Hubungan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau.

(1)

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-ESTEEM AND BINGE DRINKING RISK BEHAVIOR IN ADOLESCENTS

Johana Eka Dyah Fetri

ABSTRACT

This research aimed to examine the relationship between self-esteem and binge drinking risk behavior in adolescents. The proposed hypothesis is that there is a negative and significant correlation between self-esteem and binge drinking risk behavior. The subjects were 60 outer-province college students aged seventeen to twenty-five year old, consisting of twenty-eight females and thirty-two males. The sampling technique used purposive sampling. The data were collected by self-esteem scale and binge drinking scale. The data were analyzed employing Spearman Rank correlation technique. The correlation coefficient r = - 0.275, p = 0.017 (one-tailed significance), which means <0.05. The result shows that the research hypothesis proved that there is a negative and significant relationship between self-esteem and binge drinking risk behavior in adolescents.

Keywords: adolescents, self-esteem, risk behavior, binge drinking, purposive sampling, spearman rank


(2)

iv

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN PERILAKU BERISIKO BINGE DRINKING PADA REMAJA RANTAU

Johana Eka Dyah Fetri

ABSTRAK

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau. Hipotesis menyatakan ada hubungan yang negatif dan signifikan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking. Subjek penelitian adalah 60 orang mahasiswa perantau berusia 17 sampai 25 tahun, terdiri dari 28 perempuan dan 32 laki-laki. Pemilihan subjek melalui teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala self-esteem dan skala binge drinking. Analisis data memanfaatkan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi r = - 0,275 dengan nilai p = 0,017 (signifikansi one-tailed) yang berarti nilai p<0,05. Hasil menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau.

Kata kunci: remaja, self-esteem, perilaku berisiko, binge drinking, purposive sampling, spearman rank


(3)

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN PERILAKU BERISIKO BINGE DRINKING PADA REMAJA RANTAU

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh : Johana Eka Dyah Fetri

119114041

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“ If size

mattered

, the elephant would be


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Teruntuk:

Mereka yang senantiasa mengingat dan membisikkan namaku dalam senyap,


(8)

PERNYATAAF{ KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan batrwa yang tertulis

di

dalam skripsi yang berjudul "Hubnngan antara Self-esteem dan Perilaku Beresiko Binge Drinking pada Remaja"

adalah benar-benr karya sendiri dan bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun seltruhnya Pendapat atau hasil peirelitian oftIng

lain

yang tercantum dalam skripsi ini dikutip atau din{ukberdasarkan kode etik ilmiah.

Yogyakart4 I 6 Desember 2015

Johana Eka

119114041


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN PERILAKU BERISIKO BINGE DRINKING PADA REMAJA RANTAU

Johana Eka Dyah Fetri

ABSTRAK

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau. Hipotesis menyatakan ada hubungan yang negatif dan signifikan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking. Subjek penelitian adalah 60 orang mahasiswa perantau berusia 17 sampai 25 tahun, terdiri dari 28 perempuan dan 32 laki-laki. Pemilihan subjek melalui teknik purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala self-esteem dan skala binge drinking. Analisis data memanfaatkan teknik korelasi Spearman Rank. Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi r = - 0,275 dengan nilai p = 0,017 (signifikansi one-tailed) yang berarti nilai p<0,05. Hasil menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau.

Kata kunci: remaja, self-esteem, perilaku berisiko, binge drinking, purposive sampling, spearman rank


(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-ESTEEM AND BINGE DRINKING RISK BEHAVIOR IN ADOLESCENTS

Johana Eka Dyah Fetri

ABSTRACT

This research aimed to examine the relationship between self-esteem and binge drinking risk behavior in adolescents. The proposed hypothesis is that there is a negative and significant correlation between self-esteem and binge drinking risk behavior. The subjects were 60 outer-province college students aged seventeen to twenty-five year old, consisting of twenty-eight females and thirty-two males. The sampling technique used purposive sampling. The data were collected by self-esteem scale and binge drinking scale. The data were analyzed employing Spearman Rank correlation technique. The correlation coefficient r = - 0.275, p = 0.017 (one-tailed significance), which means <0.05. The result shows that the research hypothesis proved that there is a negative and significant relationship between self-esteem and binge drinking risk behavior in adolescents.

Keywords: adolescents, self-esteem, risk behavior, binge drinking, purposive sampling, spearman rank


(11)

LEMBAR PERNYATAAI\ PERSETUJUAI\I

PUBLIKASI KARYA ILMIAH IINTT]K KEPENTINGAN AKH)EMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Johana Eka Dyah Fetri

NIM

:119114041

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan antara Self-esteemdan Perilaku Beresiko Binge Drinking

Pada Remaja

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

Kepada Perpustakaan Universitas Sanata" Dharma

hak

untuk

menyimpan,

mengalihkan dalam benfuk media lain, mengelolanya

di

internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Fetri)

lx Pada tanggal: 16 Desember 2015


(12)

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkatnya yang luar biasa melimpah penulis mampu menyelesaikan penyusunan

skripsi berjudul “Hubungan Antara Self-esteem dengan Perilaku Berisiko Binge Drinking pada Remaja Rantau”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan mata kuliah Penulisan Skripsi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis akui bahwa butuh kerja keras, rasa tanggung jawab, dan kesabaran yang luar biasa untuk menyelesaikan karya ini. Penulis juga menyadari bahwa karya ini tidak akan selesai tanpa orang-orang terkasih di sekeliling penulis yang telah memberikan sumbangsih, baik moral maupun materil.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Orangtua terbaik yang pernah ada, Papa Dwi Irianto Basuki dan Mama Leticia Clara Rettob. Terima kasih atas kesabaran, dukungan, dan doa-doa yang tiada henti bagi penulis.

2. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. 3. Kepala Program Studi Psikologi, Ibu Ratri Sunar Astuti, M, Si.

4. Dosen pembimbing skripsi, Dr. A. Priyono Marwan, S. J. Terima kasih atas waktu dan kesabaran yang luar biasa kepada penulis.

5. Dosen pembimbing akademik, Prof. Dr. Agustinus Supratiknya.

6. Mas Gandung dan Bu Nanik yang telah memberikan dukungan dan motivasi, serta membantu penulis dalam mempersiapkan syarat-syarat pengajuan karya ini. 7. Pak Gik yang ramah dan baik hati.

8. Adik-adikku tersayang, Ganang Wilis Satiaji dan Finisha Maria Soelastri, terima kasih atas pengertian dan dorongannya bagi penulis.

9. Rekan sosialita, Virlis Tonika dan Sabrina Handayani Tambun. Terima kasih karena telah menyemangati penulis melalui cara-cara yang tidak biasa.


(13)

10. Rekan sosialita, Virlis Tonika dan Sabrina Handayani Tambun. Terima kasih

karena telah menyemangati penulis melalui cara-cara yang tidak biasa.

11. Sahabat-sahabat yang tak lekang oleh waktu; Peyow, Rae, Othe, Ipank, dan Eca,

terima kasih karena selalu ada dan memberikan penghiburan bagi penulis dalam

keadaan apqpun.

12. My two fovorite people to escape from life, Letnan Dua Laut (T) Fransisco Pedro

Wambrauw, S.

T.

Han., dan Aviola Sartika Eka Saraswati, S. Farm.,. Terima

kasih atas kebersamaan dan penguatan yang diberikan dimasa-masa kritis.

13. Teman-teman seperjuangan (mbak Disti, mbak Sheila, mbak Karlin4 mas Yudi, Ani, dan Anita) terima kasih karena senantiasa membantu ketika penulis menemui kesulitan dan terus mendukung hingga detik-detik terakhir.

14. Saudara sepupu sesama pejuang skripsi, Chlarasinta Duri Kartik4 terima kasih telah saling menyemangati satu sama lain.

15. Hervy, mbak Tirza, Clara, Yoan, Nety,.. Martha selaku rekan student staff sekaligus

TIM

AKREDITASI 2015. Terima

kasih atas

semangat dan kebersamaan yang tidak akan terlupakan.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuannya kepada penulis sehingga karya ini dapat selesai tepat waktu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi

ini

masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ini. Harapan penulis semoga

skripsi

ini

bermanfaat bagi pihak-pihak terkait, lingkungan akademik Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, serta para pernbaca pada umumnya.

rta, l6 Desember 2015


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……….… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO ………...…...… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….……….… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..… vi

ABSTRAK ………..………. vii

ABSTRACT ………. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….… ix

PRAKATA ……… x

DAFTAR ISI ………..… xiii

DAFTAR TABEL ……….… xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………...… xvii

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang ………….……… 1

B. Rumusan Masalah ……….………...………… 8

C. Tujuan Penelitian ………….……… 8

D. Manfaat Penelitian ……….………..……… 8

1. Manfaat Teoritis …….……… 8

2. Manfaat Praktis ………….……….……… 8

BAB II. LANDASAN TEORITIS………..……… 9

A. Self-esteem….………..… 9

1. Definisi self-esteem….………...… 9

2. Aspek-aspek self-esteem ……….……….……… 13

B. Binge Drinking .………..…… 14


(15)

xiii

C. Remaja Rantau ………...… 15

1. Definisi Remaja ………... 15

2. Definisi Rantau ………..….. 21

D. Hubungan Antara Self-esteem dan Perilaku Berisiko Binge Drinking Pada Remaja Rantau ………...…… 21

E. Kerangka Berpikir ……….…… 24

F. Hipotesis Penelitian ………….……….. 25

BAB III. METODE PENELITIAN……..……… 26

A. Jenis Penelitian ……….……….…… 26

B. Variabel Penelitian ……….……… 26

1. Variabel X ………...……….……… 26

2. Variabel Y ….……….……….. 26

C. Definisi Operasional ……….……….……… 26

1. Self-esteem ………..……….……… 27

2. Binge Drinking……….……… 28

D. Subjek Penelitian ………..……….… 28

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……….…… 30

1. Jenis Alat Ukur ………...……….…...….…… 30

2. Penentuan Skor ………...……….………… 32

a. Skala Self-esteem………....……… 32

b. Skala Binge Drinking………….……… 34

3. Uji Coba Penelitian ……….……….…… 35

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……….………….… 36

1. Validitas ………..……….……… 36

2. Seleksi Item ……….……… 36

3. Reliabilitas …………..……….……… 37

G. Metode Analisis Data ………...……….……… 38


(16)

xiv

A. Pelaksanaan Penelitian ……….……… 40

B. Gambaran Umum Subjek Penelitian ……… 40

1. Jenis Kelamin ………...……… 40

2. Usia …………..……… 41

3. Tempat Asal ….……… 42

4. Lama Merantau ……… 42

5. Frekuensi Mengonsumsi Alkohol ……… 43

6. Pengalaman Pertama Mengonsumsi Alkohol ………..………… 43

7. Jumlah Uang Saku Per Bulan ………..……… 44

C. Hasil Penelitian ……….………...……… 45

1. Hasil Perhitungan Korelasi ………..…… 45

2. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Skor Tiap Skala….….……… 46

D. Pembahasan ……….……….……… 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……… 50

A. Kesimpulan ……...……… 50

B. Keterbatasan Penelitian ……… 50

C. Saran ……….……… 50

1. Bagi Subjek Penelitian ……….……… 50

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ……….……… 51

DAFTAR PUSTAKA ………..……… 52


(17)

xv

DAFTAR TABEL & GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ………...……….…… 24

Tabel 3.1 Blue print Skala Uji Coba Terpakai Self-esteem………... 34

Tabel 3.2 Blue print Skala Uji Coba Terpakai Binge Drinking……… 35

Tabel 3.3 Rincian Hasil Perhitungan Item Self-esteem yang Valid dan Gugur ..….. 37

Tabel 3.4 Interpretasi Reliabilitas ………...….. 38

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ………...……….. 41

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ………..….……. 41

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Tempat Asal ………...…… 42

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Merantau ………..…… 42

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Berdasarkan Frekuensi Mengonsumsi Alkohol …... 43

Tabel 4.6 Gambaran Subjek Berdasarkan Pengalaman Pertama Minum Alkohol … 44 Tabel 4.7 Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Uang Saku Per Bulan ……….... 44

Tabel 4.8 Korelasi Spearman Rank……….. 45

Tabel 4.9 Kriteria Kategorisasi ……….…… 46

Tabel 4.10 Kriteria Kategorisasi Self-esteem………...………...…….. 48


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian ……… 58

Lampiran 2. Uji Reliabilitas Self-esteem………..….... 70

Lampiran 3. Uji Reliabitas Binge Drinking………..…… 72


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minuman beralkohol telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan panjang peradaban manusia. Minuman keras diyakini sudah ada sejak 6000 tahun lalu dan dikenal dengan istilah “peragian” terhadap sari buah anggur (wine). Pada masa itu, wine diminum pada acara-acara tertentu, seperti acara persembahan bagi para dewa. Menurut versi lain, minuman keras juga sudah dikenal sejak masa 5000 SM oleh masyarakat Cina yang membuat arak dengan menggunakan sari buah yang difermentasi dan dicampur dengan madu dan beras. Arak menjadi minuman formal dan lazim digunakan pada pesta-pesta kerajaan. Selain itu, arak sering digunakan menjadi obat-obatan tradisional di Cina (Syifa, 2014).

Di Indonesia sendiri banyak dijumpai minuman tradisional, seperti tuak, arak, sopi, badeg, dan lain-lain. Minuman tradisional ini seringkali dikonsumsi oleh masyarakat dengan alasan tradisi atau adat. Keberadaan minuman beralkohol di setiap perayaan pesta adat khususnya di Indonesia, disebabkan karena tradisi yang lahir dari para leluhur masyarakat di suatu daerah dan dinyatakan sebagai minuman kehormatan. Banyak daerah di Indonesia yang masih mempertahankan tradisi meminum minuman keras hingga saat ini. Contohnya seperti di Flores yang masih menyajikan Moke (Sopi) ketika menyambut tamu, upacara adat, atau acara resmi lainnya (Windratie, 2015). Selain Flores, masyarakat Toraja juga masih


(20)

mempertahankan tradisi mengonsumsi tuak dalam setiap perayaan adat guna menjaga kearifan lokal. Tuak juga dikonsumsi pada waktu santai maupun sebagai pemulih stamina (Jannah, 2015).

Seorang Antropolog Kesehatan UI, Sri Murni mengatakan bahwa sejumlah etnis di Indonesia memiliki tradisi mengonsumsi minuman beralkohol yang dibuat dari bahan lokal, terutama nira. Namun, minuman itu hanya digunakan tetua adat untuk ritual khusus. Penjajahan bangsa asing memperkenalkan budaya minum minuman beralkohol untuk merayakan kegembiraan (Jannah, 2015). Banyak penelitian telah menunjukkan bahaya kesehatan dan konsekuensi sosial pada peminum di bawah umur, antara lain seperti mengabaikan tanggung jawab, terlibat perkelahian atau adu mulut, bolos sekolah, mengemudi sambil mabuk, mendorong tindakan bunuh diri, dan terlibat perilaku seksual berisiko (Miller, dkk, 2006).

Hal yang perlu menjadi perhatian khusus adalah tokoh utama dari perilaku berisiko ini merupakan para remaja yang masih dalam tahap penyelesaian tugas perkembangan. Remaja mengonsumsi alkohol untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah tugas perkembangan mereka (Stolle, dkk, 2009). Mengonsumsi

alkohol menunjukkan otonomi, tanda “beranjak dewasa”, dan menyimbolkan sebuah

kebebasan karena telah terlepas dari pengaruh orangtua. Alkohol digunakan sebagai alat untuk membantu menemukan solusi dari tugas perkembangan interpersonal, seperti mengamankan kedudukan sosial dalam kelompok pertemanan dan memunculkan keberanian untuk mulai melakukan kontak dengan rekan sebaya (Stolle, dkk, 2009).


(21)

Penyalahgunaan alkohol oleh remaja ini dapat mengarah menjadi sebuah perilaku berisiko yang dikenal sebagai Binge Drinking. Binge drinking merupakan perilaku berisiko yang pada beberapa tahun terakhir banyak diangkat dalam penelitian, terutama karena kaitannya yang erat dengan remaja (Miller, dkk, 2006; Stolle, dkk, 2009; Wechsler, dkk, 1995). Binge drinking adalah perilaku mengonsumsi alkohol secara berlebihan dalam waktu singkat dengan tujuan untuk menjadi mabuk. Perilaku binge drinking ini seringkali ditemukan pada remaja yang sebagian besar waktunya dihabiskan dalam kelompok-kelompok sosial tertentu, misalnya kelompok rekan asrama, kelompok perkumpulan mahasiswa suatu etnis, teman bergaul di kampus, dan lain-lain. Downs dan Perkins (dalam Wechsler, dkk, 1995) menyatakan bahwa tingkat alkohol dan obat-obatan yang dikonsumsi remaja memiliki kaitan erat dengan pengaruh rekan sebayanya. Di Amerika, perilaku binge drinking seringkali terjadi dalam pesta perayaan atau acara-acara perkumpulan remaja (Wechsler, dkk, 1995).

Binge drinking juga terjadi di Indonesia dan menimbulkan banyak dampak negatif. Banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan alkohol yang menyebabkan perkelahian, kecelakaan, seks bebas, dan narkoba dapat kita akses lewat media cetak maupun online. Peristiwa terbaru di bulan September 2015 yang diberitakan oleh Kompas mencatat 4 orang meninggal dunia sedangkan 5 orang kritis setelah dengan sengaja meminum minuman keras yang dicampur dengan zat berbahaya lain (Amiruddin, 2015). Selain itu, Bappeda kota Bekasi juga melaporkan puluhan remaja di wilayah Kecamatan Bekasi Utara yang terjaring razia karena kedapatan sedang


(22)

mengkonsumsi minuman keras di beberapa tempat, seperti di warung jamu dan tempat perkumpulan remaja (Bappeda Bekasi Kota, 2015).

Menurut laporan terakhir oleh German Federal Commisioner for Narcotic

Drugs (Bundesdrogen-beautragte), angka remaja (berumur hingga 20 tahun) yang dirawat di rumah sakit karena keracunan alkohol jauh lebih banyak dalam jangka waktu tahun 2000 hingga 2007, yaitu dari 9.500 orang menjadi 23.165 orang. Lebih dari 3.800 pasien-pasien ini berumur antara 10 hingga 15 tahun (Stolle, dkk, 2009). Remaja yang melakukan binge drinking seringkali mengendarai motor tanpa menggunakan helm, mengemudi sambil mabuk, atau menjadi penumpang dari temannya yang sedang mabuk. Remaja umumnya memiliki persepsi bahwa binge

drinking adalah hal yang wajar dan seringkali dilakukan oleh teman-teman sebayanya sehingga tidak masalah apabila ia ikut melakukan hal yang sama (Wechsler dan Kuo, 2000). Beberapa studi lain menyatakan bahwa remaja yang melakukan binge drinking mengaku takut mendapat penolakan dari rekan kelompoknya jika tidak ikut mengonsumsi alkohol.

D’zurilla, Chang, dan Sanna (2003) menyatakan bahwa sebuah faktor yang berperan penting dalam kemauan seorang individu untuk terlibat perilaku berisiko adalah self-esteem. Self-esteem mengacu pada penilaian seseorang mengenai seberapa besar ia menyukai dirinya sebagai seorang individu. Self-esteem memiliki konsekuensi yang mendalam untuk setiap aspek eksistensi manusia karena


(23)

tingkat emosi, pengambilan keputusan, nilai-nilai yang dianut, serta penentuan tujuan hidup (Branden, 1994).

Self-esteem merupakan faktor utama yang paling berpengaruh dalam perilaku manusia. Kenyataan ini terungkap melalui database dari PsycINFO bahwa lebih dari 40.615 artikel, chapter, dan buku membahas mengenai pentingnya self-esteem (American Psychological Association, 2015). Self-esteem dijadikan sebagai tema sosial yang paling tua dan paling banyak ditulis (Mruk, 2006). Rodewalt dan Tragakis (dalam Mruk, 2006) menyatakan bahwa self-esteem merupakan salah satu dari tiga besar variabel terpopuler dalam penelitian psikologi dan sosial. Self-esteem

merupakan target pendekatan penelitian karena self-esteem dapat memprediksikan kesehatan fisik yang lebih baik, kurangnya perilaku kriminal, rendahnya level depresi, pencapaian prestasi dan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik (Trzesniewski et all, 2006).

Gullette dan Lyons (2006) menyebutkan murid dengan self-esteem rendah mengonsumsi lebih banyak alkohol, memiliki lebih banyak partner seksual, dan berisiko lebih tinggi terjangkit HIV dibandingkan dengan murid lain. Hasil penelitian dari Peterson, Buser, dan Westburg (2010) menyatakan bahwa tingkat self-esteem

tinggi diasosiasikan dengan rendahnya tingkat perilaku berisiko dan sebaliknya, tingkat self-esteem rendah diasosiasikan dengan tingginya tingkat perilaku berisiko. Master dan Johnson (dalam Ismail, 2005) mengatakan self-esteem berpengaruh pada sikap seseorang terhadap statusnya sebagai remaja. Seorang remaja yang memiliki


(24)

oleh lingkungan dan dapat mengutarakan serta mengambil sikap apa yang sebenarnya ingin dilakukan, yang pada akhirnya akan menghindari perilaku-perilaku negatif.

Remaja dengan self-esteem rendah memiliki peluang lebih besar untuk terlibat dalam perilaku berisiko seperti penyalahgunaan zat terlarang (Wild, dkk, 2004). Penyalahgunaan zat tersebut antara lain mengonsumsi minuman keras secara berlebihan. Tidak sedikit dari kasus kecelakaan jalan raya yang disebabkan oleh pengemudi mabuk di bawah umur. Alkohol juga menjadi penyebab banyaknya kasus pertengkaran dan perkelahian antar remaja, perilaku seks bebas, dan kecenderungan bunuh diri yang merupakan dampak dari pengendalian alkohol (Miller, dkk, 2006; Stolle, dkk, 2009).

Tingkat self-esteem ikut dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Hal ini tampak jelas pada remaja yang pada masa perkembangannya banyak terlibat dalam kegiatan bersama rekan sebaya (Weschler dan Kuo, 2000). Remaja yang merasa diterima oleh kelompok pertemanannya memiliki self-esteem lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang merasa dirinya ditolak. Hubungan dengan rekan sebaya adalah salah satu sumber penting dari dukungan sosial yang memiliki kontribusi terhadap self-esteem remaja (ACT for Youth Upstate Center of Excellence, 2003).

Di Indonesia, self-esteem belum menjadi tema yang populer sebagaimana di Amerika. Tema-tema penelitian yang membahas secara khusus mengenai self-esteem

dan permasalahannya di Indonesia masih minim, baik di media cetak maupun online. Akan tetapi, Indonesia tidak terlepas dari permasalahan yang didasarkan pada rendahnya self-esteem. Hal ini terlihat pada beberapa penelitian terkait dengan


(25)

self-esteem rendah. Rosita (2007) menemukan bahwa remaja dengan self-esteem rendah akan cenderung takut untuk bertindak ketika mendapati teman lain sedang berbuat curang (mencontek). Yasdiananda (2013) juga menyatakan bahwa remaja dengan

self-esteem rendah cenderung berperilaku kurang asertif dibandingkan dengan remaja yang memiliki self-esteem tinggi. Penelitian terbaru dari Mualfiah dan Indrijati (2014) menunjukkan bahwa remaja dengan tingkat self-esteem rendah cenderung lebih terlibat dalam perilaku seksual pranikah.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melihat hubungan antara kedua tema permasalahan global yang juga menjadi masalah di Indonesia. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa sebagai remaja rantau. Peneliti memilih remaja rantau karena melihat perbedaan latar belakang budaya yang dibawa oleh masing-masing individu dari daerah asalnya terkait dengan pandangan mereka terhadap perilaku mengonsumsi minuman keras. Remaja yang berasal dari beberapa daerah tertentu bisa jadi menganggap miras sebagai hal biasa sehingga tingkat konsumsi miras mereka di daerah rantau menjadi lebih tinggi dibandingkan remaja dari daerah lainnya. Oleh sebab itu, peneliti membuat penelitian dengan judul “Hubungan antara Self-esteem dan Perilaku Berisiko Binge Drinking Pada Remaja Rantau”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, makapeneliti melakukan penelitian mengenai hubungan antara self-esteem dan perilaku berisiko


(26)

binge drinking pada remaja. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah terdapat hubungan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau?”

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat apakah terdapat hubungan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberi tambahan informasi secara keilmuan mengenai

self-esteem, perilaku berisiko binge drinking, dan hubungan antara keduanya.

2. Manfaat Praktis

Bagi mahasiswa perantau, penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi mengenai pentingnya memiliki self-esteem positif dalam hubungannya dengan perilaku berisiko binge drinking.


(27)

9

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Self-esteem

1. Definisi self-esteem

Istilah self-esteem pertama kali diperkenalkan pada tahun 1890 oleh seorang Psikolog berkebangsaan Amerika, William James yang menyatakan

self-esteem atau harga diri sebagai suatu konstruk unidimensi yang berkaitan dengan perasaan yang dirasakan seorang individu. Buss (1973) mendefinisikan self-esteem sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, dimana penilaian tersebut bersifat implisit dan tidak diverbalisasikan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Gilmore (1974) mengemukakan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Rosenberg (1979) mendefinisikan self-esteem sebagai evaluasi yang dilakukan seseorang baik dalam cara positif maupun negatif terhadap suatu objek khusus yaitu diri. Beberapa ahli lainnya memaparkan self-esteem sebagai sebuah masa evaluatif yang mengarah ke penilaian negatif, positif, netral, atau ambigu yang merupakan bagian dari konsep diri (Frey dan Carlock, 1984). Sedangkan, Coopersmith (dalam Lefrancois, 1986) menyatakan bahwa self-esteem

mengindikasikan kemampuan dimana individu percaya diri mampu, signifikan, sukses, dan berharga. Secara singkat self-esteem berarti suatu


(28)

penilaian personal terhadap keberhargaan yang diekspresikan dalam sikap yang dipegang individu terhadap dirinya.

Santrock (1998) menyebutkan bahwa self-esteem adalah dimensi evaluasi secara keseluruhan mengenai diri. Self-esteem juga mengarah kepada

self-worth atau self-image. Selanjutnya self-esteem dapat diartikan sebagai penghargaan diri. Penghargaan diri adalah kebutuhan manusiawi dan mendasar yang berkontribusi penting terhadap proses kehidupan. Proses ini sangat penting bagi perkembangan yang normal dan sehat karena penghargaan diri memiliki nilai bertahan hidup. Self-esteem sebagai sebuah aspek kepribadian berkembang sesuai dengan kualitas interaksi individu dengan lingkungannya, baik itu yang meningkatkan harga diri maupun yang menurunkan harga diri (Handayani, dkk, 1998).

Pengalaman-pengalaman yang diterima oleh seorang individu, baik penolakan atau penerimaan berdampak pada tingkat self-esteem. Dampak dari pengalaman tersebut kemudian membentuk self-esteem rendah atau

self-esteem tinggi dalam diri seseorang. Self-esteem tinggi terkait dengan penghargaan diri, penerimaan diri, rasa superior, dan cinta kasih. Self-esteem

rendah seringkali berkaitan dengan perasaaan inferior, malu, benci pada diri sendiri, dan kurangnya penerimaan diri. Beberapa perilaku erat kaitannya dengan tingkat self-esteem; sebagai contoh, seseorang dengan self-esteem yang tinggi jarang terlibat dalam kasus bunuh diri. Harter (1999)


(29)

menyimpulkan self-esteem sebagai evaluasi keseluruhan seseorang terhadap dirinya, termasuk perasaan bahagia dan kepuasan (Harter, 1999).

Hogg (2002) menyatakan self-esteem adalah perasaan dan evaluasi seseorang mengenai dirinya. Self-esteem adalah penerimaan diri oleh diri sendiri, berkaitan dengan perasaan pantas, berharga, mampu dan berguna tak peduli dengan apa pun yang sudah, sedang atau akan terjadi. Tumbuhnya perasaan „aku mampu‟ dan „aku berharga‟ merupakan inti dari pengertian self-esteem. Self-esteem merupakan kumpulan dari kepercayaan atau perasaan tentang diri, persepsi terhadap diri sendiri mengenai motivasi, sikap, perilaku, dan penyesuaian emosi yang mempengaruhi kita. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan pula bahwa self-esteem berkenaan dengan: (a) kemampuan kita untuk memahami apa yang dapat kita lakukan dan telah dilakukan, (b) penetapan tujuan dan arah hidup sendiri, (c) kemampuan untuk tidak merasa iri terhadap prestasi orang lain.

Branden (2005) menyebutkan self-esteem adalah pengalaman bahwa kita pantas dengan hidup ini dan pada prasyarat hidup. Prasyarat hidup yang dimaksud adalah mampu menghargai nilai diri dan arti pentingnya, serta memiliki karakter yang dapat dipertanggung jawabkan kepada diri sendiri maupun untuk bertindak secara bertanggung jawab terhadap orang lain. Secara lebih spesifik, self-esteem adalah (1) keyakinan di dalam kemampuan individu untuk berfikir dan menghadapi tuntutan hidup; (2) keyakinaan di dalam hak individu untuk bahagia, perasaan berharga, layak, diizinkan, untuk


(30)

menilai kebutuhan dan keinginan individu serta menikmati buah dari kerja kerasnya. Definisi dari Branden (2005) tersebut menjadi salah satu definisi

self-esteem yang paling luas dipublikasikan di dalam Toward A State of

Esteem: The Final Report of The California Task Force to Promote Self and Personal and Social Responsibility: Self-esteem.

Weiten dan Llyod (2006) mengatakan self-esteem mengacu kepada penilaian keseluruhan seseorang mengenai nilai dirinya sebagai seorang individu. Christia (2007) mengartikan self-esteem sebagai proses evaluasi seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya yang terjadi secara terus menerus. Dalam bidang Psikologi, self-esteem dipandang sebagai “sebuah

perasaan diapresiasi” dan sebuah emosi yang sangat diperlukan bagi individu

untuk beradaptasi di masyarakat dan menghidupi kehidupannya (Hozogi, Okada, Fujii, Noguchi, dan Watanabe, 2012).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, peneliti memilih menggunakan definisi self-esteem menurut Branden (2005), yaitu self-esteem sebagai pengalaman bahwa kita pantas dengan hidup ini dan pada prasyarat hidup.

Self-esteem menurut Branden lebih kepada menghargai nilai diri dan arti pentingnya, serta memiliki karakter yang dapat dipertanggung jawabkan kepada diri sendiri maupun untuk bertindak secara bertanggung jawab terhadap orang lain. Secara lebih spesifik, self-esteem adalah: (1) keyakinan di dalam kemampuan individu untuk berfikir dan menghadapi tuntutan hidup, (2) keyakinaan di dalam hak individu untuk bahagia, perasaan berharga,


(31)

layak, diizinkan, untuk menilai kebutuhan dan keinginan individu serta menikmati buah dari kerja kerasnya.

Peneliti memilih definisi dari Branden (2005) karena secara teoritis definisi tersebut sesuai dengan relevansi dari penelitian. Dukungan teoritis tersebut terlihat dari spesifikasi self-esteem yang dibuat oleh Branden, yaitu: (1) keyakinan di dalam kemampuan individu untuk berpikir dan menghadapi tuntutan hidup (keefektifan diri), (2) keyakinan di dalam hak individu untuk bahagia, perasaan berharga, layak, diizinkan, untuk menilai kebutuhan dan keinginan individu serta menikmati buah dari kerja kerasnya (self-respect).

2. Aspek-aspek self-esteem

Self-esteem mempunyai dua aspek yang saling berkaitan (Branden, 2005) yakni :

a. Perasaan bahwa diri efektif (keefektifan diri) berarti keyakinan dalam berfungsinya pemikiran, dalam kemampuan untuk berfikir, dalam proses dimana individu berfikir, dalam proses dimana individu menilai, memilih, memutuskan; keyakinan dalam kemampuan untuk memahami fakta-fakta yang berada dalam batasan-batasan minat dan kebutuhan yang diinginkan, kepercayaan diri yang kognitif, serta keadaan diri yang kognitif.

b. Menghormati diri (self respect) berarti suatu sikap tegas untuk menuju hak pribadi untuk hidup dan bahagia; kenyamanan dalam menegaskan


(32)

pemikiran, keinginan, dan kebutuhan; perasaan bahwa suka cita adalah warisan yang paling alami.

B. Binge drinking

Definisi binge drinking

Episode eksesif dalam mengonsumsi alkohol saat ini lebih dikenal sebagai Binge Drinking. Definisi mutlak dari istilah ini sendiri masih samar. Wechsler, dkk (2000) mendefinisikan binge drinking sebagai sedikitnya satu episode minum dari lima gelas atau lebih untuk laki-laki dan empat gelas atau lebih untuk perempuan dalam jangka waktu 2 minggu. Gullette dan Lyons (2006), menjelaskan binge drinking sebagai meminum tiga gelas atau lebih minuman beralkohol sekaligus. Di Amerika, binge drinking biasanya dihubungkan dengan selang waktu dua jam pengonsumsian alkohol.

Dalam bahasa Jerman sinonim dari binge drinking adalah

Rauschtrinken” yang sebenarnya merupakan kombinasi dari perilaku binge drinking dan kehilangan kendali (Stolle, dkk, 2009). Binge drinking juga diartikan sebagai perilaku mengonsumsi alkohol yang diidentikkan dengan meminum empat (untuk perempuan) dan lima (untuk laki-laki) gelas standar unit alkohol (misal: 0.3 L bir, 0.2 L Wine, atau 0.04 L spirits) dengan tujuan untuk menjadi mabuk dan dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 2 jam (Stolle, dkk, 2009).


(33)

C. Remaja Rantau 1. Definisi Remaja

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai

kematangan”. Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Monk (Monks & Knoers, 2002) menerangkan bahwa dalam perkembangan kepribadian seseorang, remaja mempunyai arti yang khusus, Namun demikian, masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya.

Menurut Rice (dalam Gunarsa, 2004), masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu tumbuh dari masa kanak-kanak menjadi individu yang memiliki kematangan. Pada masa tersebut, ada dua hal penting yang menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Pertama, hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan, dan kedua adalah hal yang bersifat internal yaitu karakteristik di dalam diri remaja yang membuat remaja relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress period).


(34)

Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remasa (adolescence). Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan. Dalam masa transisi ini terjadi perkembangan-perkembangan dalam diri remaja, yaitu:

a. Perkembangan Fisik i. Pubertas

Pubertas dipicu oleh perubahan hormon dan terjadi selama empat tahun. Pubertas umumnya dialami lebih dulu oleh anak perempuan dibanding pada anak laki-laki, dan berakhir ketika mereka dapat bereproduksi. Akan tetapi, waktu pubertas pada setiap anak dapat bervariasi. Pubertas ditandai dengan dua tahap; (1) pengaktifan kalenjar adrenal dan (2) kematangan organ-organ seks beberapa tahun berikutnya.

ii. Otak Remaja

Otak remaja belum begitu matang secara keseluruhan yang mempengaruhi proses kematangan kognitif remaja. Remaja mengolah informasi dan emosi dengan menggunakan amigdala, sementara orang dewasa cenderung menggunakan lobus frontalis. Hal ini menyebabkan


(35)

remaja cenderung membuat penalaran akan suatu penilaian dengan kurang akurat dan mempengaruhi kecenderungan remaja untuk mengambil risiko.

iii. Kesehatan Mental dan Fisik

Masa remaja sering dikaitkan dengan banyak masalah kesehatan yang dihubungkan dengan kemiskinan atau gaya hidup. Banyak remaja tidak terikat dalam aktivitas fisik yang reguler dan ketat, juga tidak mendapatkan waktu tidur yang cukup karena jadwal sekolah yang tidak sesuai dengan ritme alami tubuh mereka. Pada anak perempuan, perhatian terhadap citra tubuh memicu timbulnya gangguan makan. Tiga hal umum yang menyebabkan gangguan makan di masa remaja adalah obesitas, anoreksia nervosa, dan bulimia nervosa.

Selain gangguan makan, remaja juga mulai berkenalan dengan penggunaan obat-obatan yang seringkali dimulai saat anak-anak beralih ke sekolah menengah. Ganja, alkohol/miras, dan tembakau adalah obat-obatan yang populer di kalangan remaja. Prevalensi depresi juga ikut meningkat, terutama pada anak perempuan. Selain itu, penyebab utama kematian di antara remaja meliputi kecelakaan lalu lintas, senjata api, dan bunuh diri.


(36)

b. Perkembangan Kognitif

i. Aspek-aspek Kematangan Kognitif

Penelitian telah menemukan adanya perubahan struktur dan fungsi pengolahan informasi pada remaja. Perubahan struktural meningkat termasuk peningkatan pengetahuan yang bermakna, prosedural, dan pengetahuan konseptual serta perluasan kapasitas kerja memori. Perubahan fungsi meliputi kemajuan dalam penalaran deduktif. Akan tetapi, ketidakmatangan emosi menuntun remaja yang lebih tua untuk membuat keputusan ebih buruk dibandingkan anak remaja yang lebih muda.

ii. Isu-isu Pendidikan dan Pekerjaan

Keyakinan akan kemampuan diri sendiri, praktik pengasuhan, budaya dan pengaruh sebaya, gender, dan kualitas sekolah berdampak pada pencapaian pendidikan remaja.

c. Perkembangan Psikososial i. Pencarian Identitas

Pusat perhatian selama masa remaja adalah pencarian identitas yang memiliki komponen nilai, seksual, dan pekerjaan. Erik Erikson menggambarkan konflik psikososial di masa remaja sebagai identitas melawan kebingungan identitas. James Marcia, dalam penelitiannya yang didasarkan pada teori Erikson, menggambarkan empat status identitas, yaitu: pencapaian, pengambilalihan, penundaan, dan


(37)

penyebaran identitas. Beberapa peneliti mencoba membedakan apakah remaja putri dan putra mengambil jalur yang berbeda dalam membentuk identitas dan memperoleh jawaban bahwa meskipun beberapa peneliti menyatakan bahwa harga diri remaja putri cenderung turun di masa remaja, tetapi penelitian terbaru tidak mendukung adanya penemuan tersebut.

ii. Seksualitas

Aktivitas seksual remaja meliputi risiko kehamilan dan infeksi menular seksual. Masa remaja merupakan masa ketika terdapat risiko terbesar bagi yang memulai aktivitas seksual lebih awal, memiliki lebih dari satu pasangan, dan tidak menggunakan alat kontrasepsi, serta kurang informasi akan penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual.

iii. Hubungan dengan Keluarga, Sebaya, dan Kelompok Sosial Orang Dewasa

Meskipun hubungan antara remaja dan orangtua tidak selalu mudah, pemberontakan remaja yang berlebihan adalah hal yang luar biasa. Kebanyakan remaja mengalami masa transisi yang mulus. Akan tetapi, bagi sebagian remaja hal ini terlihat sebagai sebuah kesulitan dan dapat memprediksikan mereka masa dewasa yang sulit. Remaja menghabiskan banyak waktu dengan teman sebayanya, yang kemudian akan mempengaruhi hubungan mereka dengan orangtua.


(38)

Konflik dengan orangtua cenderung menjadi besar selama masa remaja awal dan hubungan dengan saudara cenderung menjadi lebih berjarak.

Pengaruh kelompok sebaya merupakan faktor kuat di awal masa remaja. Struktur kelompok sebaya menjadi lebih terelaborasi, mengikutsertakan geng, dan kerumunan, begitu juga persahabatan. Persahabatan, terutama di antara remaja putri menjadi lebih intim, stabil, dan suportif. Selain itu, hubungan romantis memenuhi beragam kebutuhan dan berkembang sesuai usia dan pengalaman.

iv. Perilaku Antisosial dan Kenakalan Remaja

Kenakalan yang parah umumnya merupakan cabang dari serangan dini antisosial. Hal ini dihubungkan dengan interaksi yang beragam, faktor-faktor risiko, termasuk pengasuhan yang tidak efektif, kegagalan di sekolah, teman sebaya dan pengaruh lingkungan sekitar, dan rendahnya status sosial ekonomi.

Masa remaja dianggap sebagai masa dimana individu berusaha menemukan jati diri. Remaja yang berusaha menemukan identitas dirinya dihadapkan pada situasi yang menuju pada kemampuan untuk menyesuaikan diri bukan hanya terhadap diri sendiri, namun juga pada lingkungannya, apalagi para remaja yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang berada di luar wilayah asalnya, atau dengan kata lain, disebut sebagai mahasiswa perantau (Hutapea, 2006).


(39)

2. Definisi Rantau

Definisi merantau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah pergi ke daerah lain. Sedangkan, kata perantau disini memiliki makna seorang individu yang melanjutkan pendidikan di luar daerah asal mereka, dengan pergi ke daerah lain untuk mencari ilmu (KBBI, 1990).

D. Hubungan Antara Self-esteem dan Perilaku Berisiko Binge-Drinking Pada Remaja Rantau

Remaja adalah usia transisi dimana seorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun masyarakat. Dalam masa transisi atau peralihan ini, remaja akan dihadapkan pada berbagai macam tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (1961) adalah mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Tujuan tugas ini adalah belajar berkembang menjadi orang dewasa diantara orang dewasa lainnya dan belajar bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok. Apabila seorang remaja gagal mencapai tugas ini, maka ia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya karena sulit bergaul dengan orang lain. Namun demikian, tidak sedikit remaja yang berusaha memenuhi kebutuhan akan tugas ini dengan cara yang salah. Mereka mencari kenyamanan dengan bergabung dengan kelompok teman


(40)

sebaya dan melakukan apa yang dilakukan kelompok tanpa memperhitungkan dampaknya.

Penelitian sebelumnya menemukan bahwa hubungan interpersonal memiliki pengaruh penting pada perkembangan self-esteem (Felson, 1989; Harter, 1999; Leary dan Baumeister, 2000). Hubungan yang mendukung dengan teman dan keluarga juga mempengaruhi perkembangan self-esteem. Dukungan yang didapatkan dari rekan sebaya memiliki kaitan dengan peningkatan self-esteem selama masa remaja awal (Fenzel, 2000; Wade, dkk, 1989). Gullette dan Lyons (2006) menyebutkan murid dengan self-esteem rendah mengonsumsi lebih banyak alkohol, memiliki lebih banyak partner seksual, dan berisiko lebih tinggi terjangkit HIV dibandingkan dengan murid lain. Hal ini mendukung hasil penelitian dari Peterson, Buser, dan Westburg (2010) yang menyatakan bahwa tingkat self-esteem tinggi diasosiasikan dengan rendahnya tingkat perilaku berisiko dan sebaliknya, tingkat self-esteem rendah diasosiasikan dengan tingginya tingkat perilaku berisiko.

Tugas perkembangan selama masa remaja ini mengakibatkan konflik-konflik yang berkaitan dengan self-esteem remaja sekaligus mendorong mereka untuk mulai bereksperimen dengan alkohol. Remaja yang mencoba mengonsumsi alkohol biasanya untuk membantu menyelesaikan beberapa masalah dari tugas perkembangan mereka. Mengonsumsi alkohol menunjukkan otonomi, “beranjak dewasa”, dan menyimbolkan sebuah kebebasan karena telah terlepas dari pengawasan orangtua. Selain itu, alkohol dimaksudkan untuk dapat membantu menemukan solusi dari tugas perkembangan interpersonal mereka seperti mengamankan status sosial dalam


(41)

kelompok pertemanan dan memunculkan keberanian untuk mulai melakukan kontak (termasuk kontak erotis) dengan teman sebaya.

Dalam penelitian ini, subjek yang dipilih adalah remaja rantau. Remaja rantau berangkat dari daerahnya masing-masing dengan latar belakang dan sudut pandang yang berbeda mengenai alkohol. Remaja yang berasal dari daerah tertentu bisa jadi menganggap alkohol sebagai hal yang biasa, akan tetapi tidak dengan remaja yang tidak berasal dari daerahnya. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat konsumsi alkohol para remaja tersebut. Remaja dengan self-esteem rendah yang berasal dari daerah yang menganggap alkohol sebagai hal biasa akan cenderung menjadikan alkohol sebagai alat untuk lari dari masalah. Oleh sebab itu, peneliti membuat penelitian

dengan judul “Hubungan antara Self-esteem dan Perilaku Berisiko Binge Drinking Pada Remaja Rantau”.


(42)

E. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Hubungan antara Self-esteem dengan Perilaku Berisiko Binge Drinking

Remaja Rantau

Menghadapi tugas-tugas masa perkembangan

Self-esteem rendah Self-esteem tinggi

Lebih terlibat perilaku berisiko

binge drinking

Kurang terlibat perilaku berisiko binge drinking

Ciri-ciri self-esteem rendah: Tidak percaya diri, mudah terpengaruh, kurang mampu mengekspresikan diri, merasa diri kurang berharga, pesimis.

Ciri-ciri self-esteem tinggi: Percaya diri, tidak mudah

terpengaruh, mampu mengekspresikan diri, menghargai diri sendiri, optimis.


(43)

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang negatif antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau. Semakin tinggi tingkat self-esteem, maka semakin rendah risiko perilaku binge drinking. Semakin rendah tingkat self-esteem, maka semakin tinggi risiko perilaku binge drinking.


(44)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan prediktif dengan menggunakan teknik korelasi atau teknik statistik yang lebih canggih. Penelitian korelasional melibatkan pengumpulan data untuk menentukan apakah, dan untuk tingkatan apa, terdapat hubungan antara dua atau lebih variabel yang dapat dikuantitatifkan. Tingkatan hubungan diungkapkan sebagai suatu koefisien korelasi (Emzir, 2009).

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel X : self-esteem

2. Variabel Y : binge drinking

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati dan diukur (Azwar, 2011). Definisi operasional dirumuskan untuk menghindari kesalahpahaman mengenai data dan untuk menghindari kesesatan alat pengumpulan data.


(45)

1. Self-esteem

Self-esteem merupakan tingkat evaluasi atau penilaian yang dibuat oleh seorang individu mengenai dirinya sendiri dan bagaimana ia bertindak. Pengukuran self-esteem mencakup aspek-aspek self-esteem sebagai berikut: a. Keefektifan diri (perasaan bahwa diri efektif), yaitu tingkat keyakinan dalam

diri individu mengenai berfungsinya pemikiran, menilai, memilih, dan memutuskan; keyakinan akan kemampuan untuk memahami fakta-fakta yang berada dalam batasan-batasan minat dan kebutuhan yang diinginkan, kepercayaan diri yang kognitif, serta keadaan diri yang kognitif. Individu dengan self-esteem tinggi memiliki tingkat keyakinan akan fungsi pemikiran yang juga tinggi. Ia memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mampu mengetahui batasan-batasan akan kemampuan dirinya.

b. Menghormati diri (self respect), yaitu suatu sikap tegas menuju hak pribadi untuk hidup dan bahagia; kenyamanan dalam menegaskan pemikiran, keinginan, dan kebutuhan; perasaan bahwa suka cita adalah warisan yang paling alami. Individu dengan self-esteem tinggi memiliki ketegasan dalam menentukan sikap (tidak neko-neko) dan mampu mengembangkan perasaan bahagia dari dalam dirinya sendiri.


(46)

2. Binge drinking

Binge drinking didefinisikan sebagai perilaku mengonsumsi alkohol sebanyak empat gelas (untuk perempuan) dan lima gelas (untuk laki-laki) dengan standar unit alkohol (misal: 0.3 L bir, 0.2 L Wine, atau 0.04 L spirits) dengan tujuan menjadi mabuk (Stolle, dkk, 2009). Secara operasional, seseorang dikatakan melakukan binge drinking apabila ia melakukan perilaku berlebihan dalam mengonsumsi alkohol tersebut dalam jangka waktu 2 minggu dengan standar ukuran 0.3 L bir, 0.2 L Wine, atau 0.04 L spirits dan dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 2 jam (Stolle, dkk, 2009).

Remaja yang melakukan binge drinking seringkali mengendarai motor tanpa menggunakan helm, mengemudi sambil mabuk, atau menjadi penumpang dari temannya yang sedang mabuk. Mereka juga cenderung mengabaikan tanggung jawab, terlibat perkelahian atau adu mulut, bolos sekolah, mengemudi setelah minum mabuk, memancing perilaku bunuh diri, dan memancing perilaku seksual berisiko (Miller, dkk, 2006).

D. Subjek Penelitian

Populasi penelitian dapat didefinisikan sebagai “keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya. Sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian” (Bungin, 2006, dalam Siregar, 2013). Sedangkan,


(47)

sampel adalah sebagian populasi yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi.

Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling. Teknik

nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel. Jenis teknik nonprobability sampling yang dipilih adalah teknik purposive sampling yang merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30 orang (Basrah, 2010). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang yang dipilih dengan memperhatikan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.

Subjek penelitian adalah para mahasiswa/i yang sedang menempuh pendidikan pada beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Kriteria subjek penelitian yang dipilih, yaitu:

1. Mahasiswa aktif pada perguruan tinggi di Yogyakarta.

2. Mahasiswa perantau dari luar DIY (dalam Pulau Jawa) dan dari luar Pulau Jawa. 3. Pengalaman merantau minimal 1 tahun.

4. Rentang usia 17 sampai 25 tahun. 5. Pernah mengonsumsi alkohol.

6. Memiliki uang saku per bulan di atas Rp. 1.000.000,-.

Mahasiswa perantau dipilih sebagai subjek dalam penelitian ini karena umumnya mereka mengalami kebebasan lebih banyak dan kendali sosial lebih sedikit


(48)

dalam menghadapi perubahan dan tuntutan, seperti lingkungan baru, teman baru, budaya sosial yang baru, dan nilai-nilai sosial baru. Mereka juga memiliki kewenangan pribadi dalam mengatur keuangan yang diterima dari orangtua setiap bulannya. Berdasarkan wawancara peneliti pada beberapa teman mahasiswa rantau, mereka mengakui bahwa uang saku di atas Rp. 1.000.000,- seringkali berkelebihan untuk semua keperluan pokok mereka sehingga mereka mempergunakannya untuk bersenang-senang.

Berdasarkan rentang usia, mahasiswa yang berusia antara 17 hingga 25 tahun berada di tahap perkembangan peralihan antara masa remaja dan masa dewasa awal (Papalia, 2008). Tahap ini dianggap sebagai tahap perkembangan dengan banyak masalah dan tekanan. Berbagai macam perubahan yang menimbulkan tekanan ini yang membuat mereka rentan terhadap perilaku-perilaku berisiko dan menyebabkan mereka menjadi akrab dengan minuman beralkohol. Faktor-faktor ini kemudian menjadi pertimbangan peneliti dalam menentukan kriteria subjek penelitian.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data 1. Jenis Alat Ukur

Alat ukur penelitian berjenis skala, yaitu skala self-esteem dan skala binge drinking. Skala self-esteem yang digunakan merupakan adaptasi dari Sorensen

Self-esteem Test (2005) yang terdiri dari 50 buah item untuk mengukur low self-esteem. Peneliti memilih Sorensen Self-esteem Test karena dianggap paling sesuai dengan aspek-aspek self-esteem yang dikemukakan oleh


(49)

Branden (2005). Mengingat kebutuhan penelitian ini adalah mengukur

self-esteem secara keseluruhan, baik rendah maupun tinggi, maka peneliti memilih 23 item yang merujuk pada low self-esteem (unfavorable) dan membuat 23 item lainnya yang merujuk pada high self-esteem (favorable). Skala binge drinking disusun sendiri oleh peneliti didasarkan pada ciri-ciri perilaku binge

drinking yang telah dipaparkan pada definisi operasional (Stolle, dkk, 2009). Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala berupa kuesioner. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000). Menurut Hadi (2002), skala psikologis mendasarkan diri pada laporan-laporan pribadi (self-report). Selain itu, skala psikologis memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dikatakan oleh subjek tentang dirinya kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.

Metode skala psikologis digunakan dalam penelitian atas dasar pertimbangan:

1. Metode skala psikologis merupakan metode yang praktis.


(50)

3. Metode skala psikologis merupakan metode yang dapat menghemat tenaga dan ekonomis.

2. Penentuan Skor

Penelitian ini menggunakan skala Likert yang dikemukakan oleh Rensis Likert (1932). Supratiknya (2014) menjelaskan bahwa dalam penskalaan ini subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah kontinum yang terdiri atas lima respon: “Sangat Setuju”, “Setuju”, “Tidak Tahu”, “Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak Setuju”. Isi pernyataan dibedakan menjadi dua kategori: (1) pernyataan

favorable, yaitu pernyataan-pernyataan yang jika diiyakan menunjukkan sikap positif atau suka terhadap objek terkait; dan (2) pernyataan unfavorable, yaitu pernyataan-pernyataan yang jika diiyakan menunjukkan sikap negatif atau tidak suka terhadap objek terkait. Jika isi pernyataan bersifat favorable, maka masing-masing respon diberi skor berturut-turut 5, 4, 3, 2, dan 1. Sebaliknya, jika isi pernyataan bersifat unfavorable, maka masing-masing respon diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5.

a. Skala Self-Esteem

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat self-esteem adalah skala self-esteem yang diadaptasi dari Sorensen Self-esteem Test (2005).

Sorensen Self-esteem Test terdiri dari 50 buah item untuk mengukur low


(51)

sesuai dengan aspek-aspek self-esteem yang dikemukakan oleh Branden (2005). Mengingat kebutuhan penelitian ini adalah mengukur self-esteem

secara keseluruhan, baik rendah maupun tinggi, maka peneliti memilih 23 item yang merujuk pada low self-esteem (unfavorable) dan membuat 23 item lainnya yang merujuk pada high self-esteem (favorable). Total keseluruhan aitem adalah 46 buah.

Aitem-aitem dalam skala ini penelitian ini disusun dengan empat pilihan respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Empat pilihan respon digunakan untuk menghindari jawaban netral sehingga subjek lebih objektif dalam memilih respon. Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Skor bergerak dari 1 sampai 4. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable, yaitu: SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable, yaitu SS = 1, S = 2, TS = 3, dan STS = 4.

Semakin tinggi skor seseorang maka semakin tinggi self-esteemnya. Sebaliknya, semakin rendah skor seseorang makan semakin rendah


(52)

Tabel 3.1 Blue Print SkalaUji Coba Terpakai Self-esteem

No. Aspek Nomor Item Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Keefektifan diri

1, 3, 5, 8, 10, 14, 24, 26, 30, 33, 43, 46

6, 13, 16, 18, 22, 25, 27, 29, 32, 36, 37, 45

24

2. Self-respect 7, 17, 19, 21, 28, 34,

35, 38, 39, 40, 44

2, 4, 9, 11, 12, 15,

20, 23, 31, 41, 42 22

T O T A L 46

b. Skala Binge Drinking

Alat ukur untuk mengukur tingkat perilaku binge drinking adalah skala binge drinking yang dirancang sendiri oleh peneliti didasarkan pada ciri-ciri perilaku binge drinking (Stolle, dkk, 2009). Alat ukur ini disajikan dalam skala Likert dengan tujuan untuk melakukan pengelompokkan perilaku binge

drinking seseorang ke dalam kategori tinggi, sedang, atau rendah. Aitem-aitem dalam skala ini penelitian ini disusun dengan empat pilihan respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Empat pilihan respon digunakan untuk menghindari jawaban netral sehingga subjek lebih objektif dalam memilih respon. Skor bergerak dari 1 sampai 4. Total aitem dalam skala ini adalah 14 buah. Dari 14 buah aitem tersebut, apabila hasil skor total seseorang berada pada rentang 42 sampai 56, maka ia termasuk dalam kategori memiliki perilaku binge drinking tinggi, skor total 28 sampai 42 termasuk dalam kategori sedang, dan skor 14 sampai termasuk dalam kategori rendah.


(53)

Tabel 3.2 Blue Print SkalaUji Coba Terpakai Binge Drinking

No. Indikator Nomor Item Jumlah

1. Frekuensi konsumsi meningkat terutama

dalam 2 minggu terakhir 1, 11, 13 3

2. Mengonsumsi ≥ 5 gelas alkohol dalam

waktu kurang dari 2 jam. 7, 14 2

3. Mengonsumsi alkohol karena pengaruh

teman. 2, 5, 10, 12 4

4. Mengabaikan tanggung jawab pribadi

maupun sosial. 4, 6 2

5. Sengaja membuat diri menjadi mabuk 3, 8, 9, 3

T O T A L 14

3. Uji Coba Penelitian

Peneliti menggunakan uji coba terpakai. Uji coba terpakai dipilih karena keterbatasan subjek dan waktu penelitian. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 22 sampai dengan 30 Juni 2015 di Yogyakarta. Subjek merupakan 60 orang mahasiswa perantau dari luar DIY (dalam Pulau Jawa) dan dari luar Pulau Jawa. Pemilihan subjek didasarkan pada karakteristik yang telah dijelaskan sebelumnya. Peneliti memutuskan untuk menggunakan uji coba terpakai karena keterbatasan waktu dan subjek penelitian. Subjek penelitian yang sebelumnya telah ditargetkan oleh peneliti sedang tidak berada di Yogyakarta karena waktu penelitian yang bertepatan dengan libur semester genap.


(54)

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur melakukan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2000). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement (Azwar, 2000). Profesional judgement diperoleh dari dosen pembimbing penelitian ini.

2. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan untuk melihat apakah item-item dapat digunakan sebagai item-item penelitian atau tidak. Seleksi item atau pengujian item dihitung dengan bantuan SPSS versi 22.0 for Windows dengan melihat

Corrected item-total correlation. Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas ≥ 0,20 (Azwar, 2009). Apabila terdapat item yang memiliki nilai koefisien di bawah 0,30 maka item tersebut dinyatakan gugur.

Hasil uji coba skala self-esteem menyatakan bahwa 31 dari 46 aitem valid dan siap digunakan. Sebanyak 15 item dinyatakan gugur sehingga tidak disertakan dalam proses analisis data. Rincian item yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 3.3.


(55)

Tabel 3.3 Rincian Hasil Perhitungan Item Self-esteem yang Valid dan Gugur

No Aspek Favorable Unfavorable Item Valid Item

Gugur

1. Keefektifan diri 1, 3, 5, 8, 10, 14, 24, 26, 30, 33, 43,

46

6, 13, 16, 18, 22, 25, 27, 29, 32,

36, 37, 45

5, 6, 10, 13, 16, 18, 22, 25, 26, 27, 29, 30, 33, 36, 37,

43, 46

1, 3, 8,

14, 24,

32, 45

2. Self-respect 7, 17, 19, 21, 28, 34, 35, 38, 39, 40,

44

2, 4, 9, 11, 12, 15, 20, 23, 31, 41,

42

2, 4, 9, 11, 17, 21, 23, 28, 31, 35, 38, 41, 42,

44

7, 12, 15, 19, 20, 34, 39,

40

Total 31 15

Sedangkan untuk skala binge drinking, total aitem yang berjumlah 14 buah seluruhnya dinyatakan valid.

3. Reliabilitas

Selain validitas, instrumen juga harus diukur reliabilitasnya. Reliabilitas adalah konsistensi hasil pengukuran jika prosedur pengetesannya dilakukan secara berulangkali terhadap suatu populasi individu atau kelompok. Reliabilitas juga dapat didefinisikan sebagai sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah (Azwar 2010: 4).


(56)

Reliabilitas skala self-esteem dan skala binge drinking menggunakan pendekatan reliabilitas internal consistency (Cronbach’s alpha coefficient) yaitu dengan cara mencoba alat ukur cukup hanya sekali saja pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi di dalam tes itu sendiri. Teknik ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi, sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi (Azwar, 2000).

Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik Alpha Croncbach untuk mengevaluasi sumber variasi alat tes tunggal (Siregar, 2013). Korelasi Alpha

Cronbach dilakukan dengan bantuan SPSS versi 22.0 for Windows dan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,868 untuk skala self-esteem dan 0,887 untuk skala

binge drinking. Kedua skala tersebut mempunyai reliabilitas dalam kategori tinggi dan layak untuk digunakan untuk penelitian. Interpretasi reliabilitas kedua skala didasarkan pada tabel di bawah ini (Arikunto, 2006).

Tabel 3.4 Interpretasi Reliabilitas

Besarnya Linier r Interpretasi

0,800 – 1,000 Tinggi

0,600 – 0,800 Cukup

0,400 – 0,600 Agak Rendah

0,200 – 0,400 Rendah

0,000 – 0,200 Sangat Rendah

G. Metode Analisis Data

Analisis data untuk melihat hubungan antara self-esteem dan perilaku berisiko


(57)

terdapat perbedaan pada jenis data, yaitu data self-esteem merupakan data interval sedangkan data binge drinking merupakan data ordinal. Agar kedua kelompok data dapat dihitung dengan terlebih dahulu disetarakan derajatnya maka digunakan uji


(58)

40

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 sampai dengan 30 Juni 2015 di Yogyakarta. Subjek berjumlah 60 orang mahasiswa perantau dari luar DIY (dalam Pulau Jawa) dan dari luar Pulau Jawa. Skala disebarkan dengan mendatangi kampus, kos, asrama mahasiwa, dan rumah kontrakan masing-masing subjek. Jumlah skala yang disebar adalah 60 eksemplar dan semua skala kembali kepada peneliti.

B. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa perantau berusia 17-25 tahun yang berasal dari luar DIY (dalam Pulau Jawa) dan dari luar Pulau Jawa dengan pengalaman merantau minimal satu tahun dan jumlah uang saku per bulan di atas Rp. 1.000.000,-. Subjek diperoleh dengan mendatangi kampus, kos, asrama mahasiwa, dan rumah kontrakan.

1. Jenis Kelamin

Jenis kelamin subjek penelitian memperoleh gambaran penyebaran subjek sebagai berikut:


(59)

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin N Persentase

Perempuan 22 36,7 %

Laki-laki 38 63,3 %

Total 60 100 %

Tabel 4.1, menunjukkan bahwa jumlah subjek berjenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang (36,7%) dan subjek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 38 orang (63,3%).

2. Usia

Usia subjek penelitian memberikan gambaran penyebaran subjek sebagai berikut:

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Usia N Persentase

18 1 1,7 %

19 5 8,3 %

20 6 10 %

21 20 33,3 %

22 20 33,3 %

23 6 10 %

24 1 1,7 %

25 1 1,7 %

Total 60 100 %

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa jumlah subjek berusia 18 tahun sebanyak 1 orang (1,7%), 19 tahun sebanyak 5 orang (8,3%), 20 tahun sebanyak 6 orang (10%), 21 tahun sebanyak 20 orang (33,3%), 22 tahun sebanyak 20 orang (33,3%), 23 tahun sebanyak 6 orang (10%), 24 tahun sebanyak 1 orang (1,7 %, dan 25 tahun sebanyak 1 orang (1,7%).


(60)

3. Tempat Asal

Tempat asal subjek penelitian memperoleh gambaran penyebaran subjek sebagai berikut:

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Tempat Asal

Tempat Asal N Persentase

Luar DIY (dalam Pulau Jawa) 11 18,3 %

Luar Pulau Jawa 49 81,7 %

Total 60 100 %

Tabel 4.3 menunjukkan jumlah subjek yang berasal dari luar DIY (dalam Pulau Jawa) sebanyak 11 orang (18,3%), sedangkan subjek yang berasal dari luar Jawa sebanyak 49 orang (81,7%).

4. Lama Merantau

Lama waktu merantau subjek penelitian menggambaran penyebaran sebagai berikut:

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Merantau

Lama Merantau N Persentase

1 4 6,7 %

2 10 16,7 %

3 9 15 %

4 27 45 %

6 2 3,3 %

7 3 5 %

8 3 5 %

10 2 3,3 %


(61)

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa jumlah subjek yang telah merantau selama 1 tahun sebanyak 4 orang (6,7%), 2 tahun sebanyak 10 orang (16,7%), 3 tahun sebanyak 9 orang (15%), 4 tahun sebanyak 27 orang (45%), 6 tahun sebanyak 2 orang (3,3%), 7 tahun sebanyak 3 orang (5%), 8 tahun sebanyak 3 orang (5%), dan 10 tahun sebanyak 2 orang (3,3%).

5. Frekuensi Mengonsumsi Alkohol

Frekuensi mengonsumsi alkohol subjek penelitian, dibagi ke dalam dua kategori seperti berikut:

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Berdasarkan Frekuensi Mengonsumsi Alkohol

Frekuensi N Persentase

Sering 12 20 %

Kadang-kadang 48 80 %

Total 60 100 %

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa jumlah subjek yang sering mengonsumsi alkohol sebanyak 12 orang (20%), sedangkan subjek yang hanya sesekali mengonsumsi alkohol sebanyak 48 orang (80%).

6. Pengalaman Pertama Mengonsumsi Alkohol

Pengalaman pertama mengonsumsi alkohol subjek penelitian memperlihatkan gambaran penyebaran sebagai berikut:


(62)

Tabel 4.6 Gambaran Subjek Berdasarkan Pengalaman Pertama Minum Alkohol

Pertama Kali N Persentase

SD 4 6,6 %

SMP 7 11,7 %

SMA 28 46,7 %

Kuliah 21 35 %

Total 60 100 %

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa jumlah subjek yang pertama kali mengonsumsi alkohol di Sekolah Dasar (SD) sebanyak 4 orang (6,6%), di Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 7 orang (11,7%), di Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 28 orang (46,7%), dan di bangku kuliah sebanyak 21 orang (35%).

7. Jumlah Uang Saku Per Bulan

Jumlah uang saku per bulan subjek penelitian memperoleh gambaran penyebaran sebagai berikut:

Tabel 4.7 Gambaran Subjek Berdasarkan Jumlah Uang Saku Perbulan

Pertama Kali N Persentase

Rp. 1.000.000 – 1.999.999,- 51 85 % Rp. 2.000.000 – 2.999.999,- 9 15 %

Total 60 100 %

Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa jumlah subjek yang memiliki uang saku Rp. 1.000.000 – Rp. 1.999.999,- per bulan sebanyak 51 orang (85%), sedangkan jumlah subjek yang memiliki uang saku Rp. 2.000.000 – Rp. 2.999.999,- sebanyak 9 orang (15%).


(63)

C. Hasil Penelitian

1. Hasil Perhitungan Korelasi

Berdasarkan tujuan penelitian, maka dilakukan analisa statistik dengan menggunakan uji Spearman Rank. Uji Spearman Rank dipilih karena terdapat perbedaan pada jenis kelompok data, yaitu data self-esteem merupakan data interval sedangkan data binge drinking merupakan data ordinal. Agar kedua kelompok data dapat dihitung dengan terlebih dahulu disetarakan derajatnya maka digunakan uji Spearman Rank. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8 Korelasi Spearman Rank

Self-esteem Binge drinking

Self-esteem

Spearman’s rho

Correlation Coefficient 1 -.275* Sig. (1-tailed) .017

Binge drinking

Spearman’s rho

Correlation Coefficient -.275* 1 Sig. (1-tailed) .017

* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed)

Pengujian statistik dengan Spearman Rank menghasilkan nilai r = - 0,275 dengan ρ (0,05) untuk korelasi antara self-esteem dengan perilaku berisiko

binge drinking pada remaja. Hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Hi) diterima. Hasil memperlihatkan hubungan yang signifikan dan negatif antara self-esteem dengan perilaku berisiko binge drinking pada remaja. Semakin tinggi tingkat self-esteem maka


(64)

semakin rendah risiko perilaku binge drinking. Semakin rendah tingkat

self-esteem, maka semakin tinggi perilaku berisiko binge drinking.

2. Kategorisasi Subjek Berdasarkan Skor Tiap-tiap Skala

Pengkategorisasian hasil penelitian mengacu pada kriteria kategorisasi yang dibuat dengan memperhatikan skor kumulatif tiap-tiap skala. Kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor populasi terdistribusi normal sehingga dapat dibuat skor teoritis yang terdistribusi menurut model normal (Azwar, 1999). Kategorisasi subjek penelitian dibagi dalam tiga kategori, yaitu tinggi, rendah, dan sedang. Pada penelitian ini, peneliti menggolongkan subjek penelitian berdasarkan pada skor kumulatif pada masing-masing skala ke dalam tiga kategori sebagai berikut:

Tabel 4.9 Kriteria Kategorisasi

Dimana:

µ = mean teoritis

σ = standar deviasi

Skala self-esteem terdiri dari 31 aitem dengan rentang skor antara 1 sampai 4. Dengan demikian, skor terendah adalah (31 x 1) = 31 dan skor tertinggi adalah (31 x 4) = 124. Maka, untuk mencari luas bentangan yaitu

Interval skor Kriteria

µ + 1 σ ≤ X Tinggi µ - 1 σ ≤ X < µ + 1 σ Sedang X < µ - 1 σ Rendah


(65)

dengan mengurangkan skor tertinggi dan skor terendah (124 - 31) = 93. Kemudian luas bentangan tersebut kita bagi ke dalam enam satuan standar deviasi sehingga diperoleh (93 : 6) = 15,5. Angka ini merupakan estimasi besarnya satuan standar deviasi populasi (σ) yang digunakan untuk membuat kategori normatif skor subjek. Adapun mean teoritisnya (µ) diperoleh dari jumlah aitem dikalikan skor tengah dari kategori respon yaitu (31 x 2,5) = 77,5. Pembagian didasarkan dalam enam satuan standar deviasi karena suatu distribusi normal terbagi atas enam bagian atau enam satuan standar deviasi. Tiga bagian beraa di sebelah kiri mean (bertanda negatif) dan tiga bagian berada di sebelah kanan mean (bertanda positif).

Pada skala binge drinking keseluruhan aitem berjumlah 14 buah dan masing-masing aitem diberi skor 1 sampai 4. Dengan demikian skor terendah adalah (14 x 1) = 14 dan skor tertinggi adalah (14 x 4) = 56. Maka, untuk mencari luas bentangan yaitu dengan mengurangkan skor tertinggi dan skor terendah (56 – 14) = 42. Kemudian luas bentangan tersebut kita bagi ke dalam enam satuan standar deviasi sehingga diperoleh (42 : 6) = 7. Angka ini merupakan estimasi besarnya satuan standar deviasi populasi (σ) yang digunakan untuk membuat kategori normatif skor subjek. Adapun mean teoritisnya (µ) diperoleh dari jumlah aitem dikalikan skor tengah dari kategori respon yaitu (14 x 2,5) = 35.


(66)

Berdasarkan tabel kategori 4.11, maka dapat diperoleh kategori respon subjek untuk variabel self-esteem seperti pada tabel 4.12 dan tabel 4.13 untuk variabel binge drinking.

Tabel 4.10 Kriteria Kategorisasi Self-esteem

Tabel 4.11 Kriteria Kategorisasi Binge Drinking

D. Pembahasan

Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara self-esteem dan perilaku berisiko binge drinking pada remaja rantau (r = - 0,275; p = 0,017). Semakin tinggi tingkat

self-esteem, maka semakin rendah perilaku berisiko binge drinkingnya. Semakin rendah tingkat self-esteem, maka semakin tinggi perilaku berisiko binge drinkingnya.

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang menyatakan bahwa salah satu faktor penting dalam kemauan seorang individu untuk terlibat perilaku berisiko

Variabel Interval skor Kriteria F Persentase

Self-esteem

93 ≤ X Tinggi 59 98,3 % 62 ≤ X <93 Sedang 1 1,7 %

X < 82 Rendah 0 0 %

Variabel Interval skor Kriteria F Persentase

Binge Drinking

42 ≤ X Tinggi 8 13,4 %

28 ≤ X < 42 Sedang 38 63,3 % X < 28 Rendah 14 23,3 %


(67)

adalah self-esteem (D’zurilla, Chang, dan Sanna, 2003). Gullette dan Lyons (2006) menyebutkan murid dengan self-esteem rendah mengonsumsi lebih banyak alkohol, memiliki lebih banyak partner seksual, dan berisiko lebih tinggi terjangkit HIV dibandingkan dengan murid lain. Peterson, Buser, dan Westburg (2010) menyatakan bahwa tingkat self-esteem tinggi diasosiasikan dengan rendahnya tingkat perilaku berisiko dan sebaliknya, tingkat self-esteem rendah diasosiasikan dengan tingginya tingkat perilaku berisiko.

Berdasarkan kategorisasi, frekuensi mengonsumsi alkohol subjek menunjukkan 20% subjek masuk ke dalam kategori sering dan 80% sisanya masuk kategori kadang-kadang. Selain itu, mayoritas subjek mulai mengonsumsi alkohol saat berada di bangku SMA (46,7%), kuliah (35%), SMP (11,7%), dan SD (6,6%).

Kategorisasi self-esteem subjek menunjukkan 98,3% memiliki self-esteem

tinggi dan 1,7% sisanya memiliki self-esteem sedang. Tidak ditemukan subjek penelitian dengan self-esteem rendah. Sedangkan, mengenai perilaku berisiko binge drinking, 13,4% subjek masuk ke dalam kategori tinggi, 63,3% terkategori sedang, dan 23,3% sisanya masuk kategori rendah. Tidak ditemukannya subjek dengan


(68)

50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang diperoleh adalah 98,3% subjek penelitian memiliki self-esteem tinggi dan 1,7% sisanya memiliki self-esteem

sedang. Tidak terdapat subjek penelitian yang memiliki self-esteem rendah. Selanjutnya, 13,4% subjek memiliki perilaku binge drinking tinggi, 63,3% sedang, dan 23,3% rendah.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini terletak pada waktu dan subjek yang terbatas sehingga peneliti menggunakan uji cobaterpakai.

C. Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat

self-esteem yang cukup baik karena berada pada kategori tinggi dan sedang. Tidak ditemukan subjek penelitian dengan self-esteem rendah. Subjek penelitian disarankan untuk terus menjaga self-esteem positif dengan cara menghargai dan menerima keadaan diri (bersikap realistis), yakin akan hak pribadi untuk berbahagia, mampu mengutarakan keinginan dan keyakinannya,


(69)

bertanggungjawab atas diri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, dan menghindari perilaku berisiko.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dengan topik yang sama disarankan memilih sampel dalam jumlah lebih besar dan terlebih dahulu melakukan uji coba skala bukan terpakai.


(1)

LAMPIRAN 2


(2)

71

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N % Cases Valid 60 100.0

Excludeda 0 .0 Total 60 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .868 31

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

LAMPIRAN 3


(4)

73

RELIABILITY

/VARIABLES=Item1 Item2 Item3 Item4 Item5 Item6 Item7 Item8 Item9 Item10 Item11 Item12 Item13 Item14

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=ALPHA.

Reliability

Case Processing Summary

N % Cases Valid 60 100.0

Excludeda 0 .0 Total 60 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .887 14

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

LAMPIRAN 4


(6)

75

Nonparametric Correlations

Correlations

Self-esteem Binge drinking Spearman's rho Self-esteem Correlation Coefficient 1.000 -.275*

Sig. (1-tailed) . .017 N 60 60 Binge drinking Correlation Coefficient -.275* 1.000 Sig. (1-tailed) .017 . N 60 60 *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI