Berlakunya atau tidak kontrak. 3.
Pengakhiran kontrak termination of contract. 4.
Klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan melawan hukum.
12
Arbitrase merupakan suatu pengadilan swasta, yang sering juga disebut dengan pengadilan wasit, sehingga para arbiter dalam arbitrase berfungsi
sebagaimana layaknya seorang wasit referee. Arbitrase yang diatur dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 merupakan
cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa. Walau demikian tidak semua sengketa
dapat diselesaikan melalui arbitrase melainkan hanya sengketa mengenai hak menurut
12
Ibid, h. 12.
Universitas Sumatera Utara
hukum dikuasai semua atau sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat.
13
Bahwa setiap orang atau pihak yang bersengketa berhak untuk menyerahkan penyelesaian sengketa mereka pada seorang atau beberapa orang militan, yang akan
menentukan sengketa tersebut menurut asas-asas dan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Bahwa mereka berhak untuk
melakukan penunjukan itu setelah ataupun sebelum sengketa terbit, penunjukan sengketa lewat arbiter sebelum sengketa terbit dilakukan dengan pencantuman
klausula arbitrase dalam perjanjian pokok pactum compromitendo. Sedangkan penunjukan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa setelah sengketa terbit
dilakukan dengan membuat persetujuan arbitrase akte kompromis. Dari pengertian yang diberikan ini tampak bagi kita bahwa arbitrase tidak
lain merupakan suatu badan peradilan yang putusannya memiliki sifat final dan mengikat para pihak yang menginginkan penyelesaian perselisihan mereka dilakukan
lewat pranata arbitrase. Dalam hal ini para pihak berhak dan berwenang untuk menentukan dan mengangkat sendiri para arbiter yang akan menyelesaikan sengketa,
yang berarti pula adanya kewenangan dari para pihak untuk menentukan sendiri cara penyelesaian sengketa yang dikehendaki.
14
13
Gunawan Widjaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 5.
14
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, h. 17.
Undang-undang mensyaratkan bahwa setiap persetujuan arbitrase harus
Universitas Sumatera Utara
dilakukan secara tertulis baik dalam bentuk akta notaris maupun di bawah tangan, serta ditandai tangani oleh para pihak, persetujuan arbitrase tersebut juga harus
memuat masalah yang menjadi sengketa, nama-nama dan tempat tinggal para pihak, nama-nama dan tempat tinggal para arbiter, dan jumlah arbiter harus ganjil, jika tidak
dipenuhi persetujuan tersebut batal demi hukum. Sesungguhnya yang namanya arbitrase itu bermacam ragamnya dan
pengaturannya berbeda dari satu negara ke negara yang lain, namun demikian dapat disebutkan bahwa suatu arbitrase modern haruslah memiliki syarat-syarat sebagai
berikut : 1.
Badan Pengadilan Konvensional mengakui yuridiksi badan arbitrase. 2.
klausula atau kontrak arbitrase mengikat dan tidak dapat dibatalkan. 3.
Putusan arbitrase pada prinsipnya bersifat final dan binding dan hanya dapat ditinjau kembali oleh badan pengadilan konvensional dalam hal-hal yang
sangat khusus dan terbatas. 4.
badan-badan pengadilan konvensional harus dapat memperlancar tugas arbitrase.
15
Arbitrase merupakan institusi penyelesaian sengketa alternatif yang paling populer dan paling luas digunakan orang dibandingkan dengan institusi berdasarkan
sengketa alternatif lainnya. Hal ini disebabkan banyaknya kelebihan dari pada institusi arbitrase ini, kelebihan-kelebihan itu adalah sebagai berikut :
15
Munir Fuady, Op.Cit, h. 13.
Universitas Sumatera Utara
1. prosedur tidak berbelit dan keputusan didapat dalam waktu yang relatif
signkat. 2.
biaya lebih murah. 3.
dapat dihindari ekspose dari keputusan di depan umum 4.
hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih relaks. 5.
para pihak dapat memilih hukum mana yang akan diberlakukan oleh arbitrase. 6.
para pihak dapat memilih sendiri para arbiter. 7.
Para pihak dapat memilih sendiri para arbiter dari kalangan ahli dalam bidangnya.
8. keputusan dapat lebih terikat dengan situasi dan kondisi.
9. keputusan arbitrase umumnya dapat diberlakukan dan dieksekusi oleh
pengadilan dengan sedikit atau tanpa review sama sekali. 10.
keputusan arbitrase umumnya dapat diberlakukan secara final dan binding atau tanpa harus naik banding atau kasasi.
11. prosedur atau prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat
luas. 12.
menutup kemungkinan dilakukannya forum shopping.
16
Selain itu institusi yang bersifat nasional bahkan ada yang bersifat internasional. Jumlah dan jenis arbitrase internasional ini banyak diantaranya badan
16
Ibid, h. 40.
Universitas Sumatera Utara
arbitrase yang dikenal dengan ICSID, yang merupakan badan arbitrase tertua di dunia.
Jika dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain untuk menyelesaikan sengketa, maka institusi arbitrase merupakan lembaga penyelesaian
sengketa yang paling mirip dengan badan pengadilan, terutama jika ditinjau dari prosedur yang berlaku, kekuatan putusannya, keterkaitan hukum yang berlaku atau
dengan aturan main yang ada. Sementara itu yang menjadi pokok-pokok acara dalam prosedur
penyelesaian sengketa lewat arbitrase adalah sebagai berikut : a.
Commencament. b.
Preliminary meeting. c.
Pleading points of criams, points of defence and counter claim and points of reply and defense to counter claim.
d. Hearing
e. Award.
17
Menurut Undang-undang Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999, maka para pihak pemohon claimant harus mengajukan surat tuntutan Statement of Claim, diikuti
oleh jawaban Statement of Defense dan jika ada tuntutan balasan Counter Claim Reconventie dari pihak pemohon Respondent selanjutnya diikuti dengan
pemanggilan untuk hearing dan pemeriksaan saksi, saksi ahli dan pembuatan lainnya setelah itu arbitrase baru memberikan putusannya.
18
Telah menjadi rahasia bersama bahwa berperkara melalui Pengadilan Negeri acap kali memakan waktu yang relatif lama dimana hakim yang mengadili tidak
17
Ibid, h. 41.
Universitas Sumatera Utara
hanya berhadapan dengan satu atau dua perkara saja pada waktu yang bersamaan. Dalam prakteknya hakim dihadapkan lebih dari dua, tiga perkara dalam suatu masa
tugasnya akibatnya ia harus membagikan prioritasnya dan waktu untuk perkara, perkara mana yang didahulukan dan mana yang tidak terlalu mendesak. Hal ini
barang tentu dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain yang mendukung cepat tidaknya proses penyelesaian suatu perkara.
Sehubungan dengan alasan di atas, perlu diperhatikan bahwa banyak Pengadilan Negeri yang tidak mempunyai hakim-hakim yang berkompeten atau yang
berspesialisasi hukum hingga karena keadaan ini pula mengapa para pihak lebih suka cara penyelesaian lewat arbitrase, selain itu dengan dikeluarkannya keputusan
pengadilan para pihak masih dapat melampiaskan ketidak puasannya ke Pengadilan yang lebih tinggi yakni ke tingkat banding, hanya pengalaman di pengadilan
sebelumnya tingkat pertama, lamanya putusan yang dikeluarkan, sehingga tampak bahwa berproses perkara melalui pengadilan bisa memakan waktu yang berlarut-
larut. Sebagai konsekuensi logis dari lamanya proses berperkara melalui
pengadilan ini maka biaya yang harus dikeluarkan untuk itu misalnya biaya ahli hukum dan ongkos-ongkos lainnya akan bertambah terus mahal.
19
18
Ibid, h. 43.
19
Adolf Huala, Arbitrase Internasional, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, 1993, h. 13.
Universitas Sumatera Utara
B. Sejarah Arbitrase