merubah kehidupan ke arah lebih baik dan kesempatan itu diberi karena sesuia dengan kemampuan yang dimiliki oleh buruh tani etnis Jawa tersebut.
Etos kerja juga dipengaruhi oleh unsur agama. Hal ini benar adanya terjadi di buruh tani etnis Jawa dimana mereka bekerja itu merupakan hal yang wajib dilakukan oleh setiap
umat manusia dan ini ada diajarkan di agama mereka.Seperti yang dikatakan ibu Dilla “ Ndok suku Jawa setenane ora eneng diajarkan kon kerjo keras, neng agamaku diajari kon
kerjo keras karo memenuhi kebutuhan hidup tanpa ngaboti wong lio karo diajarkan kon nolong sesama umat.”
Terjemahan “ di dalam suku Jawa sebenarnya tidak ada di ajarkan untuk bekerja keras tetapi di dalam
agama yang saya percayai ada diajarkan untuk bekerja keras dan memenuhi kebutuhan hidup tanpa memberatkan orang lain dan diajarkan untuk membantu sesama umat.hasil wawancara
pada tanggal 28 oktober.”
Bahwa didalam agama juga diajarkan untuk bekerja, dan di masyarakat suku Jawa ini bekerja karena dipengaruhi oleh perilaku bekerja. Upah yang didapat melalui bekerja sebagai
buruh tani adalah Rp.50.000harinya dan tidak ditanggung makan siang. Jika memanen jeruk upah yang mereka dapat Rp. 60.000 ditanggung makan siang dan di beri snack. Karena upah
harian buruh tani yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga mereka tetap bertahan sebagai buruh tani.
4.4 Etika Jawa yang mempengaruhi cara bekerja buruh Tani Etnis Jawa.
Didalam masyarakat Jawa ada dua kaidah yang menentukan pola pergaulan, yang pertama itu adalah hendaknya setiap manusia bersikap sedemikian rupa hingga tidak sampai
menimbulkan konflik dan kaidah ini sering disebutkan dengan kaidah rukun dimana prinsip rukun bertujuan mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis. Dimana rukun
ini berarti berada dalam keadaan yang selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan. Hal berikap sedemikian rupa juga terlihat di buruh tani etnis Jawa ini dimana
masyarakat buruh tani ini dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang ada di sekitarnya. Bergaul dengan masyarakat yang berbeda suku dengan dia dan menjalin
hubungan kerja dengan masyarakat suku Karo yang berbeda adat istiadat, agama, dan juga berbeda sifat dengan suku Jawa. Hal ini lah yang dijaga oleh buruh tani etnis Jawa dimana
mereka harus bisa bergaul dan menyesuaikan diri dengan keadaan di sekelilingnya karena mereka merupakan penduduk pendatang hal ini dilakukan juga agar mereka terhindar dari
masalah atau konflik dengan masyarakat suku lain terutama suku Karo yang merupakan penduduk asli desa Raya.
Dalam pandangan Jawa ada dua segi dalam tuntutan kerukunan, yang pertama dalam pandangan Jawa adalah tidak menganggu keselarasan yang ada dan ini sangat jelas terlihat di
dalam kehidupan sehari-hari buruh tani suku Jawa yang berada di Desa Raya ini. Dimana mereka sama sekali tidak mengganggu keselarasan-keselarasan yang sebelum nya sudah
tercipta sebelumnya. Yang kedua adalah, penjagaan keselarasan di dalam pergaulan, dimana masyarakat
Jawa ini harus bisa bergaul dengan masyarakat yang berbeda dengan dia baik didalam bekerja dan menghormati adat-istiadat yang ada di sekitarnya. Contohnya adalah jika suku
Jawa ini diundang oleh suku lain seperti suku Karo untuk datang ke pesta perkawinan, memasuki rumah baru, dan suku Jawa yang diundang tersebut datang menghadiri pesta atau
acara tersebut sekalipun yang berpesta tersebut berbeda agama dengan dia. Selain itu juga jika ada kegiatan-kegiatan desa spt gotong Royong masyarakat Jawa ini juga ikut
berpartisipasi di dalam nya, mereka mau bekerja bersama-sama membersihkan desa. Begitu juga masyarakat Jawa ini mau ikut ambil bagian di dalam kegiatan desa seperti
pesta tahunankerja tahun masyarakat Jawa ini juga tetap ikut berpartisipasi seperti mereka memberi sumbangan untuk membantu mengadakan pesta tahunan yang diadakan setahun
sekali. Begitu juga masyarakat Jawa ini tetap dianggap oleh masyarakat desa sehingga masyarakat Jawa ini juga tetap berhak di dalam menentukan pemimpin mereka. Masyarakat
Jawa ini juga ikut di dalam pemilihan Kepala desa dan mereka boleh memilih siapa saja. Hanya saja sewaktu berwawancara dengan bapak Sadar Ginting ia mengatakan
“ Adi aku situhuna labo sitik kel pe keberatan adi kalak Jawa si tading bas kuta Raya enda ikut bas kegiatan –kegiatan desa, bagi gotong royong, dat beras Raskin das Jaminan
kesehatan arah pemerintahan nari, ras ia pe berhak nge menentukan ise si jadi Kepala desa si mimpin kuta ingan na tading. Hanya saja aku seh kel keberatan na adi kalak Jawa enda ikut
ibas pemerintahan desa ras adi jadi kepala dusun, janah aku pe keberaten adi kalak Jawa enda mencalonkan diri jadi kepala desa, sebab kalak Jawa enda merupakan suku pendatang labo
suku asli si tading ibas desa Raya enda”
Terjemahan “ kalau saya sebenarnya sedikit pun tidak keberatan kalau orang Jawa yang tinggal di desa
raya ini ikut dalam kegiatan-kegiatan desa, seperti gotong royong, dapat beras Raskin dan juga mendapat jaminan kesehatan arah pemerintah dan orang Jawa ini juga berhak
menentukan siapa yang jadi kepala desa yang memimpin desa tempat mereka tinggal. Hanya saja saya sangat merasa keberatan sekali jika suku Jawa ini ikut dalam pemerintahan desa dan
jadi kepala dusun, dan saya sangat keberatan sekali jika mereka mencalonkan diri jadi kepala desa, karena suku Jawa ini merupakan suku pendatang bukan suku asli yang tinggal di desa
Raya ini.”
Pernyataan diatas merupakan salah satu peraturan yang memang sudah tercipta jauh sebelum masyarakat suku Jawa ada di desa ini yaitu yang berhak menjadi pemimpin atau
kepala desa yaitu masyarakat asli yang memang merupakan suku Karo dan tinggal di desa Raya dan juga yang menjadi kepala dusun nya dan juga semua yang ikut menjadi anggota-
anggota pemerintahan desa. nilah peraturan yang ada dan sudah terjadi secara bertahun-tahun dan ini terjadi
dengan sangat selaras. Sampai sekarang keselarasan tersebut tidak diganggu oleh masyarakat Jawa tersebut. Masyarakat Jawa ini tetap mengikuti keselarasan- keselarasan yang ada dan
juga sama sekali tidak mengganggu keselarasan yang sudah tercipta tersebut. Bahkan sampai sekarang belum ada konflik yang sangat besar terjadi antara masyarakat suku Jawa dengan
masyarakat asli desa Raya. Didalam etika Jawa juga dituntut agar manusia dalam cara bicara
dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat kepada orang lain sesuai dengan drajat kedaulatannya dan ini sering disebut prinsip hormat. Karena prinsip hormat ini lah suku Jawa
tetap disukai oleh masyarakat sekitar terutama suku Karo. Suku Jawa tidak sama dengan suku lain, dimana suku Jawa ini sangat dikenal ramah dan mau bergabung dengan masyarakat
sekiarnya. Seperti yang dikatakan oleh bapak Basate Depari yang mengatakan “ adi aku i sungkun, situhuna ngenan kel ate ku kalak jawa enda asangken suku sudeban si
erdahin ibas kuta enda. Kalak Jawa enda sehkel ramahna, mon-mon la pe kutandai ia tapi tandaina aku tetap aku iasapa na ja pe kami jumpa janah kalak Jawa enda la mela nungkun
adi butuh ia dahin. Adi sikuidah ras si kuamati sedekah enda e me kalak Jawa si erdahin ras aku enda sehkel mehamatna. Adi seh kenca kerja tahun ras tahun baru nggit ia reh ku rumah
ku silaturahmi. Adi mulih ia ku kuta rusur kang kubere luah na mulih bagi gulen-gulen. Bage ka pe kalak Jawa si erdahin ras aku enda ndai mulih ia kutana nari baba na kang luah man
aku, ras tiba waktuna Hari Raya aron ku ndai la mulih kukuta aku pe reh kurumahna, ras ia pe taruh kenna man aku pangan-pangan khas lebaren. Ras sipenting na kel kalak Jawa enda la
mudah sakit hati adi inasehati la mudah megelut ras ia nggit nerima kai si ikataken man bana terutama ibas masalah erdahin i juma. Adi dikataken cara erdahin na la mejile mis ia nggit
merubah pendahinna gelah mehuli, enda me si kuidah sedekah enda bas kalak Jawa si erdahin ras aku.”
Terjemahan “ kalau aku ditanya sebenarnya saya lebih suka cara bekerja Suku Jawa dibanding kan dengan
suku lain yang bekerja di desa ini. Orang Jawa ini sangat lah Ramah dan kadang-kadang walaupun ia tidak kukenal tetapi mereka mengenal saya mereka tetap menyapa saya dan
dimana pun kami berjumpa orang Jawa ini tidak malu untuk menanyakan pekerjaan kepada saya. Kalau saya lihat dan saya amati selama ini tentang orang Jawa yang bekerja dengan ku
sangat lah hormat. Tiba waktunya pesta tahunan dan tahun baru mereka mau datang ke rumah ku untuk bersilaturahmi. Kalau mereka pulang kampung sering kuberikan oleh-oleh seperti
sayur-mayu. Begitu juga dengan orang Jawa yang bekerja dengan saya ini, jika mereka pulang kampung mereka juga membawa oleh-oleh kepada saya, dan tiba waktunya Hari Raya
buruh tani yang bekerja dengan saya ini tidak pulang kampung saya pun datang kerumahnya untuk berlebaran, dan mereka juga mengantarkan makanan-makanan khas lebaran. Hal yang
terpenting adalah bahwa orang Jawa ini tidak mudah sakit hati sewaktu dinasehati dan tidak mudah untuk tersinggung dan suku Jawa ini mau menerima nasehat terutama jika dinasehati
mengenai cara bekerja yang lambatmenjadi cepat dan bersih. Kalau dikatakan cara bekerjanya tidak bagus maka dengan sendirinya mereka mau merubah cara kerjanya ke lebih
baik. Inilah yang saya lihat selama ini di suku Jawa yang bekerja dengan saya”
Ada perubahan yang dialamai oleh suku Jawa yang bekerja sebagai buruh tani ini, yaitu cara bekerja yang dulunya lambat menjadi cepat dan terarah. Selain itu juga adanya
sikap saling menghargai orang asing dan kebudayaan nya juga tetap dijalankan oleh buruh tani etnis Jawa ini. Seperti yang dikatakan oleh bapak unyil:
“kalau suku karo mengadakan pesta jika kami diundang maka saya dan istri saya akan menghadiri acara tersebut walaupun saya tidak mengerti bahasa dan adat-istiadat mereka, dan
jika yang berpesta tersebut berbeda agama dengan saya, ketika tiba waktunya untuk makan siang ya saya tidak makan disitu,tetapi jika disediakan makanan yang halal saya makan
disitu. Saya juga memberi pertamasumbangan saya kepada pihak yang berpesta tersebut. begitu juga ketika anak saya menikah saya juga mengundang majikan dan orang yang beda
suku dengan saya dan mereka juga datang kok ke pesta anak saya. hasil wawancara tanggal 20 oktober 2012”
Sikap saling menghargai merupakan hal penting dilakukan oleh buruh tani etnis Jawa ini karena dengan sikap saling mengargai ini lah mereka dapat tetap tinggal dan bekerja di
desa Raya ini sebagai buruh tani dengan suku-suku dan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda.
4.5 Mobilitas Sosial Buruh Tani Etnis Jawa