Framing adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bagaimana awak media mengkonstruksi realitas. Framing berhubungan erat dengan proses editing
penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian. Reporter di lapangan menentukan siapa yang akan diwawancarainya, serta pertanyaan apa
yang akan diajukan. Redaktur yang bertugas di desk yang bersangkutan, dengan maupun tanpa berkonsultasi dengan redaktur pelaksana atau redaktur umum,
menentukan judul apa yang akan diberikan. Petugas tatap mata dengan atau tanpa berkonsultasi dengan para redaktur-redaktur apakah teks berita itu perlu diberi
eksentuasi foto, karikatur, atau bahkan ilustrasi mana yang akan dipilih Eriyanto, 2006:165.
2.1.7. Analisis Framing Termasuk Paradigma Konstruktifis
Analisis framing termasuk kedalam paradigma konstruktivis. Dimana paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan
teks berita yang dihasilkan. Paradigma ini juga memandang bahwa realitas kehidupan sosial bukanlah realias yang natural, melainkan hasil dari konstruksi.
Sehingga konsentrasi analisisnya adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam
studi komunikasi, paradigma ini sering disebut sebagai paradigma produksi dan penukaran makna Eriyanto, 2002:37.
Konsep framing dari para konstruksionis dalam literatur sosiologi memperkuat asumsi mengenai proses kognitif individuall – perstrukturan kognitif
dan teori proses pengendalian informasi dalam psikologi. Framing dalam konsep
psikologi dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks unik, sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif inidividu
lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian individu atau penarikan kesimpulan Siahaan,
Purnomo, Imawan, Jacky, 2001:77. Yang menjadi titik perhatian pada paradigma konstruktivis adalah
bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi, saling memproduksi dan mempertukarkan makna. Pesan yang dibentuk secara bersama-
sama antara pengiriman dan penerima atau pihak yang berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana mereka berada. Intinya adalah
bagaimana pesai itu dibuat atau diciptakan oleh komunikator dan bagaimana pesan itu secara aktif, ditafsirkan oleh individu sebagai penerima pesan Eriyanto,
2003:4.
2.1.8. Analisis Framing
Gagasan ide mengenai framing pertamakali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 Sudibyo dalam Sobur, 2001:161. Frame pada awalnya dimaknai
sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan menyediakan kategori-kategori
standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Guffman 1974 yang mengendalikan frame sebagai kepingan-kepingan
perilaku strips of behaviour yang membimbing individu dalam membaca realitas Sobur, 2001:162. Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi wartawan sehingga
berbagai hal yang terjadi seperti faktor dan orang, didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian disajikan khalayak.
G.J. Aditjondro mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan
dibelokkan secara halus, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi Sudibyo dalam
Sobur, 2001:165. Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media
memakai, memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan
sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa, aktor, kelompok atau apa sajalah dibingkai oleh media Eriyanto, 2004:3.
Dalam ranah studi komunikasi analisis framing mewakili tradisi yang mengdepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena untuk
membeda-bedakan cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Karena konsep framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan
bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas
sehingga isu tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu-isu yang lain.
Sehingga jelas berdasarkan Gitlin dalam Eriyanto, dengan framing jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemaskan
sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disamping pada khalayak Eriyanto, 2004:69.
Analisa framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realisasi dibingkai oleh media. Dengan demikian realisasi sosial dipahami, dimaknai dan
dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Inilah sesunggunya sebuah realitas. Bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan suatu
peristiwa kepada pembacanya Eriyanto, 2004:VI.
2.1.9. Proses Framing