Perlindungan Konsumen Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman

c. Perlindungan Konsumen Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman

Sebagai akibat pembangunan yang meningkat termasuk pembangunan perumahan pemukiman, perlu ditetapkan perangkat hukum yang memadai, diantaranya dalam hal ini dengan menerbitkan UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan peraturan lainnya yang menyangkut bidang perumahan. Lahirnya undang-undang tersebut di atas juga merupakan suatu perangkat yang dipakai untuk melindungi konsumen perumahan terhadap hak dan kewajibannya. Sebagaimana diketahui UU No. 4 Tahun 1992 lahir dan berisikan 42 Pasal dan hanya empat Pasal diantaranya dapat dijadikan sebagai alat untuk melindungi konsumen perumahan. Keenam Pasal tersebut adalah antara lain : Pasal 5 : “1 Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati danatau menikmati danatau memiliki rumah yang layak dan lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. 2 Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan pemukiman”. Pasal ini menetapkan bahwa adanya suatu hak dan mungkin kelak berkembang sebagai Hak Azasi Manusia untuk dapat memperoleh suatu perumahan dan pemukiman yang memenuhi standar sebagaimana diatur dalam Pasal 1-4 Undang-undang tersebut dan untuk waktu tertentu selama mereka belum mampu memiliki rumah sendiri, setidaknya menempati atau menikmati rumah yang layak, yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas Universitas Sumatera Utara bangunan dan lingkungan yang lebih sehat, aman, serasi dan teratur dan adanya kelayakan prasarana dan sarana lingkungan. Pasal 6 : “1 Kegiatan pembangunan rumah atau perumahan dilakukan oleh pemilik hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2 Pembangunan rumah atau perumahan oleh bukan pemilik hak atas tanah dapat dilakukan atas persetujuan dari pemilik hak atas tanah dengan suatu perjanjian tertulis”. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas hubungan status rumah dan tanah. Sedangkan perjanjian tertulis dimaksud memuat ketentuan mengenai : a. Hak dan kewajiban pihak yang membangun rumah dan pihak yang memiliki hak atas tanah. b. Jangka waktu pemanfaatan tanah dan penguasaan rumah oleh pihak yang membangun rumah atau yang dikuasainya. Dengan demikian dapat dicegah hal-hal yang memungkinkan dikuasai atau digunakannya tanah oleh bukan pemilik hak atas tanah tanpa batas waktu dan menyimpang dari peraturan perundang-undangan di bidang agraria. Pasal 7 : “1 Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib : a. Mengikuti persyaratan teknis, ekologis dan administratif ; b. Melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana pemantauan lingkungan ; c. Melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan 2 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, diatur dengan peraturan pemerintah”. Universitas Sumatera Utara Dalam memberikan izin bangunan atas pembangunan, pemugaran dan lain- lain atas sebidang tanah, harus sesuai dengan mekanisme yang benar sehingga persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 7 tersebut akan terlaksana dengan baik. Pasal 36 : “1 Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 7 ayat 1, Pasal 24 dan 26 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 tahun danatau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah. 2 Setiap orang karena kelalaiannya mengakibatkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun danatau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. 3 Setiap badan karena kelalaian mengakibatkan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1, Pasal 24, Pasal 26 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun danatau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,00 sepuluh juta rupiah. 4 Setiap orang atau badan dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 12 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 tahun danatau denda setinggi-tingginya Rp. 20.000.000,00 dua puluh juta rupiah”. Sanksi kepidanaan ini sudah harus inheren pada adanya undang-undang ini, agar undang-undang ini dapat efektif. Dari beberapa ketentuan di atas dapt dijadikan sarana bagi konsumen untuk mengajukan tuntutan keberatannya kepada pengembang yang melalaikan kewajibannya yang merugikan konsumen. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

Dokumen yang terkait

EMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE OLEH PENGADILAN NEGERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 7 17

Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan Sengketa Kepemilikan Nama Domain Dikaitkan Dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Indonesia.

0 0 13

IMPLEMENTASI ASAS KERAHASIAAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE TERKAIT PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DIHUBUNGAKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN.

0 1 2

KLASIFIKASI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DALAM UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 2

PRINSIP KERAHASIAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999.

0 0 9

APBI-ICMA Undang-Undang No.30 Tahun 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 0 51

A. Pendahuluan - PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN MELALUI ARBITRASE SECARA ELEKTRONIK (ARBITRASE ON LINE) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 0 18

PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

0 0 11

Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang : Arbitrase Dan Penyelesaian Masalah

0 0 36

KEDUDUKAN PERJANJIAN ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE

0 0 63