Megawati Soekarno Putri

3. Megawati Soekarno Putri

Pada era B.J. Habibie dan Gus Dus, politik luar negeri Indonesia lebih difokuskan pada perbaikan ekonomi dan konflik domestik dalam rangka meningkatkan stabilitas dalam negeri, namun setelah Megawati menjadi Presiden Indonesia secara perlahan mulai normal, dalam pengertian stabilitas politik dan ekonomi sudah mulai pulih kembali sehingga Indonesia mulai aktif kembali dalam arena politik internasional mulai dari ASEAN maupun di luar ASEAN (29 Mei 2012). Meski demikian, Megawati masih berhadapan dengan masalah dalam negeri yang hampir sama, yaitu pemulihan ekonomi dan konflik- konflik dalam negeri serta kasus-kasus pelanggaran HAM. Megawati juga dituntut menyelesaikan masalah HAM yang gagal dilakukan oleh Gus Dur untuk memenuhi keinginan negara-negara Barat (Rachmianto, 2001). Negara Barat dan organisasi hak-hak asasi manusia internasional menekan Indonesia terkait dengan kerusuhan dan pelanggaran HAM oleh pihak militer di beberapa daerah konflik di Indonesia, seperti Maluku, Papua, dan Timor Timur (Murphy 2005: 270). Oleh karena demikian, Megawati lebih berfokus pada penyelesaian konflik domestik dan berusaha membaiki hubungan baik Indonesia dengan negara- negara Barat, juga dengan negara ASEAN. Megawati berusaha memperbaiki hubungan Indonesia dengan negara Barat, terutama Australia, yang selama ini mengalami pasang surut.

Selama Orde Baru, hubungan Indonesia dan Australia kurang harmoni diakibatkan perlakuan buruk tentara dan penembakan beberapa wartawan Australia di Timor Timur (Kompas, 19 Februari 2009). Usaha Megawati memperbaiki hubungan tersebut, selain bertujuan untuk memulihkan hubungan baik dengan negara jiran, juga karena Australia merupakan salah satu aktor utama di kawasna Asia Pasifik yang dapat membantu penyelesaian masalah politik domestik Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan masalah HAM di Timor Timur. Presiden Megawati kemudian menjemput Perdana Menteri Australia ketika itu, John Howard, untuk berkunjung ke Indonesia. Kunjungan John Howard pada bulan Agustus 2001 merupakan lawatan kedua negara yang pertama ketika Megawati berkuasa.

Politik luar negeri Indonesia di bawah pemerintahan Megawati kembali mendapat tantangan ketika AS menyatakan perang melawan teroris pasca tragedi 11 September 2001. Sebagai negara muslim terbesar di dunia, AS sangat berharap pada Indonesia agar dapat memainkan peranan penting dalam

Meski Megawati dipandang serius menyikapi isu teroris, namun masalah politik domestik masih menjadi agenda serius politik luar negeri Indonesia, terutama berkenaan dengan konflik Aceh, Papua, dan Timor Timur. Untuk mengurangi tekanan internasional, Megawati melibatkan Henry Dunant Center (HDC) dalam menyelesaikan konflik di Aceh. Namun usaha tersebut tetap tak mampu meredakan konflik yang sedang terjadi. Megawati juga gagal menyelesaikan konflik di Papua. Untuk berhadapan dengan gerakan OPM, Megawati menawarkan otonomi khusus. Keputusan ini mendapat sambutan baik, mulai dari dalam maupun dari luar negeri. Namun keupayaan ini kembali tersendat akibat peristiwa pembunuhan ketua presidium Theys Eluay oleh tentera yang memicu kemarahan masyarakat Papua, yag berbuntut terjadinya bentrok serta pe- nembakan terhadap dua pekerja Freeport berkebangsaan AS pada Agus- tus 2002 (Tempointeraktif, 03 Januari 2003). Kejadian ini menimbulkan kecaman dan kritikan dari masyarakat internasional terhadap Megawati yang tidak bisa menyelesaian peristiwa ini secara tuntas. Bahkan Kongres AS kembali mengkaitkan bantuannya dengan masalah Papua.

Selain masalah domestik menarik perhatian Megawati, Indonesia berupaya memperbaiki hubungan dengan negara ASEAN. Ini berkaitan dengan terjadinya salah paham dengan Malaysia dan Singapura, hubungan yang diwariskan pada masa Habibie dan Gus Dur, sehingga hubungan kedua negara kurang harmoni. Megawati juga menekankan akan kembali memainkan peranan penting di peringkat ASEAN (Dewi Fortuna Anwar, 2003). Oleh itu, Megawati mengutamakan lawatan pertamanya ke negara ASEAN untuk membuktikan bahwa ASEAN masih merupakan prioritas bagi politik luar negeri Indonesia, seperti pada masa Soeharto. Megawati kemudian mengadakan lawatan pertamanya ke sembilan negara ASEAN antara 20-29 Agustus 2009 (Weatherbee, 2005:151). Niat baik Megawati itu mendapat tantangan ketika terjadi kerusuhan di Malaysia yang melibatkan sekumpulan pekerja Indonesia. Kerajaan Malaysia mengancam memulangkan hampir 2 juta pekerja Indonesia sebagai buntut rusuhan yang terjadi. Meski Megawati telah mengutus wakil

Masalah isu demokrasi di Myanmar, Megawati juga berkeinginan memainkan peranan penting dalam pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN. Namun upaya tersebut mendapat tentangan dari Perdana Menteri Thailand, Thaksin Sinawatra. Keberatan Thaksin terhadap Indonesia, selain disebabkan oleh keinginan Thailand untuk berperanan dalam isu keamanan di kawasan Asia Tenggara, ia juga berkepentingan meredam pemberontakan Islam di Thailand Selatan yang selama ini telah banyak menyita perhatian pihak pemerintahnya (Murphy 2005: 279).

Untuk mengembalikan peranan Indonesia di kawasan Asia Tenggara memang tak mudah. Tantangan utama yang harus dihadapi Megawati adalah masalah domestik terutama soal ekonomi, politik, dan keamanan yang tidak stabil sehingga Megawati lebih fokus kepada masalah dalam negeri dibanding masalah kawasan ASEAN. Pada pihak lain, Megawati sebagai pemimpin dianggap lemah sehingga banyak permasalahan domestik maupun kawasan yang tidak dapat diselesaikan tuntas sehingga bebannya kian berat.