Pelaksanaan Diversi dalam Peradilan Pidana Anak

(1)

Adi Koesno, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Setara Press, Malang, 2015.

---, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana

Narkotika Oleh Anak, UMM Press, Malang, 2009.

Ali Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. ---, Membumikan Hukum Progresif, Aswaja Presindo, Yogyakarta,

2013.

Atmasasmita Romli, Peradilan Anak di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003.

Djamil, M Nasir, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2013.

Fatahilla, DS Dewi dan A Syukur, Mediasi Penal: Penerapan Restorative

Justice di Pengadilan Anak Indonesia, Indie Pre Publishing, Depok,

2011.

Hadisuprapto Paulus, Peradilan Restoratif : Model Peradilan Anak Indonesia

Masa Datang, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.

Harahap Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

Herlina Apong, dkk, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan

Dengan Hukum Manual Pelatihan Untuk Polisi, POLRI-UNICEF,

Jakarta, 2004.

Hidayat Bunadi, Pemidanaan Anak Di Bawah Umur, PT Alumni, Bandung, 2010.

Hutauruk, Rufinus Hotmaulana, Penanggulangan Kejahatan Korporasi

Melalui Pendekatan Restoratif: Suatu Terobosan Hukum, Sinar

Grafika, Jakarta, 2013.

Joni M, dkk, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi


(2)

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2013.

Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, 2011.

---, Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum

Pidana, USU Press, Medan, 2010.

---, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan Konsep

Diversi dan Restorative Justice), Refika Aditama, Bandung, 2009.

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.

Nazir M, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

Prakoso Abintoro, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013.

Sambas Nandang, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010.

Simorangkir JCT, dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 2007.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2007.

Soetedjo Wagiati, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008. ---, dan Melani, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama,

Cet.ke-4 (Edisi Revisi), Bandung, 2013.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2013. Supeno Hadi, Kriminalisasi Anak, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2010. Wadong, Maulana Hasan, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan


(3)

Wahyudi Setya, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem

Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta,

2011.

Marlina, Disertasi Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Universitas

Sumatera Utara, 2006.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 44/25, tanggal 20 November 1989 Tentang Convention On The Rights of The Child (Konvensi Hak Anak)

C. Website

Komisi Nasional Anak. 2011. Catatan Akhir Tahun 2011 Komisi Nasional

Perlindungan Anak. Diakses dari www.komnasanak.com pada tanggal 21

Desember 2015.

Marlina, Diversi dan Restorative Justice sebagai Alternatif Perlindungan terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Pusat Kajian dan


(4)

Perlindungan Anak (PKPA). Diakses dari http://doktormarlina.htm. pada tanggal 4 Januari 2016.

http://www.negarahukum.com/hukum/proses-peradilan-pidana.html diakses pada tanggal 25 Januari 2016

D. Hasil Wawancara

Wawancara dengan Bapak Fauzul Hamdi Hakim Pengadilan Negeri Medan, 25 Januari 2016

Wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun Hakim Pengadilan Negeri Medan, 26 Januari 2016


(5)

65 TAHUN 2015

A. Pengaturan Pelaksanaan Diversi Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

1. Pedoman Pelaksanaan Diversi

Diversi pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sitem Peradilan Pidana Anak akan tetapi, peraturan tersebut belum sempurna dalam menjadi pedoman pelaksanaan diversi untuk melindungi anak. Maka dari itu, lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun137, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 sudah disosialisasikan. Pedoman pelaksanaan proses diversi yang diatur dalam Bab II menyebutkan dalam Pasal 2 PP ini bahwa tujuan diversi adalah:

a. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak; b. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan; d. Mendorong masyarakat untuk berpatisipasi; dan

137 Hakim di Pengadilan Negeri Medan yang sudah memperoleh sertifikasi dan sudah 5


(6)

e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.

Diversi pada hakikatnya juga mempunyai tujuan agar anak terhindar dari dampak negatif penerapan pidana. Diversi juga mempunyai esensi tetap menjamin anak tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun mental. Dengan demikian, maka juga dapat dikatakan, bahwa pada dasarnya diversi mempunyai relevansi dengan tujuan pemidanaan terhadap anak. Relevansi antara diversi dengan tujuan pemidanaan bagi anak nampak dalam hal-hal sebagai berikut:138

a. Diversi sebagai pengalihan proses dari proses yustisial menuju proses non yustisial bertujuan menghindarkan anak dari penerapan hukum pidana yang seringkali memberikan pengalaman yang pahit berupa stigmatisasi berkepanjangan, dehumanisasi dan menghindarkan anak dari kemungkinan terjadinya prisonisasi yang menjadi sarana transfer kejahatan terhadap anak. Demikian juga tujuan pemidanaan bagi anak adalah untuk tetap memberikan jaminan kepada anak agar tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun secara mental.

b. Perampasan kemerdekaan terhadap anak, baik dalam bentuk pidana penjara maupun dalam bentuk perampasan yang lain melalui mekanisme peradilan pidana memberikan pengalaman yang traumatis terhadap anak, sehingga anak terganggu perkembangan dan pertumbuhan jiwanya. Pengalaman pahit bersentuhan dengan dunia peradilan akan menjadi bayang-bayang gelap kehidupan anak yang tidak mudah untuk dilupakan.


(7)

Aparat penegak hukum dalam memeriksa Anak di setiap tingkatannya baik Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib mengupayakan diversi dalam hal tindak pidana yang dilakukan dengan ancaman pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan pengulangan tindak pidana.139 Diversi tidak berlaku bagi seseorang yang melakukan pengulangan tindak pidana. Doktrin hukum pidana mengenal (tiga) bentuk pengulangan tindak pidana, yakni:140

a. General residive (pengulangan umum)

Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 (lima) tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang berupa tindak pidana apapun. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah pembunuhan.

b. Special residive (pengulangan khusus)

Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan khusus ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 (lima) tahun, ia melakukan lagi tindak pidana yang sama atau sejenis dengan tindak pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah

139 Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun


(8)

tindak pidana pencurian dan tindak pidana yang dilakukan berikutnya juga berupa tindak pidana pencurian.

c. Tussen stelsel

Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 (lima) tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang berupa tindak pidana yang masih dalam satu kualifikasi tindak pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah tindak pidana pencurian pada malam hari.

Apabila diversi tidak diupayakan, Pembimbing Kemasyarakatan dapat meminta proses diversi pada penegak hukum untuk diupayakan demi kepentingan terbaik bagi Anak.

Anak ditempatkan bersama orang tua/wali atau di LPKS selama proses diversi. Tata cara penempatan Anak selama proses diversi diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.141

2. Tata Cara Dan Koordinasi Pelaksanaan Diversi

a. Tahap Penyidikan

Penyidik menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dan berkoordinasi dengan penuntut umum dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua

141 Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(9)

puluh empat jam) sejak surat perintah penyidikan diterbitkan dan sejak dimulainya penyidikan.142 Penyidik memberitahu dan menawarkan penyelesaian perkara melalui diversi kepada Anak dan/atau orang tua/wali, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/wali dalam jangka waktu 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat jam) sejak dimulainya penyidikan. Jika semua pihak sepakat melakukan diversi, penyidik menentukan tanggal dimulainya musyawarah diversi143.

Diversi tidak dapat dilakukan apabila korban tidak menyetujui pelaksanaan diversi.144 Dalam hal para pihak tidak sepakat untuk diversi, penyidik melanjutkan proses penyidikan kemudian menyampaikan berkas perkara dan berita acara upaya diversi kepada penuntut umum.145

Proses diversi dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dan dilakukan melalui musyawarah diversi. Musyawarah diversi melibatkan: penyidik, Anak dan orang tua/walinya, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja profesional.146

Tahapan musyawarah diversi ialah sebagai berikut:147

1. Musyawarah diversi dibuka oleh fasilitator diversi dengan perkenalan para pihak yang hadir, menyampaikan maksud dan tujuan

142 Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penuunganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

143

Musyawarah diversi adalah musyawarah antara pihak yang melibatkan Anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional, perwakilan masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif lihat dalam: Pasal 1 ayat (1) Perma No. 4 Tahun 2014

144 Hasil wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun Hakim Pengadilan Negeri Medan

tanggal 26 Januari 2016

145 Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

146 Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun


(10)

musyawarah diversi, serta tata tertib musyawarah untuk disepakati oleh para pihak yang hadir.

2. Fasilitator diversi menjelaskan tugas fasilitator diversi.

3. Fasilitator diversi menjelaskan ringkasan dakwaan dan pembimbing kemasyarakatan memberikan informasi tentang perilaku dan keadaan sosial Anak serta memberikan saran untuk memperoleh penyelesaian. 4. Fasilitator diversi wajib memberikan kesempatan kepada:

a. Anak untuk didengar keterangan perihal dakwaan.

b. Orangtua/Wali untuk menyampaikan hal yang berkaitan dengan perbuatan anak dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.

c. Korban/Anak Korban/Orangtua/Wali untuk memberikan tanggapan dan bentuk penyelesaian yang diharapkan.

5. Pekerja Sosial Profesional memberikan informasi tentang keadaan sosial Anak Korban serta memberikan saran untuk memperoleh penyelesaian.

6. Bila dipandang perlu, fasilitator dapat memanggil perwakilan masyarakat maupun pihak lain untuk memberikan informasi untuk mendukung penyelesaian.

7. Bila dipandang perlu, fasilitator diversi dapat melakukan kaukus dengan para pihak.

8. Fasilitator diversi menuangkan hasil musyawarah ke dalam kesepakatan diversi.


(11)

9. Dalam menyusun kesepakatan diversi, fasilitator diversi memperhatikan dan mengarahkan agar kesepakatan tidak bertentangan dengan hukum agama, kepatutan masyarakat, kesusilaan atau memuat hal yang tidak dapat dilaksanakan atau itikad tidak baik.

Musyawarah diversi dipimpin oleh penyidik sebagai fasilitator dan pembimbing kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.148

Tugas fasilitator diversi ini ialah:

1. Membuka musyawarah diversi dengan memperkenalkan para pihak yang hadir, baik pihak korban, pelaku, saksi dan semua pihak yang terkait.

2. Menyampaikan maksud dan tujuan musyawarah diversi dan tata tertib musyawarah diversi.

3. Menjelaskan secara ringkas dakwaan yang diajukan ke pelaku (Anak). 4. Menjadi pendengar bagi masing-masing pihak yang hadir.

5. Melakukan pertemuan terpisah (kaukus)149 untuk mencari jalan keluar permasalahan.

6. Menuangkan hasil kesepakatan diversi dengan memperhatikan dan mengarahkan kesepakatan agar tidak bertentangan dengan hukum, agama, kepatutan masyarakat setempat, kesusilaan, atau memuat hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan anak atau memuat etikad tidak baik.

148

Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

149 Kaukus adalah pertemuan terpisah antara fasilitator diversi dengan salah satu pihak


(12)

Penyidik membuat laporan dan berita acara proses diversi dan mengirimkan berkas perkara kepada penuntut umum serta melanjutkan proses peradilan pidana dalam hal proses musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan.150 Dalam hal diversi mencapai kesepakatan, penyidik menyampaikan Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara diversi kepada atasan langsung penyidik untuk dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh penetapan.151 Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. Penetapan disampaikan kepada penyidik dan pembimbing kemasyarakatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga hari) sejak tanggal penetapan.152

Penyidik meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan diversi setelah menerima penetapan. Pengawasan dilakukan oleh atasan langsung penyidik terhadap pelaksanaan kesepakatan diversi. Pembimbing kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan pelaksanaan kesepakatan diversi.153

Penyidik menerbitkan surat ketetapan penghentian penyidikan yang sekaligus memuat penetapan status barang bukti sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Kemudian surat ketetapan penghentian penyidikan dikirimkan kepada Penuntut Umum beserta laporan proses Diversi dan berita acara

150

Pasal 17 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

151 Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

152

Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

153 Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(13)

pemeriksaan.154 Pembimbing kemasyarakatan melaporkan secara tertulis kepada atasan langsung penyidik untuk ditindaklanjuti dalam proses peradilan pidana dalam hal kesepakatan diversi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Pasal 30 Peraturan Pemerintah ini menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan diversi di tingkat penyidikan diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan berlaku juga bagi lembaga/instansi penegak hukum yang memiliki Penyidik atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Beberapa keuntungan yang diperoleh jika diversi dilakukan pada tahap penyidikan oleh polisi, yaitu:155

1. Kepolisian merupakan satu-satunya lembaga penegak hukum dalam sub sistem peradilan pidana yang mempunyai jaringan hingga tingkat kecamatan. Dengan demikian, secara struktural lembaga kepolisian merupakan satu-satunya lembaga penegak hukum yang paling dekat dan paling mudah dijangkau oleh masyarakat. Dengan potret kelembagaan yang demikian, kepolisian merupakan lembaga penegak hukum yang paling memungkinkan untuk memiliki jaringan sampai di tingkat yang paling bawah (tingkat desa).

2. Secara kuantitas aparat kepolisian jauh lebih banyak dibandingkan dengan aparat penegak hukum yang lainnya, sekalipun juga disadari bahwa tidak setiap aparat kepolisian mempunyai komitmen untuk menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak, tetapi ketersediaan personil yang cukup

154 Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun


(14)

memadai juga akan sangat membantu proses penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

3. Oleh karena lembaga kepolisian merupakan aparat penegak hukum pertama yang bergerak dalam proses peradilan pidana, maka diversi di tingkat kepolisian mempunyai makna memberikan jaminan kepada anak untuk sedini mungkin dihindarkan dari bersinggungan dengan proses peradilan pidana. Dengan demikian, dampak negatif akibat anak bersinggungan dengan aparat penegak hukum dapat diminimalisir.

4. Dengan pengalihan proses dari proses yustisial menuju proses non-yustisial di tingkat kepolisian, maka berarti juga akan menghindarkan anak dari kemungkinan anak menjadi korban kekerasan di tingkat penyidikan yang seringkali menjadi momok dalam proses peradilan.

b. Tahap Penuntutan

Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas Anak dan barang bukti kepada penuntut umum dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai. Penuntut umum menawarkan diversi kepada Anak dan/atau orang tua/wali, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/wali dalam jangka waktu 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat jam) sejak penyerahan tanggung jawab atas Anak dan barang bukti untuk penyelesaian perkara. Jika para pihak sepakat melakukan diversi, penuntut umum menentukan tanggal dimulainya musyawarah diversi. Penuntut umum wajib menyampaikan berita acara upaya diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dalam hal para pihak tidak sepakat untuk melakukan diversi.156

156 Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(15)

Proses diversi dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dan dilakukan melalui musyawarah diversi. Musyawarah diversi melibatkan: penuntut umum, Anak dan orang tua/walinya, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja profesional.157 Musyawarah diversi dipimpin oleh penuntut umum sebagai fasilitator dan Pembimbing Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.

Penuntut umum membuat laporan dan berita acara proses diversi serta melimpahkan perkara ke pengadilan dalam hal proses musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan.158 Dalam hal diversi mencapai kesepakatan, penuntut umum menyampaikan Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara diversi kepada atasan langsung penuntut umum agar mengirimkannya kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh penetapan.159 Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal kesepakatan diversi160 dan berita acara diversi diterima. Penetapan disampaikan kepada penuntut umum dan pembimbing kemasyarakatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga hari) sejak tanggal penetapan.161

Penuntut umum meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan diversi setelah menerima penetapan. Pengawasan dilakukan oleh atasan langsung

157 Pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

158

Pasal 35 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

159 Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

160 Kesepakatan diversi adalah kesepakatan hasil proses musyawarah diversi yang

dituangkan dalam bentuk dokumen dan ditandatangani oleh para pihak yang terlibat dalam musyawarah diversi lihat dalam: Pasal 1 ayat (5) Perma No. 4 Tahun 2014

161 Pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(16)

penuntut umum terhadap pelaksanaan kesepakatan Diversi. Pembimbing kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan pelaksanaan kesepakatan diversi.162

Penuntut umum menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan yang sekaligus memuat penetapan status barang bukti sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Kemudian surat ketetapan penghentian penuntutan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat beserta laporan proses diversi dan berita acara pemeriksaan.163 Pembimbing kemasyarakatan melaporkan secara tertulis kepada atasan langsung Penuntut umum untuk ditindaklanjuti dalam proses peradilan pidana dalam hal kesepakatan diversi tidak dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Pasal 47 menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelaksanaan diversi di tingkat penuntutan diatur dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia.

c. Tahap Pemeriksaan di Pengadilan

Ketua Pengadilan menetapkan hakim untuk menangani perkara Anak paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal pelimpahan perkara diterima dari penuntut umum. Hakim menawarkan untuk menyelesaikan perkara melalui diversi kepada Anak dan/atau orang tua/wali, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/wali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal Ketua Pengadilan Negeri menetapkan hakim. Jika para pihak sepakat melakukan diversi, hakim menentukan tanggal dimulainya musyawarah diversi. Hakim melanjutkan perkara

162

Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

163 Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(17)

ke tahap persidangan dalam hal para pihak tidak sepakat untuk melakukan diversi.164

Proses diversi dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dan dilakukan melalui musyawarah diversi. Musyawarah diversi melibatkan: hakim, Anak dan orang tua/walinya, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja profesional.165 Musyawarah diversi dipimpin oleh hakim sebagai fasilitator dan pembimbing kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.

Hakim membuat laporan dan berita acara proses diversi dan perkara Anak dilanjutkan ke tahap persidangan dalam hal proses musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan.166 Dalam hal diversi mencapai kesepakatan, hakim menyampaikan Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara diversi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan kesepakatan diversi sekaligus menetapkan status barang bukti dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal kesepakatan diversi ditandatangani. Penetapan disampaikan kepada hakim, penuntut umum dan pembimbing kemasyarakatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga hari) sejak tanggal penetapan.167

Hakim meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan diversi setelah menerima penetapan. Pengawasan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri terhadap pelaksanaan kesepakatan diversi. Pembimbing kemasyarakatan

164

Pasal 50 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

165 Pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

166

Pasal 53 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

167 Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(18)

melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan pelaksanaan kesepakatan Diversi.168

Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan hakim menerbitkan penetapan penghentian pemeriksaan perkara berdasarkan pelaksanaan kesepakatan diversi yang dilaporkan oleh pembimbing kemasyarakatan. Penetapan penghentian pemeriksaan perkara disampaikan pada penuntut umum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal penetapan penghentian pemeriksaan perkara.

B. Proses Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015

1. Syarat dan Tata Cara Pengambilan Keputusan

Seorang anak yang menjadi pelaku kejahatan belum berumur 12 (dua belas) tahun, maka penyelesaian perkaranya dilakukan di tingkat penyidikan. Polisi (penyidik) membuat pertimbangan.169 Seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini:

Anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun yang melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:170

a. Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali; atau

168 Pasal 56 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

169

Hasil wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 26 Januari 2016

170 Pasal 67 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(19)

b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instasi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan.

Keputusan diambil berdasarkan penelitian kemasyarakatan atas permintaan penyidik.171 Pengambilan keputusan wajib memperhatikan:172

a. Kepentingan terbaik bagi Anak;

b. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; c. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik;

d. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan; dan

e. Laporan sosial yang dilakukan oleh pekerja sosial profesional.

Pasal 71 menyebutkan bahwa keputusan untuk menyerahkan kembali pada orang tua/wali harus memenuhi persyaratan substantif sebagai berikut:

a. Kesediaan orang tua/wali untuk mendidik, merawat, membina, dan membimbing Anak yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari orang tua/wali;

b. Kesediaan Anak untuk dikembalikan kepada orang tua/wali yang dibuktikan dari hasil penelitian kemasyarakatan;

c. Tidak ada ancaman dari korban yang dibuktikan dari hasil penelitian kemasyarakatan dan laporan sosial; dan

171

Pasal 68 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

172 Pasal 69 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(20)

d. Rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan yang dibuktikan dari hasil penelitian kemasyarakatan.

Keputusan untuk mengikutsertakan dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan harus memenuhi persyaratan substantif juga, yakni: rekomendasi pembimbing kemasyarakatan dan standarisasi lembaga pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan.

Anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik wajib memberitahukan orang tua/walinya dalam jangka waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam. Pemberitahuan juga disampaikan ke Bapas dan LPKS di wilayah tempat diduga dilakukannya tindak pidana.173

Penyidik harus memastikan bahwa benar Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun yang dibuktikan dengan akta kelahiran/surat keterangan lahir atau dokumen resmi yang diterbitkan pejabat berwenang, apabila tidak ada maka penyidik dapat meminta keterangan pada ahli. Setelah dipastikan Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun, penyidik melakukan koordinasi dengan pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional.174

Penyidik, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional harus melakukan rapat koordinasi yang difasilitasi oleh penyidik untuk mengambil keputusan terhadap perkara Anak. Pengambilan keputusan dilakukan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal dimulainya rapat

173

Pasal 73 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

174 Pasal 74 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(21)

koordinasi. Hasil pengambilan keputusan ditetapkan oleh atasan penyidik.175 Keputusan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal ditetapkan, untuk dimintakan penetapan.176 Ketua Pengadilan Negeri membuat penetapan paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya permintaan penetapan.177

2. Program Pendidikan, Pembinaan, dan Pembimbingan

Anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun yang melakukan atau diduga melakukan tindak pidana diserahkan ke instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik tingkat pusat maupun daerah dan wajib diberikan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan.178 Program pendidikan yang dilakukan oleh LPKS terdiri atas:179

a. Pendidikan formal;

b. Program kejar paket A; dan c. Pendidikan layanan khusus.

Program pembinaan dilakukan dengan tujuan agar Anak tidak kembali melakukan tindak pidana serta mengubah sikap dan perilaku Anak, yang terdiri atas:180

175

Pasal 77 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

176 Pasal 78 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

177

Pasal 79 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

178 Pasal 80 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

179

Pasal 81 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

180 Pasal 82 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(22)

a. Pembinaan keagamaan;

b. Pembinaan intelektual dan perilaku; c. Pembinaan keterampilan;

d. Pembinaan kemandirian; e. Pembinaan profesional; dan

f. Pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.

Program pembimbingan dilakukan dengan tujuan memberikan keterampilan, terdiri atas:181

a. Bimbingan keagamaan;

b. Bimbingan intelektual dan perilaku; c. Bimbingan keterampilan;

d. Bimbingan profesional; dan

e. Bimbingan kesehatan jasmani dan rohani.

Pendidikan, pembinaan dan pembimbingan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan umur Anak.182 Pimpinan LPKS harus menyampaikan laporan tertulis kepada Bapas mengenai perkembangan Anak selama mengikuti program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan LPKS dan disampaikan secara berkala setiap bulan.183

181 Pasal 83 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

182

Pasal 84 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun

183 Pasal 85 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan


(23)

C. Pelaksanaan Diversi Dalam Proses Peradilan Pidana Anak ( Studi di Pengadilan Negeri Medan )

Prinsip keadilan tetap dijunjung tinggi dalam penegakan hukum, tidak terkecuali saat penerapan prinsip-prinsip diversi dilaksanakan. Keadilan menempatkan kejujuran dan perlakuan yang sama terhadap semua orang. Petugas dituntut tidak membeda-bedakan orang dengan prinsip tindakan yang berubah dan berbeda. Pelaksanaan diversi bertujuan mewujudkan keadilan dan penegakan hukum secara benar dengan meminimalkan pemaksaan pidana.184

Di Indonesia tujuan ide diversi yaitu; untuk menghindari penahanan; untuk menghindari cap jahat/label sebagai penjahat; untuk meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku; agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya; untuk mencegah pengulangan tindak pidana; untuk mengajukan intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal; program diversi akan menghindari anak mengikuti proses-proses sistem pengadilan. Langkah lanjut akan program ini akan menjauhkan anak-anak dari pengaruh-pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan tersebut.185

1. Prosedur Pelaksanaan Diversi di Pengadilan Negeri Medan

Pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya dengan melibatkan orangtua Anak, orangtua korban, masyarakat, pekerja sosial sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan

184

Marlina, Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana,

Op.cit, hal. 15

185 Apong Herlina dkk, Perlindungan Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum


(24)

Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Sebelum lahir Peraturan Pemerintah ini pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.186

Diversi yang dilakukan di Pengadilan Negeri Medan harus dilaksanakan oleh Hakim Anak.187 Tujuan utama dilakukan diversi ialah memperoleh persetujuan dari pihak korban agar Anak (pelaku) tidak mengalami perampasan kemerdekaan karena dijatuhi penjara dan syarat terpenting dalam keberhasilan diversi adalah persetujuan korban dan/atau keluarga.

Prosedur pelaksanaan diversi di Pengadilan diatur oleh Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, yakni:188

a. Ketua Pengadilan wajib menetapkan hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara dari Penuntut Umum.

b. Hakim wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagai Hakim.

c. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat di atas dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.

d. Proses diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi Pengadilan Negeri.

186 Hasil wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun Hakim Pengadilan Negeri Medan

tanggal 26 Januari 2016

187 Hasil wawancara dengan Bapak Fauzul Hamdi Hakim Pengadilan Negeri Medan

tanggal 25 Januari 2016


(25)

e. Dalam hal proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, hakim menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dibuat Penetapan.

f. Dalam hal diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.

Mekanisme yang menjadi pedoman pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun di dalam BAB III mengenai tata cara dan koordinasi pelaksanaan diversi dimulai dari pasal 49 hingga pasal 66 Peraturan Pemerintah ini:

Ketua Pengadilan menetapkan hakim untuk menangani perkara Anak paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal pelimpahan perkara diterima dari penuntut umum. Hakim menawarkan untuk menyelesaikan perkara melalui diversi kepada Anak dan/atau orang tua/wali, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/wali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal Ketua Pengadilan Negeri menetapkan hakim. Jika para pihak sepakat melakukan diversi, hakim menentukan tanggal dimulainya musyawarah diversi. Hakim melanjutkan perkara ke tahap persidangan dalam hal para pihak tidak sepakat untuk melakukan diversi. Proses diversi dilaksanakan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dan dilakukan melalui musyawarah diversi. Musyawarah diversi melibatkan: hakim, Anak dan orang tua/walinya, korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja profesional. Musyawarah


(26)

diversi dipimpin oleh hakim sebagai fasilitator dan pembimbing kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator.

Hakim membuat laporan dan berita acara proses diversi dan perkara Anak dilanjutkan ke tahap persidangan dalam hal proses musyawarah diversi tidak mencapai kesepakatan. Dalam hal diversi mencapai kesepakatan, hakim menyampaikan Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara diversi kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan kesepakatan diversi sekaligus menetapkan status barang bukti dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal kesepakatan diversi ditandatangani. Penetapan disampaikan kepada hakim, penuntut umum dan pembimbing kemasyarakatan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga hari) sejak tanggal penetapan.

Hakim meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan diversi setelah menerima penetapan. Pengawasan dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri terhadap pelaksanaan kesepakatan diversi. Pembimbing kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan pelaksanaan kesepakatan Diversi.

Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan hakim menerbitkan penetapan penghentian pemeriksaan perkara berdasarkan pelaksanaan kesepakatan diversi yang dilaporkan oleh pembimbing kemasyarakatan. Penetapan penghentian pemeriksaan perkara disampaikan pada penuntut umum dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal penetapan penghentian pemeriksaan perkara.


(27)

Kesepakatan diversi sendiri diatur oleh Perma dengan tata cara sebagai berikut:189

a. Musyawarah diversi dicatat dalam Berita Acara Diversi dan ditandatangani oleh Fasilitator Diversi dan Panitera/Panitera Pengganti.

b. Kesepakatan diversi ditandatangani oleh para pihak dan dilaporkan kepada Ketua Pengadilan oleh Fasilitator Diversi.

c. Ketua Pengadilan mengeluarkan Penetapan Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat di atas.

d. Ketua Pengadilan dapat mengembalikan Kesepakatan Diversi untuk diperbaiki oleh Fasilitator Diversi apabila tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (9) Perma ini, selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari.

e. Setelah menerima Penetapan dari Ketua Pengadilan, Hakim menerbitkan penetapan penghentian perkara.

Sudah ada beberapa kesepakatan diversi yang pernah tercapai selama berlakunya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dan kesepakatan diversi yang berhasil serta Penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri di Pengadilan Negeri Medan.190

189

Pasal 6 Perma No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

190 Hasil wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun Hakim Pengadilan Negeri Medan


(28)

2. Hambatan Diversi di Pengadilan Negeri Medan

Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan diantaranya adalah:191

a. Korban dan/atau keluarga korban tidak mau melaksanakan diversi Korban ada rasa untuk melakukan pembalasan dengan melanjutkan perkara sampai ke pengadilan.

b. Aparat Penegak Hukum

Aparat penegak hukum yang menangani proses diversi tidak ada keseriusan dalam menyelesaikan kasus melalui diversi, ketidaksabaran dalam memberikan pandangan mengenai efek yang dapat diterima oleh pelaku dan korban di dalam persidangan, dan beban kerja yang terlalu banyak.

c. Pandangan Masyarakat

Pandangan masyarakat bahwa pelaku tindak pidana harus dipenjara atau hukuman lain yang setimpal.

d. Pelaku tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kesepakatan Bilamana pihak korban meminta ganti rugi sedangkan keluarga Anak (pelaku) tidak mampu untuk membayar ganti rugi.

3. Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Diversi Di

Pengadilan Negeri Medan

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan diversi adalah sebagai berikut:192

191 Hasil wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun Hakim Pengadilan Negeri Medan


(29)

a. Penyuluhan Kepada Masyarakat

Pelaksanaan diversi dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat memahami apa maksud dari Diversi itu sendiri. Untuk itu pemerintah harus menunjukkan eksistensi diversi dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama setiap kasus yang menyangkut anak baik sebagai pelaku maupun korban.

b. Pengetahuan Masyarakat

Pandangan masyarakat bahwa pelaku tindak pidana harus mendapat hukuman yang setimpal dapat dikatakan bersifat retributive justice, dimana suatu tindak pidana dituntut dengan menerapkan pembalsan. Pandangan inilah yang harus diubah, untuk itu perlulah sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam perkara anak dikenal istilah diversi dimana anak dapat didamaikan dengan keluarga korban atau pelaku dengan melaksanakan musyawarah melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

c. Aparat Penegak Hukum

Seorang aparat penegak hukum yang berpengalaman dibutuhkan dalam menangani diversi. Hakim yang melaksanakan diversi haruslah hakim anak yang telah mengikuti pelatihan secara khusus dan telah diberikan SK (Surat Ketetapan) khusus oleh Mahkamah Agung untuk menangani perkara anak yang ada di Pengadilan Negeri Medan. sertifikasi juga diperlukan untuk menentukan seorang aparat penegak

192 Hasil wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun Hakim Pengadilan Negeri Medan


(30)

hukum telah layak ditunjuk dalam penyelesaian penanganan anak yang berkonflik dengan hukum melalui proses diversi.


(31)

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Setiap tingkatan peradilan wajib melaksanakan proses diversi baik itu penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan. Pengaturan diversi secara umum diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan pengaturan diversi secara khusus diatur dalam peraturan pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.

2. Pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun, mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri Medan ditemukan beberapa hambatan dalam pelaksanaannya seperti Korban dan/atau keluarga korban tidak mau melaksanakan diversi, pandangan masyarakat bahwa pelaku tindak pidana harus dipenjara atau hukuman lain yang setimpal, bilamana pihak korban meminta ganti rugi sedangkan keluarga Anak (pelaku) tidak mampu untuk membayar ganti rugi. Dalam mengatasi hambatan tersebut Pengadilan


(32)

Negeri Medan telah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain melalui penyuluhan hukum kepada masyarakat dan mempersiapkan hakim yang berpengalaman dalam menangani diversi.

B. Saran

1. Bahwa dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Tahun dapat menjadi komitmen semua aparat penegak hukum dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas dan jaminan masa depan Anak Indonesia. Peraturan ini mempunyai semangat menanamkan tanggung jawab anak, nilai-nilai perdamaian kepada anak sejak dini, mengajak masyakat untuk ikut bertanggung jawab bila terjadi kekerasan kepada anak dilingkungannya, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan dan mengajak semua pihak bisa menyelesaikan perkara anak di luar peradilan. 2. Dalam konsep Diversi untuk melengkapi masalah anak yang berkonflik

dengan hukum harus mendapat perhatian khusus dari penegak hukum. Sehingga konsep restorative justice dapat menyelesaikan masalah anak yang berkonflik dengan hukum serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat secara kontinu, memberikan pengetahuan hukum dan memberikan pengetahuan mengenai penanganan anak yang berkonflik dengan hukum agar terciptanya kepastian hukum dalam penanganan anak di masa yang akan datang.


(33)

1. Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia

a. Pengertian dan Dasar Pemikiran Sistem Peradilan Pidana Anak

Sebagai suatu sistem, sistem peradilan pidana memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan sistem peradilan pidana lainnya. Pertama, ia merupakan suatu sistem yang terbuka (open system), dalam pengertian sistem pidana dalam gerakannya akan selalu mengalami interfance (interaksi, berkoneksi dan independensi) dengan lingkungannya dalam peringkat-peringkat masyarakat yaitu ekonomi, politik, pendidikan, dan teknologi serta sub-sub sistem dalam peradilan pidana itu sendiri. Kedua, tujuan yang memiliki tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tujuan sistem peradilan pidana pada jangka pendek adalah diharapkan pelaku menjadi sadar akan perbuatannya sehingga tidak melakukan kejahatan lagi. Tujuan jangka menengah adalah terwujudnya suasana tertib, aman, damai di dalam masyarakat sedangkan tujuan jangka panjang adalah terciptanya tingkat kesejahteraan yang menyeluruh di kalangan masyarakat. Ketiga, transformasi nilai dalam arti sistem peradilan dalam operasi kerjanya pada setiap komponen-komponennya harus menyertakan dan memperjuangkan nilai-nilai dalam setiap tindakan dan kebijakan yang dilakukan.


(34)

Keempat, adanya mekanisme kontrol yaitu menjalankan pengawasan sebagai respon terhadap penanggulangan kejahatan.55

Mardjono mengemukakan empat komponen sistem peradilan pidana yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan diharapkan dapat bekerja sama dan dapat membentuk suatu sistem peradilan pidana yang terpadu.56 Keempat komponen ini pun sangatlah penting di dalam sistem peradilan pidana anak secara khusunya.

Hadi Supeno mengatakan dalam tulisannya, bahwa:

“Penjara hanya tepat untuk orang dewasa yang melakukan kejahatan. Anak tidak tepat masuk penjara karena akan mematikan harapan masa depannya. Anak adalah pribadi otonom yang sedang tumbuh, yang dibutuhkan adalah bantuan dan bimbingan. Peradilan yang tepat untuk pelaku delikuensi anak adalah model keadilan restoratif yang bersifat memperbaiki dan memulihkan hubungan pelaku dan korban sehingga harmoni kehidupan tetap terjaga. Hukuman maksimal yang boleh mereka terima adalah pendidikan paksa.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa paradigma lama dari Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak bisa dipertahankan lagi karena yang terjadi adalah sebuah kriminalisasi anak oleh negara dan masyarakat.57

Indonesia telah mengganti Undang-Undang Pengadilan Anak yang lama dengan Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yang baru yaitu Undang-Undang No.11 Tahun 2012. Undang-Undang-Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak lahir untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang kenyataannya tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan

55

Mahrus Ali, Membumikan Hukum Progresif, Aswaja Presindo, Yogyakarta, 2013, hal. 32

56 Ibid


(35)

hukum masyarakat, karena belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan hukum. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan anak yang berhadapan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Menurut Muladi, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formil, maupun hukum pelaksanaan pidana.58 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menggunakan terminologi “Peradilan Anak”, tidak diartikan sebagai badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) UUD RI tahun 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi.59 Penjelasan UU sistem peradilan pidana anak, Peradilan anak merupakan bagian dari lingkungan peradilan umum, sehingga batasan pengertian yang termaktub di dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum,

58

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002, hal. 43

59 Abintoro Prakoso, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Laksbang Grafika,


(36)

mulai tahap penyidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.60

Istilah sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The

Juvenile Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan sedefinisi dengan

sejumlah institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak.61 Di dalam kata sistem peradilan pidana anak, terdapat istilah “sistem peradilan pidana” dan istilah kata “anak” dalam frase “sistem peradilan pidana anak” mesti dicantumkan, karena untuk membedakan dengan sistem peradilan pidana dewasa.62

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak memuat ketentuan Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Pidana pokok yang dimuat antara lain:63

1. Pidana Peringatan; 2. Pidana dengan Syarat:

a. Pembinaan di luar lembaga; b. Pelayanan Masyarakat; atau c. Pengawasan;

3. Pelatihan Kerja;

4. Pembinaan dalam Lembaga; 5. Penjara.

60 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

61

Setya Wahyudi, Op.cit, hal. 35

62 M.Nasir Djamil, Op.cit, hal. 43

63 Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana


(37)

Pidana Tambahan terdiri atas:64

1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau 2. Pemenuhan kewajiban adat

Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.65 Konsep restorative justice diawali dari pelaksanaan sebuah program penyelesaian kasus pidana yang dilakukan oleh anak di luar mekanisme peradilan konvensional yang dilaksanakan oleh masyarakat yang disebut victim offender

mediation. Program ini pada awalnya dilakukan sebagai tindakan alternatif dalam

memberikan hukuman yang terbaik bagi anak pelaku tindak pidana. Pelaku dan korban dipertemukan terlebih dahulu dalam suatu perundingan untuk menyusun suatu usulan hukum bagi anak pelaku yang kemudian akan menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memutus perkara ini. Program ini menganggap pelaku dan korban sama-sama mendapatkan manfaat yang sebaik-baiknya sehingga dapat mengurangi angka residivis di kalangan anak-anak pelaku tindak pidana serta memberikan rasa tanggung jawab bagi masing-masing pihak.66

Setiap pembentukan undang-undang yang baik, harus disertakan dasar-dasar pembentukan perundang-undangan berupa dasar-dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis. Dalam Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak,

64 Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

65 Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

66 Allison Moriris & Gabriel Maxwel. Restorative Justice for Juvenile: Coferencing

Mediation and Circle. Oregeon USA: Hart Publishing, 2001, hal. 4 dikutip dari buku: Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, 2011, hal. 74


(38)

disebutkan dasar-dasar pemikiran dalam pembentukan RUU tersebut, antara lain:67

1) Dasar Filosofis

Dasar filosofis adalah pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila. Dasar filosofis ini mengafirmasi nilai-nilai Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga sebagai bangsa yang bermartabat dan menjunjung tinggi nilai-nilai religiusitas, maka permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum harus diberikan prioritas yang terbaik bagi anak.68

2) Dasar Sosiologis

Dasar sosiologis ini menyangkut mengenai keadaan sosial. Undang-Undang Pengadilan Anak yang lama tidak dapat melindungi anak dari penjatuhan sanksi pidana dan tidak memberikan perlindungan hukum dalam melindungi hak-hak yang dimiliki oleh anak. Dengan demikian, perlu ada peranan dan tugas masyarakat, pemerintah, dan lembaga negara yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan anak serta memberikan perlindungan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum.69

67

Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, hal.7-9 dikutip dari: M.Nasir Djamil, Op.cit, hal. 51

68 Ibid, hal. 52 69 Ibid


(39)

3) Dasar Yuridis

Dasar yuridis berkaitan terhadap ketentuan hukum. Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah 1990.70

4) Dasar Psikopolitik Masyarakat

Psikopolitik masyarakat adalah suatu kondisi nyata di dalam masyarakat mengenai tingkat penerimaan (acceptance) atau tingkat penolakan (resistance) terhadap suatu perundang-undangan. Tindak pidana yang dilakukan anak baik langsung maupun tidak langsung merupakan suatu akibat dari perbuatan dan tindakan yang dilakukan orang dewasa dalam bersinggungan dengan anak atau merupakan sebagai bagian dalam proses interaksi anak dengan lingkungannya, di mana anak belum mampu secara dewasa menyikapinya.71

Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:72 a. Perlindungan;

b. Keadilan;

c. Nondiskriminasi:

d. Kepentingan terbaik bagi Anak; e. Penghargaan terhadap pendapat Anak;

f. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; g. Pembinaan dan pembimbingan Anak;

h. Proporsional;

70 Ibid, hal. 53 71 Ibid, hal. 54


(40)

i. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan j. Penghindaran pembalasan.

b. Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak

Tujuan sistem peradilan pidana bagi anak menurut The Beijing Rules dimuat pada Rule 5.1 Aims of Juvenile Justice, adalah mengutamakan kesejahteraan anak dan akan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-pelanggar hukum berusia anak akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar-pelanggar hukumnya73.

Tujuan sistem peradilan pidana anak menurut Resolusi PBB 45/113 tanggal 14 Desember 1990, The United Nations for the Protection of Juvenile

Deprived of Liberty adalah sistem pengadilan bagi anak harus menjunjung tinggi

hak-hak anak dan keselamatan serta memajukan kesejahteraan fisik dan mental pada anak, serta hukuman penjara digunakan sebagai upaya terakhir.74

Tujuan sistem peradilan pidana anak menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 dalam penjelasannya agar terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

2. Proses Peradilan Pidana Anak Di Indonesia

Prinsip tentang Perlindungan Anak terutama tentang prinsip non diskriminasi yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan sehingga diperlukan penghargaan

73 Abintoro Prakoso, Op.cit, hal. 144 74 Ibid


(41)

terhadap anak.75 Non diskriminasi (non discrimination), artinya semua hak yang terkandung dalam Konvensi Hak-hak Anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Kepentingan terbaik bagi anak (the best interests

of the child), artinya dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang

dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan (survival and development), artinya dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.76

Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:77

a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;

b. Dipisahkan dari orang dewasa;

c. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. Melakukan kegiatan rekreasional;

e. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;

f. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

g. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

h. Memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

i. Tidak dipublikasikan identitasnya;

j. Memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak;

k. Memperoleh advokasi sosial; l. Memperoleh kehidupan pribadi;

m.Memperoleh aksesabilitas, terutama bagi anak cacat; n. Memperoleh pendidikan;

75 DS. Dewi Fatahilla dan A.syukur, Mediasi Penal: penerapan restorative justice di

pengaadilan anak indonesia, Indie Pre Publishing, Depok, 2011, hal. 13

76 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Cet.ke-4 (Edisi Revisi),

Bandung, 2013, hal. 130-131


(42)

o. Memperoleh pelayanan kesehatan; dan

p. Memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap tingkatan peradilan wajib melaksanakan proses diversi baik itu penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan.78 Apabila proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan diversi tidak dilaksanakan, maka proses peradilan pidana Anak dilanjutkan untuk setiap tingkatannya.79

a. Tahap Penyidikan

Proses penyidikan mengandung arti serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi, serta sekaligus menemukan tersangka atau pelaku tindak pidananya.80 Artinya bahwa penyidikan dalam perkara tindak pidana anak merupakan kegiatan penyidik anak untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana yang dilakukan anak.81

Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Penyidik Anak yang ditetapkan berdasarkan keputusan Kepala Kepolisian RI (KAPOLRI) atau pejabat lain yang ditunjuk oleh KAPOLRI. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik Anak:

1. Telah berpengalaman sebagai Penyidik;

78 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

79

Pasal 13 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

80 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan

Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 109


(43)

2. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan 3. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.82 Apabila belum

ada Penyidik Anak, maka penyidikan terhadap Anak dilakukan oleh penyidik untuk orang dewasa.83

Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan84 setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan dalam melakukan penyidikan terhadap perkara anak. Penyidik dapat meminta pertimbangan atau saran dalam hal dianggap perlu, dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, pekerja sosial profesional85 atau tenaga kesejahteraan sosial86, dan tenaga ahli lainnya. Penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap Anak Korban dan Anak Saksi. Hasil penelitian kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada penyidik dalam waktu paling lama 3x24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik diterima.87

82 Wagiati Soetodjo, Op.cit, Cet.ke-4 (Edisi Revisi), hal. 173 83 Ibid, hal. 174

84

Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana lihat dalam: Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

85

Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial Anak lihat dalam: Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

86 Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara

professional unuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial Anak lihat dalam: Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

87 Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan


(44)

Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam yang dapat ditempatkan di dalam ruang pelayanan khusus anak atau dititipkan di LPKS. Penahanan anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan dari orang tua/wali/lembaga bahwa anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti dan atau tidak akan mengulangi tindak pidana kecuali anak tersebut telah berumur 14 (empat belas) tahun dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau lebih.88

Adapun pelanggaran yang sering terjadi terhadap hak-hak anak dalam proses hukum di tingkat kepolisian seperti, proses penangkapan tidak dilengkapi surat penangkapan, tidak ada surat pemberitahuan ke pihak keluarga anak, proses pemeriksaan (interogasi) dengan kekerasan fisik atau mental anak (pemukulan, membentak, pemaksaan untuk mengakui dan lain-lain).89

Penyidik wajib mengupayakan diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai dan proses diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi. Proses diversi berhasil mencapai kesepakatan penyidik menyampaikan berita acara diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan, apabila diversi gagal, penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara penuntut umum dengan melampirkan berita acara diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.90

88 Pasal 30 dan Pasal 32 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak

89 Marlina, Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana,

Op.cit, hal. 144


(45)

b. Tahap Penuntutan

Definisi penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan cara yang diatur di dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim dalam persidangan.91 Penuntutan dalam acara pidana anak mengandung pengertian tindakan penuntut umum anak untuk melimpahkan perkara anak ke pengadilan anak dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim anak dalam persidangan anak.

Penuntutan terhadap Anak dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum Anak:

1. Telah berpengalaman sebagai Penuntut Umum;

2. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan 3. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.92 Apabila belum

ada Penuntut Umum Anak, maka penuntutan terhadap Anak dilakukan oleh Penuntut Umum bagi orang dewasa.93

Pada tahap penuntutan tindak pidana yang sering dilakukan penuntut yaitu lewatnya masa penahanan terhadap anak.94 Sama halnya dengan tahap penyidikan, setelah menerima berkas dari penyidik, penuntut umum anak wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari penyidik dan diversi dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. Proses

91 Pasal 1 butir 7 KUHAP 92

Wagiati Soetodjo, Op.cit, Cet.ke-4 (Edisi Revisi), hal. 174

93 Ibid

94 Marlina, Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana,


(46)

diversi berhasil mencapai kesepakatan, penuntut umum menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan dan apabila dalam hal diversi gagal, penuntut umum wajib menyampaikan berita acara diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.95

c. Tahap Pemeriksaan di Pengadilan Anak

Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara Anak dilakukan oleh Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi.96 Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Anak:

1. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum; 2. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan 3. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. Apabila belum ada Hakim Anak, maka pemeriksaan di sidang Anak dilaksanakan oleh hakim bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.97

Pada tahap persidangan hakim tidak mempertimbangkan hasil penelitian masyarakat (litmas) yang dibuat oleh Bapas. Hakim melaksanakan persidangan tanpa dihadiri penasihat hukum anak, tidak meminta tanggapan orang tua anak dalam proses memutuskan perkara anak dalam persidangan.98

95 Pasal 42 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 96

Wagiati Soetodjo, Op.cit, Cet.ke-4 (Edisi Revisi), hal. 174

97 Ibid, hal. 175

98 Marlina, Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana,


(47)

Pada proses pemeriksaan di pengadilan, ketua pengadilan wajib menetapkan hakim atau majelis hakim untuk menangani perkara anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas dari Penuntut Umum. Hakim wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai hakim, diversi sebagaimana dimaksud dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Proses diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan negeri. Proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, hakim menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapannya, apabila proses diversi tidak menghasilkan kesepakatan maka perkara akan tetap dilanjutkan ke persidangan.99

Persidangan anak dilakukan di dalam ruang sidang khusus anak100 dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan oleh hakim.101 Anak harus didampingi oleh orang tua atau wali, advokat atau pemberi bantuan hukum serta pembimbing kemasyarakatan dalam persidangan sama halnya juga terhadap anak korban atau anak saksi. Pemeriksaan terhadap anak korban atau anak saksi dalam persidangan tidak diikuti oleh Anak (pelaku). Hakim juga memberi kesempatan kepada orang tua atau wali serta pendamping Anak untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi Anak, dan dalam hal tertentu anak korban diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian

99

Pasal 52 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

100 Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak


(48)

kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan.102

Laporan penelitian kemasyarakatan berisi:103

1. Data pribadi Anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial; 2. Latar belakang dilakukannya tindak pidana;

3. Keadaan korban dalam hal ada korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa;

4. Hal lain yang dianggap perlu; 5. Berita acara diversi; dan

6. Kesimpulan dan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak memberikan jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah diberlakukannya undang-undang ini, agar:104

1. Setiap kantor kepolisian wajib memiliki Penyidik Anak; 2. Setiap kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum Anak; 3. Setiap pengadilan wajib memiliki Hakim Anak;

4. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun Bapas105 di kabupaten/kota;

5. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun LPKA dan LPAS di provinsi; dan

102

Pasal 55, pasal 58, dan pasal 60 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

103 Pasal 57 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 104 M.Nasir Djamil, Op.cit, hal. 185

105

Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan lihat dalam: Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


(49)

6. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial wajib membangun Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

B. Sejarah Perkembangan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Indonesia telah meratifikasi Convention on The Rights of The Child atau Konvensi Hak-hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Anak, oleh karena itu Indonesia telah terikat baik secara yuridis, politis, maupun moral untuk mengimplementasikan konvensi tersebut.106 Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak. Dari berbagai isu yang ada dalam konvensi hak anak salah satunya yang sangat membutuhkan perhatian khusus adalah anak, anak yang memerlukan perlindungan khusus diantaranya anak yang berkonflik dengan hukum.

Diversi dalam sistem peradilan pidana merupakan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mengalihkan kasus pidana yang dilakukan oleh anak dari mekanisme formal ke mekanisme yang informal. Diversi dilakukan untuk menemukan suatu bentuk penyelesaian yang win win solution. Konsep diversi lahir didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana konvensional lebih banyak menimbulkan bahaya dari pada kebaikan. Dalam hal ini mekanisme peradilan akan memberikan stigma terhadap pelaku atas tindakan yang dilakukannnya,


(50)

sehingga lebih baik untuk menghindarkan pelaku dari sistem peradilan pidana konvensional ke mekanisme penyelesaian di luar sistem peradilan pidana.107

Diversi atau diversion pertama kali dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan pelaksanaan peradilan anak yang disampaikan Presiden Komisi Pidana Australia (President Crime Commission) di Amerka Serikat pada tahun 1960. Sebelum dikemukakannya istilah diversi praktek pelaksanaan yang berbentuk seperti diversi telah ada sebelum tahun 1960 ditandai dengan berdirinya peradilan anak (children’s courts) sebelum abad ke-19 yaitu diversi dari sistem peradilan pidana formal dan formalisasi polisi untuk melakukan peringatan (police

cautioning).108

Tahun 1970 dua bentuk besar diversi yang ada di Australia difokuskan bukan untuk membuat diversi kepada sebuah program alternatif, melainkan diversi untuk mengeluarkan sistem peradilan. Satu hal utama dari bentuk ini yaitu sikap kehati-hatian dari polisi, dimana anak muda yang telah ditangani polisi hanya diberikan peringatan lisan dan tertulis, setelah itu anak akan dilepas dan merupakan akhir dari permasalahan terkecuali kalau anak tersebut melakukan pelanggaran selanjutnya (mengurangi) maka akan dilakukan proses lanjutan. Bentuk kedua yang dilaksanakan di Australia bagian selatan tahun 1964 dan Australia bagian barat tahun 1972 melibatkan sebuah pertemuan pelaku anak dan orangtuanya dengan polisi dan sebuah pekerja sosial Negara. Tujuan dari pertemuan tersebut merupakan diversi sebelum masuk ke peradilan formal.

107

Randall G. Shelden, Detention Diversion Advocacy: An Evaluation, Washington DC: US Departement of Justice, 1997, hal.1 dikutip dari: Marlina, Hukum Penitensier, Op.cit, hal.73

108 Marlina, Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum Pidana,


(51)

Pertemuan dilakukan dalam suasana relatif informal untuk memberikan peringatan dan konseling.109

Menurut catatan sejarah di Negara Inggris polisi telah lama melakukan diversi dan mengalihkan anak kepada proses non-formal seperti pada kasus penanganan terhadap anak-anak yang mempergunakan barang mainan yang membahayakan orang lain. Catatan pertama kali dilakukannya perlakuan khusus untuk atas tindak pidananya adalah pada tahun 1883, yakni dengan melakukan proses informal di luar peradilan. Pemisahan peradilan untuk anak-anak di bawah umur diatur Children Act tahun 1908. Menurut aturan Children Act tahun 1908 polisi diberi tugas menangani anak sebelum masuk ke pengadilan dengan lebih memperhatikan pemberian kesejahteraan dan keadilan kepada anak pelaku tindak pidana. Pemberian perlakuan khusus terhadap anak pelaku tindak pidana ini termasuk program diversi.110

Pada abad ke 19, dibuatlah program besar mengenai gerakan keselamatan anak yaitu untuk membuat peradilan yang bersifat informal, lebih memberi perhatian terhadap masalah perlindungan anak secara alami daripada menitikberatkan sifat pelanggaran yang dilakukannya. Selain itu untuk memindahkan tanggung jawab memperhatikan kesejahteraan dan kepentingan terbaik untuk anak daripada keadilan terhadap pribadi atau memberikan kekuasaan pada peradilan untuk menyatakan anak telah bersalah.111

109 Ibid 110

Ibid, hal. 24

111 Anthony M Platt. (1977). The Child Savers: The Invention of Delinquency. Chicago:

The University of Chicago Press. Second edition. Enlarged, hal. 139-145 dikutip dari: Marlina,


(1)

PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERADILAN PIDANA ANAK

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SITI FATHIA ANNUR 120200460

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH., MH NIP. 19570326198611001

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

Prof. Dr. MADIASA ABLISAR,S.H.,M.S NURMALAWATY, S.H., M.Hum NIP. 196104081986011002 NIP. 196209071988112001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Diversi Dalam

Peradilan Pidana Anak” sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, Annur Parlindungan, SH dan Ardhia Garini, SH yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis, baik itu dukungan materi maupun dukungan moril yang tak terbalaskan serta kasih sayang tulus yang diberikan hingga saat ini. Penulis juga mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan

I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. M. Hamdan., S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum


(3)

6. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum., selaku sekretaris Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.S., selaku dosen pembimbing

I penulis yang memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum., selaku dosen pembimbing II penulis

yang memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Adik-adik penulis, Siti Nabilla Annur dan Muhammad Annur Madjid. 10.Sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan angkatan 2012: Rinong,

Liong, Rana, Vancek, Kiki, Yosi, Vira, Mia, Iput, Kibo, Ina, Pesal, Fadli, Arep, Clinton, Ajok, Ariq, Bona, Agung, Dika, Dara, Cia, Yonggi, Erin, Fika, Lalak, Ray, Bella, Liza, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas semangat dan doanya, semoga Allah membalas kebaikan yang telah diberikan.

11.Teman-teman seperjuangan Grup D stb. 2012 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terimakasih atas semangat dan dukungan sejak awal semester hingga saat ini.

12.Seluruh keluarga besar Himpunan Mahasiwa Islam (HmI) dan KOHATI Fakultas Hukum USU, terimakasih untuk semangat dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kita akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT.


(4)

13.Seluruh keluarga besar BTM Aladdinsyah, SH, terimakasih atas semangat dan dorongan yang diberikan kepada penulis. Semoga kita selalu senantiasa berada dalam ridhoNya.

14.Seluruh teman-teman IMADANA (Ikatan Mahasiswa Departemen Hukum Pidana) yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada Penulis. Semoga kelak kita dapat menjadi penegak hukum yang adil.

15.Serta seluruh pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas kebaikan yang diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan, untuk itu kritik dan saran membangun akan selalu diterima. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penghargaan anak yang masih sering terabaikan haknya dalam sistem peradilan pidana anak.

Medan, Januari 2016

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Pengertian Tentang Diversi ... 9

2. Pengertian Tentang Proses Peradilan Pidana ... 13

3. Pengertian Tentang Anak dan Batas Usia Anak ... 16

F. Metode Penelitian... 22

G. Sistematika Penulisan ... 25

BAB II PENGATURAN DIVERSI DALAM SISTEM HUKUM PERADILAN PIDANA ANAK A. Sistem dan Proses Peradilan Anak Di Indonesia ... 27

B. Sejarah Perkembangan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak ... 43

C. Peraturan Perundangan-undangan Mengenai Diversi ... 47

1. Menurut Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 47


(6)

2. Menurut Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun ... 54

BAB III PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERADILAN

PIDANA ANAK MENURUT PERATURAN

PEMERINTAH NO. 65 TAHUN 2015

A. Pelaksanaan Diversi Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas)

Tahun... 56 B. Proses Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua

Belas) Tahun Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65

Tahun 2015 ... 69 C. Pelaksanaan Diversi Dalam Proses Peradilan Pidana Anak

Di Pengadilan Negeri Medan ... 74

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82 B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84