56
BAB III DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK DI
PENGADILAN NEGERI MEDAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG- UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 DAN PERATURAN PEMERINTAH NO.
65 TAHUN 2015 A. Pengaturan Pelaksanaan Diversi Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Dua Belas Tahun
1. Pedoman Pelaksanaan Diversi
Diversi pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sitem Peradilan Pidana Anak akan tetapi, peraturan tersebut belum sempurna dalam
menjadi pedoman pelaksanaan diversi untuk melindungi anak. Maka dari itu, lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Dua Belas Tahun.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Tumpanuli Marbun
137
, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 sudah disosialisasikan. Pedoman pelaksanaan
proses diversi yang diatur dalam Bab II menyebutkan dalam Pasal 2 PP ini bahwa tujuan diversi adalah:
a. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
b. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
c. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
d. Mendorong masyarakat untuk berpatisipasi; dan
137
Hakim di Pengadilan Negeri Medan yang sudah memperoleh sertifikasi dan sudah 5 lima tahun menjadi Hakim Anak
Universitas Sumatera Utara
e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Diversi pada hakikatnya juga mempunyai tujuan agar anak terhindar dari dampak negatif penerapan pidana. Diversi juga mempunyai esensi tetap menjamin
anak tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun mental. Dengan demikian, maka juga dapat dikatakan, bahwa pada dasarnya diversi mempunyai
relevansi dengan tujuan pemidanaan terhadap anak. Relevansi antara diversi dengan tujuan pemidanaan bagi anak nampak dalam hal-hal sebagai berikut:
138
a. Diversi sebagai pengalihan proses dari proses yustisial menuju proses non
yustisial bertujuan menghindarkan anak dari penerapan hukum pidana yang seringkali memberikan pengalaman yang pahit berupa stigmatisasi
berkepanjangan, dehumanisasi dan menghindarkan anak dari kemungkinan terjadinya prisonisasi yang menjadi sarana transfer kejahatan terhadap
anak. Demikian juga tujuan pemidanaan bagi anak adalah untuk tetap memberikan jaminan kepada anak agar tumbuh dan berkembang baik
secara fisik maupun secara mental. b.
Perampasan kemerdekaan terhadap anak, baik dalam bentuk pidana penjara maupun dalam bentuk perampasan yang lain melalui mekanisme
peradilan pidana memberikan pengalaman yang traumatis terhadap anak, sehingga anak terganggu perkembangan dan pertumbuhan jiwanya.
Pengalaman pahit bersentuhan dengan dunia peradilan akan menjadi bayang-bayang gelap kehidupan anak yang tidak mudah untuk dilupakan.
138
Kusno Adi, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Op.cit, hal. 134
Universitas Sumatera Utara
Aparat penegak hukum dalam memeriksa Anak di setiap tingkatannya baik Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib mengupayakan diversi dalam hal
tindak pidana yang dilakukan dengan ancaman pidana penjara di bawah 7 tujuh tahun dan bukan pengulangan tindak pidana.
139
Diversi tidak berlaku bagi seseorang yang melakukan pengulangan tindak pidana. Doktrin hukum pidana
mengenal tiga bentuk pengulangan tindak pidana, yakni:
140
a. General residive pengulangan umum
Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan
putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 lima
tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang berupa tindak pidana apapun. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian
sedangkan tindak pidana berikutnya adalah pembunuhan. b.
Special residive pengulangan khusus Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan khusus ini adalah tindak
pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian
menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 lima tahun, ia melakukan lagi tindak pidana yang sama atau sejenis dengan tindak
pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana pertama yang dilakukan adalah
139
Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Dua Belas Tahun
140
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana pencurian dan tindak pidana yang dilakukan berikutnya juga berupa tindak pidana pencurian.
c. Tussen stelsel
Tindak pidana yang termasuk dalam pengulangan umum ini adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan
putusan pemidanaan karena suatu tindak pidana yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana baik sebagian atau seluruhnya, belum melampaui waktu 5 lima
tahun ia melakukan lagi tindak pidana yang berupa tindak pidana yang masih dalam satu kualifikasi tindak pidana yang pertama. Misalnya tindak pidana
pertama yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian sedangkan tindak pidana berikutnya adalah tindak pidana pencurian pada malam hari.
Apabila diversi tidak diupayakan, Pembimbing Kemasyarakatan dapat meminta proses diversi pada penegak hukum untuk diupayakan demi kepentingan
terbaik bagi Anak. Anak ditempatkan bersama orang tuawali atau di LPKS selama proses
diversi. Tata cara penempatan Anak selama proses diversi diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak
asasi manusia.
141
2. Tata Cara Dan Koordinasi Pelaksanaan Diversi