BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Citra
Citra merupakan peta tentang dunia. Tanpa citra manusia akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan
tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi manusia Rakhmat, 2002:223. Citra terbentuk berdasarkan informasi yang
diterima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi. Untuk khalayak, informasi dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra.
Menurut Mc Luhan dalah Rakhmat 2002:224, media massa adalah perpanjangan alat indra kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi
tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik :
televise menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat indra, surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat gejala-
gejala yang terjadi waktu ini di seluruh penjuru bumi, dan buku kadang kala bisa menjadi kapsul waktu yang membawa kita ke masa lalu, masa kini, dan masa
yang akan datang, serta film menyajikan imajiner yang melintasi ruang dan waktu.
9
2.1.2 Perempuan Sebagai Model dalam Iklan
Percepatan arus informasi dan tumbuhnya berbagai industri media di era globalisasi, terlibat semakin mengukuhkan peran media baik di media cetak atau
elektronik, khususnya media pop. Keanekaragaman rubrik dan program tayangan yang bermuculan seperti hendak memanjakan konsumen dari berbagai kalangan
kebutuhan. Ditambah dengan munculnya iklan-iklan yang menjajakan mimpi dan angan-angan yang hampir mayoritas tampilan iklan menggunakan perempuan
sebagai objek sekaligus subjeknya. Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak atau televisi
menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik perempuan sebagai model utama atau sebagai figuran. Bagi para pengiklan tubuh perempuan tidak akan
pernah surut memberi peluang yang menguntugkan, mulai dari urusan kuku hingga urusan kepala. Padahal pemaknaan tentang diri yang berbasis tubuh untuk
menentukan sebuah identitas sangat peka dengan rekayasa pembentukan citra. Baria, 2005:11
Dunia imajinatif yang ditawarkan iklan nampaknya juga membangun citra perempuan sekaligus memanfaatkan perempuan sebagai segmentasinya. Tidak
semua iklan diciptakan untuk maksud pencitraan, namun karya iklan dianggap sempurna jika sampai pada pencitraan produk. Umumnya pencitraan dalam iklan
disesuaikan dengan kedekatan jenis objek iklan yang diiklankan, walaupun tidak jarang pencitraan dilakukan secara ganda, artinya iklan menggunakan beberapa
pencitraan terhadap suatu objek iklan.
Pencitraan perempuan tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga dilihat sebagai pergulatan perempuan dalam menempatkan dirinya dalam realitas
sosial. Setidaknya ada lima citra dengan itu perempuan dijadikan obyek iklan, yaitu sebagai citra pigura, pilar, peraduan, pinggan, dan pergaulan. Dalam citra
pigura, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang harus menonjolkan cirri biologis tertentu, seperti buah dada, pinggul, dan seterusnya, maupun cirri
kewanitaan yang dibentuk budaya, seperti rambut panjang, betis ramping, mulus dan sebagainya. Contohnya dalam iklan alat kecantikan atau pakaian. Sedangkan
pada citra pilar, perempuan digambarkan sebagai pengurus utama keluarga. Pengertian budaya yang dikandungnya adalah bahwa lelaki dan perempuan itu
sederajat, tetapi kodratnya berbeda. Karena itulah wilayah kegiatan dan tanggung jawabnya berbeda pula. Contoh penggambaran perempuan bercitra pilar ini bisa
kita temukan pada iklan aqua:”Melindungi Anda Sekaligus” Citra peraduan menganggap perempuan adalah obyek pemuasan laki-laki,
khususnya pemuasan seksual. Sehingga seluruh kecantikan perempuan, baik kecantikan alamiah maupun buatan melalui kosmetik, disediakan untuk
dikonsumsi laki-laki melalui kegiatan konsumtif, misalnya rabaaan lembut atas rambut yang telah di cuci dengan sampo tertentu dan lain sebagainya.
Untuk citra pinggan, digambarkan bahwa betapapun tingginya perempuan dalam memperoleh gelar pendidikan dan sebesar apapun penghasilannya,
kewajibannya adalah di dapur. Tapi berkat teknologi kegiatan di dapur itu tidak lagi berat dan membosankan. Sebab telah ada kompor gas, mesin cuci, bahkan
masakan instant, dan lain sebagainya. Dengan cara ini, iklan menawarkan produk
tertentu untuk para istri. Setelah meyakinkan bahwa kegiatan dapur tidak harus menyiksa, tapi justru bisa menyenangkan, lebih jauh diingatkan bahwa para suami
lebih suka masakan istri. Contohnya adalah iklan produk masakan bumbu dari Indofood.
Terakhir pada citra pergaulan, perempuan digambarkan sebagai makhluk yang selalu khawatir tidak tampil memikat dan menawan, tidak presentable atau
acceptable. Untuk dapat diterima perlu physically presentable. Bentuk dan lekuk tubuh, aksentuasi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan kosmetik dan
aksesoris yang selaras sehingga seorang perempuan bisa anggun menawan, mengundang pesona, dan unggah-ungguh fisik perlu dijaga sedemikian rupa agar
menarik dan tidak membawa implikasi renda diri di arena pergaulan luas.
2.1.3 Makna Sensualitas