Indonesia: Ketiadaan Perencanaan dalam Perumusan KSS

B. Indonesia: Ketiadaan Perencanaan dalam Perumusan KSS

Indonesia tercatat sudah memberikan bantuan teknis selama 35 tahun atau sejak tahun 1981. Meski demikian, pada kenyataannya bantuan-bantuan teknis ini diberikan secara ad-hoc. Indonesia memberikan bantuan teknis

selama ada permintaan dari negara donor atau negara penerima bantuan. 29 Hal ini tentunya problematis karena pemberian bantuan tidak dilakukan

berdasarkan kepentingan nasional Indonesia atau arah strategi pemberian bantuan internasional Indonesia. KSS seolah-olah hanya menjadi kegiatan rutin tanpa perlu ada perumusan jelas arah perencanaan dan implementasinya. Dengan situasi seperti ini, tampaknya terlalu jauh jika mengharapkan Indonesia sudah mengintegrasikan model diplomasi ekonomi dalam KSS-nya.

MASSCORP, n.d., ―FAQs- Frequently Asked Questions‖, diakses dari http://www.masscorp.net.my/FAQ.htm pada tanggal 22 November 2016, pukul 0:05

25 MASSCORP, ―Shareholder-Companies‖,

diakses

dari

http://www.masscorp.net.my/Shareholders.htm pada tanggal 22 November 2016 pukul 0:05 WIB

26 MASSCORP, ―MASSA – Malaysia South-South Association‖, diakses dari http://www.masscorp.net.my/Massa.htm pada tanggal 22 November 2016 pukul 0:11 WIB

27 Ibid. 28 Ibid. 29 Center for Strategic and International Studies (CSIS), Study on Policy Implementation and

Funding Partnership Strategy of South-South and Triangular Cooperation (Jakarta: JICA and NCT-SSTC, 2014), hlm. 75

Permasalahan di Indonesia ternyata lebih dasar lagi: Indonesia belum memiliki arah kebijakan pengembangan KSS-nya.

Meskipun sudah memberikan bantuan teknis sejak tahun 1981, hanya sedikit sekali dokumen formal kebijakan yang menyebutkan tentang KSS. Penyebutan KSS secara eksplisit baru muncul pada Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Buku II RPJMN, Bab IV, Sub-bab 6.2 tentang Bidang Politik Luar Negeri menyatakan bahwa KSS adalah ―...manifestasi kerjasama antar negara berkembang yang didasarkan pada prinsip-prinsip antara lain, solidaritas, nonkondisionalitas, mutual benefit, dan non-interference ...‖. Di satu sisi, dokumen RPJMN ini penting karena akhirnya menyebutkan KSS sebagai bagian dari politik luar negeri Indonesia. Dokumen ini juga penting karena menyebutkan sejumlah prinsip pelaksanaan KSS Indonesia. Di sisi lain, perlu ditegaskan bahwa dokumen ini bersifat ―rencana pembangunan nasional‖, yang tentunya sangat general dan belum spesifik. Hingga saat ini, Indonesia belum punya UU yang secara khusus mengatur tentang pelaksanaan KSS. Hal-hal seperti motivasi, arah kebijakan, instrumen kebijakan, dan lain-lain masih belum muncul dalam dokumen-dokumen formal Indonesia. Dengan demikian, tidak mengherankan jika KSS Indonesia selama ini dijalankan secara ad-hoc dan demand-driven dari negara penerima bantuan.

Produk-produk hukum tentang KSS Indonesia umumnya baru memaparkan tentang kegiatan administrasi dan koordinasi antar-kementerian. Sebagai contoh, Keputusan Presidium Kabinet No. 81/U/4/1967 berisikan tentang Pembentukan Panitia Koordinasi Bantuan Teknik Luar Negeri, dimana Indonesia sebagai penerima bantuan teknis memerlukan payung hukum terkait dengan penampungan kebutuhan tiap-tiap kementerian, menampung tawaran

bantuan teknik dari negara lain, dan berbagai hal administrasi lainnya. 30 Fungsi yang sama juga muncul dalam Keputusan Presiden No. 60/M/1981 tentang

Panitia Koordinasi Kerjasama Teknik Luar Negeri (PKKTLN), meskipun ada penambahan fungsi administrasi mengingat saat itu Indonesia mulai menjadi

negara pemberi bantuan teknis. 31 Setelahnya, ada Keputusan Menteri/ Kepala Bappenas No. 67/M.PPN/HK/05/2011 (kemudian direvisi menjadi Keputusan

Menteri/ Kepala Bappenas No. 51/M.PPN/HK/03/2013) yang mengatur tentang pembentukan National Coordination Team on South-South and Technical

Coordination (NCT-SSTC). 32 NCT-SSTC ini merupakan forum koordinasi lintas kementerian yang berisikan empat kementerian utama, yaitu Bappenas,

Hadi, et.al., Op. Cit., hlm. 77-78 31 Ibid., hlm. 77-78

32 CSIS, Op. Cit., hlm. 45

Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Keuangan, dalam menjalankan KSS Indonesia. NCT-SSTC inilah yang kini sedang menyusun draft Grand Design dan Blueprint KSS Indonesia. Dokumen Grand Design dan Blueprint inilah yang diharapkan bisa menjawab desain besar arah kebijakan Indonesia.

Dengan demikian, tidak mengherankan jika objectives dari KSS Indonesia belum terformulasikan dengan baik. Dalam konteks ini, tentunya diplomasi ekonomi pun belum terwakili dalam KSS Indonesia. Formasi PKKTLN dan NCT-SSTC yang disebutkan di atas pun dengan jelas tidak memasukkan kementerian-kementerian utama bidang perekonomian, seperti Kementerian Perdagangan atau Perindustrian, sehingga terlihat bahwa diplomasi ekonomi belum terwakili dalam kebijakan KSS Indonesia. Walaupun ada Kementerian Keuangan, tugas lembaga ini lebih ke arah penyediaan pendanaan, bukannya mewakili diplomasi ekonomi. Lebih jauh, tampaknya objectives KSS Indonesia selama ini lebih ke arah penciptaan ―solidaritas‖ diantara negara-negara berkembang. Kata ini muncul dalam berbagai dokumen terkait KSS dan

wawancara yang dilakukan oleh CSIS terhadap sejumlah kementerian. 33 Permasalahannya, meskipun ini tujuan yang ‗mulia‘, ‗solidaritas‘ terkesan terlalu

dangkal dan tidak merepresentasikan kepentingan nasional Indonesia. Indonesia hanya sekedar ‗berbuat baik‘ atau sekedar menunjang ‗peran internasional Indonesia ‘ di mata negara-negara berkembang.

Faktor Koordinasi Negara-Swasta