BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam masyarakat terdapat pengelompokan di segala bidang kehidupan dimana manusia itu menjalan kan aktivitas nya. Perwujutan pelapisan di dalam masyarakat di kenal
dengan istilah kelas-kelas sosial. Kelas-kelas sosial ini terdiri dari kelas sosial tinggi, kelas sosial menengah dan kelas sosial rendah. Kelas sosial tinggi biasanya meliputi para pejabat,
pengusaha kaya. Kelas sosial menengah meliputi kaum intelektual seperti dosen, mahasiswa, pengusaha kecil dan pegawai negri. Sementara kelas sosial rendah yaitu meliputi kaum buruh
dan pedagang kecil dan kelas sosial rendah ini paling banyak terdapat di masyarakat. Mobilitas sosial di dalam masyarakat yaitu perpindahan dari satu kelas ke kelas lain
dan bisa merupakan peningkatan dan penurunan dalam segi status sosial dan juga termasuk segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu dengan kelompok. Mobilitas
sosial hampir terdapat dalam setiap masyarakat. Perubahan dalam setiap mobilitas ini ditandai oleh perubahan-perubahan struktur sosial yang meliputi hubungan antar individu
dengan kelompok baik mobilitas individu maupun kelompok sama-sama memiliki dampak sosial dan keduanya membawa pengaruh bagi perubahan struktur masyarakat yang
bersangkutan. Faktor pendorong seseorang melakukan perpindahan kelas itu dapat dibedakan
menjadi 2 faktor yaitu faktor individu dan faktor struktural. Namun faktor yang paling penting dalam melakukan mobilitas sosial ini adalah faktor individu, dimana faktor individu
ini meliputi yang pertama, perbedaan kemampuan dimana di setiap individu memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Yang kedua adalah orientasi sikap terhadap mobilitas seperti
meningkatkan prospek mobilitas sosial nya melalui pendidikan, kebiasaan kerja dan memperbaiki penampilan diri. Yang ketiga adalah faktor kemujuran, yang keempat yaitu
faktor status sosial dimana setiap manusia itu dilahirkan dalam status sosial yang dimiliki orang tuanya. Yang kelima adalah faktor keadaan ekonomi faktor yang keenam yaitu situasi
politik dan yang ke tujuh yaitu faktor kependudukan. Selain faktor individu yang diatas yang mendorong seseorang melakukan mobilitas sosial yaitu kualitas kerja, dimana semakin gigih
dan rajin dalam bekerja semakin besar pemasukan di sisi ekonomi sehingga mengakibatkan seseorang dapat melakukan mobilitas sosial. Kualitas kerja ini juga berkaitan erat dengan
kerajinan dan juga nilai-nilai budaya. Nilai-nilai di dalam suatu budaya itu sangat berpengaruh di dalam bekerja sehingga mendorong seseorang melakukan mobilitas sosial.
Kemunculan etos kerja karena banyak nya tangtangan-tangtangan dan harapan- harapan yang di inginkan oleh setiap individu. Jadi situasi dimana individu itu bekerja dan
rajin, teliti, berdedikasi dan bertanggung jawab. Etos kerja bagi suatu masyarakat lahir dan berkembang berdasarkan standar dan norma yang dijadikan dasar oriantasi masyarakat kerja
merupakan perbuatan melakukan pekerjaan. Kerja memiliki arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia baik dalam hal materi
maupun non materi baik bersifat intelektual maupun non fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit kerja berkonotasi ekonomi yang bertujuan mendapatkan
materi. Jadi pengertian etos kerja adalah karakter seseorang atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau keamauan dalam bekerja disertai semangat yang tinggi untuk
mewujudkan cita-citanya. Salah satu budaya tradisional yang ada di Indonesia yang sudah cukup tua adalah
budaya Jawa, dianut secara turun temurun oleh penduduk di sepanjang Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun banyak orang beranggapan bahwa budaya Jawa itu hanya satu dan
terbagi tidak terbagi-bagi namun dalam kenyataan nya terdapat berbagai perbedaan sikap dan
prilaku masyarakat nya dalam memahami budaya Jawa. Perbedaan tersebut disebabkan antara lain karena kondisi geografis yang menjadikan kondisi geografis yang menjadikan
budaya Jawa terbagi-terbagi ke dalam beberapa Wilayah kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki karakteristik khas tersendiri dalam mengimplementasikan falsafah-falsafah Jawa ke
dalam kehidupan keseharian. Disamping kondisi geografis beragamnya karakteristik ke dalam implementasi budaya Jawa juga disebabkan oleh masuknya pengaruh nilai-nilai agama
maupun budaya lain. Sejarah menunjukkan bahwa pada awalnya budaya Jawa sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu. Pada tahap berikutnya, ketika islam masuk ke pulau Jawa,
nilai-nilai agama terbesar di Indonesia ini turut pula mewarnai budaya Jawa. Perkembangan budaya Jawa juga dipengaruhi oleh masuknya budaya barat yang dianggap modern.
Guatama 2003:10. Etos kerja yang dibahas adalah etos kerja suku Jawa. Bagi masyarakat Jawa kelas
bawah yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan jarang memikirkan hakiikat kerja dan usaha. Mereka hanya tahu bahwa mereka harus terus berikhtiar dan bekerja. Bagi mereka
bekerja itu merupakan suatu keharusan untuk mempertahankan hidup karena itu di kalangan masyarakatt kelas bawah dikenal dengan falsafah “ Ngupaya upa”dan yang artinya bekerja
hanya untuk mendapatkan makan. Sebaliknya masyarakat kelas menengah dan masyarakat kelas atas telah memilki tujuan dan hakekat kerja, sehingga segala usaha yang dijalankan
selalu dihubungkan dengan hasil yang diharapkan. Falsafah yang banyak dipahami oleh mereka adalah “jer basuki nawa beya” artinya bekerja merupakan segala sesuatu dicita-
citakan dan harus disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh. Falsafah lain yang sering dihubungkan dengan hakekat kerja adalah “sepi ing pamrih rame ing gawe”. Falsafah ini
mengandung arti bahwa setiap orang mau menolong orang lain tanpa mengharapkan pujian dan imbalan materi.Margaret. P. Guatama 2003:17
Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, sejak abad ke 18 selain di Nusantara suku Jawa pada saat itu juga sudah dibawa ke Suriname Amerika Selatan ke
Afrika selatan dan juga ke Haiti di lautan teduh pasifikoleh Belanda. Menurut populasi alinya suku Jawa menempati wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Dearah Istimewa
Yongyakarta. Namun diwilayah itu sebagian provinsi Jawa Barat juga banyak suku Jawa baik di Cirebon, Jakarta, dan Banten. Jumlah populasi suku Jawa Tahun 2009 kurang lebih dari
150 juta dengan penyebaran nya di Jawa Tengah terdapat 33 juta jiwa, Yongyakarta terdapat 3 juta, Jawa Timur terdapat 30 juta,Jawa Barat terdapat 5,5 juta jiwa, Lampung terdapat 4,5
juta, Banten terdapat 500.000 jiwa, Jakarta terdapat 3 juta jiwa, Sumatera Selatan terdapat 1.9 juta jiwa, Riau terdapat 1,2 juta, Kalimantan Timur terdapat 0,7 juta Jiwa, Jambi terdapat 0,7
juta jiwa, di Bengkulu terdapat 0,3 juta jiwa. Kalimantan Selatan terdapat 0,4 juta jiwa, Kalimantan Tengah terdapat 0,4 juta jiwa dan di Papua terdapat 0,3 juta jiwa. Karena suku
Jawa merupakan suku yang paling banyak terdapat di Indonesia sehingga mereka berpindah ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih layak lagi sehingga mereka
kenayakan bekerja sebagai buruh perkebunan dan buruh pertanian.Sumber:http:id.wikipedia.orgwikiEnsiklopedia 26 maret 2012 pukul 12.55 wib.
Di Sumatera Utara terdapat berbagai-bagai macam jenis suku bangsa seperti suku Batak terdapat sekitar41,95, suku Jawa terdapat 32,62, suku Nias terdapat6,36,
suku Melayu terdapat 4,92, suku Tionghoa terdapat 3,07 suku Minangkabau terdapat 2,66, suku Banjar terdapat 0,97,lain-lain terdapat 7,45.Suku Jawa termasuk suku
terbesar jumlahnya di indonesia termasuk di Sumatera Utara. Kita banyak menemui perkampungan atau desa yang dihuni oleh mayorita suku Jawa, bahkan banyak desa di
Sumatera Utara menggunakan nama-nama desa di Jawa, seperti tanah Jawa, Karang Anyar, Karang Sari, Sidorukun, Sidodadi. Suku bangsa Jawa dapat ditemui dibeberapa daerah
KabupatenKota bekas keresidenan Sumatera Timur yang dulunya daerah perkebunan asing
pada masa kolonial Belanda. Pada saat ini suku bangsa Jawa tersebar hampir diseluruh daerah Sumatera Utara. Meraka disubut dengan Jawa Deli Jadel, Jawa Kontrak jakon namun
istilah ini dianggap merendahkan, sehingga mereka lebih suka disebut Pujakesuma putra jawa kelahiran sumatera.Sumber:http:id.wikipedia.orgwikiEnsiklopedia 26 maret 2012
pukul 12.55 wib Kabupaten Karo adalah salah satu kabupaten yang terdapat di Sumatera Utara dimana
terletak di daerah dataran tinggi bukit Barisan dengan luas daerah sekitar 2.127,25 km2 atau 212.725 ha. Jumlah penduduk Kabupaten Karo adalah 342.555 Jiwa. Masyarakat Kabupaten
Karo pada umumnya menganut agama Kristen Protestan dan katolik tetapi ada juga yang menganut agama lain seperti Islam, Budha dan Hindu. Mata Pencaharian sebagian besar
masyarakat di kabupaten Karo adalah sebagai petani karena tanah nya yang subur sehingga cocok untuk lahan pertanian dan tanaman buah, sayur mayur, bunga dan bahan kebutuhan
pokok lainnya. Masyarakat tanah Karo pada Umumnya bersuku Karo walaupun terdapat suku-suku lain seperti suku Jawa, batak, Nias melayu dsb. Kehidupan masyarakatnya di
Kabupaten pada umumnya sejahtera, sekalipun ada suku lain yang merantau ke tanah Karo mereka dapat hidup dengan makmur karena datang dari daerah lain untuk mencari pekerjaan
di kabupaten Karo. Salah Satu nya adalah suku Jawa yang kebanyakan datang dari daerah Siantar, Binjai yang datang merantau ke kabupaten Karo dan bekerja sebagai buruh tani atau
bekerja sebagai pembantu atau pekerjaan yang lain tetapi pada umumnya mereka datang sebagi buruh tani. Sumber:http:id.wikipedia.orgwikiEnsiklopedia 26 maret 2012 pukul
12.55 wib Di kabupaten Karo terdapat 17 kecamatan yaitu kecamatan Mardingding, Lau baleng,
Tiga binanga, Juhar, Kuta buluh, Munte,payung, Tiga nderket, Simpang empat, Naman teran, Merdeka, Kabanjahe, Berastagi, Tigapanah, Dolat rakyat, Merek, dan Barusjahe. Dari
keseluruhan kecamatan ini terdapat 123.056 orang buruh tani dan setengah dari jumlah
tersebut adalah Suku Jawa. Pada saat tahun 1960-an ke bawah ada sebutan “lit tebandu”? suatu sebutan untuk orang batak sebagai orang yang menunggui ladang, hal ini menyiratkan
bahwa saat itu orang karo adalah tuan tanah sedang kan orang toba adalah pekerja tanah yang digaji, saat ini di era 1960-an ke atas dikenal lagi dengan istilah “lit Jawandu”? sebutan ini
kembali lagi lahir untuk menunjuk orang jawa sebagai pekerja atau di masyarakat karo dikenal dengan istilah Aron. Aron ini lah yang sampai sekarang menjadi penunjang berjalan
nya sektor pertanian di Kabupaten Tanah karo. Sumber:httprepository.usu.ac.id.bitstream12345678 chapter 15 diakses 7 mei 2012 pukul
22.23 wib pukul 22.31 wib. Berastagi merupakan daerah yang sangat terkenal dengan kesuburannya sehingga
banyak orang yang ingin memperbaiki taraf kehidupannya ke daerah tersebut. Diperkirakan orang Jawa mulai berbermigrasi ke Berastagi sejak tahun 1950 –an sama seperti etnis lainnya
yakni seperti etnis Batak Toba yang datang ke Berastagi. Orang-orang jawa juga melaksanakan kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik serta bidang-bidang lainnya dalam
usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya di daerah perantauan tersebut. Pada tahun 1935 telah ada juga orang Jawa bernama Wagimin yang dikenal sebagai orang Jawa pertama
kalinya menginjakkan kaki di Berastagi dan ia beserta keluarganya tinggal di daerah Matahari, Desa Rumah Berasatagi di mana di daerah ini dulunya terdapat bangunan sekolah
rakyat sekolah dasaryang dibangun oleh sekutu Jepang. Pada saat sekarang ini di Kecamatan Berastagi terdapat 9 daerah yang pada umumnya ditempati oleh buruh tani, yaitu
daerah Gurusinga, Raya, Rumah Berastagi, Tambak lau mulgap, Gundaling 1, Gundaling 2, tambak lau mulgap 2, Sempa Jaya, dan Daulu. Jumlah keseluruhan buruh tani yang terdapt di
daerah ini 12.280 orang dan rata-rata suku Jawa. Sumber:http:karokap.bps.go.idpublikasibcda201111.pdf diakses tanggal 7 mey 2012
pukul 23.15 wib
Salah satu desa yang terdapat di kecamatan Berastagi ini adalah Desa Raya. Desa Raya adalah salah satu desa yang terdapat diantara kota Kabanjahe, dan kota Berastagi. Di
desa raya ini memiliki 7 dusun dan Desa Raya ini merupakan suatu desa peralihan dari desa ke kota. Terbukti di desa Raya ini terdapat 2 sarana kesehatan yaitu 2 rumah sakit besar,
terdapat juga sekolah TK, SD, SMP, dan SMK. Di desa Raya ini juga terdapat 2 lembaga kemasyarakatan yaitu lembaga Parawasa untuk rehabilitasi wanita Tunasusila dan lembaga
Pejorekan untuk tempat tinggal masyarakat yang sakit jiwa. Dari sisi komposisi etnis banyak jenis suku yang terdapat di desa Raya ini seperti suku Karo, Batak Toba, Simalungun,
Melayu dan juga suku Nias. Tetapi suku yang paling banyak terdapat di desa Raya ini adalh suku Karo.
Mata penncaharian masyarakat Desa Raya ini pada umumnya bertani. Lahan perladangan di desa ini sangat lah luas. Desa raya ini dikenal sebagai penghasil bunga krisan
sehingga ada di kenal dengan istilah “Bunga Raya”. Bunga krisan ini dikenal sebagai tanaman musiman, bunga krisan banyak dijual pada saat-saat hari raya besar keagaaman
seperti Hari Raya Idul fitri, Tahun Baru, Natal,paskah dan juga Imlek. Pembeli bunga krisan ini datang dari berbagai daerah ada yang dari Siantar, Medan, Sidikalang dan daerah lain di
sekitar Kabupaten Karo. Pemasaran bunga krisan ini dikenal dengan istilah “Tiga Bunga” yang diadakan setiap hari senin dan kamis. Tiga bunga artinya pajak bunga dimana di Tiga
bunga ini lah banyak dijumpai petani yang menjual bunga nya. Masyarakat di desa ini menanam bunga 4 bulan sebelum hari raya besar tersebut. Sebelum tiba panen atau sesudah
panen bunga krisan tersebut masyarakat desa ini juga mananam tanaman sayur mayur dan juga buah jeruk. Ada juga sebagai petani kopi tapi itu hanya sebagain kecil. Raya ini terkenal
dengan kentang nya, bunga kol, brokoli dan jeruk nya. Status sosial ekonomi masyarakat desa Raya ini sudah termasuk golongan menengah
ke atas, terutama yang bersuku karo karena mereka terkenal dengan tuan tanah dan memiliki
tanah yang luas dan yang mengerjakan ladang mereka adalah aron buruh tani. Struktur perekonomian suku karo nya rata-rata sudah mapan sehingga mereka mampu membiayai
aronburuh tani untuk bekerja di ladang nya. Selain status sosial ekonomi suku karo yang baik di bidang pendidikan juga semakin membaik.
Pada saat sekarang ini banyak dijumpai masyarakat suku Karo yang tinggal di Desa Raya ini memiliki pengetahuan yang tinggi. Orientasi untuk pendidikan nya juga sudah maju
dimana mereka mampu menyekolahkan anak nya ke tingkat perguruan tinggi baik di dalam daerah maupun sampai ke luar daerah. Walaupun tidak semua mampu untuk membiayai
pendidikan sampai tingkat universitas tetapi pada saat sekarang ini pendidikan paling rendah nya itu adalah SMA. Bahkan anak-anak yang berusia umur 4-5 tahun sudah dimasuk kan ke
PAUD dn TK. Jadi pendidikan merupakan hal yang penting bagi masyarakat karo yang tinggal di desa Raya ini. Selain itu juga kondisi kehidupan sosial nya sudah menuju
masyarakat yang maju dan modern tanpa menghilangkan unsur-unsur tradisional. Masih ada sistem kekerbatan yang sampai sekarang masi terus dipergunakan. Selain itu juga masyarakat
desa Raya suku Karo ini masi menjalani Gotong Royong, bukan hanya sesama suku karo tetapi juga dengan suku lain. Dan saling memberi simpati baik acara dukacita maupun
sukacita. Selain Suku karo terdapat juga suku lain seperti Suku Batak Toba, Simalungun Jawa
dan Nias. Suku Batak Toba dan Batak Simalungun ini tidak terlalu banyak karena mereka datang ke daerah Desa Raya bukan sebagai buruh tani tetapi kebanyakan dari mereka sudah
ada yang menikah dan berumah tangga denagan suku Karo yang tinggal di Desa Raya ini. Hanya sebagian kecil suku Batak Toba dan Simalungun yang tinggal di Desa Raya ini yang
bekerja sebagai buruh Tani, Mereka tinggal secara membaur dengan masyarakat Karo sehingga mereka lebih identik dengan suku Karo dan lebih di kenal sebagai orang karo
karena pada umumnya suku lain yang menikah dengan suku Karo ia mendapat penambalan
Marga, sehingga orang batak ini juga mempunyai marga dari Suku Karo. Selain itu ada juga suku Nias dimana awal kedatangan suku Nias ini baru bermula dari tahun 2010 dimana
mereka pada awalnya tinggal di daerah bawah kaki gunung Sinabung. Karena tahun 2010 Gunung Sinabung meletus mereka pindah ke Daerah sekitar berastagi salah satunya yaitu
Desa Raya.mereka bekerja sebagai buruh tani, tetapi populasi mereka tidak Banyak dan mereka tinggal di dusun 6.
Suku Jawa adalah suku yang terbesar yang bekerja sebagai Buruh Tani di Desa Raya ini. Awal kedatangan suku Jawa ini sendiri ke desa Raya ini mereka datang hanya sebagian
kecil yang bekerja sebagai buruh tani di ladang masyarakat suku Karo. Pada awalnya mereka datang tidak mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di gubuk-gubuk di ladang milik petani
dengan hidup seadanya dimana tidak terdapat kamar tidur, kamar mandi dan untuk air bersih mereka ambil dari sawah dekat ladang atau di pet-pet umum. Kedatangan Buruh Tani etnis
Jawa ini kenayakan datang dari Siantar, Binjai dan juga sekitar Batu-Bara dan Kisaran. Setelah beberapa tahun bekerja sebagai pekerja sehingga si buruh tani Etnis Jawa ini
mempunyai modal untuk mengontrak rumah kecil-kecilan walau hanya terdapat satu kamar mandi, 1 kamar tidur dan terbuat dari papan dan berlantai semen. Selain bekerja sebagai
buruh tani mereka juga bekerja mempunyai tanaman sendiri dimana tanaman ini ditanam di ladang milik petani tempat mereka bekerja, dengan catatan segala yang mengerjakan ladang
adalah si buruh tani dan yang memodali adalah si petani tersebut. Status sosial buruh tani ini secara perlahan-lahan sudah mulai meningkat dimana
tadinya mereka sebagai buruh tani sekarang sudah banyak sebagai pemilik tanah. Buruh tani tadi bisa memiliki tanah dengan cara menabung ke CU Credit Union dimana CU ini adalah
sebuah wadah bagi masyarakat untuk dapat menabung seperti sistem simpan pinjam dengan bunga pinjaman yang rendah. Pada umumnya mereka menggunakan tabungan untuk membeli
tanah karena tanah bisa dijadikan usaha untuk menanam tanaman dan untuk rumah mereka
membangun secara sikit demi sedikit walau tidak bagus dan berukuran kecil. Untuk tinggakt pendidikan sendiri pada awalnya buruh tani ini datang mereka tidak mempunyai pendidikan
bahkan kebanyakan dari mereka tidak mengetahui baca tulis. Tetapi pada saat sekarang sangat jauh berbeda mereka sangat peduli dengan pendidikan dimana dapat dijumpai anak-
anaknya rata-rata sudah masuk ke dunia pendidikan dan rata-rata sudah tamat SMA, bahkan ada beberapa yang masuk ke perguruan tinggi.
Masyarakat buruh tani Etnis Jawa ini tinggal secara berkelompok. Di desa Raya terdapat 7 dusun dan di ke 7 dusun ini ada terdapat daerah khusus yang dihuni buruh tani
Etnis Jawa. Mereka tinggal secara bersama dan berkelompok. Buruh tani etnis Jawa ini sendiri mempunyai perkumpulan seperti perwiritan kaum bapak dan kaum ibu. Masyarakat
setempat yang berbeda agama dengan mereka tidak terganggu dengan kegiatan tersebut bahkan masyarakat desa Raya yang bersuku karo beragama muslim ikut bergabung dengan
etnis Jawa tersebut. Untuk kehidupan sosial nya, pada umumnya mereka dapat menerima suku lain untuk bergabung dengan komunitas mereka. Mereka juga mengormati agama lain
dan suku lain yang berbeda dengan mereka. Contohnya saja jika suku Karo mengadakan pesta mereka datang untuk menghadiri memenuhi undangan dan suku Karo tersebut
menyiapkan makanan khusus yang halal dimakan oleh suku Jawa tersebut karena pada umunya mereka beragama Islam. Begitu juga sebaliknya jika Buruh Tani etnis Jawa
mengadakan Hajatan maka suku Karo yang tinggal di sekitar tempat mereka dan juga tuan tanah tempat mereka bekerja di undang, pada saat ini Hajatan tersebut diadakan meriah dan
sudah mewah karena situasi ekonomi mereka yang sudah mampu. Buruh tani etnis Jawa dengan pemilik Tanah suku Karo saling menghargai satu sama lain, dan sejauh ini tidak ada
konflik yang terjadi antara Suku karo dan suku Jawa. Untuk partisipasi di desa ini juga dilibatkan suku Jawa seperti Gotong Royong,
masyarakat desa Raya dan suku Jawa sama-sama melakukan Gotong Royong. Selain itu juga
di dalam pemilihan Kepala Desa. Masyarakat lain juga dilibatkan didalam pemilihan kepala desa bukan hanya yang bersuku karo yang berhak memilih tetapi juga suku lain seperti batak
Toba, Simalungun, Nias dan juga suku Jawa. Mereka berhak memilih dan menentukan kepala desa tetapi mereka tidak bisa mencalonkan diri karena mereka bukan warga asli Desa Raya.
Untuk bantuan dari pemerintah mereka juga ikut mendapat kan hak yang sama dengan suku karo. Buruh tani etnis Jawa ini juga mendapatkan Jatah Raskin dan juga Jamkesmas. Mereka
di data oleh aparat desa dan jika mereka dalam keadaan kurang mampu maka mereka akan diberi bantuan.
Pada umumnya masyarakat Jawa dikenal lambat di dalam bekerja tetapi buruh Tani etnis Jawa yang bekerja di Desa raya ini sudah gigih, rajin dan ulet karena mereka bekerja
dengan suku Karo yang dikenal cepat di dalam bekerja sehingga lama-kelamaan mereka bekerja dengan cepat dan bersih sehingga sampai pada saat sekarang masyarakat desa Raya
masih mempertahankan buruh tani Etnis Jawa sebagai Aron mereka. Dan pada umumnya buruh tani ini sudah bekerja secara menetap dengan pemilik tanah.
1.2 Perumusan Masalah