demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan Constructed Reality Sobur, 2001:88.
Penggunaan bahwa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk
konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut Hamad dalam Sobur 2001:90 bahwa bukan cuma mampu
mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas. Dalam rekonstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama.
Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media Sobur,
2001:91.
2.1.2. Ideologi Media
Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah pemberitaan yang akan disampaikan kepada pembaca.
Hal ini disebabkan karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu Eriyanto, 2004:13.
Dalam pembuatan berita selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi ini menentukan aspek
fakta dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya jika seorang wartawan menulis berita dari salah satu sisi, menampilkan sumber dari satu pihak
dan memasukkan opininya pada berita semua itu dilakukan dalam rangka pembenaran tertentu. Dapat dikatakan media bukanlah saran yang netral dalam
menampilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya, tetapi kelompok dan ideologi yang dominan dalam media itulah yang akan ditampilkan
dalam berita-beritanya Eriyanto, 2004:90. Pada kenyataannya berita dimedia massa tidak pernah netral dan obyektif.
Jika kita ihat bahasa jurnalistik yang digunakan media pun selalu dapat ditemukan adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta yang lain yang
mencerminkan pemihakan media massa pada salah satu kelompok atau ideologi tertentu. Bahasa ternyata tidak pernah lepas dari subyektivitas sang wartawan
dalam mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan
media yang bersangkutan. Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih
fakta tertentu untuk ditonjolkan dari pada fakta yang lain, walaupun hal itu merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol dari
pada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang
bersangkutanlah yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yan tidak
dipandang sebagai zona netral yaitu sebagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai subyek yang mengkonsumsi realitas atas
penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak Eriyanto, 2004:92.
Ideologi juga bisa bermakna politik penandaan atau pemaknaan. Bagaimana kita melihat peristiwa dengan kacamata dan pandangan tertentu,
dalam arti luas adalah sebuah ideologi. Sebab dalam proses melihat dan menandakan peristiwa tersebut, kita menggunakan titik melihat tertentu. Titik atau
posisi melihat ini menggambarkan bagaimana dijelaskan dalam kerangka berpikir tertentu Eriyanto, 2002:130.
Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang
melingkupi institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese, seperti dikutip Susilo 2000:19 membuat model “Hierarchy of Influence” yang
menjelaskan hal ini : 1. Pengaruh individu-individu pekerja media. Diantaranya adalah karakteristik
pekerja komunikasi, latar belakang personal dan profesional. 2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi
oleh kegiatan seleksi-seleksi yang dilakukan oleh komunikator, termasuk tenggat deadline dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat
space, struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber-sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.
3. Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materiil. Tujuan-tujuan dari media akan berpengaruh
pada sisi yang dihasilkan.
4. Pengaruh dari luar organisasi media. Pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media, pseudoevent dari praktisi public relations dan
pemerintah yang membuat peraturan-peraturan di bidang pers. 5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling
menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi disini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan koherensif yang
mempersatukan di dalam masyarakat Shoemaker, Rees, 1991 dalam Susilo, 2000:19-20.
Bagi Hartley, memandang narasi berita semacam ini, mangadaikan dua belah pihak yang ditampilkan oleh media. Media selalu mempunyai
kecenderungan untuk menampilkan tokoh dua sisi, untuk dipertentangkan diantara kedua teks berita, kalau dibedah dari sudut narasinya terdapat dua sisi yang saling
bertolak belakang oposisi. Dalam liputan selalu ditekankan bahwa liputan yang baik adalah liputan dua sisi. Ketika ada peristiwa dicari komentar dari dua orang
yang kontras, yang saling bertolak belakang. Ini bukan untuk menunjukkan bahwa dua pendapat tersebut sama-sama benarnya, tetapi untuk menekankan liputan
yang bersifat dua sisi tersebut Eriyanto, 2002:131.
2.1.3. Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas