Konflik dengan orangtua cenderung menjadi besar selama masa remaja awal dan hubungan dengan saudara cenderung menjadi lebih
berjarak. Pengaruh kelompok sebaya merupakan faktor kuat di awal masa
remaja. Struktur kelompok sebaya menjadi lebih terelaborasi, mengikutsertakan geng, dan kerumunan, begitu juga persahabatan.
Persahabatan, terutama di antara remaja putri menjadi lebih intim, stabil, dan suportif. Selain itu, hubungan romantis memenuhi beragam
kebutuhan dan berkembang sesuai usia dan pengalaman. iv. Perilaku Antisosial dan Kenakalan Remaja
Kenakalan yang parah umumnya merupakan cabang dari serangan dini antisosial. Hal ini dihubungkan dengan interaksi yang beragam,
faktor-faktor risiko, termasuk pengasuhan yang tidak efektif, kegagalan di sekolah, teman sebaya dan pengaruh lingkungan sekitar,
dan rendahnya status sosial ekonomi. Masa remaja dianggap sebagai masa dimana individu berusaha
menemukan jati diri. Remaja yang berusaha menemukan identitas dirinya dihadapkan pada situasi yang menuju pada kemampuan untuk menyesuaikan
diri bukan hanya terhadap diri sendiri, namun juga pada lingkungannya, apalagi para remaja yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
yang berada di luar wilayah asalnya, atau dengan kata lain, disebut sebagai mahasiswa perantau Hutapea, 2006.
2. Definisi Rantau
Definisi merantau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005 adalah pergi ke daerah lain. Sedangkan, kata perantau disini memiliki makna
seorang individu yang melanjutkan pendidikan di luar daerah asal mereka, dengan pergi ke daerah lain untuk mencari ilmu KBBI, 1990.
D. Hubungan Antara Self-esteem dan Perilaku Berisiko
“Binge-Drinking” Pada Remaja Rantau
Remaja adalah usia transisi dimana seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke
usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Dalam masa transisi atau peralihan ini, remaja akan dihadapkan pada berbagai
macam tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst 1961 adalah mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman
sebaya. Tujuan tugas ini adalah belajar berkembang menjadi orang dewasa diantara orang dewasa lainnya dan belajar bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok.
Apabila seorang remaja gagal mencapai tugas ini, maka ia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya karena sulit bergaul dengan orang lain. Namun demikian, tidak
sedikit remaja yang berusaha memenuhi kebutuhan akan tugas ini dengan cara yang salah. Mereka mencari kenyamanan dengan bergabung dengan kelompok teman
sebaya dan melakukan apa yang dilakukan kelompok tanpa memperhitungkan dampaknya.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa hubungan interpersonal memiliki pengaruh penting pada perkembangan self-esteem Felson, 1989; Harter, 1999; Leary
dan Baumeister, 2000. Hubungan yang mendukung dengan teman dan keluarga juga mempengaruhi perkembangan self-esteem. Dukungan yang didapatkan dari rekan
sebaya memiliki kaitan dengan peningkatan self-esteem selama masa remaja awal Fenzel, 2000; Wade, dkk, 1989. Gullette dan Lyons 2006 menyebutkan murid
dengan self-esteem rendah mengonsumsi lebih banyak alkohol, memiliki lebih banyak partner seksual, dan berisiko lebih tinggi terjangkit HIV dibandingkan dengan
murid lain. Hal ini mendukung hasil penelitian dari Peterson, Buser, dan Westburg 2010 yang menyatakan bahwa tingkat self-esteem tinggi diasosiasikan dengan
rendahnya tingkat perilaku berisiko dan sebaliknya, tingkat self-esteem rendah diasosiasikan dengan tingginya tingkat perilaku berisiko.
Tugas perkembangan selama masa remaja ini mengakibatkan konflik-konflik yang berkaitan dengan self-esteem remaja sekaligus mendorong mereka untuk mulai
bereksperimen dengan alkohol. Remaja yang mencoba mengonsumsi alkohol biasanya untuk membantu menyelesaikan beberapa masalah dari tugas perkembangan
mereka. Mengo nsumsi alkohol menunjukkan otonomi, “beranjak dewasa”, dan
menyimbolkan sebuah kebebasan karena telah terlepas dari pengawasan orangtua. Selain itu, alkohol dimaksudkan untuk dapat membantu menemukan solusi dari tugas
perkembangan interpersonal mereka seperti mengamankan status sosial dalam
kelompok pertemanan dan memunculkan keberanian untuk mulai melakukan kontak termasuk kontak erotis dengan teman sebaya.
Dalam penelitian ini, subjek yang dipilih adalah remaja rantau. Remaja rantau berangkat dari daerahnya masing-masing dengan latar belakang dan sudut pandang
yang berbeda mengenai alkohol. Remaja yang berasal dari daerah tertentu bisa jadi menganggap alkohol sebagai hal yang biasa, akan tetapi tidak dengan remaja yang
tidak berasal dari daerahnya. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat konsumsi alkohol para remaja tersebut. Remaja dengan self-esteem rendah yang berasal dari daerah
yang menganggap alkohol sebagai hal biasa akan cenderung menjadikan alkohol sebagai alat untuk lari dari masalah. Oleh sebab itu, peneliti membuat penelitian
dengan judul “Hubungan antara Self-esteem dan Perilaku Berisiko Binge Drinking Pada Remaja Rantau
”.
E. Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Hubungan antara Self-esteem dengan Perilaku Berisiko Binge Drinking
Remaja Rantau
Menghadapi tugas-tugas masa perkembangan
Self-esteem rendah
Self-esteem tinggi
Lebih terlibat perilaku berisiko binge drinking
Kurang terlibat perilaku berisiko binge drinking
Ciri-ciri self-esteem rendah: Tidak percaya diri, mudah
terpengaruh, kurang mampu mengekspresikan diri, merasa
diri kurang berharga, pesimis. Ciri-ciri self-esteem tinggi:
Percaya diri, tidak mudah terpengaruh, mampu
mengekspresikan diri, menghargai diri sendiri, optimis.
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif antara self- esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau. Semakin tinggi
tingkat self-esteem, maka semakin rendah risiko perilaku binge drinking. Semakin rendah tingkat self-esteem, maka semakin tinggi risiko perilaku binge drinking.
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan prediktif dengan menggunakan teknik korelasi atau teknik
statistik yang lebih canggih. Penelitian korelasional melibatkan pengumpulan data untuk menentukan apakah, dan untuk tingkatan apa, terdapat hubungan antara dua
atau lebih variabel yang dapat dikuantitatifkan. Tingkatan hubungan diungkapkan sebagai suatu koefisien korelasi Emzir, 2009.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel X : self-esteem 2. Variabel Y : binge drinking
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati dan
diukur Azwar, 2011. Definisi operasional dirumuskan untuk menghindari kesalahpahaman mengenai data dan untuk menghindari kesesatan alat pengumpulan
data.