Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)

(1)

POTENSI MODAL SOSIAL BURUH BANGUNAN

(Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)

S K R I P S I

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DIAJUKAN OLEH :

090901057

James Party Samuel

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

NAMA : JAMES PARTY SAMUEL

NIM : 090901057

DEPARTEMEN : Sosiologi

JUDUL : POTENSI MODAL SOSIAL BURUH

BANGUNAN

(Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) (Dra. Lina Sudarwati, M.Si) NIP. 196805251992031002 NIP. 196603181989032001

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena dengan kasih karunia dan berkatNya yang melimpah, skripsi saya yang berjudul “ Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang) ” ini dapat selesai sesuai dengan harapan. Senantiasa saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, beserta keluarga dan para sahabat-sahabat saya semoga kedepannya kita selalu mendapatkan berkat yang melimpah. Penulisan skripsi ini merupakan bagian kerja dan prosedur yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kaitan ini terutama saya sebagai bagian dari mahkluk sosial yang tidak lepas dari bantuan serta pertolongan orang lain, secara umum ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh jajaran civitas akademika USU, khususnya pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang kiranya telah banyak memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung kepada saya, sehingga pada saat ini saya bisa menuai semua atau merasakan buah dari kebaikan tersebut diakhir penghujung masa studi saya di kampus Universitas Sumatera Utara tercinta khususnya di Departemen Sosiologi. Petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan oleh bapak dan ibu dosen-dosen FISIP-USU terutama departemen sosiologi merupakan kenangan yang tidak pernah saya lupakan sekalipun disana terdapat pahit manis perjalanan proses belajar, akan tetapi saya sangat menikmati masa-masa itu.

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga selesai, saya telah melibatkan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Prof. DR. Baddarudin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan andil selama saya mengikuti perkuliahan dan berbagai kebijaksanaan untuk mempermudah skripsi ini, sekaligus selaku dosen pembimbing saya yang sudah bersedia memberikan waktu, tenaga, pengetahuan kepada saya dalam penulisan skripsi ini.


(4)

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dalam perkuliahan sekaligus sebagai ketua penguji yang memberikan arahan dan masukan untuk skripsi ini.

3. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Rizabuana, M.Phil, Phd, selaku dosen wali yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dalam perkuliahan.

5. Para dosen-dosen di Departeman Sosiologi yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu-persatu yang telah membekali, memberikan ilmu, mengarahkan dan membimbing saya selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sosiologi sehingga selesainya skripsi ini.

6. Bapak Misno, selaku Kepala Desa Bandar Khalipah yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian ini.

7. Kak Fenny, Kak Betty dan Kak Sugi di jurusan sosiologi serta seluruh staf yang berada di FISIP USU yang telah memberikan kemudahan dalam mengurus segala administrasi dalam skripsi ini.

8. Spesial penghargaan beserta terima kasih yang sebesar-besarnya dan rasa sayang serta rasa cinta yang sedalam-dalamnya saya persembahkan kepada kedua orang tua saya. Almarhum P. Gultom dan Mama saya T.R br. Siahaan yang selama ini telah memperjuangkan saya sendirian tanpa mengenal lelah demi keberhasilan anaknya. Terima kasih banyak ya mamaku.

9. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kepada Tulang Freddy, Nantulang Duma, Tante Tuty dan seluruh keluarga dekat SIAHAAN yang selalu memberikan doa, nasehat, perhatian dan dorongan semangat serta bantuan-bantuan lainnya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga buat Pak Lek Syamsudin, Bu Lek Legiatik, Dek Kamil dan Dek Aji yang telah memberikan saya tempat tinggal, nasehat, perhatian, semangat dan doa-doanya selama saya penelitian di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah.

11.Masyarakat Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah, khususnya masyarakat yang profesinya buruh bangunan yang telah memberikan informasi-informasi dan data-data yang telah banyak membantu saya dalam penelitian ini.


(5)

12.Buat teman-teman seperjuangan di Departemen Sosiologi, khususnya stambuk 2009 (walau lambat tapi dapat), Mamen Jupri Tarigan, Dede Adi, Bima, Nela, Sauma, Riya, May Yuliarti, Sarwendah, Mega, Irvin, Ridho, Mira, Adol, Jony, Johan, Sri Maryati, Widya, Onkaruna, Wely, Syahid, Bertha, Melita, Bernita, Noni, Serdita, Siska, Lely, Lilis, May Hermawani, Lae Corry, Lae Riski, Lae Wisnu, Lae Nuel, Lae Risman, Lae Lukas, Nasrullah, Almert, Palty, Arfy, Ricardo, Berry, Edi, Elisabeth besar, Elisabeth kecil, Kiki, Unyu Dewi Keleng, Ledy, Siti, Sopia, Winda, Veronika, Angel, Henny, Rani, Monica, Dina, Willer, Yohan, Christian, Fitria serta semuanya yang belum saya sebutkan satu-persatu. Terima kasih banyak atas semangat, saran dan doanya serta buat pertemanan kita selama ini dan harapannya pertemanan kita sampai masa tua nanti, amien.

13.Buat Abang dan Kakak Senior di Departemen Sosiologi, Bang Gio, Bang Hendra, Kak Judika, Bang Belman, Bang Amos, Bang Ricky, Kak Desi, Bang Aspipin, Bang Prabu, Bang Herbin dan senior lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu juga beserta Adek-adek Junior. Terima kasih buat saran, semangat dan doa-doanya.

14.Terima kasih buat semua teman-teman Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dan teman-teman organisasi cipayung lainnya serta Tourer Community. Maka dengan menyadari sepenuhnya kekurangan dan keterbatasan yang ada pada diri penulis, skripsi ini masih terdapat kekurangan, kendati demikian adanya, saya berharap agar isi dan penjelasan yang tertulis dalam skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu sosiologi terutama ilmu sosiologi ekonomi. Selain itu saya juga berharap agar penelitian yang saya lakukan ini, ada yang mau melanjutkannya ke tahap yang lebih dalam lagi dan mengembangkan kedepannya agar dapat memperluas cakrawala pengetahuan dibidang penelitian ini dan juga dapat memanfaatkannya sebagai bahan bacaan untuk menulis skripsi dalam isu atau penelitian yang sama. Akhir kata terima kasih atas segala perhatian dan semoga bermanfaat.

Syalom Medan, Juli 2013


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Abstrak... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2. Manfaat Praktis ... 10

I.5. Definisi Konsep ... 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Modal Sosial ... 13

2.1.1. Dimensi Modal Sosial ... 14

2.1.2. Tipologi Modal Sosial ... 17

2.2. Elemen-elemen Modal Sosial ... 22

2.3. Potensi Modal Sosial ... 27

2.4. Peranan Modal Sosial Dalam Pembangunan ... 28

2.4.1. Modal Sosial dan Pembangunan Manusia ... 29

2.4.2. Modal Sosial dan Pembangunan Sosial ... 30

2.4.3. Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi ... 30

2.5. Modal Sosial Dalam Produktivitas ... 32

2.6. Konsep Buruh Bangunan ... 33

2.7. Penelitian Terdahulu ... 37

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42


(7)

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 43

3.3.1. Unit Analisis ... 43

3.3.2. Informan ... 43

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Primer ... 44

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ... 45

3.5. Interpretasi Data ... 46

3.6. Jadwal Kegiatan ... 46

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 47

BAB IV : DESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI DATA ... 48

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

4.1.1. Sejarah Singkat Desa Bandar Khalipah ... 49

4.1.2. Sarana dan Prasarana Desa ... 50

4.1.3. Profil Informan ... 51

4.2. Struktur Desa Bandar Khalipah ... 54

4.2.1. Pemerintah Desa ... 54

4.2.2. Keamanan dan Ketertiban ... 57

4.2.3. Partisipasi Masyarakat ... 58

4.3. Keberadaan Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ... 58

4.3.1. Sejarah Buruh Bangunan ... 61

4.3.2. Perkembangan dan Kondisi Sosial Ekonomi Buruh Bangunan ... 62

4.3.3. Rutinitas Pekerjaan Buruh Bangunan ... 65

4.4. Buruh Bangunan dan Modal Sosial ... 69

4.4.1. Modal Sosial Yang Terdapat Pada Buruh Bangunan ... 73

4.4.2. Kekuatan Modal Sosial Diantara Sesama Buruh Bangunan ... 76

4.5. Menumbuhkembangkan Modal Sosial di Kalangan Buruh Bangunan ... 80

4.5.1. Negosiasi Kesepakatan Kerja Pada Buruh Bangunan ... 83

4.5.2. Nilai dan Norma Pada Buruh Bangunan ... 87

4.5.3. Kepercayaan/Trust Pada Buruh Bangunan ... 89

4.5.3.1. Kepercayaan Antara Sesama Buruh Bangunan ... 91

4.5.3.2. Kepercayaan Antara Buruh Bangunan dengan Si Pemberi Pekerjaan ... 93


(8)

BAB V : PENUTUP ... 99

5.1. Kesimpulan ... 99

5.2. Saran ... 101

Daftar Pustaka ... 103

Interview Guide ... 107

Dokumentasi ... 111

Peta Desa Bandar Khalipah ... 122

Lembar Struktur Pemerintahan Desa Bandar Khalipah ... 123

Lembar Bimbingan ... 124

Lembar-Lembar Seminar Proposal ... 125


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini menyajikan tentang : Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang). Penelitian ini membahas bagaimana buruh bangunan di Lingkungan XII Desa Bandar Khalipah menumbuhkembangkan modal sosial untuk menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi-potensi modal sosial atau sikap dan hubungan kerja sama yang ada pada buruh bangunan dan upaya apa yang dilakukan untuk menumbuhkembangkannya menjadi lebih baik lagi dari yang sebelumnya demi menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut tulisan ini menggunakan teori modal sosial yang dikemukakan oleh sosiolog Coleman, Fukuyama, Putnam, Hasbullah dan Lawang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi partisipasi dan dokumentasi.

Hasil deskripsi dan interpretasi data berupa penggambaran atau penuturan dalam bentuk kalimat menjelaskan bahwa potensi modal sosial yang terdapat pada buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah berupa negoisasi, jaringan informasi dan relasi, kepercayaan, nilai dan norma, etos kerja yang tinggi dan gotong royong. Usaha mereka untuk menumbuhkembangkannya dengan tetap berkomunikasi dengan baik, tolong menolong, menjaga kepercayaan dan kejujuran, saling pengertian serta selalu bekerja dengan hasil yang baik. Para buruh bangunan juga sepakat bahwa dengan potensi modal sosial yang mereka miliki dapat menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan.


(10)

ABSTRACT

This study presents about: Potential Labor Construction Workers Capital (Descriptive Study On Building Workers in Rural Environment 12 Bandar Sei Tuan Percut Khalipah district of Deli Serdang). This study discusses how the construction workers in the Village Environment XII Bandar Khalipah develop social capital to ensure the continuity of their work as a construction worker.

This study aims to determine the potential of social capital or attitude and cooperative relations that exist in the construction workers trade and what efforts were made to develop to be even better than the previous one to ensure the continuity of their work as a construction workers. To achieve these goals this paper uses social capital theory put forward by sociologists Coleman, Fukuyama, Putnam, Hasbullah and star anise. This study uses a qualitative descriptive approach. Data collection techniques in-depth interviews, observation and documentation of participation.

The description and interpretation of the data is a depiction or narrative in sentences explaining that social capital potential contained in the construction workers in the Village Environment 12 Bandar Khalipah form of negotiation, information networks and relationships, beliefs, values and norms, a high work ethic and mutual cooperation. Their efforts to develop the fixed communicate well, please help, maintain trust and honesty, mutual understanding and always worked with good results. The construction workers also agreed that the potential of social capital at their disposal to ensure the continuity of their work as a construction workers.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu provinsi yang besar, Sumatera Utara dengan ibukota Medan sedang bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang perkantoran, plaza, jalan-jalan, jalan fly over maupun perumahan dan bidang lainnya. Salah satu bidang yang banyak menyerap tenaga kerja informal adalah bidang konstruksi bangunan. Hal ini disebabkan tenaga kerja adalah salah satu komponen penting dalam industri jasa pelaksanaan konstruksi bangunan. Hampir semua bagian dan detail pekerjaan konstruksi masih memerlukan tenaga kerja manusia. Secara umum terdapat lima macam tenaga kerja dalam bidang konstruksi yaitu konsultan, arsitektur, pengawas, mandor dan tukang (kenek).

Pada suatu bidang konstruksi bangunan, umumnya yang bekerja disuatu bangunan tersebut lebih sering disebut buruh bangunan. Buruh bangunan memiliki status pekerjaan yang tidak tetap dan berpindah-pindah sesuai dengan panggilan proyek kepada buruh bangunan tersebut. Dimana para pekerja buruh bangunan setiap kali mendapatkan proyek pekerjaan atau lahan baru untuk dikerjakan, harus melakukan negosiasi kesepakatan kerja, waktu dan gaji terlebih dahulu dengan pihak yang telah memanggil buruh bangunan tersebut. Agar proyek bangunan yang dikerjakan baik membangun ataupun memperbaiki suatu bangunan dapat berjalan sesuai dengan sistem negoisasi dan kesepakatan bersama kedua belah pihak. Pembangunan proyek bangunan seperti gedung kantor, rumah pribadi, sampai jalan dan jembatan, tak lepas dari peran buruh bangunan.

Keberhasilan sebuah proyek bangunan dilihat dari segi sumber daya manusia yang merupakan keberhasilan penggabungan dari berbagai macam profesi yang saling mendukung sehingga tercipta sebuah hasil yang sesuai dengan harapan yang diinginkan. Dalam sebuah


(12)

proyek bangunan akan dikenal berbagai macam profesi yang salah satunya adalah buruh bangunan. Seringkali keberadaan buruh bangunan ini diabaikan sehingga hanya menganggapnya sebagai robot yang siap bekerja dengan upah yang telah disediakan, hal ini tentu akan sangat berbeda hasilnya jika manajemen proyek dapat memperlakukan seorang buruh bangunan sebagai manusia yang sesungguhnya. Secara umum pengelompokan buruh bangunan dapat dibedakan berdasarkan keahliannya menjadi yaitu tukang batu, tukang besi, tukang cor, tukang bekisting, tukang kayu, tukang las, tukang listrik, tukang plumbing, tukang mekanikal & elektrikal dan lain-lain.

Buruh bangunan adalah sebuah profesi jasa yang sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak. Buruh bangunan atau ada juga yang menyebut sebagai kuli bangunan dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu yang pertama tukang dan yang kedua adalah pembantu tukang atau kenek. Tukang bertugas mengerjakan proses berdirinya suatu bangunan, sedangkan pembantu tukang atau kenek bertugas melayani apa saja kebutuhan tukang dalam bekerja. Tentu saja tukang tingkatnya lebih tinggi dibanding pembantu tukang atau kenek, karena tingkat kemahiran yang dimiliki dan upah/gaji yang diterima saja sudah tentu berbeda.

Menurut Media Kompas, karir di dalam pekerjaan sebagai buruh bangunan sama seperti halnya pada kepegawaian dengan tingkatan pangkat, pada pekerja bangunan juga mengenal tingkatan karir. Tingkatan terendah adalah kenek atau pembantu tukang. Tingkat selanjutnya yang lebih tinggi tentu saja tukang. Karir profesi pekerja bangunan rata-rata hanya sampai pada tingkat tukang. Dimana pada tingkat ini biasanya sudah mempunyai spesifikasi atau keahlian tersendiri, misalnya spesifikasi pemasangan batu, pemasangan besi, pemasangan kayu, pemasangan keramik, finishing pengecatan, pemasangan kaca dan lain-lain. Namun pada dasarnya mereka mempunyai keahlian yang sama dalam pembuatan sebuah

tembok bangunan


(13)

Lebih lanjut lagi Media Kompas tersebut menyebutkan sebenarnya karir profesi sebagai tukang masih bisa berlanjut lagi, tetapi jarang terjadi. Urutan kenaikan karir setelah tukang adalah kepala tukang, mandor, dan tentu saja pemborong bangunan. Kepala tukang diambil dari tukang yang nantinya bertanggung jawab terhadap mandor atas apa saja yang dikerjakan. Mengenai mandor sampai pemborong tidak masuk dalam paparan ini, karena tidak lagi terkategori pekerja bangunan dan penulisan ini hanya dibatasi pada buruh bangunan yaitu tukang dan keneknya agar penulisan ini juga tidak meluas dan fokus.

Gaji atau upah buruh bangunan berdasarkan observasi awal yang saya lakukan cukup bervariasi, antara Rp 50.000–Rp 100.000 tergantung tingkat kemahiran yang dimilikinya. Untuk pekerja bangunan di wilayah Kota Medan terbagi atas tukang dan pembantu tukang. Penghasilan pembantu tukang atau kenek saat ini berkisar Rp 50.000–Rp 60.000 perhari. Penghasilan tukang lebih bervariasi lagi, yang mempunyai spesialis keahlian mempunyai gaji yang berbeda. Berkisar antara Rp 70.000 – Rp 100.000 perhari. Namun seperti pemasangan keramik biasanya dihitung meteran, misalnya lantai biasanya Rp 20.000 permeter sedangkan dinding biasanya Rp 30.000 permeter. Penghasilan tersebut belum dikurangi biaya hidup di lokasi pekerjaan. Adakalanya untuk makan sudah ditanggung pemborong atau yang mempunyai pekerjaan.

Bila dihitung penghasilan tukang berkisar Rp 2.100.000–Rp 3.000.000 perbulan dan pembantu tukang atau kenek berkisar Rp 1.200.000–Rp 1.800.000. Bila dibandingkan dengan pendapatan buruh pabrik Rp 1.200.000–Rp 2.000.000, pegawai swasta berkisar Rp 2.500.000–Rp 4.500.000 sedangkan wiraswasta tergantung omset mereka perhari dan tidak dapat dipastikan, dan menurut perkiraan yang ada di lapangan berkisar Rp 1.300.000 atau bahkan ada yang lebih tergantung bidang usahanya dan tingkat pendidikan mereka berbeda-beda, untuk buruh itu hanya tamat smp dan paling tinggi sma sedangkan untuk pegawai swasta dan wiraswasta kebanyakan yang tamat sma bahkan sarjana. Hal ini juga


(14)

menunjukkan kalau sebenarnya pendapatan buruh bangunan khususnya tukang sudah lebih tinggi dibandingkan buruh pabrik dan wiraswasta dan hampir menyetarai pendapatan pegawai swasta dan pendapatan kenek menyetarai pendapatan buruh pabrik dan wiraswasta.

Buruh bangunan disini menetap di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah, ada yang bekerja di sekitar Lingkungan 12 tetapi kebanyakan bekerja di Kota Medan atau yang biasa disebut penglaju. Buruh bangunan tersebut umumnya memiliki potensi modal sosial yang terdapat pada masing-masing individu dan kelompok yang tercipta dan lahir sebagai sistem sosial dalam masyarakat desa. Modal sosial merupakan sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan individu.

Selain pengetahuan dan keterampilan terdapat juga kemampuan individu untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Kemampuan ini akan menjadi modal penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga bagi setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Modal yang demikian ini disebut dengan ‘modal sosial’ (social capital), yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok dan organisasi (Coleman, 1990). Penekanannya pada potensi kelompok dan pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.

Kekuatan dasar berupa modal sosial sebenarnya sudah ada terbangun pada sebagian kelompok buruh bangunan tersebut, ini terlihat dari keseharian mereka yang saling mengajak dan memberikan informasi pekerjaan kepada buruh bangunan lainnya ketika ada pekerjaan ataupun proyek yang mau dikerjakan sehingga hubungan-hubungan dan interaksi sosial mereka sampai sekarang tetap berjalan. Modal sosial pada kelompok buruh bangunan tersebut dapat menyelesaikan permasalahan dan juga mempersatukan potensi yang ada di


(15)

dalam masyarakat dengan suatu energi/kekuatan yang ada dalam masyarakat, diantaranya adalah kebersamaan dan kepercayaan.

Sejumlah buruh bangunan yang menetap di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah tersebut memiliki jumlah kerja yaitu selama 6 hari dalam seminggu dari mulai pukul 08.00 pagi sampai pukul 17.00 sore setiap harinya. Setiap harinya mereka pulang bersama dari tempat mereka bekerja menuju ke rumah dan berkumpul dengan keluarganya masing-masing. Tidak jarang juga antara buruh bangunan yang satu dengan buruh yang lainnya melakukan pertemuan atau perkumpulan dengan buruh-buruh bangunan yang lainnya baik di rumah ataupun di luar, pertemuan ini dimaksudkan untuk tetap saling menjaga ikatan, solidaritas dan pola hubungan serta peluang pekerjaan mereka sesama buruh bangunan.

Masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah umumnya memiliki kehidupan yang sederhana, keadaan ini disebabkan tidak tetapnya proyek yang mereka kerjakan. Jika sudah habis mengerjakan suatu proyek bangunan baik perumahan ataupun suatu tempat bangunan lainnya, kebanyakan dari mereka akan menganggur atau menunggu sampai adanya lagi panggilan dari proyek bangunan ataupun si pemberi pekerjaaan yang membutuhkan jasa mereka.

Tidak jarang juga diantara buruh bangunan selalu mencari-cari informasi pekerjaan, oleh karena itu disela-sela waktu mereka yang kosong mereka juga mencari pekerjaan tambahan agar dapat menutupi kebutuhan sehari-hari. Namun tidak jarang juga buruh bangunan memberitahukan proyek pekerjaan kepada buruh bangunan lainnya jika di tempat proyek pekerjaan mereka lagi membutuhkan buruh bangunan. Hal ini dilakukan agar teman mereka sesama buruh bangunan dapat kembali bekerja, disinilah letak fungsi jaringan sosial dan sikap kepercayaan.

Semua ini memberi gambaran bahwa modal sosial buruh bangunan seharusnya menciptakan dan membangun jaringan atau lingking terhadap pihak yang secara


(16)

hierarkhi/stratifikasi lebih tinggi, yang artinya modal sosialnya mampu menciptakan kepercayaan dan hubungan timbal-balik antara buruh bangunan yang strata sosialnya lebih rendah dengan pihak atau struktur yang lebih tinggi. Buruh bangunan ini juga masih menjaga norma-norma yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat terutama sesama buruh bangunan, ini karena norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan serta inilah yang menjadi suatu kebanggaan bagi mereka yang dapat membuat hubungan sesama mereka lebih erat dan saling menguntungkan dalam kelompok buruh bangunan tersebut.

Seperti yang dikatakan Suparman dalam membahas modal sosial nelayan, ada tiga tipe modal sosial yakni sebagai perekat/pengikat (bonding), penyambung/menjembatani (bridging) dan menciptakan jaringan dan koneksi dan mengait (lingking). Inilah yang menjadi modal dasar bagi kaum buruh bangunan dalam menumbuhkan pilar-pilar kebersamaan sebagaimana beberapa fakta yang disebutkan diatas. Bahkan fenomena modal sosial di kalangan nelayan dapat mengefektifkan modal lainnya seperti modal fisik/infrastruktur, modal ekonomi, modal manusia (Suparman, 2012).

Lebih lanjut lagi, kaitan dengan penelitian ini sesuai dengan proposal di atas bahwa modal sosial buruh bangunan dapat juga mengefektifkan dan mengoptimalkan modal manusia seperti pengalaman dan keterampilan serta kekuatan/kemampuan fisik yang dimiliki oleh kaum buruh bangunan pada kegiatan yang produktif seperti bekerja pada sektor non buruh. Modal sosial yang dimiliki mampu menyalurkan dan memanfaatkan modal manusia yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat kepada yang produktif. Modal sosial kaum buruh juga mampu menumbuhkan modal ekonomi seperti informasi, biaya transaksi dan biaya produksi lainnya. Artinya dengan modal sosial yang ada akan mampu mengurangi biaya bahkan mampu menciptakan sumber penghasilan tambahan bagi warga buruh bangunan seperti keterlibatan dalam aktivitas ekonomi dan pembangunan serta perbaikan infrastruktur pada pemukimannya.


(17)

Buruh bangunan juga memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap sumber daya di darat yaitu berupa bangunan fisik sebagai sumber daya milik umum. Potensi dan alternatif lain yang dimiliki oleh buruh bangunan yang membuat kelangsungan hidupnya tetap bertahan adalah modal sosial. Pemanfaatan modal sosial yang dimiliki dapat menjadi peletak dasar dalam mengungkap dan mengembangkan potensi modal yang lain. Seperti potensi modal sosial dapat mengungkap potensi akses, mengefektifkan peran lembaga dan institusi yang ada, dapat membangun kerjasama dengan pihak luar, dapat mendorong kepedulian dan solidaritas bahkan dapat menciptakan human capital dan potensi modal lainnya.

Modal sosial dapat menjadi modal pendorong yang dimiliki oleh buruh bangunan tersebut untuk terbukanya peluang dan potensi modal lainnya dalam bekerja dan bermasyarakat dengan individu atau kelompok lainnya yang saling menguntungkan. Konsep modal sosial pada awalnya hanya dipahami sebagai suatu bentuk dimana masyarakat menaruh sikap kepercayaan terhadap individu dan kelompok sebagai bagian di dalamnya, namun selanjutnya mereka juga membuat kesepakatan bersama sebagai suatu nilai di dalam kelompoknya.

Modal sosial digambarkan sebagai kepercayaan, jaringan dan norma-norma untuk memudahkan kooperasi untuk manfaat timbal balik (Putnam, 1993:167). Modal sosial sebagai penentu dan dasar kehidupan masyarakat yang teratur dan sejahtera. Modal sosial ini merupakan potensi yang dapat menjadi energi dalam menjembatani dan memperkuat bahkan mendorong potensi modal lainnya dalam suatu kelompok. Pada intinya modal sosial menjadi potensi yang dapat dioptimalkan oleh individu dalam suatu komunitas untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Menurut Lesser (2000), modal sosial sangat penting bagi kelompok karena (1) dapat memberi kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota kelompok, (2) menjadi media


(18)

“power sharing” atau pembagian kekuasaan dalam kelompok, (3) mengembangkan solidaritas, (4) memungkinkan pencapaian bersama, (5) memungkinkan mobilitas sumber daya kelompok, (6) membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi kelompok. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya dan memberi kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggung jawabnya.

Putnam (2000) memberikan proposisi bahwa suatu entitas masyarakat yang memiliki kebajikan sosial yang tinggi, tetapi hidup secara sosial terisolasi akan dipandang sebagai masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang rendah. Selanjutnya dikatakan bahwa peran individual dan keterikatan sosial yang terorganisir dalam memprediksi kemajuan individu dan tindakan tindakan kolektif mereka, ide asosiasi dan aktifitas masyarakat sipil sebagai basis bagi terciptanya integrasi sosial dan kesejahteraan. Nilai, norma, jaringan sosial, kepercayaan yang terpola dalam suatu masyarakat adalah sebagai bentuk modal sosial yang merupakan kekuatan dan energi dalam mencapai kemajuan bersama. Potensi modal sosial yang dimiliki oleh kelompok buruh bangunan dapat menumbuhkan kepedulian, kerjasama, saling membantu, solidaritas sosial, kejujuran termasuk keberpihakan dan keadilan. Penciptaan kondisi dan harmoni sebagai wujud dari kekuatan modal sosial dalam suatu kelompok merupakan modal dasar.

Masalah yang dapat di pertanyakan adalah mengapa kelompok-kelompok dan asosiasi yang ada kurang berfungsi sebagai lokomotif energi sosial dan sebagai pembebas masyarakat, ini disebabkan karena kurang/tidak berkembangnya kepercayaan (trust) serta tidak berkembangnya nilai-nilai positif seperti kerjasama, saling membantu dan sejenisnya sebagai konsekuensi dari konfigurasi nilai dalam sistem sosial masyarakat setempat yang intinya modal sosialnya melemah dan hilang. Situasi yang lain diperpuruk oleh renggangnya jarak emosional, sebagai konsekuensi dari ketiadaan modal sosial, antara masyarakat miskin dan


(19)

para elit yang menguasai kelompok-kelompok sosial yang ada. Sejalan dengan hal tersebut, Fukuyama mengatakan bahwa masyarakat mengalami kebangkrutan karena melemahnya modal sosial di dalam masyarakat (Fukuyama. 1995. Trust : The Social Virtues and the Creation of Prosperity NY : Free Press). Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk membahasnya, sehingga mengangkat judul skripsi yaitu “ Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang) ”

1.2. Perumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas dimana harus dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 1996:19).

Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Menumbuhkembangkan Modal Sosial untuk Menjamin Kelangsungan Pekerjaan Mereka sebagai Buruh Bangunan?.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui potensi modal sosial yang ada pada buruh bangunan dan apakah modal sosial tersebut menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan.

b. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan buruh bangunan untuk menumbuhkembangkan potensi modal sosial yang dimiliki oleh buruh bangunan.


(20)

c. Untuk mempelajari karakteristik elemen modal sosial seperti jaringan sosial, kepercayaan, nilai dan norma yang ada.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dan sumber informasi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi seperti kajian sosiologi ekonomi dan bagi peneliti serta semua pihak berkaitan dengan kajian modal sosial dalam buruh bangunan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis mengenai permasalahan yang diteliti dan kemampuan untuk membuat karya tulis ilmiah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah, mengenai informasi modal sosial buruh bangunan yang membantu dalam membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan di dalamnya.

1.5. Definisi Konsep

Definisi Konsep disini adalah perumusan yang singkat, padat dan jelas tentang makna dan pengertian yang terkandung dalam penelitian ini. Sebagaimana definisi konsep di bawah ini:


(21)

1. Potensi

Potensi diri merupakan kemampuan atau kekuatan baik yang belum terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki oleh seseorang buruh bangunan tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal.

2. Modal Sosial

Secara umum modal sosial adalah hubungan-hubungan yang tercipta berupa jaringan, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi yang membentuk kualitas dan kuantitas serta efisiensi masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi serta sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan diantara anggota masyarakat luas secara bersama-sama.

3. Potensi Modal Sosial

Kemampuan masyarakat luas dalam suatu kelompok buruh bangunan untuk bekerja sama membangun modal sosial yang terdiri dari jaringan, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi untuk mencapai tujuan bersama dalam menjamin kelangsungan pekerjaan mereka.

4. Menumbuhkembangkan Modal Sosial

Yaitu upaya dari individu-individu yang bekerja sebagai buruh bangunan yang terdapat di dalam masyarakat untuk bekerja sama membangun dan memperluas atau mengembangkan suatu jaringan, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi yang sudah lahir dan tercipta sebelumnya dari kelompok masyarakat buruh bangunan tersebut agar mencapai tujuan bersama untuk memperbaiki kualitas kehidupan mereka.

5. Desa

Desa adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain (Bintarto


(22)

6. Buruh Bangunan

Undang-undang No.13 tahun 2003 (tentang ketenagakerjaan) mendefinisikan pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja pada si pemberi pekerjaan dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja yang saya maksud disini adalah pekerja bangunan, tukang atau kenek yang pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan fisik yang kuat, kemampuan dan keahliannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya dari si pemberi kerja, pengusaha atau majikan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Modal Social (Social Capital)

Menurut para ahli modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). Sedangkan Burt (1992) mendefinisikan, modal sosial adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Adapun Putnam (2000) mendefinisikan, modal sosial adalah penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama.

Fukuyama (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Adapun Cox (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.

Sejalan dengan pendapat dari Fukuyama dan Cox, Partha (1999) mendefinisikan, modal sosial sebagai hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok secara bersama-sama. Pada jalur yang sama Solow (1999) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma yang diwujudkan dalam perilaku yang dapat


(24)

mendorong kemampuan dan kapabilitas untuk bekerjasama dan berkoordinasi untuk menghasilkan kontribusi besar terhadap keberlanjutan produktivitas.

Adapun menurut Cohen dan Prusak (2001), modal sosial adalah sebagai setiap hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared value) yang mengikat anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Sependapat dengan penjelasan dari Cohen dan Prusak, Hasbullah (2006) menjelaskan, modal sosial sebagai segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kerja sama dalam masyarakat atau bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling mempercayai), hubungan timbal balik dan aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya.

Dari pengertian para ahli di atas, maka menurut saya modal sosial (social capital) secara umum adalah hubungan-hubungan yang tercipta berupa jaringan, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi yang membentuk kualitas dan kuantitas serta efisiensi masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi serta sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan diantara anggota masyarakat luas secara bersama-sama. Modal sosial juga adalah sebuah potensi yang dimana dapat meningkatkan kesadaran bersama tentang banyaknya kemungkinan peluang yang bisa dimanfaatkan dan juga kesadaran bahwa nasib bersama akan saling terkait dan ditentukan oleh usaha bersama yang dilakukan.

2.1.1. Dimensi Modal Sosial

Dimensi modal sosial disini membahas bahwa sebenarnya Modal sosial (social capital) berbeda definisi dan terminologinya dengan modal manusia (human capital) (Fukuyama, 1995). Bentuk human capital adalah ‘pengetahuan’ dan ‘keterampilan’manusia. Bentuk nyata dari human capital adalah dalam bentuk seperti halnya pendidikan di sekolah


(25)

atau universitas, pelatihan programmer computer, kursus bahasa atau menyelenggarakan bentuk-bentuk pendidikan lainnya. Sedangkan modal sosial adalah kemampuan atau keahlian yang muncul dari adanya kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu didalamnya. Modal sosial juga dapat dilembagakan dalam bentuk kelompok sosial paling kecil atau paling mendasar dan juga kelompok-kelompok masyarakat paling besar seperti halnya negara(bangsa).

Modal sosial diterapkan atau dihubungkan melalui mekanisme-mekanisme kultural atau budaya seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Fukuyama, 2000). Akuisisi atau bentuk positif dari modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas yang dalam konteksnya sekaligus dapat mengadopsi nilai-nilai kebajikan seperti kesetiaan dan kejujuran serta menjadi suatu hal yang dapat dipercayai dan dipertanggungjawabkan serta pada akhirnya modal sosial lebih didasarkan pada kebajikan-kebajikan sosial umum.

Dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian anggotanya (Woolcock dan Narayan, 2000). Oleh karena pendapat itu Adler dan Kwon (2000) menyatakan, dimensi modal sosial adalah merupakan gambaran dari keterikatan internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan keterkaitan satu sama lain dan keuntungan-keuntungan bersama dari proses dinamika sosial yang terjadi di dalam masyarakat.

Sejalan dengan pendapat di atas maka dimensi modal sosial juga dapat menggambarkan segala sesuatu yang membuat masyarakat dapat membentuk sebuah kelompok untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan perasaan senasib yang di mana didalamnya diikat oleh nilai-nilai kepercayaan dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Dimensi modal sosial berhubungan erat dalam struktur hubungan sosial dan jaringan sosial di dalam suatu masyarakat yang menciptakan berbagai ragam kewajiban


(26)

sosial, menciptakan iklim saling percaya, membawa saluran informasi dan menetapkan norma-norma serta sanksi-sanksi sosial bagi para anggota masyarakat tersebut (Coleman, 1999).

Namun demikian Fukuyama (1995, 2000) dengan tegas menyatakan, belum tentu norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dipedomi sebagai acuan bersikap, bertindak dan bertingkah laku itu otomatis menjadi modal sosial. Akan tetapi hanyalah norma-norma dan nilai-nilai bersama yang dibangkitkan oleh kepercayaan (trust). Dimana kepercayaan ini adalah harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran dan perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas masyarakat yang didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama oleh para anggotanya. Norma-norma tersebut bisa berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar pada nilai-nilai luhur (kebajikan) dan keadilan.

Dengan mendasarkan konsepsi-konsepsi di atas sebelumnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan pengertian bahwa dimensi dari modal sosial adalah sebuah proses yang dimana memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas hidup kedepannya agar senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus kearah yang lebih baik lagi dari yang sebelumnya. Di dalam proses suatu perubahan dan upaya dalam mencapai tujuan tersebut, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini sebagai acuan dalam bersikap, bertindak dan bertingkah laku serta berhubungan atau membangun jaringan dengan pihak lain.

Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan modal sosial antara lain: sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun


(27)

dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Inilah bentuk dari jati diri modal sosial yang sebenarnya yang mampu menopang kekuatan dalam kehidupan bermasyarakat.

Oleh karena itu menurut Hasbullah (2006), dimensi inti dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerja sama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola hubungan timbal balik dan saling menguntungkan antara sesama individu yang dibangun di atas kepercayaan dan ditopang oleh aturan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Kekuatan tersebut akan maksimal jika didukung oleh semangat proaktif membuat jalinan hubungan di atas prinsip-prinsip sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya.

2.1.2. Tipologi Modal Sosial

Para ahli yang memiliki perhatian terhadap modal sosial pada umumnya tertarik untuk mengkaji kedekatan kaitan hubungan sosial dimana sebuah kelompok masyarakat terlibat didalamnya, terutama kaitannya dengan pola-pola interaksi sosial atau hubungan sosial antar anggota masyarakat atau kelompok dalam suatu kegiatan sosial. Cara dan ciri perbuatan dari keanggotaan dan aktivitas mereka dalam suatu hubungan sosial merupakan hal yang selalu menarik untuk dikaji.

Dimensi lain yang juga sangat menarik perhatian adalah yang berkaitan dengan tipologi modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk terikat (bonding/exclusive) atau menjembatani (bridging/inclusive). Keduanya memiliki pengertian, pemahaman dan implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam sebuah proses kehidupan dan pembangunan masyarakat.


(28)

(a) Modal Sosial Terikat (Bonding Social Capital)

Modal sosial terikat adalah modal sosial yang cenderung bersifat eksklusif (Hasbullah, 2006), dimana yang menjadi karakteristik dasar, ciri khas, konteks ide, relasi dan perhatian pada tipologi ini adalah lebih berorientasi ke dalam (inwardlooking) dibandingkan dengan berorientasi keluar (outward looking). Beraneka ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada umumnya serba sama (homogeneous) atau cenderung bersifat homogen.

Di dalam bahasa lain bonding social capital ini dikenal pula sebagai ciri dari masyarakat yang memeiliki aturan atau tempat keramat yang dianggap suci dan harus senantiasa dipatuhi dan dijaga nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Menurut Putnam (1993), pada masyarakat sacred society dogma tertentu mendominasi dan mempertahankan struktur masyarakat yang bersangkutan dengan pemerintah setempat, hierarkis dan tertutup. Di dalam pola interaksi sosial sehari-hari selalu dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang menguntungkan level tingkatan kedudukan kelompok tertentu dan feodal. Hasbullah (2006) menyatakan, pada mayarakat yang bonded atau inward looking maupun sacred, meskipun hubungan sosial yang tercipta memiliki tingkat kaitan satu sama lain yang kuat, akan tetapi kurang merefleksikan kemampuan masyarakat tersebut untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang tumbuh sekedar dalam batas kelompok dalam keadaan dan kondisi tertentu, struktur tingkatan kedudukan yang feodal serta tingkatan yang berkaitan satu sama lain yang bersifat terikat (bonding).

Secara umum gambaran pemahaman yang diatas akan lebih banyak membawa pengaruh negatif dibandingkan dengan pengaruh positifnya. Kekuatan interaksi sosial terkadang berkecenderungan untuk menjauhi, menghindar bahkan pada situasi yang luar biasa mengandung unsur kebencian terhadap masyarakat lain yang di luar dari kelompok masyarakat, group, asosiasi dan suku tersebut. Oleh karena itu di dalam kaitannya dengan


(29)

upaya pembangunan masyarakat di negara-negara berkembang saat ini, mengidentifikasi dan mengetahui secara teliti tentang kecenderungan dan konfigurasi modal sosial di masing-masing daerah menjadi salah satu kebutuhan utama.

Dapat ditarik suatu asumsi hubungan bahwa terdapat kekeliruan jika pada masyarakat tradisonal yang socially inward looking kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk dikatakan tidak memiliki modal sosial. Modal sosial itu ada, akan tetapi kekuatannya terbatas pada satu dimensi saja, yaitu dimensi yang berkaitan satu sama lain dalam kelompok. Keterkaitan satu sama lain dalam kelompok tersebut terbentuk karena adanya faktor keeratan hubungan emosional ke dalam yang sangat kuat. Keeratan tersebut juga disebabkan oleh pola nilai yang melekat dalam setiap proses hubungan interaksi yang juga berpola tradisional.

Kelompok tersebut juga kurang atau sama sekali tidak paham dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat modern yang mengutamakan efisiensi produktivitas dan kompetisi yang dibangun atas prinsip pergaulan yang bersifat sederajat dan bebas. Konsekuensi lain dari sifat dan tipologi ketertutupan sosial ini adalah sulitnya mengembangkan ide baru, orientasi baru dan nilai-nilai serta norma baru yang memperkaya nilai-nilai dan norma yang telah ada. Kelompok bonding social capital yang terbetuk pada akhirnya memiliki resistensi kuat terhadap perubahan. Pada situasi tertentu, kelompok masyakakat yang demikian bahkan akan menghambat hubungan yang kreatif dengan negara, dengan kelompok masyarakat lain, serta menghambat pembangunan masyarakat itu sendiri secara keseluruhan.

Dampak negatif lain yang sangat menonjol di era moderen ini adalah masih kuatnya dominasi kelompok masyarakat bonding social capital yang mewarnai kehidupan masyarakat atau bangsa (Putnam, dkk: 1993). Konsekuensi yang kuat pula akan tingkat akomodasi masyarakat terhadap berbagai perilaku penyimpangan yang dilakukan oleh anggota kelompok terhadap kelompok lain atau negara yang berada di luar kelompok mereka.


(30)

(b) Modal Sosial yang Menjembatani (Bridging Social Capital)

Menurut Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani ini ini biasa juga disebut bentuk moderen dari suatu pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada Prinsip-prinsip-Prinsip-prinsip universal tentang; persamaan, kebebasan serta nilai-nilai yang terdiri dari beberapa bagian dan merupakan kesatuan (kemajemukan) dan sifat kemanusiaan (humanitarian) yang terbuka dan mandiri.

Prinsip persamaan, bahwasannya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok pada dasarnya harus berdasarkan kesepakatan yang sederajat dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok. Prinsip kebebasan, bahwasannya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Suasana kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam tubuh kelompok, yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut.

Prinsip kemajemukan dan humanitarian yang pada dasar bahwasannya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok suatu masyarakat. Maksud kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, memahami perasaan dan situasi yang dihadapi oleh orang lain merupakan dasar-dasar ide humanitarian.

Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya cenderung bersifat berlainan jenis (heterogen) dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluarkelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat


(31)

berkembang dengan kemampuan menciptakan akses jaringan yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan hubungan timbal balik yang lebih variatif serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal.

Bila dibandingkan dengan Coleman (1999), tipologi masyarakat bridging social capital dalam gerakannya lebih memberikan tekanan pada dimensi berjuang untuk (fight for). Yaitu mengarah kepada pencarian jawaban bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh suatu kelompok (pada situasi tertentu, termasuk problem di dalam kelompok atau problem yang terjadi di luar kelompok tersebut). Pada keadaan tertentu jiwa gerakan lebih diwarnai oleh semangat berjuang melawan (fight against) yang bersifat memberi perlawanan terhadap ancaman berupa kemungkinan runtuhnya simbul-simbul dan kepercayaan-kepercayaan tradisional yang dianut oleh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat yang demikian ini, perilaku kelompok yang dominan adalah sekedar pengertian dan perasaan kesetiakawanan (solidarity making).

Bentuk modal sosial yang menjembatani (bridging capital social) umumnya mampu memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kemajuan dan kekuatan masyarakat. Hasil-hasil kajian di banyak negara menunjukkan bahwa dengan tumbuhnya bentuk modal sosial yang menjembatani ini memungkinan perkembangan di berbagai dimensi kehidupan, terkontrolnya korupsi, semakin efisiennya pekerjaan-pekerjaan pemerintah, mempercepat keberhasilan upaya penanggulangan kemiskinan, kualitas hidup manusia akan meningkat dan bangsa menjadi jauh lebih kuat (Suparman, 2012).

Terdapat perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk terikat (bonding/exclusive) atau menjembatani (bridging/inclusive). Keduanya memiliki pengertian, pemahaman dan implikasi yang berbeda pada hasil-hasil


(32)

yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam sebuah proses kehidupan dan pembangunan masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1

Modal Sosial Terikat dan Modal Sosial Menjembatani

Sumber: Hasbullah (2006)

2.2. Elemen-Elemen Modal Sosial

Dilihat dari aspek sosiologis maka elemen-elemen modal sosial terdiri dari : 1. Jaringan Sosial (Social Networks)

Jaringan (network) diartikan sebagai berikut (1) adanya ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (media sosial). Hubungan ini diikat dengan kepercayaan; (2) adanya kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama; (3) seperti halnya sebuah jaringan (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar simpul itu pasti kuat menahan beban bersama dan lebih banyak; (4) dalam kerja jaringan itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri, malah kalau satu simpul saja putus, maka keseluruhan jaringan itu tidak bisa berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki lagi. Semua simpul itu menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat; (5) media (benang dan kawat) dan simpul tidak dapat

Bonding Social Capital Bridging Social Capital • Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif.

• Perbedaan yang kuat antara orang kami dan orang luar.

• Hanya ada satu alternatif jawaban. • Sulit menerima arus perubahan.

• Kurang akomodatif terhadap pihak luar.

• Mengutamakan kepentingan kelompok. • Mengutamakan solidaritas kelompok

• Terbuka.

• Memiliki jaringan yang lebih fleksibel. • Toleran.

• Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah.

• Akomodatif untuk menerima perubahan.

• Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitaristik, dan universal.


(33)

dipisahkan. Atau antara orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan; (6) ikatan atau pengikat (simpul) dalam kapital sosial adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan (Lawang, 2004:50).

Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan (connectedness) antara individu dan komunitas. Keterkaitan terwujud di dalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal maupun pada tingkat yang lebih tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama anggota dalam kelompok, mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan. Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya kelompok formal.

Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat dalam konteks pengelolaan sumber daya milik bersama, karena hal tersebut dapat mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan yang bersifat timbal balik, itulah yang dikatakan Putnam dalam Lubis (2001) tentang jaringan sosial sebagai salah satu elemen dari modal sosial.

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa jaringan sosial merupakan media sosial yang dimana menghubungkan dan mengikat antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok agar dapat berdiri dan menjadi satu. Melalui jaringan sosial sesama individu atau kelompok akan saling tahu, saling menginformasikan sesuatu yang bermakna dan menguntungkan, saling mengingatkan satu sama lain, saling bantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah.

2. Nilai dan Norma Timbal Balik

Setiap kehidupan sosial senantiasa ditandai dengan adanya aturan-aturan pokok yang mengatur perilaku anggota-anggota masyarakat yang terdapat di dalam lingkungan sosial tersebut. Dalam kehidupan manusia terdapat seperangkat pola hubungan yang tertata dengan baik yang tidak disamai dengan mahluk lain. Pola-pola tersebut meliputi; (a) segala sesuatu yang menjadi dasar-dasar tujuan kehidupan sosial ideal atas dasar pola-pola yang terbentuk di


(34)

dalam realitas sosial tersebut; (b) Sesuatu yang menjadi pola-pola pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial, yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berikut sanksinya yang dinamakan sistem norma.

Nilai dan norma merupakan susunan imajinasi artinya sebuah susunan yang hanya ada karena dibayangkan di dalam pikiran-pikiran dan banyak dipengaruhi oleh daya kreatif mental. Nilai-nilai yang menjadi kesepakatan bersama di dalam kehidupan sosial adalah konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dicita-citakan, diinginkan atau dianggap baik. Adapun norma merupakan penjabaran dari nilai-nilai secara terperinci ke dalam bentuk pola-pola kehidupan sosial yang berisi perintah, anjuran dan larangan yang dijabarkan baik dalam bentuk tata aturan yang bernilai informal maupun nonformal. Menurut lawang nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu.

Norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan, kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antar dua orang. Sifat norma adalah muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan (Blau 1963 dan Fukuyama 2000), artinya kalau dalam pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu norma yang muncul bukan hanya satu pertukaran saja. Kalau dari beberapa kali pertukaran prinsip saling menguntungkan dipegang teguh, maka dari situlah muncul norma dalam bentuk kewajiban sosial, yang intinya membuat kedua belah pihak merasa diuntungkan dari pertukaran, dengan demikian hubungan pertukaran itu dipelihara (Blau dalam Lawang, 2004).

3. Hubungan antar Individu/Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Perilaku individu manusia yang saling terkait dan saling mempengaruhi melalui alat komunikasi disebut


(35)

sebagai interaksi sosial (Here dalam Outhwaite, 2008:397). Interaksi berarti semua kata, simbol dan isyarat yang dipakai orang untuk saling merespon atau menanggapi suatu hal yang saling berhubungan satu sama lain.

Teori pertukaran sosial (social exchange) menjelaskan interaksi sosial dalam bentuk imbalan dan biaya. Teori ini lebih banyak berhubungan dengan interaksi dua orang. Interaksi terjadi jika dua orang bertemu, kemudian ia saling menegur sapa, berjabat tangan saling berbicara, bahkan sampai terjadi perkelahian, pertengkaran dan sebagainya. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial bahkan interaksi merupakan inti dari suatu kehidupan sosial, artinya tidak ada kehidupan yang sesungguhnya apabila tidak ada interaksi.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan terjadinya interaksi sosial adalah karena adanya kesadaran masing-masing pihak sehingga dari kesadaran tersebut menyebabkan adanya perubahan-perubahan diantara mereka seperti reaksi terhadap suatu bau keringat bau parfum atau kesan tentang diluar dirinya terhadap orang lain. Jika dua orang saling mengadakan interaksi maka dalam proses sosial tersebut akan bertemu dua kepribadian yang berbeda. Dalam proses interaksi sosial akan ditemukan kepentingan, pemikiran, sikap, cara-cara bertingkah laku keinginan, tujuan dan sebagainya yang dipertemukan dalam suatu wadah yang namanya komunitas sosial.

4. Kepercayaan (Trust)

Menurut Fukuyama (1995) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Menurut Cox (1995) bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik.


(36)

Kepercayaan/trust sebagai salah satu elemen paling penting dan pokok dalam modal sosial, yang diartikan sebagai keyakinan atau juga rasa percaya. Rasa percaya ini mutlak menyangkut akan orang, akan kelompok, akan keluarga, masyarakat bahkan negara. (Lawang, 2004:36) menyebutkan bahwa inti kepercayaan antar manusia terdapat tiga hal yang saling terkait yaitu; (a) Hubungan sosial antara dua orang atau lebih, termasuk dalam hubungan ini adalah institusi yang dalam pengertian ini diwakili orang; (b) Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak; (c) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud.

5. Institusi dan Asosiasi

Institusi adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat melakukan interaksi menurut pola-pola yang sudah terstruktur di dalam masyarakat dalam sosiologi disebut pranata sosial, bangunan sosial atau lembaga kemasyarakatan.

Dalam Bahasa Indonesia institusi adalah lembaga yang seringkali disamakan artinya dengan konsep pranata atau institution. Padahal antara pranata dan lembaga memiliki perbedaan yang tajam, yakni pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai aktivitas masyarakat khusus yang berupa perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku, sedangkan lembaga atau institute adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu (Setiadi dan Kolip, 2010). Jika istilah lembaga diperhatikan lebih mendalam dan dihubungkan dengan istilah kelompok atau perkumpulan, maka lembaga adalah perkumpulan yang khusus.

Wadah sebagai tempat manusia beraktivitas dalam rangka hidup bersama adalah lembaga atau institusi. Jadi lembaga bermanfaat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, pada hakekatnya, modal sosial (social capital) merupakan dasar berpijak


(37)

yang kokoh, yang apabila dijalankan secara baik akan meringankan biaya pembangunan. Selama ini kita sering salah kaprah terhadap peran uang dalam pembagunan pedesaan. Uang memang dibutuhkan, tapi uang memberi sumbangan yang paling sedikit dalam memperbaiki proses (Cernea, 1988). Penunjang berupa uang tidak pernah secara ampuh menggantikan yang bukan uang. Variabel yang terlewatkan misalnya adalah variabel sosiobudaya dan kelembagaan.

2.3. Potensi Modal Sosial

Kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerja sama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama tersebut diwarnai oleh suatu pola hubungan satu sama lain yang timbal balik dan saling menguntungkan (resiprocity dan dibangun di atas kepercayaan (trust) yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat (Hasbullah, 2006).

Kajian empiris tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan dengan para perempuan manajer. Responden dalam penelitian tersebut adalah para perempuan manajer di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesuksesan perempuan manajer terkait dengan beberapa hal. Pertama, nilai-nilai spiritual yang menjadi fondasi bisnis yang dijalankannya. Kedua, perempuan manajer memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang baik. Ketiga, mereka memiliki kemampuan menjaga hubungan dengan orang lain atau pelanggan. Hal keempat adalah bahwa para perempuan manajer cenderung memiliki tingkat kepedulian sosial yang tinggi. Mereka mempunyai naluri berempati dan bersimpati atas masalah-masalah yang dialami orang lain. Secara umum potensi-potensi untuk peduli, bersimpati, berempati, bermultiperan, berinteraksi dan berelasi dengan lingkungan merupakan potensi-potensi yang lebih dekat dengan sosok perempuan. Potensi-potensi tersebut dikenal dengan istilah modal sosial. Modal sosial berkaitan dengan kekayaan personal yang melekat pada diri individu. Banyak peneliti


(38)

modal sosial seperti Coleman, Putnam, Fukuyama, Nahapiet dan Ghoshal menjelaskan bahwa mereka yang memiliki modal sosial tinggi cenderung memiliki kinerja yang tinggi. Dalam konteks di Indonesia, Djamaludin Ancok dan Wisnu Prajogo melihat bahwa modal sosial yang tinggi konsisten meningkatkan kinerja.

Masyarakat bisnis melihat kemampuan, keterampilan dan sikap profesionalisme menjadi hal yang lebih penting. Sesungguhnya, para perempuan manajer memiliki potensi luar biasa yang tidak kalah dengan laki-laki untuk berperan menjadi manajer-manajer bisnis yang handal. Dengan kekayaan modal sosial yang dimilikinya, perempuan manajer berpotensi untuk semakin berperan dalam mengelola bisnis. Hal ini juga dimiliki oleh seluruh individu baik yang bekerja dimanapun tak terkecuali buruh bangunan, yang diharapkan juga mampu menciptakan dan mengembangkan sikap dan potensi modal sosial yang mereka miliki.

2.4. Peranan Modal Sosial Dalam Pembangunan

Perkembangan paradigma dan teori pembangunan telah mengalami perubahan sejak 30 tahun lalu. Perubahan ini dipicu oleh ketidakpuasan pada perkembangan pembangunan di banyak negara berkembang dan negara miskin di benua Asia dan Afrika. Paradigma pembangunan yang ada sebelumnya telah menjerumuskan negara-negara tersebut dalam kemiskinan akibat lemahnya kontrol negara terhadap pengaruh dan intervensi negara asing dalam bidang perekonomian, perdagangan, industri, budaya dan politik yang berimbas pada lemahnya kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah yang berpihak pada kepentingan masyarakat.

Perubahan paradigma yang terjadi kemudian, banyak negara belum juga berdampak positif bagi masyarakat. Upaya penanggulangan kemiskinan dan upaya membebaskan bangsa dari keterbelakangan senantiasa tidak menghasilkan sesuatu yang optimal. Hal ini erat kaitannya dengan tidak dimasukkannya modal sosial sebagai faktor penting dalam


(39)

mempengaruhi efisiensi dan efektivitas kebijakan. Kenyataan ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya dimensi kultural dan pendayagunaan peran lembaga-lembaga yang tumbuh dalam masyarakat untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses-proses pembangunan. Fukuyama (2002) misalnya menyebutkan faktor kultural, khususnya modal sosial menempati posisi yang sangat penting sebagai faktor yang menentukan kualitas masyarakat (Inayah 2012 dalam Jurnal Pengembangan Humaniora hal 46-47).

2.4.1. Modal Sosial dan Pembangunan Manusia

Putnam dalam Hasbullah (2006) menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi cenderung lebih efisien dan efektif dalam menjalankan berbagai kebijakan untuk mensejahterakan dan memajukan kehidupan rakyatnya. Modal sosial dapat meningkatkan kesadaran individu tentang banyaknya peluang yang dapat dikembangkan untuk kepentingan masyarakat.

Dalam konteks pembangunan manusia, modal sosial mempunyai pengaruh yang besar sebab beberapa dimensi pembangunan manusia sangat dipengaruhi oleh modal sosial antara lain kemampuan untuk menyelesaikan kompleksitas berbagai permasalahan bersama, mendorong perubahan yang cepat di dalam masyarakat, menumbuhkan kesadaran kolektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan mencari peluang yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan. Hal ini terbangun oleh adanya rasa saling mempercayai, kohesifitas, tindakan proaktif, dan hubungan internal-eksternal dalam membangun jaringan sosial didukung oleh semangat kebajikan untuk saling menguntungkan sebagai refleksi kekuatan masyarakat. Situasi ini akan memperbesar kemungkinan percepatan perkembangan individu dan kelompok dalam masyarakat tersebut. Bagaimanapun juga kualitas individu akan mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat itu berarti pembangunan manusia paralel dengan pembangunan sosial.


(40)

2.4.2. Modal Sosial dan Pembangunan Sosial

Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi akan membuka kemungkinan menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Dengan saling percaya, toleransi, dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik di dalam kelompok masyarakatnya maupun dengan kelompok masyarakat lainnya.

Masyarakat tradisional diketahui memiliki asosiasi-asosiasi informal yang umumnya kuat dan memiliki nilai-nilai, norma, dan etika kolektif sebagai sebuah komunitas yang saling berhubungan. Hal ini merupakan modal sosial yang dapat mendorong munculnya organisasi-organisasi modern dengan prinsip keterbukaan, dan jaringan-jaringan informal dalam masyarakat yang secara mandiri dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup bersama dalam kerangka pembangunan masyarakat.

Berkembangnya modal sosial di tengah masyarakat akan menciptakan suatu situasi masyarakat yang toleran, dan merangsang tumbuhnya empati dan simpati terhadap kelompok masyarakat di luar kelompoknya. Hasbullah (2006) memaparkan mengenai jaringan-jaringan yang memperkuat modal sosial akan memudahkan saluran informasi dan ide dari luar yang merangsang perkembangan kelompok masyarakat. Hasilnya adalah lahirnya masyarakat peduli pada berbagai aspek dan dimensi aktifitas kehidupan, masyarakat yang saling memberi perhatian dan saling percaya. Situasi yang mendorong kehidupan bermasyarakat yang damai, bersahabat dan tenteram.

2.4.3. Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi

Modal sosial sangat tinggi pegaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan berbagai sektor ekonomi. Fukuyama (2002) menunjukkan hasil-hasil studi di berbagai negara yang menunjukkan bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan berbagai


(41)

sektor ekonomi karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan kerekatan hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi.

Hasbullah (2006) memberikan contoh perkembangan ekonomi yang sangat tinggi di Asia Timur sebagai pengaruh pola perdagangan dan perekonomian yang dijalankan pelaku ekonomi Cina dalam menjalankan usahanya memiliki tingkat kohesifitas yang tinggi karena dipengaruhi oleh koneksi-koneksi kekeluargaan dan kesukuan, meskipun demikian pola ini mendorong pembentukan jaringan rasa percaya (networks of trust) yang dibangun melewati batas-batas keluarga, suku, agama dan negara.

Budaya gotong-royong, tolong menolong, saling mengingatkan antar individu dalam entitas masyarakat desa merefleksikan semangat saling memberi (reciprocity), saling per-caya (trust) dan adanya jaringan-jaringan sosial (sosial networking). Hal ini membangun kekompakan pada masyarakat desa untuk bersama-sama dalam memulai bercocok tanam bersama-sama untuk menghindari hama, membentuk kelompok tani untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan dan mencari solusi bersama dalam rangka meningkatkan perekonomian pertanian.

Pembangunan industri pada masyarakat dengan modal sosial tinggi akan cepat berkembang karena modal sosial akan menghasilkan energi kolektif yang memungkinkan berkembangnya jiwa dan semangat kewirausahaan di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan menumbuhkembangkan dunia usaha. Investor asing akan tertarik untuk menanamkan modal usaha pada masyarakat yang menjunjung nilai kejujuran, kepercayaan, terbuka dan memiliki tingkat empati yang tinggi. Modal sosial, berpengaruh kuat pada perkembangan sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan, jasa, konstruksi, pariwisata dan lainnya (Inayah 2012 dalam Jurnal Pengembangan Humaniora hal 46-47).


(42)

2.5. Modal Sosial dalam Produktivitas

Satu konsep lain yang dekat dengan modal sosial adalah konsep Kualitas Masyarakat. Menurut Dahlan dalam Rajoki Simarmata (2009) kualitas masyarakat perlu untuk mewujudkan kemampuan dan prestasi bersama. Hal ini mencakup ciri-ciri yang berhubungan dengan kelangsungan masyarakat itu sendiri. Kualitas masyarakat ditelaah atas beberapa kelompok dengan detail sebagai berikut: Perihal kehidupan bermasyarakat yang dilihat dari keserasian sosial, kesetiakawanan sosial, disiplin sosial dan kualitas komunikasi sosial.

Kehidupan sosial politik melalui level demokrasi, keterbukaan akses untuk partisipasi politik, kepemimpinan yang terbuka, ketersediaan sarana dan prasarana komunikasi politik, serta keberadaan media massa. Kehidupan kelompok, kualitas lembaga dan pranata kemasyarakatan dengan mempelajari kemutakhiran institusi dan kualitas, kemampuan institusi menumbuhkan kemandirian masyarakat dan menjalankan fungsi yang baik, kualitaspemahaman terhadap hak dan kewajiban tiap orang, struktur institusi yang terbuka, dan mekanisme sumber-sumber yang potensial dalam membangkitkan daya kemasyarakatan secara berkelanjutan.

Pembangunan atau pengembangan dalam hal ini bukan suatu kondisi atau keadaan yang ditentukan oleh apa yang dimiliki manusia, dalam hal ini masyarakat lokal. Sebaliknya, pengembangan itu adalah kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat mereka lakukan dengan apa yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan juga masyarakat sekitarnya. Jadi pembangunan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan serta kemampuan untuk merealisasikannya. Artinya, pengembangan lebih kepada motivasi dan pengetahuan (M.T. Zen, 2001 dalam Rajoki Simarmata).

Beberapa konsep mengenai produktivitas :

1. Konsep ekonomi adalah produktivitas merupakan usaha manusia untuk menghasilkan barang yang beguna bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia.


(43)

2. Konsep fisiologis adalah produktivitas mengandung pandangan hidup, sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan keadaan esok harus lebih baik dari hari ini. 3. Konsep sistem adalah produktivitas mengandung arti pencapaian suatu tujuan harus ada

kerja atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai suatu sistem.

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Produktivitas orang yang bekerja pada lingkungan kerja yang baik dan nyaman lebih tinggi produktivitasnya dari pada lingkungan kerja yang tidak menyenangkan.

Produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain (Sinungan, 2005) : 1. Motivasi, termasuk motivasi berprestasi, motivasi terhadap mutu kerja dan kehidupan. 2. Kecakapan, termasuk menggunakan peralatan dan teknologi, manajerial antara

hubungan manusia, pemecahan masalah dari hasil pendidikan, pengalaman, dan penelitian.

3. Kepribadian, termasuk pandangan terhadap nilai-nilai, etos kerja, disiplin pendidikan, kerja sama, partisipasi pada pekerjaan.

4. Peran, pandangan terhadap peran yang dilakukan terhadap pengembangan dan pembangunan yang di pengaruhi rasa ikut memiliki, pengalaman serta solidaritas kelompok.

2.6. Konsep Buruh Bangunan

Sebelum membahas lebih lanjut tentang potensi modal sosial buruh bangunan, perlu diperjelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan pengertian buruh bangunan itu sendiri. Undang-undang No.13 tahun 2003 (tentang ketenagakerjaan) mendefinisikan pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja pada si pemberi pekerjaan dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja yang saya maksud disini adalah pekerja bangunan, tukang atau kenek yang pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan fisik yang


(44)

kuat, kemampuan dan keahliannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya dari si pemberi kerja, pengusaha atau majikan.

Menurut ILO, buruh adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/badan hukum dan mendapatkan upah sebagai imbalan atas jerih payahnya menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan padanya, dengan kata lain semua orang yang tidak memiliki alat produksi dan bekerja pada pemilik alat produksi maka bisa dikatakan sebagai buruh. Konsepsi ini juga sejalan dengan pemikiran Karl Marx tentang borjuis dan proletar, pada hakikatnya di dunia ini hanya ada dua kelas yaitu borjuis dan proletar, borjuis adalah pemilik alat produksi dan proletar adalah orang yang tidak memiliki alat produksi. Tidak ada kelas menengah karena sebenarnya kelas menengah adalah pecahan dari kelas proletar.

Dari berbagai sumber definisi, buruh bukan hanya pekerja kasar bangunan tetapi juga semua orang yang bekerja di bawah perintah kekuasaan orang lain dan menerima upah. Jadi pegawai negeri sipil maupun eksekutif pun sebenarnya adalah buruh juga. Tapi definisi ini sengaja dikaburkan di jaman Orde Baru sebagai upaya pengkotak-kotakan dan pemecah belahan, sehingga definisi terpecah menjadi buruh, pekerja, pegawai, kaum profesional dan sebagainya. Tujuannya supaya kekuatan buruh tidak bersatu sehingga tidak bisa mempengaruhi kekuasaan politik penguasa saat itu.

Di Indonesia, pada tataran praktis ketika kita berbicara tentang buruh, maka yang dimaksud adalah pekerja “berkerah biru” (blue collar) yang selalu diidentikkan dengan kemiskinan, kumuh, untuk makan harus “gali lobang tutup lobang” dan selalu terpinggirkan. Buruh inilah yang kemudian dilihat dari tingkat kesejahteraannya berada pada level bawah masyarakat.

2.6.1. Mandor/kepala tukang

Mandor atau kepala tukang adalah orang yang membawahi belasan hingga ratusan tukang dan kenek. Jika menggunakan sistem borongan maka ia adalah orang yang membayar


(45)

gaji tukang yang ditagih ke kontraktor sebagai pelaksana. Pada prakteknya, seorang mandor akan mencari tukang dan kenek untuk dipekerjakan. Hubungan kerja antara mandor dan tukang tidak mempunyai ikatan formal atau tidak ada kontrak hitam di atas putih.

2.6.2. Tukang

Tukang adalah pekerja atau buruh bangunan yang pekerjaannya membangun rumah atau bangunan. Keahliannya juga berbeda-beda mulai dari tukang batu, tukang kayu, tukang besi, tukang cor, tukang listrik, finishing dan lain-lain. Untuk membantu tugas tukang biasanya seorang mandor atau tukang akan mempekerjakan seorang kenek. Kenek adalah pekerjaan di bawah tukang yang bertugas membantu apa saja pekerjaan tukang.

2.6.3. Kriteria pencarian proyek kerja

Seorang mandor ketika mendapatkan pekerjaan akan mencari tukang untuk dipekerjakan. Dalam prakteknya, seorang mandor akan mencari tukang berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Diantaranya yaitu spesifikasi keahlian tukang, upah tukang dan wilayah proyek kerja.

2.6.4. Spesifikasi Keahlian Tukang

Tenaga kerja tukang yang dibutuhkan dalam suatu proyek konstruksi untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada di lapangan akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) perbedaan ini disebabkan karena setiap jenis pekerjaan konstruksi yang dilakukan membutuhkan keahlian tenaga kerja yang berbeda-beda. Untuk itu seorang mandor akan mencari tukang berdasarkan keahlian yang dibutuhkan di lapangan. Adapun pembagian spesifikasi tukang berdasarkan keahliannya adalah sebagai berikut:

a. Tukang Rangka Baja b. Tukang Kayu

c. Tukang Listrik / Instrumen d. Tukang Besi


(46)

e. Tukang Keramik f. Tukang Batu g. Tukang Cat h. Tukang Batu

i. Tukang Pemasang Pipa j. Dan lain sebagainya

Biasanya seorang tukang hanya dapat mendalami satu keahlian saja, namun ada juga tukang yang dapat menguasai lebih dari satu keahlian atau biasa disebut multifungsi. Contohnya tukang keramik dapat mengerjakan tugas dari tukang batu namun tidak semua tukang batu dapat mengerjakan tugas seorang tukang keramik. Keahlian-keahlian ini didapatkan dari pendidikan formal maupun non formal. Sebuah lembaga pemerintah yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJK) bertugas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja jasa konstruksi.

Pendidikan formal tersebut akan membentuk suatu Badan Sertifikasi Keterampilan Institusi Diklat yaitu Badan penyelenggara sertifikasi yang independen dan mandiri, yang menyelenggarakan pengujian keterampilan kerja untuk proses sertifikasi keterampilan kerja tertentu. Dengan itu seorang tukang yang telah mendapatkan sertifikasi suatu bidang keahlian telah mendapat pengakuan tertulis tentang keahliannya tersebut. Selain dari pendidikan formal keahlian ini juga bisa didapatkan dari pendidikan non formal seperti pengalaman kerja. Biasanya sebelum menjadi seorang tukang, seorang buruh bangunan dipekerjakan sebagai kenek terlebih dahulu. Lama kelamaan kenek akan mahir dan bisa naik menjadi tukang dengan keahlian tertentu (skripsi buruh.pdf diakses pada tanggal 17 oktober 2012 pada jam 14:05).

2.6.5. Upah kerja

Biasanya seorang mandor akan membayar tukang dan kenek dengan upah yang dihitung secara harian. Besarnya upah harian tukang dan kenek berdasarkan kesepakatan


(1)

Putnam, RD. 2000. Bowling Alone : The Collapse and Revival of American Community. Simon and Schuster. New York.

Setiadi, Elly M & Usman K. 2010. Pengantar Sosiologi (pemahaman fakta dan gejala permasalahan SOSIAL: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya). Jakarta: Kencana.

Sinungan. 2005. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara.

Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Solow, R. M. 1999. Notes Social Capital and Economic Performance. Washington DC: The World Bank.

Woolcock, M. D. Narayan. 2000. Social Capital: Implication for Development Theory, Research, and Policy. World Bank Research Observer, 15(2), August, 225-49. In

Elinor Ostrom and T.K. Ahn. 2003. Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited.

Sumber Internet :

diakses pada tanggal 21 oktober 2012 pada jam 07:23.

09A06040 diakses pada tanggal 16 oktober

2012 pada jam 11:17.

diakses pada

tanggal 17 oktober 2012 pada jam 13:19.

http://skripsi buruh.pdf diakses pada tanggal 17 oktober 2012 pada jam 14:05.

Sumber Jurnal :

Blau, PM. 1963. Critical Remarks on Weber’s Theory of Authority. The American Political Science Review: hal 305-316


(2)

89-FX.Djumialdji. Perjanjian Pemborongan Rineka Cipta. Jakarta: hal 8

Inayah. 2012. Jurnal Pengembangan Humaniora Volume 12. Semarang: hal 46-47. Liberty Yogyakarta. 1982. hal 52.

Putnam. RD. 1993. The Prosperous Community; SOSIAL Capital and Public Life. The American Prospect: hal 13-65-78.

___________. 1995. Bowling Alone. America’s Declining Social Capital, The Journal of Democracy, 6:1: hal 65-78.

R. Subekti. Aneka Perjanjian. Op.Cit: hal 57.

Sri Soedewi Masjchun Sofwan. Hukum Bangunan, Perjanjian Pemborongan Bangunan.

Sumber Skripsi :

Rajoki, Simarmata. 2009. Peran Modal Sosial Dalam Mendorong Sektor Pendidikan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Samosir. Tesis (S2) Tidak Diterbitkan. Medan:

Fakultas Perencanaan Pembangunan Wilayah Universitas Sumatra Utara.

Suparman. 2012. Modal Sosial Dalam Komunitas Nelayan. Disertasi (S3) Tidak Diterbitkan. Makassar: Program Pascasarjana Sosiologi Universitas Negeri Makassar.

Ulinnuha, M.Zulham. 2012. Strategi Peningkatan Produktivitas Petani Melalui Penguatan Modal Sosial. Skripsi (S1) Tidak Diterbitkan. Semarang: Program Sarjana Fakultas


(3)

INTERVIEW GUIDE

Nama : Umur : Alamat : Spesifikasi :

Keberadaan Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah :

1. Apakah yang menjadi alasan saudara menekuni profesi saudara saat ini sebagai buruh bangunan ? Apakah ada mata pencaharian saudara selain buruh bangunan ?

2. Menurut saudara bagaimanakah sejarah perjalanan buruh bangunan dari dulu sampai sekarang di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ini ? Bisakah anda ceritakan ?

3. Menurut saudara bagaimana dengan perkembangan buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah sekarang ?

4. Menurut saudara apakah buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah merupakan penduduk asli ? Apakah ada perantau dari luar ?

5. Menurut saudara bagaimana kondisi sosial ekonomi buruh bangunan ini secara umum ?

Buruh Bangunan dan Modal Sosial :

6. Menurut saudara bagaimana bentuk-bentuk sikap hubungan kerja sama diantara sesama buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ini ? Apakah saling menguntungkan sesama pihak ?

7. Menurut saudara apa yang saudara lakukan jika teman saudara sesama buruh mengalami kesusahan ? Misalnya dalam hal kekurangan duit atau sebagainya ?

8. Menurut saudara apakah pada Masyarakat Buruh Bangunan terdapat bentuk-bentuk hubungan berupa jaringan informasi/relasi, hubungan sosial yang baik, norma aturan yang mengikat dan kepercayaan serta suatu wadah perkumpulan ? Apakah bentuk-bentuk tersebut berjalan sesuai dengan yang diharapkan ?

9. Menurut saudara apakah ada semacam sikap tujuan bersama dari sesama buruh bangunan dalam meningkatkan produktivitas kerja ?


(4)

10. Menurut saudara bagaimana kecenderungan sikap para buruh di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah, apakah cenderung lebih tertutup dengan pihak luar (homogen) atau terbuka (heterogen) ?

Negosiasi :

11. Menurut saudara bagaimana sistem kesepakatan kerja (jam kerja, waktu tambahan, tempat dan upah/gaji) antara buruh bangunan dengan si pemberi proyek pekerjaan ? 12. Berapa upah/gaji saudara dalam sehari/seminggu/sebulan ? Menurut saudara apakah

upah/gaji yang saudara terima dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari ?

13. Menurut saudara apakah ada semacam sistem pembagian kerja antara sesama buruh bangunan ?

14. Apabila saudara telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek, apakah saudara berlanjut ke proyek berikutnya atau berhenti/menganggur sampai ada proyek berikutnya?

Nilai dan Norma :

15. Menurut saudara, bagaimana pola nilai dan norma atau aturan-aturan yang mengikat diantara sesama buruh bangunan pada masyarakat di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ? Apakah ada sanksi yang diberikan bila melanggar norma aturan tersebut ? 16. Menurut saudara bagaimana sistem gotong royong diantara sesama buruh bangunan,

misalnya dalam hal membangun/memperbaiki rumah buruh bangunan lainnya ?

17. Menurut saudara seberapa besarkah pengaruh norma aturan dikalangan buruh ? Apakah ada buruh bangunan yang tidak dipekerjakan atau dikucilkan karena sering tidak mengikuti aturan main dalam hal pekerjaan ? Apa manfaat sikap nilai dan norma aturan menurut saudara ?

Kepercayaan/Trust :

18. Menurut saudara, bagaimana sikap kepercayaan diantara sesama buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ? Apakah saudara pernah dibohongi dalam suatu pembagian pekerjaan atau bentuk kesepakatan lainnya ?

19. Menurut saudara bagaimana pula hubungan kepercayaan antara buruh bangunan dengan si pemberi proyek pekerjaan ? Apakah saudara pernah dibohongi dalam suatu pembagian pekerjaan atau bentuk kesepakatan lainnya ?


(5)

20. Apakah yang saudara lakukan dalam mengatasi kebohongan tersebut ? apakah kedepannya saudara tidak mau lagi bekerja dengan teman saudara/sipemberi pekerjaan tersebut ?

21. Menurut saudara seberapa besarkah pengaruh sikap kejujuran dikalangan buruh ? Apakah ada buruh bangunan yang tidak dipekerjakan atau dikucilkan karena sering tidak jujur dalam hal pekerjaan ? Apa manfaat sikap kejujuran menurut saudara ?

Jaringan Sosial :

22. Menurut saudara, bagaimana jaringan sosial/akses informasi atau relasi yang dimiliki oleh sesama buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ? Bagaimana akses informasi proyek pekerjaan yang diperoleh ?

23. Menurut saudara bagaimana hubungan keseharian diantara sesama buruh bangunan, misalnya dalam hal pekerjaan seharian atau pada saat kesusahan ? Bagaimana pula hubungan buruh bangunan dengan si pemberi proyek pekerjaan misalnya dalam hal keramahan atau pemberian bonus ?

24. Apakah saudara mempunyai jaringan atau relasi teman baik dikampung ini maupun luar kampung ini yang selalu memberikan informasi pekerjaan kepada saudara ?

25. Biasanya saudara mendapatkan info proyek pekerjaan dari siapa ? Apakah dipanggil langsung atau diberi tahu oleh teman sesama buruh bangunan ? Menurut saudara apa manfaat jaringan sosial/informasi atau relasi bagi saudara ?

Kelembagaan Pada Buruh Bangunan :

26. Menurut saudara apakah ada suatu bentuk lembaga, wadah, group atau kelompok khusus dalam merekrut buruh bangunan untuk diberi pekerjaan di suatu proyek bangunan ? 27. Menurut saudara, apakah ada perkumpulan yang sering dilakukan oleh sesama buruh

bangunan ? Apakah ada suatu wadah/tempat yang sering digunakan dalam perkumpulan tersebut ? Apakah yang biasa dibicarakan/dibahas dalam perkumpulan tersebut ? Apa manfaat perkumpulan tersebut bagi saudara ?

Menumbuhkembangkan Modal Sosial di Kalangan Buruh Bangunan :

28. Menurut saudara selain bentuk negoisasi, jaringan, kepercayaan, norma dan aturan serta kelembagaan atau perkumpulan, apakah masih ada potensi bentuk kerja sama lainnya


(6)

29. Apakah bentuk negosiasi, jaringan, kepercayaan, norma dan aturan serta kelembagaan atau perkumpulan diatas dapat menjamin kelangsungan pekerjaan saudara sebagai buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ini ?

30. Bagaimana upaya-upaya atau usaha saudara sebagai buruh bangunan dalam menumbuhkembangkan atau menjaga, memperluas dan mengembangkan bentuk-bentuk sikap hubungan kerja sama tersebut ?

31. Apakah ada sesuatu yang menjadi harapan saudara sebagai buruh bangunan kedepannya? Apakah ada saran kepada si pemberi pekerjaan ?


Dokumen yang terkait

Kontrol Sosial Masyarakat Terhadap “Geng Motor” (Studi di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)

7 74 195

Pola Relasi Sosial Petani Dengan Buruh Tani Dalam Produksi Pertanian(Studi Deskriptif Masyarakat di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

31 143 163

Efektivitas Pelayanan Kesehatan Di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

26 187 137

Perubahan Sosial Pada Komunitas Cina Kebun Sayur (Studi Deskriptif : di Desa Bandar Klippa, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

1 74 101

Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan Nelayan (Studi Kasus : Desa Percut Sei Tuan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

0 7 73

BANGUNAN BERSEJARAH PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI MAASCHAPPIJ DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG.

4 20 27

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MELINDUNGI DAN MELESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP (STUDI KASUS DESA BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG).

0 4 19

BILINGUALISME KEDWIBAHASAAN pada masyarakat 1

0 0 5

1 BAB I PENDAHULUAN - Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)

0 1 12

Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang)

0 3 8