4 Tamat SLTA
403 5
Tamat Diploma 82
6 S-1
180 7
Kejar paket B A 30
Jumlah 5838
Sumber: Monografi desa Raya tahun 2011
4.2 Profil Informan Buruh Tani
1. Nama : Srijumiati istri Slamat Sumarni suami
Usia : 44Tahun
43 tahun Pekerjaan
: Buruh tani Agama
: Islam Slamat sumarni adalah suku Jawa yang berasal dari Magelang Jawa Tengah dan istri
berasal dari daerah Lima puluh Tebing Tinggi. Mereka merantau ke daerah Kabupaten Karo kerena kehidupan lebih layak dan penduduknya tidak padat dibandingkan dengan daerah lain
dan lebih nyaman tinggal di daerah kabupaten Karo dari pada Magelang karena di Magelang pekerjaan susah dicari sedangkan di Kabupaten Karo kalau mau bekerja ya pasti makan.
Awal kedatangan Slamat sumarni sampai ke kabupaten Karo karena dulu pada tahun 1987 dia diajak oleh pak de nya yang sudah duluan tinggal di Kabanjahe dan sampai di Kabupaten
Karo dia bekerja sebagai supir di pabrik limun. Sementara istrinya Srijumiati pertama kali
sampai ke kabupaten Karo tinggal di Srinembah daerah Tigabinanga. Ia bekerja sebagai buruh taniaron sampai sekarang.
Baru tahun 1993 mereka menikah, pertama kali menikah mereka tinggal di daerah Sumbul, selama 13 tahun mereka tinggal di Sumbul menyewa rumah kontrakan yang
berukuran kecil terdiri dari satu kamar mandi, satu kamar tidur, dapur dan ruangan yang sempit. Setelah 13 tahun tinggal di Sumbul mereka pindah ke Desa Raya karena mereka
merasa tidak nyaman klagi tingal di desa Sumbul tersebut dan mereka putuskan untuk menyewa rumah kontrakan lagi di daerah PU Raya. Menyewa rumah yang berukuran sama
dengan rumah sebelumnya, lalu istri nya tetap bekerja sebgai buruh tani sementara suami nya tetap bekerja sebagai supir di pabrik limun sekalian bekerja sebagai petani yang mengurusi
ladang, dimana ladang ini diberikan secara Cuma-Cuma oleh bos pemilik pabrik limun untuk ditanami walaupun tanahnya tidak berukuran luas yaitu 40 x 50 meter. Tetapi mereka bisa
menanam tanaman seperti wortel, kentang, kol, brokoli. Hasilnya lah ditabung selama 4 tahun sehingga mereka dapat membangun rumah di desa Raya ini di dusun 4 walaupun pada
awalnya mereka meminjam ke Credit UnionCU untuk membangun rumah ini. Rumah ini dibangun secara mencicil dulu hanya atap seng, lalu diasbes, dulu berlantai semen sekarang
sudah berlantai keramik. Sementara gaji suaminya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- han juga kebutuhan anak sekolah.
Dulunya mereka ditawari tapak tanah di sekitar desa ini sehinga ada rejeki langsung mereka beli dan dibangun. Sehingga mereka sekarang sudah sah menjadi warga Desa Raya
sehingga segala urusan seperti kartu keluarga dibuat di Desa Raya ini. Mereka sudah 11 tahun tinggal di desa Raya ini tapi selama 7 tahun mengontrak rumah dan sudah 4 tahun
lamanya mereka mempunyai rumah sendiri.
Sementara alasan istri nya tetap memilih pekerjaan sebagai buruh tani di desa ini sementara banyak desa lain yang merupakan daerah pertanian karena di desa ini tempat
kerjanya lebih enak dan jenis tanaman yang ditanam juga lebih mudah dan masyarakatnya lebih mudah untuk berintraksi dibandingkan dengan daerah lain seperti daerah Gurusinga,
peceren, Bertah dan kebetulan keluarga juga bekerja di sini dan nenek mereka juga tinggal di dusun 4 dan sanak- saudara yang lain juga tinggal berdekatan dengan bapak ini.. Pekerjaan
lain yang mereka kerjakan adalah suami tetap bekerja di pabrik limun sementara istri selain sebagai aron tetap juga bekerja sebagai petani dan menanam tanaman yang tidak berumur
panjang. Istri nya tetap memilih bekerja sebagai aron karena bakatnya hanya bisa keladang, sementara pendidikan tidak ada hanya tamatan SD.
Bapak Slamat Sumarni ini mempunyai 3 orang anak laki-laki dan satu keponakan laki-laki yang menjadi tanggungan nya. Anak yang pertama tamatan SMK dan sekarang telah
bekerja di hotel Mickey holiday dan anaknya sendiri tidank ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Anak yang ke dua itu kelas 3 SMP sementara yang paling kecil
kelas 2 SD. Keponakan yang menjadi tanggungan nya ini juga tamatan SMA dan sekarang telah bekerja di pabrik roti di sekitar daerah Sumbul.
Ibu Srijumiati hanya bekerjja sebagai Aron saja. Ia tidak ingin mengerjakan ladang kerjasama padahal ia seringkali ditawari oleh majikan tempat nya bekerja. Alasan ibu ini
tidak mau menanam tanaman kongsi karena waktu nya tidak mencukupi, ia harus bekerja sebagai aron dan juga sebagai rumah tangga, lalu mengurusi ladang yang diberikan gratis
oleh bos tempat suaminya bekerja. Jadi ibu ini tidak bisa mengatur waktu antara sebagai aron, ibu rumah tangga dan juga mengerjai ladang. Hasil dari ladang yang dikerjakan ibu ini lah
sebagai tambahan penghasilan keluarga ini. Kalau gaji aron sehari-hari ditambah lagi gaji suami cukup untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah sementara uang untuk beyar cicilan
kreta, membangun rumah, membeli tapak rumah ya dari uang hasil ladang tersebut lah
ditabung sedikit demi sedikit. Bapak ini juga menjelaskan bahwa ia dan keluarga tidak terlalu memaksakan diri harus mempunyai harta yang banyak hanya saja mereka berkemauan kalau
mereka juga ingin mempunyai ladang untuk dimasa tua nantinya. Ibu Srijumiati ini sendiri tidak ingin bekerja sebagai buruh tani sampai tua itulah sebab nya ia berkeinginan
mempunyai ladang. Bapak Slamat juga menjelaskan bahwa suku Jawa ia sendiri tidak begitu diajarkan
untuk bekerja keras. Ia juga mengatakan istilah di suku Jawa yaitu mangan ora mangan seng penting kumpul, mungkin itu di pulau Jawa masi berlaku tetapi bagi bapak Slamat dan istri
itu tidak berlaku lagi. Karena mereka tinggal di daerah perantauan jika mereka ngumpul selalu pasti tidak makan, jadi mereka jarang sekali untuk ngumpul-ngumpul dan setiap
harinya mereka bekerja sekalipun hari minggu. Di suku Jawa terkhusus nya di agama islam bahwa sebenarnya istri itu kerjanya mengurusi rumah dan anak sementara suami yang bekerja
tetapi setelah merantau ke desa Raya ini bapak ini mengatakan bahwa ia juga harus mengikuti irama dan situasi yang ada di tempat tinggalnya. Dimana istrinya juga ikut bekerja sebagai
aron untuk menopang perekonomian rumah tangga dan saling bekerja sama dengan suami untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dimana bapak ini melihat lingkungan sekitar tempat
tinggal nya dimana rata-rata suku karo yang dimana istinya juga ikut bekerja bahkan si istri lebih gigih bekerja dari pada suami jadi bagi ibu Srijumiati tidak ada gunanya ngumpul saja
kalu tidak menghasilkan uang. Pandangan keluarga ini terhadap suku karo yaitu baik dan mereka menjadikan suku
Karo sebagai motivasi dimana suku Karo punya rumah dan keluarga ini juga ingin punya rumah dan mereka tetap ingin tinggal di desa ini. Bapak Slamat sendiri mengaku tidak punya
keingginan kembali ke Magelang karena disana mencari pekerjaan susah, dan di sana mereka tidak mempunyai rumah kalau di desa Raya mereka sudah mempunyai rumah dan jika mau
bekerja pasti mendapatkan uang.
Keluarga ini juga mengaku sudah bisa menabung dan sekarang mereka ingin menabung lagi untuk membeli ladang untuk modak di hari tua. Keluarga ini juga merasa
sangat nyaman tinggal di desa ini karena mencari pekerjaan sangat lah mudah, masyarakat aslinya bisa diajak untuk bekerjasama dan tidak susah untuk bergaul. Ditambah lagi banyak
keleuarga bapak Slamat yang tinggal di dusun 4 sehingga mereka merasa sudah seperti di kampung sendiri. Dan jika dilihat sekarang status sosial ekonomi keluarga ini sudah sangat
jauh meningkat dan mapan. Dan alasan isrinya tetap sebagai buruh tani karena uang yang didapat sebagai aron itu sangat membantu untuk kebutuhan sehari-hari.
2.Nama : Mulyono Suami
: Afni Istri Usia
: Suami 45 tahun Istri 38 tahun
Pekerjaan : Buruh tani
Agama : Islam
Mulyono dan Afni adalah buruh tani yang berasal dari Jawa Timur tetapi orang tua mereka sudah lama merantau ke daerah Tanjung Pura dan ibu Afni sendiri berasal dari daerah Binjai.
Alasan mereka merantau ke daerah Kabupaten karo karena bapak Mulyono hanya bisa kerja sebagai buruh tani dan cuaca nya tidak terlalu panas sementara bapak Mulyono sendiri tidak
terlalu menyukai bekerja di perkebunan selain itu juga di daerah kebun hawanya panas. Awal kedatangan pak Mulyono dan Istrinya ke kabupaten Karo yaitu karena ada ajakan dari
kawan. Dulunya sampai di Kabupaten Karo mereka tinggal di daerah Peceren selama 1 tahun
lalu setelah itu pindah ke daerah Lau Kawar. Yang menawarkan mereka bekerja sebagai buruh tani di daerah Lau Kawar ini adalah saudara yang lebih dulu bekerja di Lau Kawar
. Selama 5 tahun mereka bekerja di Lau Kawar tetapi karna lama-kelamaan mereka mereka merasa tidak cocok tinggal lagi disana karena sudah banyak nya buruh tani dari suku
lain seperti suku Batak, Nias, dan Melayu sehingga sudah sedikit lapangan pekerjaan atau ladang yang ingin dikerjakan. Sehingga diputuskan untuk merantau ke daerah desa Raya.
Yang menawarkan mereke bekerja di Desa Raya adalah bapak Mulyanto KetarenSekretaris Desa Raya. Pak mulyono bekerja tetap dengan bapak Mulyanto tersebut sementara istrinya
ibu Afni lebih memilih sebagai buruh tukang cuci. Jadi suaminya menjadi Aron dan istri nya menjadi tukang cuci rumah tangga kerena ia tidak sanggup untuk bekerja terlalu capek ke
ladang. Mereka tinggal di desa raya ini sudah 7 tahun dan pak Multono memilih tinggal dan bekerja di desa ini dari pada desa lain yang merupakan daerah pertanian karena di desa ini
banyak suku Jawa yang bekerja sama dengan dia dan juga di daerah ini selalu banyak membutuhkan aron karena di desa ini rata-rata ladanganya luas dan petani juga
mempekerjakan buruh tani tersebut tidak terlalu berat karena pada saat ini petani di desa ini sudah banyak yang menanam kopi, bunga krisan sehingga tidak perlu terlalu capek untuk
bekerja. Pendidikan terakhir pak Mulyono adalah SMP dan istrinya bi Afni juga sama
Pendidikan nya yaitu tamatan SMP. Mereka mempunyai 4 orang anak, 2 laki-laki dan 2 perempuan. Anak yang pertama perempuan yang berumur 17 tahun dan sekarang ia kelas 3
SMA, anak yang kedua juga perempuan umur nya 14 tahun dan sekarang ia ia kelas 3 SMP, anak yang ketiga adalah laki-laki umurnya 11 dan sekarang ia kelas 5 SD sementara anak nya
yang ke 4 adalah laki-laki umurnya 7 tahun dan sekarang ia kelas 2 SD. Anak-anak Pak mulyono dan Bu Afni ini semua tinggal di Tanjung Pura dengan neneknya dam mereka
mereka membiayai sekolah anak-anaknya dengan bekerja sebagai buruh tani dan juga tukang cuci.
Pak mulyono tidak mempunyai pekerjaan sampingan sementara istrinya sendiri selain sebagai buruh tukang cuci ia juga sebagai pengasuh anak di sore hari. Penghasilan pertama
kali yang diperoleh saat bekerja sebagai buruh tani yaitu Rp 25.000. Kehidupan ekonomi saat mereka merantau ke Kabupaten Karo sangatlah morat-marit, makanan tidak begitu layak,
pakaian sederhana sekali tetapi setelah pindah ke daerah desa Raya ini bisa dikatakan kehidupan sudah enak karena mereka tidak perlu nutuk meyewa rumah lagi sebab mereka
tinggal di rumah kontrakan majikan tempat mereka bekerja. Mereka tidak terlalu pusing untuk memikirkan sewa rumah. Makanan pun sudah mulai bergiji apalagi mereka
mendapatkan bantuan Raskin yang di beri oleh pemerintah sementara sayur-sayuran pun sudah mudah untuk diproleh tanpa harus membeli dengan harga yang mahal.
Perekonomian mereka jauh sangat meningkat karena sudah mampu membeli kendaraan sepeda motor walaupun bekas tetapi itu sangat membantu. Gaji yang diproleh
setiap hari itu Rp. 50.000, jika mengutip jeruk Rp.70.000 ditanggung makan siang dan snack sore hari. Gaji yang diproleh bekerja sebagai buruh tani cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari tetapi untuk biaya anak sekolah harus cari tambahan dengan cara buk Afni bekerja sebagai tukang cuci. Selama bekerja di desa Raya ini mereka mempunyai sepeda motor dan
satu tapak rumah yang tidak terlalu berukuran besar tetapi mereka belum mempunyai uang untuk membangun rumah jadi tapak rumah dulu lah yang mereka beli.
Pak mulyono dan Bu Afni mengatur pekerjaan sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga yaitu suami nya bekerja dari jam 08.30 wib sampai 16.30
wib sementara istrinya tiap hari menyuci dan dari jam 15.00 wib dia menjaga anak usia 8 bulan karena orang tua anak tersebut sibuk untuk membuka usaha kede kelontong di sore hari
dan dia bekerja sampai jam 21.00 wib. Bagi pak Mulyono dan bu Afni opekerjaan adalah mencari makan dan kebutuhan sehari-hari dan mereka bekerja sesuai dengan kemampuan
mereka yang terpenting mereka bisa mencari makan, kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan anak sekolah dan sedikit demi sedikit bisa menabung. Pak Mulyono dan istrinya mnegaku
harus irit dan tidak boleh boros sehingga mereka bisa menabung. Dan ketika mereka merasa tidak cocok lagi bekerja dengan majikan yang lama mereka pindah majikan karena mereka
merasa terlalu sering dibuat sakit hati oleh majikan nya tersebut. Orang tua buk afni sendiri mengajarkan penting nya atri untuk bekerja keras
sementara kalau untuk istilah nya di bahasa Jawa sendiri ia tidak begitu paham tetapi dia diajarkan untuk bekerja keras, ulet dan bisa bekerja sama dengan orang lain. Pada awalnya
bekerja sebagai buruh tani mereka mengaku bekerja sangatlah lambat tetapi bersih dan teratur tetapi lama kelamaan mereka terbiasa cepat dan, gigih, dan harus bekerja keras karena ini
merupakan tanggung jawab mereka sebagai Aron yang bekerja di ladang tempat majikan mereka. Mereka merasa bahwa tanaman yang ditanam oleh majikan mereka adalah tanaman
milik mereka juga sehingga mereka kerjakan dengan baik agar tanaman itu bagus dan agar majikan nya juga tidak rugi.
Mereka juga merasa tidak enak hati jika melihat majikan mereka mengalami kerugian. Kalau majikan mereka mendapatkan untung mereka juga mendapat gaji lebihbonus dan
juga biasanya mereka diberikan beras dan mereka merasa sangat terbantu sekali. Pandangan mereka terhadap suku karo sendiri yaitu mereka merasa bahwa suku Karo
itu gigih untuk bekerja dan menurut mereka bagi suku Karo itu tidak perlu banyak harta dan kekayaan tetapi yang penting bisa makan dan anak-anak dapat bersekolah sampai sarjana dan
ini merupakan motivasi tersendiri bagi pak Mulyono dan bu Afni untuk meyekolahkan anak. Pak Mulyono dan bu Afni pernah bekerja sama dalam menanam tanaman seperti kentang,
dan cabe. Pendapatan ekonomi yang mereka dapat menguntunggkan dan tidak rugi dan dari hasil tanam kerja sama tersebut mereka dapat membeli tapak rumah dan sepeda motor bekas.
Caranya Pak Mulyono sendiri membagi waktu adalah dari jam 08.30 wib bekerja sebagai buru tani sampai jam 16.30 wib setelah itu sampai jam 16.00 wib ia mengerjakan tanaman
kerja sama tersebut. Jika tanaman itu sudah mulai membesar dan membutuhkan perhatian yang lebih lagi maka pak Mulyono bekerja sebagai aron 2 hari dan 2 hari mengerjakan
tanaman kerjasama tersebut. Begitulah seterus nya sehingga tanaman kerja sama pun tidak terbengkalai dan bekerja sebagai Aron jug tidak terbengkalai.
Pak Mulyono sendiri tidak ingin bekerja sebagai buruh tani sampai tua karena ia yakin bahwa suatu saat nanti ia sudah pasti tidak mampu lagi. Pak Mulyono dan istri tidak
ingin pindah dari desa Raya karena di desa raya ini nyaman dan mereka sama sekali tidak punya keinginan untuk kembali ke daerah asal tempat tinggal mereka karena di asal tempat
tinggal mereka jarang sekali ada pekerjaan sementara di desa Raya ini selalu saja ada pekerjaan selain itu juga di desa ini tenang dan masyarakatnya sangat mudah untuk
bergabung dengan mereka selain itu juga banyak yang sesuku dengan mereka sehingga mereka merasa hidup seperti di kampung sendiri karena banyak nya suku Jawa tersebut
menjadi saudara mereka dan interaksi dengan masyarakat sekitar juga baik dimana mereka juga ikut ambil bagian di acara-acara desa seperti gotong-royong dan kerja tahun dimana
mereka juga memberi sumbangan untuk kerja tahun tersebut. Cara pak Mulyono mencocok kan cara kerja nya dengan tempat nya bekerja yaitu
mendengarkan perintah majika nya dengan kata lain penurut dan bekerja tepat waktu dan jangan mudah untuk sakit hati jika ditegur. Yang menjadi semnagat mereka dalam bekerja
adalah anak-anak mereka, Pak mulyono sendiri ingin anak-anaknya tamat sekolah dan dapat bekerja yang layak dan jangan serupa dengan dirinya. Selain itu juga semangat nya adalah dia
jugaingin seperti suku Jawa yang sudah sukses yang punya tanah, dan juga bisa membangun
rumah. Keluarga ini juga mempunyai tabungan di CUCredit Union yang ada di masyarakat desa ini dimana CU tersebut adalah didirikan oleh Gereja GBKP hanya saja anggota nya
tidak terbatas dan boleh dari mana saja asalkan masih bermukim di sekitar desa Raya. Bu Afni sendiri ingi anak nya yang perempuan dapat menikah dan berumah tangga
dengan laki-laki dari Suku Karo alasan nya agar mereka juga dapat tambalan marga dari marga suku Karo dan anaknya yang perempuan juga bisa mempunyai harta atau setidaknya
harta dari suaminya agar hidupnya tidak terlalu susah nantinya, sementara bu Afni tidak menggiginkan anaknya yang laki-laki menikah dengan suku Karo karena anak laki-lakilah
yang meneruskan keturunan mereka. Mereka juga ikut didalam kegiatan-kegiatan desa seperti gotong royong selain itu juga mereka ikut partisipasi didalam pemilihan kepala desa hanya
saja mereka tidak boleh mencalonkan diri sebagai kepala desa. Selain itu juga mereka mendapatkan beras Raskin dari pemerintah dan jug Jamkesmas. Pak Mulyono dan isrti
merasa senang sekali karena mereka dianggap oleh masyarakat desa Raya tersebut dan diakui sebagai warga yang sah dan mereka merasa bahwa desa Raya juga adalah desa mereka.
Pak mulyono mengikuti perkumpulan wirit kaum bapak dan istri nya ikut perkumpulan kaum ibu. Hubungan sosial yang dijalin dengan suku lain baik karena kalau
dengan suku Karo selalu ramah kepada mereka sementara suku Padang, Melayu mereka satu perwiritan sehingga mereka sudah seperti saudara dan kaeluarga yang saling membantu satu
dengan yang lain. Sementara dengan suku Batak dan suku Nias mereka merasa tidak nyaman karena mereka pendiam selain itu juga Suku Batak berbicara Sangatlah kasar sehingga Bu
Afni dan suaminya merasa susah untuk berintraksi. Sementara hubungan dengan tempat nya bekerja sangat lah baik, kalau tiba waktu nya hari Raya Idul Fitri mereka diberi THR dan
juga diberi oleh-oleh buat pulang kampungmudik seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Sementara majikan mereka juga mau memberi beras atau bahan pokok lainnya jika mereka
mendapat untung saat panen.
Selama tinggal di desa Raya ini Pak Mulyono pernah mendapatkan masalah ketika saat mereka tinggal di rumah majikan yang pertama mereka tidak bayar apa-apa tetapi ketika
Pak Mulyono sakit dan tidak bisa untuk bekerja mereka disuruh pindah oleh majikan tersebut sehingga bapak Kepala Desa Raya ini mau menerima kami bekerja dan mengijinkan mereka
tinggal di rumah petak bapak kepala desa tersebut. di rumah kontrakan kepala desa tersebut mereka mengontrak Rp150.000 bulan yang terdiri dari 1 kamar tidur, ruang tamu yang
sempit, kamar mandi ada di luar berlantai semen dan terbuat dari dingding papan dan bayaran Rp 150.000 itu sudah termasuk air dan lampu. PakMulyono belum pernah mempunyai
masalah atau konflik dengan amsyarakat sekitar dan mereka merasa nyaman sekali tinggal di desa ini karena di desa ini merupakan sumber penghasilan utama bagi mereka.
3 . Nama : Pak Unyil
Umur : 54 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki Agama
: Islam Pak unyil adalah buruh tani etnis Jawa yang berasal dari daerah Tanah Jawa Siantar
tetapi dulu orang tuanya berasal dari pulau Jawa dan merantau ke daerah Siantar sehingga pak Unyil lahir di Siantar dan besar-besar di Siantar. Begitu juga dengan istrinya yang sama-
sama lahir di Siantar dan setelah menikah mereka merantau ke daerah Kabupaten Karo. Alasan pak Unyil memilih merantau ke daerah Kabupaten Karo karena Kabupaten Karo
merupakan daerah pertanian dan ia dan keluarganya dapat bekerja sebagai buruh tani. Awal kedatangan nya dan keluarga nya ke desa Raya karena diajak oleh sanak-saudara yang telah
terlebih dahulu merantau dan bekerja sebagai buruh tani di desa Raya. Pak unyil memiliki 5 anak, 2 laki-laki dan 3 perempuan. Anak yang pertama adalah
laki-laki, dimana anak yang pertama ini tamatan SMA dan telah berumah tangga sekarang anaknya yang pertama ini tinggal di Daerah Istimewa Aceh, anak yang kedua adalah
perempuan dimana anak yang perempuan ini tamatan SMA juga dan sekarang sudah menikah dan tinggal di tanah Jawa siantar,anak yang ketiga yaitu perempuan juga yang pendidikan
terakhirnya juga SMA dan ia telah berumah tangga dan ia dan suaminya tinggal berdekatan dengan Pak Unyil, anak nya dan menantu nya ini juga bekerja sebagai buruh tani. Anak yang
ke empat juga perempuan dimana dia juga tamatan SMA dan sudah berumah tangga dan sekarang tinggal di Tebing Tinggi dan anak yang paling kecil adalah Laki-laki dia hanya
tamatan SMP karena anak nya yang paling ini dulu sempat putus sekolah karena terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik sehingga ia tidak mau lagi melanjutkan sekolahnya dan
sekarang anaknya ini tinggal dengan orang tuanya dan bekerja juga sebagai buruh tani. Pak Unyil dan keluarganya telah tinggal di desa Raya ini selama 35 tahun. Ia dan istri
nya memilih pekerjaan sebagai buruh tani di desa tersebut karena pada awal kedatangan nya ke Kabupaten Karo pun dia dan keluarga telah tinggal di desa tersebut dan merasa betah
tinggal di desa tersebut sampai sekarang. Dia dan istrinya memilih bekerja sebagai buruh tani karena mereka hanya bisa bekerja ke ladang, pendidikan tidak ada, kalu sebagai buruh
bangunan pak Unyil tidak mau karena bekerja sebagai buruh bangunan itu sangatlah capek sekali. Pak Unyil dan istri tidak punya pekerjaan lain hanya sebagai buruh tani. Penghasilan
yang diperoleh saat pertama kali merantau ke desa Raya tersebut adalah Rp 25.000 tetapi semakin lama semakin naik sampai sekarang penghasilan yang diperoleh setiap harinya
adalah Rp 50.000 dan lain lagi jika panen jeruk dimana jika panen jeruk gaji yang diperoleh
Rp 70.000 dan ditanggung makan siang, rokok, dan snack sore hari. Lain lagi jika memompa atau menyemprot jeruk atau kopi, sekali memompa dapat Rp 100.000 hari nya dan tidak
perlu tenaga yang banyak karena mengguanakan mesin hanya saja perlu ketelitian dan kehati- hatian di dalam menyemprot agar tidak berbahaya bagi kesehatan.
Saat pertama kali merantau ke Desa Raya ini kehidupan perekonomian keluarganya sangatlah rendah bahkan bisa dikatakan melarat sekali. Pak Unyil memang tidak tinggal di
gubuk-gubuk tetapi mereka langsung mengontrak rumah yang mereka tempati dari dahulu sampai sekarang. Makan pun pas-pasan sekali tidak mempunyai alat elektronik hidup
seadanya dan sangat sederhana. Tetapi setelah sekitar 30 tahunan mereka bekerja sebagai buruh tani di desa Raya tersebut ekonomi keluarga Pak Unyil semakin lama semakin
meningkat sekali mereka merasa bahwa kehidupan mereka lebih layak, walaupun masi mengontrak rumah. Mereka sudah mulai mempunyai peralatan elektronik. Bisa membuatkan
acara-acara jika anak-anaknya menikah dan makanan nya pun semakin bergiji pakaian pun semakin layak dan mereka merasa mereka semakin dipandang walaupun kehidupan
ekonominya masi sederhana. Gaji yang diperoleh Pak Unyil dan istrinya sudah memenuhi kebutuhan nya sehari-
hari. Selama mereka tinggal dan bekerja di desa Raya mereka masi menggontrak rumah yang kecil yang mempunyai dua kamar tidur, ada dapur dan ruang tamu yang berukuran kecil dan
mereka juga sudah mempunyai ladang yang tidak begitu lebar dan sudah mempunyai satu tapak rumah tetapi karena belum mempunyai uang yang cukup ia belum bisa membangun
rumah nya tersebut. pak Unyil dan istrinya mengatur waktu agar bisa memenuhi kebuthan nya setiap hari denagan cara bekerja setiap hari bahkan hari minggu pun ia bekerja sehingga
ada majikan nya yang mempekerjakan nya dan memberi kepercayaan kepadanya untuk mengurus jeruk sehingga pak Unyil lah yang menegrjakan jeruk tersebut mulai dari
memupuk, memompa, sampai memanen segalanya dikerjakan oleh Pak Unyil dan dibantu
oleh anaknya yang paling kecil. Dia diberi kepercayaan juga untuk menjaga pompa mesin milik majikan nya sementara majikan nya tersebut tinggal di Kota Medan. Jadi jika ada
tawaran bekerja memaompa jeruk atau kopi pasti di terima pak Unyil karena dia bisa memakai pompa mesin majikan nya tersebut tetapi dengan syarat ia tidak boleh merusak kan
atau menghilangkan pompa jeruk tersebut dan juga ia harus tetap mengurus jeruk majikan nya. Di dalam satu hari pak Unyil dapat menyemprot dua kali, atau dua ladang yaitu
menyemprot kopi atau jeruk.sehingga penghasilan yang ia peroleh dalam satu hari itu menjadi Rp 200.000 dan pendapatan nya semakin bertambah. Ia tidak merasa kewalahan
karena menyemprot menggunakan mesin itu tidak terlalu capek dan dan tidak memakan waktu yang banyak.
Arti pekerjaan bagi pak Unyil sendiri itu ya bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan jangan sampai meminta kepada orang lain karena selama ia masih mempunyai
teanga dan tidak sakit ia ingin bekerja utuk dapat membangun rumah dan agar ia tidak merasa malu. Tetapi walaupun dikatakan bekerja keras ia mencari pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan nya dan ia sanggup untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Menurut pak unyil sendiri di suku Jawa itu memang diajarkan utuk bekerja keras dan menurut dia sendiri tidak
ada waktu untuk berleha-leha dan harus maju. Ada motivasi dirinya untuk sama dengan orang yang disekitarnya yang telah maju. Pak Unyil sendiri mempunyai pandangan terhadap suku
Karo itu adalah bahwa menurutnya suku Karo giat dalam bekerja dan bagi suku Karo tidak perlu harta yang banyak tetapi paling penting anaknya sekolah dan juga suku karo bekerja
keras dan gigih. Sementara menurutnya suku Jawa berbanding terbalik dimana menurutnya suku Jawa itu yang penting punya rumah dan harta benda dan sebenarnya juga ia ingin sekali
anaknya dapat sekolah ke perguruan tinggi hanya saja anak nya semua cepat berumah tangga dan anak nya yang paling kecil tidak serius di dalam sekolah sehingga sudah pupus lah
harapan nya memiliki anak seorang Sarjana.
Pak Unyil juga pernah bekerjasama di dalam memanan tanaman dengan majikan tempatnya bekerja bahkan sampai sekarang ia masih bekerja sama menanam tanaman
tersebut. Pak Unyil menanam tanaman seperti kentang, kol, brokoli, wortel dan juga buncis dan hasil dari tanaman kerja sama tersebut sangat lah membantu kehidupan ekonomi keluarga
nya. Sampai sekarang saja ia masi mananam tanaman tersebut dengan catatan segala modal diberikan oleh majikan dan yang mengerjakan adalah Pak Unyil dan ketika sudah panen ia
segala modal dikembalikan dan untung di bagi 2. Ia merasa sangatlah beruntung dengan adanya kerjasama tersebut dan sekarang ini pak Unyil sedang panen brokoli. Cara pak unyil
membegi waktu dengan mengerjai ladang tersebut yaitu istrinya tetap bekerja sebagai buruh tani sementara pak Unyil sendiri itu hanya mau bekerja memompamenyemprot jeruk atau
kopi selebihnya ia mengerjakan tanaman kerja sama tersebut dan juga mengerjakan ladang majikan nya bahkan hari minggu jika tidak ada kegiatan ia dan istinya pergi ke ladang untuk
mengurus tanaman mereka. Pak unyil dan istrinya juga tidak ingin bekerja sampai Tua tetapi jika tidak ada lagi
pilihan mau tidak mau ia ia tetap sebagai Aron buruh tani sampai tua. Pak Unyil dan istrinya juga tidak ingin kembali ke kampung halaman nya di daerah Siantar karena di sana mereka
tidak mempunyai apa-apa dan mereka merasa nyaman tinggal di desa ini bahkan interaksi dengan masyarakat yang berbeda suku dengan mereka juga terjalin dengan baik. Pak Unyil
mencocok kan cara kerjanya dengan tempat nya bekerja itu ia dan istrinya tekun , rajun, bertanggung jawab, dan jangan terlalu murah untuk sakit hati jika diberi nasihatoleh majikan.
Pak Unyil mengaku awalnya ia bekerja sangatlah lambat tetapi lama-kelamaan ia juga bisa bekerja dengan cepat karena lama-kelamaan ia terbiasa dan sudah mahir di dalam pekerjaan
nya. Yang menjadi semangat nya dalam bekerja adalah ia ingin maju sama seperti orang- orang pada umunya yang punya rumah, tanah, dan ladang dan yang paling penting ia tidak
mau anak-anaknya menderita dan ia juga ingin punya kehidupan yang sama dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Selama bekerja sebagai buruh tani pak Unyil dan keluarga dapat menabung di Credit unionCU, mereka dapat menabung sedikit demi sedikit dan juga menerka dapat meminjam
sehingga mereka mampu untuk membeli ladang dan tapat rumah tersebut. Pak Unyil juga ikut berpartisipasi di desa Raya tersebut di dalam acara pesta tahunan dan juga gotong royong
bahkan mereka juga sudah ikut di dalam acara pemilihan kepala desa. Ia merasa senang karena dapat ikut berpartisipasi dengan masyarakat asli desa Raya tersebut dan mereka juga
mendapat hak nya di dalam pembagian Jamkesmas dan juga Raskin yang diberikan oleh Pemerintah. Pak unyil mempunyai perkumpilan-perkumpulan di desa ini yaitu perkumpulan
wirit kaum bapak dan isrtinya perkumpulan wirit kaum ibu sementara anaknya yang paling kecil ikut perkumpulan remaja masjid.
Selama tinggal di desa Raya ini pak Unyil dan istrinya tidak pernah mengalami konflik atau masalah-masalah dengan penduduk asli yautu dengan suku Karo dan juga
dengan suku-suku lain yang terdapat di desa tersebut begitu juga dengan majikan nya ia tidak pernah bermasalah dengan majikan nya tempat ia bekerja dan menanam tanaman bekerja
sama tersebut. Pak Unyil juga ingin lebih maju dengan keadaan yang sekarang dengan cara tetap bekerja keras, tidak mengeluh dan paling terpenting itu adalah minta Kekuatan
danpertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurutnya keadaan ekonominya yang sekarang sudah termasuk kedalam golongan yang sederhana dan ia ingin terus bekerja keras
sekalipun dengan pekerjaan sebagai buruh tani yang terpenting pekerjaan itu halal dan tidak memberatkan bagi orang lain dan yang membuat ia dan keluarganya tetap bertahan sebagai
buruh tani karena gajinya itu sangat lah membantu sekali untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari menunggu hasil panen dari ladang dan hasil tanaman kerja sama.
4 . Nama : Peno Sembiring
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : petani
Agama : Islam
Bapak Peno Sembiring ini sebenarnya adalah suku Jawa hanya saja ia mendapatkan tambalan marga Sembiring karena ia menikahi wanita yang bersuku Karo dan bermarga
Ketaren sehingga ia diangkat menjadi marga sembiring. Sebenarnya pak Peno sendiri itu berasal dari daerah Siantar dan ia pada saat dulu merantau ke desa Raya ini karena mengikut
orang tua yang bekerja pada tahun 1965. Orang tuanya bekerja sebagai buruh tani di perkebunan kol yang dikontrak oleh Suku Tionghoa yang dulunya daerah kebun kol nya itu
sekitar desa Raya tersebut. orang tuanya bekerja sebagai buruh tani di kebun kol tersebut sementara ia bekerja di ladang orang yang siapa saja membutuhkan tenaga nya ia mau
bekerja di ladang tersebut. Awal kedatangan nya ke desa ini karena mengikut orang tua yang memilih untuk merantau ke desa ini, pertama sampai disini ia dan keluarga nya dulu
mengontrak di rumah kontrakan yang sangatlah kecil ia dimana ia anak paling besar dari 4 bersaudara dan saudara- saudaranya juga bekerja sebagai buruh tani. Alasan nya mereka
memilih desa ini karena di desa ini dulu membpunyai kebun kol yang luas dan dulunya masyarakat disini juga mata pencharian utamanya itu bertani sehingga mereka membutuhkan
tenaga kerja selain itu desa ini tidak jauh dari Kota kecamatan dan alat transportasi juga mudah untuk dicapai. Setelah sekitar 10 tahun bekerja di desa Raya orang tua bapak Peno ini
memilih untuk pulang ke kampung halaman nya dan sementara bapak Peno sendiri memilih untu tetap tinggal di Desa Raya ini dan menikah dengan wanita yang berdarah Karo.
Dari pernikahan nya pak Peno dianugrahi 5 anak, 2 laki- laki dan 3 perempuan. Dimana anak nya yang pertama adalah perempuan pendidikan terakhir anaknya ini adalah
SMA dan sudah menikah dengan lelaki Yang bersuku Jawa juga tetapi mendapat tambalan marga Perangin-angin. Anak yang kedua adalah laki-laki pendidikan terakhirnya adalah SMK
dan ia juga telah berumah tangga dengan wanita yang berasal dari Suku Jawa dan mendapat tambalan Br Karo, anak yang ketiga itu tamatan SMA dan telah berumah tangga dengan suku
Melayu dan tambalan marga Giting. Anak yang keempat juga berpendidikan SMA dan telah berumah tangga dengan suku Karo yaitu marga Tarigan, sementara anak nya yang paling
kecil adalah laki-laki tamatan STM dan sudah berumah tangga dengan perempuan bersuku Karo. Dulunya pekerjaan bapak Peno ini adalah buruh Tani tetapi sekarang tidak lagi karena
ia sudah mempunyai tanah hasil bagi warisan dari Istrinya yang merupakan anak seorang tuan tanah. Penghasilan yang diperoleh nya saat pertama kali bekerja sebagai buruh tani itu
sekitar Rp.1000 dan sampai Rp. Rp.10.000. Perekonomian nya selama 10 tahun dahulu yang bekerja di desa ini meningkat dibandingkan dan gaji yang ia peroleh dulunya itu dapat
memenuhi kebuthan nya sehari-hari. Sewaktu ia bekerja sebagai buruh tani ia tidak pernah bekerja menetap pada satu orang dan ia juga tidak pernah bekerja untuk menanam tanaman
bersama dan setelah menikah ia sama sekali tidak sebagai buruh tani lagi karena ia sudah memiliki ladang yang luas dan ia menanami ladang tersebut. Berbagai jenis tanaman yang ia
tanam mulai dari kentang, wortel, tomat, cabe, kopi, jeruk dan masih banyak tanaman lain yang ia tanam secara bergantian dibantu juga dengan anak-anak dan istrinya.
Dulunya saya mempunyai pandangan terhadap suku karo itu mau bekerja keras dan saya melihat bahwa suku karo itu mempunyai tanah yang lebar dan luas sehingga saya
termotivasi untuk mencari istri dari suku Karo dan ia juga mempunyai istri yang mau bekerja keras dan gigih, rajin dalam bekerja sehingga Pak Peno sendiri menjadi terbiasa dengan cara
kerja istrinya yang cepat dan rajin. Dulunya Pak Peno tidak ingin menjadi buruh tani sampai
tua dan sekarang ia menjadi petani yang mempekerjakan buruh tani. Pak Peno sendiri tidak ingin kembali ke kampung halaman nya di daerah Siantar karena disana ia tidak mempunyai
harta dan pekerjaan sementara di desa Raya ini ia sudah mempunyai tanah atau ladang yang luas, juga mempunyai rumah yang besar selain itu semua anak-anaknya tinggal di desa ini
dan 3 dari anaknya tersebut telah mampu untuk membangun rumah jadi ia tidak mau pindah dari desa Raya tersebut.
Yang menjadi semangat nya dalam bekerja adalah ia ingin sekali mempunyai ekonomi yang tinggi sehingga ada motivasi tersendiri untuk dapat bekerja keras, untuk dapat
meraih sesuatu. Arti pekerjaan sendiri buat saya yaitu mencari makan, jika untuk makan dan kebutuhan sehari-hari saja sudah terpenuhi maka dipikirkan lagi bagaimana caranya dapat
membeli ladang terlebih dahulu agar dapat diolah dulunya kalau masalah rumah Pak Peno dan istri mengontrak rumah yang kecil tetapi setelah beberapa tahun mereka dapat
membangun rumah dan tapak rumah itu sendiri merupakan warisan dari istrinya. Setelah dapat membeli ladang barulah ketika anak-anaknya mulai sekolah dan beranjak dewasa
dipikirkan lagi bagaimana caranyaagar anak dapat sekolah kejenjang yang lebih tinggi tanpa harus putus sekolah jadi ia mencari ladang lagi untuk disewa dan ditanami. Pak Peno dan
istrinyapun berhasil lagi sehingga ia mampu untuk membeli tanah yang disewakan tersebut. Hanya saja Pak Peno tidak mampu lagi menyekolahkan anaknya sampai keperguruan tinggi
karena ia mempunyai 5 orang anak sementara pekerjaan hanaya sebagai petani biasa dan ia terkendala di dalam biaya.
Setelah 3 anaknya tamat SMA maka ia terus bekerja keras agar anak nya juga mempunyai ladang untuk tempat bekerja dan ia pun berusaha membeli ladang untuk anak-
anaknya baik yang laki-laki maupun yang perempuan karena baginya laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama. Ia membeli ladang tersebut dalam keadaan
meminjam kepada BANK dan ada juga tanah yang digarap nya dimana tanah itu dulunya
adalah hutan atau sering disebut Keragen dan berupa jurang. Ia menggarap tanah tersebut dan dijadikan ladang bahkan sampai sekarang tanah itu masimenjadi ladang dan sudah
merupakan bagian anak-anaknya. Sehingga ketika anak-anaknya mulai berumah tangga Ia tidak perlu Khawatir lagi karena masing-masing anaknya sudah memiliki bagian tanah untuk
tempat bekerja. Pak Peno sendiri tidak paham dengan bahasa Jawa dan Istilah-istilah Jawa hanya saja
ia selalu diajarkan oleh orang tuanya agar hidup itu harus kerja keras dan bisa menyesuaikan diri dengan tempat tinggal dan bagi Pak Peno sendiri tidak boleh ada waktu untuk bersantai-
santai dan ini juga diajarkan kepada anak-anaknya. Pak Peno sendiri merasa nyaman sekali tinggal di desa Raya ini karena pekerjaan sebagai petani baginya sangatlah menyenangkan
dan ia juga mempunyai hubungan kekerabatan yang baik dengn masyarakat skitar. Pak Peno sendiri merasa nyaman karena ia telah disah kan menjadi Suku Karo dan bermarga Sembiring
sehingga ia juga diikutkan di dalam pesta adan adat- istiadat. Pada awalnya pak Peno mengaku sangat sulit untuk mempelajari adat-istiadat suku karo tetapi karena diajai oleh
keluarga istrinya ia menjadi terbiasa dan pahama akan adat-istiadat suku Karo. Sewaktu ia bekerja sebagai buruh tani ia hanya dapat menabung untuk modal
berumah tangga tetapi setelah menikah dan menjadi petani ia sudah mampu untuk menabung dan berinvesatasi. Pak Peno sendiri tidak terlalu memaksakan kehendaknya terhadap anaknya
untuk dapat berumah tangga dengan Suku Karo agar anak nya mengalami nasib yang sama dengan dia. Semua pilihan diserahkan kepada anaknya sehingga ada anaknya yang menikah
dengan suku Jawa, melayu dan Suku karo. Pak Peno dan keluarga juga sudah dianggap masyarakat sebagai penduduk yang sah dan telah lama tinggal di desa Raya tersebut. ia juga
ikut berpartisipasi di desa Raya tersebut mulai dari Gotong-royong, pesta tahunan bahkan ada acara-acara di di desa Raya ini ia ikut. Perasaan nya sangatlah senang dapat berpartisipasi di
desa tersebut dan dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar dan masyarakat sekitar
memandang dia bukan lah lagi buruh tani suku Jawa tetapi merupakan petani biasa yang sudah masuk ke suku Karo. Pak Peno ikut perkumpulan wirit kaum bapak dimana di
perkumpulan ini ia bergabung dengan banyak suku lain teramsuk yang sesuku dengan nya sementara istinya tidak ikut perkumpulan wirit karena sudah tidak kuat lagi sementara anak-
anak dan memantunya tetap ikut perkumpulan wirit kaum bapak dan kaum ibu. Selama tinggal di desa Raya ini pak Peno tidak pernah mempunyai konflik baik
dahulu dengan majikan tempat ia bekerja sampai sekarang dengan masyarakat dan keluarga dari pihak istrinya dan bagi pak Peno itu dengan cara melakukan pernikahan juga dapat
menaikkan keadaan ekonomi seperti yang ia alami dan ia lebih terpandang lagi di desa Raya ini karena anak-anaknya juga sudah tergolong kedalam katagori yang mampu dan ia juga
sudah mempusnyai harta benda seperti rumah, tanah atau ladang yang luas dan juga kendaraan seperti mobil.
5 . Nama Informan : Simin Perangin-angin Kartini Br Sembiring
Umur : 40 tahun suami 38 tahun istri
Pekerjaan : Petani Agama : Islam
Bapak Simin adalah seorang suku Jawa yang awalnya bekerja sebagai buruh tani di desa Raya dan istrinya juga merupakan keturunan dari Suku Jawa campur Suku Karo.
Istrinya merupakan anak dari Bapak Peno Sembiring. Bapak simin ini mendapatkan penambalan marga sama seperti ayah mertuanya yang mendapatkan marga sembiring dan ia
mendapatkan penambalan marga Perangin-angin. Bapak Simin ini berasal dari Sleman Jawa Tengah hanya saja dahulu orang tuanya merantau ke daerah Langkat tepat nya dari daerah
Sawit Seberang dan bekerja di daerah perkebunan. Pada tahun 1985 bapak Simin ini merantau ke Desa Raya dan ia bekerja sebagai buruh Tani. Awal kedatangan nya merantau ke
Desa Raya ini karena dibawa oleh saudara nya yang telah terlebih dahulu tinggal dan bekerja di desa Raya sebagai buruh tani. Pertama datang pak Simin ini tinggal dengan saudara-
saudaranya dimana mereka semua merupakan anak lajang dan juga bekerja sebagai buruh tani yang mengontrak rumah. Satu rumah mereka ada 5 orang dan rumah itu di kontrak
seharga Rp 30.000bulan sudah termasuk air dan lampu. Dan ia selama bekerja sebagai buruh tani tidak pernah menanam tanaman bekerja sama dengan majikan nya tersebut karena
menurut nya itu sangat capek dan memakan tenaga serta pikiran yang banyak. Bapak Simin ini sendiri bekerja menetap dengan Bapak Peno Sembiring. Ia bekerja
menetap selama 5 tahun dengan bapak Peno. Selama bekerja menetap sebagai buruh tani ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan tetapi ia belum mampu memberi kepada
orang tuanya karena penghasilan juga rendah. Gaji yang ia peroleh pada saat itu masih Rp. 10.000 hari dan ini hanya cukup untuk makan sehari- hari dan menabung sedikit demi
sedikit. Sehingga pada tahun 1990 bapak Simin ini menikah dengan ibu Kartini yang merupakan Putri kedua dari bapak Peno Sembiring. Awalnya menikah mereka tinggal di
rumah kontrakan yang kecil dan sempit yang terdiri dari satu kamar tidur, satu kamar mandi, dan ada dapur dan ruang tamu yang sangat kecil. Setelah menikah bapak Simin tidak lagi
bekerja sebagai buruh tani karena ia sudah mendapat ladang yang merupakan bagian dari istrinya yang mendapatkan bagian dari orang tuanya. Selain itu ia juga mengontrak ladang
yang tidak begitu luas. Dari hasil bertani tersebut keluarga sudah mampu membeli tapak rumah dan sudah mampu untuk membangun rumah yang kecil-kecil lan dan lama-kelamaan
rumah ini dibangun secara mencicil.
Bapak Simin dan ibu kartini telah dianugrahi 3 orang anak dan semua nya laki-laki. Anak yang pertama itu merupakan laki-laki dan sudah tamat SMA dan ia tidak ingin lagi
melanjutkan sekolahnya karena ia ingin bekerja keladang saja sebab ia merasa mendapatkan duit yang banyak jika menanam tanaman apalagi ketika panen hasil tanaman itu mahal
harganya. Anak yang kedua itu sekarang kelas 3 SMA dan anak ini ingin melanjutkan ke perguruan tinggi sementara anak nya yang terakhir adalah laki-laki dan berumur 7 tahun dan
sekarang sudah kelas 2 SD. Bagi keluarga pak simin sendiri bekerja itu adalah mencari makan untuk kebutuhan sehari-hari dan bekerja itu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
jangan terlalu dipaksakan yang penting pekerjaan yang dilakukan itu halal dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dapat menabung.
Pandangan bapak simin sendiri terhadap suku Karo adalah suku Karo mau bekerja keras dan ia sendiri merasa bahwa ia sudah menjadi suku Karo walaupun sebenarnya ia
keturunan Jawa. Selain itu suku Karo juga mempunyai keinginan yang kuat untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi dan saya juga ingin seperti mereka
yang menyekolahkan anak samapi ke perguruan tinggi. Bapak Simin sendiri tidak menyangka hidupnya berubah seperti ini, ia merasa sangat bersyukur sekali karena tidak bekerja sebagai
buruh tani sampai tua dan ia sendiri tidak menyangka hal ini akan terjadi. Bagi pak Simin dan keluarga mereka merasa nyaman untuk tinggal di desa Raya tersebut karena desa itu bukan
merupakan desa yang letaknya pelosok dan desa tersebut letaknya telah dekat dengan Kabanjahe dan Berastagi. Pak Simin sendiri tidak ingin kembali keadaerah kelahirannya yaitu
ke Sawit seberang, sebab di Sawit seberang pekerjaan hanya di perkebunan sawit dan itu pun kerjanya sangatlah capek. Selama 17 tahun Pak Simin tinggal di Desa Raya ia sudah
mempunyai ladang yang diberikan oleh ayah mertuanya selain itu juga ia dapat membangun rumah dan mengontrak ladang walaupun tidak berukuran lebar.
Selama tinggal di Desa Raya Pak Simin ikut berpartisipasi baik di gotong royong, pesta tahunan, ataupun pemilihan kepala desa dan acara-acara desa lainnya. Pak Simin juga
sudah aktif di dalam adat istiadat bahkan ketika memasuki rumah barunya ia memakai adat karo dan Ia juga selalu ikut ambil bagian didalam acara pesta keluarga. Ia sudah sangat pasih
berbahasa karo sehingga ketika ditanya tentang bahasa jawa atau istilah-istilah jawa Ia tidak ingat lagi hanya saja Ia menga.takan bahwa disuku jawa itu diajarkan untuk bekerja keras.
Bapak Simin ikut perkumpulan wirit kaum bapak dan istrinya ikut perkumpulan wirit kaum ibu. Keluarga ini menjaga hubungan sosial yang baik dengan suku lain dan mereka
tidak pernah bermasalah mulai saat pertama kali ia bekerja sebagai buruh tani sampai sekarang. Keluarga ini merasa sangat nyaman tinggal di desa ini bagi mereka bekerja itu
penting agar kebutuhan dapat terpenuhi dan mereka juga ingin maju seperti Bapak Peno Sembiring yang tidak lain merupakan ayah mertuanya. Jadi dahulunya kehidupan Bapak
Simin tergolong kekelas bawah yaitu buruh tani setelah beberapa tahun menikah ia mempunyai ladang, rumah, dan sepeda motor ini semua didapatnya dengan cara bekerja keras
dan sekarang kelas sosial Pak Simin bisa digolongkan menjadi kelas menengah. 6 . Nama informan : Dila
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Jumlah anaktanggungan : 2 orang Ibu Dila adalah seorang buruh tani yang berasal dari daerah Sei mencirim km 12,5
daerah Diski, Medan. Asal aslinya sebenarnya dari daerah jawa Timur yaitu Surabaya, tetapi orang tuanya merantau ke daerah Sei mencirim sehingga ia lahir dan besar di daerah tersebut.
setelah menikah dengan suaminya lah ia merantau ke daerah desa Raya. dimana suaminya sudah 26 tahun tinggal di daerah desa Raya dengan orang tuanya. Jadi setelah menikah ibu
Dila mengikut suaminya merantau ke desa Raya. Di desa raya ia bekerja sebagai buruh taniaron sementara suaminya bekerja sebagai buruh bangunagatukang bangunan. Ia sudah
tinggal di desa ini selama 8 tahun. Alasan nya memilih desa ini karena suaminya bekerja di desa Raya dan otomatis ia tetap selalu mengikuti tempat tinggal suaminya. Ibu Dila tidak
mempunyai pekerjaan lain ia hanya bekerja sebagai aron. Kehidupan perekonomian nya saat pertama sekali menikah dan ikut suami merantau
ke daerah desa Raya yaitu sangat sederhana sekali apalagi dari pihak suaminya yang berjumlah banyak dimana suaminya 9 bersaudara, jadi dari pihak mertua ibu ini sendiri tidak
ada yang diharapkan. Jadi ibu ini dan suami sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan sebelum mereka mempunyai anak dan untuk sementara mereka tinggal di rumah orangtua
suaminya. Kehidupan perekonomian ibu ini setelah beberapa tahun bekerja sebagai aron itu secara perlahan sudah mulai meningkat, buktinya sekarang mereka tidak tinggal dengan
orang tua suaminya lagi dan mereka sudah mampu untuk mengontrak rumah dan juga berukuran besar. Gaji yang ibu ini peroleh setiap harinya adalah Rp50.000. Gajinya cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ditambah lagi dengan gaji suaminya dan dapat menabung sedikit-sedikit. Pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh keluarga ibu ini adalah
untuk kontrakan rumah yaitu Rp.250.000bulan sudah termasuk air dan listrik, biaya hidup dalam satu minggu Rp.200.000 dan jika satu bulan sekitar Rp.800.000 ditambah biaya anak
sekolah dan jika disatukan pengeluaran perbulan nya sekitar Rp.1.500.000. Sementara gaji ibu ini perbulan hanya Rp.1.200.000 ditambah pengahsilan suami bertukang cukup untuk
kebuthan sehari-hari dan juga bisa menabung. Setelah 8 tahun ibu ini tinggal di desa Raya ini ia masi mengontrak rumah tetapi ia
sudah mampu untuk membeli tapak rumah walaupun tidak berukuran besar dan sudah
mempunyai kendaraan sepeda motor yang dipakai suami bekerja bahkan ibu Dila juga bisa memakai nya untuk bekerja dimana sepeda Motor ini dibelinya dengan sistem kredit. Ibu ini
hanya bekerja sebagai buruh tani atau aron. Ia tidak mau bekerja lain karena ia sudah merasa nyaman bekerja sebagai buruh tani dan ia juga tidak mau untuk bekerja sama di dalam
menanam tanaman atau sering disebut kongsi. Alasan nya karena ibu ini mempunyai anak perempuan 2 orang dan harus ia urus juga selain itu juga dari segi waktu nya belum
mencukupi. Tetapi ketika ditanya ibu ini sangat berkeinginan sekali menanam tanaman kerja sama tersebut karena kerjanya tidak terikat dengan waktu dan kalu bekerja capek bisa
berhenti semantara bekerja sebagai aron itu terikat dengan waktu, kalau belumsampai sam untuk berhenti tidak boleh untuk berhenti.
Pandangan ibu ini terhadap suku karo sendiri adalag di suku Karo yang lebih giat bekerjanya adalah kaum perempuan atau si istri nya dibandingkan dengan laki-laki jadi ibu
ini sendiri merasa termotivasi indin seperti wanita Karo tersebut. Ia mnegatakan bahwa dia harus bisa bekerja karena ibu ini mengatakan sama-sama perempuan dan sama-sama makan
nasi jadi ibu ini mengaku harus bisa bekerja seperti wanita karo. Ibu Dila tidak ingin bekerja sebagai buruh tani sampai tua karena baginya kalau sebagai aron itu tidak mempunyai masa
depan atau masa tua, jika sudah tidak sanggup lagi ia tidak dapat bekerja sebagai aron lagi tentunya, dari pada itu ibu ini juga ingin membeli ladang untuh di hari tua. Ibu ini juga
mengaku tidak ingin kembali ke daerah tempat tinggal nya dulu yaitu daerah Sei Mencirim karena disana susah untuk mencari pekerjaan tidak seperti di desa Raya ini asal mau bekerja
pasti mendapatkan pekerjaan. Ibu ini juga merasa nyaman tinggal di desa Ini karena tidak jauh ke Berastagi dan Ke
Kabanjahe. Ibu initinggal di sekitar rumah sakit Efarina Etaham dan dekat juga dengan jalan raya sehingga ia merasa nyaman dan tidak jauh untuk berpergian. Kalau interaksi dengan
masyarakat sekitar ibu ini mengaku hubungan yang terjalin itu baik terutama sesama suku
Jawa dan juga dengan suku Karo atau suku lain. Cara ibu ini mencocok kan dengan tempat nya bekerja adalah mengikuti cara kerja majikan nya dan jika diberi perintah ia kerjakan dan
jika tidak mengerti ibu ini bertanya dan minta agar diajari. Ibu ini mempunyai pendidikan terakhir itu adalah SMA dan sekarang anak –anaknya juga sudah mulai menginjak ke dunia
pendidikan. Anak ya ada 2 orang dan keduanya adalah perempuan, anak yang pertama kelas 2 SD dan anak yang kedua kelas 1 SD. Yang menjadi semangat ibu ini dalam bekerja adalah
ia ingin maju dan juga tidak ingin menjadi aron sampai tua. Ia ingin bisa membangun rumah seperti tetangga dan saudara-saudaranya yang lain yang seprofesi dengan dia. Bekerja sebagai
buruh tani dapat memnuhi kebutuhan hidup nya dan keluarga ditambah lagi dengan penghasilan suami. Ibu ini dapat menabung di simpan pinjam Credit Union CU yang ada di
dusun tempat ia tinggal. Ibu ini tidak inggin anaknya berumah tangga dengan suku karo, karena ia tetap anaknya berhubungan dengan budaya nya dan agar tidak repot nantinya untuk
mencocok kan adat istiadat. Ibu ini dan suaminya juga ikut berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan desa seperti
gotong-royong, pesta tahunan dan juga pemilihan kepala desa. Ibu ini ikut perkumpulan perwiritan kaum ibu dimana di perwiritan ini selain suku Jawa ada juga suku lain seperti
melayu dan Suku Karo tetapi beragama muslim. Hubungan sosial dengan suku lain juga terjaga dengan baik, begitu juga hubungan dengan majikan tempatnya bekerja. Selama 8
tahun ibu ini tinggal di desa Raya ibu ini tidak pernah bermasalah dengan masyarakat sekitar dan juga masyarakat yang beda agama dan juga beda suku dengan nya. Ibu ini merasa
nyaman sekali dengan kehidupan nya yang sekarang dan ia ingin lebih maju lagi ke depan nya agar ia bisa membeli ladang untuk hari tua dan juga bisa membangun rumah. Ibu ini
harus bekerja lebih giat lagi dan ketika anaknya sudah bisa mengurus diri sendiri nantinya ia ingin menanam tanaman kongsi dan hasilnya ia ingin membeli ladang.
Bagi ibu ini ia merasa masih hidup sederhana dan mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalu dikatakan mapan secara sederhana ia merasa sudah mampu tetapi kalau
memiliki harta dan yang membuat ia bertahan sebagai buruh tani karena hanya itu pekerjaan yang bisa ia kerjakan. Langsung mendapatkan gaji dan bekerja hanya sampai jam 4 sore dan
masih bisa mnegurusi dan memperhatikan anak-anaknya.
Informan yang mempekerjakan buruh tani. 7. Nama
: Sadar Ginting Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Kristen Protestan
Tamatan : D3 Komputer Universitas Sisingamangaraja Medan
Bapak Sadar ginting mempekerjakan buruh tani sejak tahun 2005, ia mempekerjakan buruh tani etnis Jawa dan awalnya ia mempekerjakan buruh tani etnis Jawa ini karena dari
sisi tenaga ia tidak mampu lagi mengerjakan ladang yang sedang ia usahai. Alasannya memilih buruh tani etnis Jawa karena buruh tani etnis Jawa ini klebih mudah beradaptasi
dengan pekerjaannya dan dengan yang sedang mempekerjakan dia. Menurutnya awal kedatangan buruh jawa kedesa Raya dari teman ke teman atau ajakan dari saudara tetapi tidak
melalui transmigrasi. Bagi Pak Sadar sendiri ia menyukai suku Jawa karena mereka lebih tekun dalam menggeluti pekerjaannya tidak pernah untuk bermacam-macam neko-neko dan
juga etnis Jawa sangat jarang pulang kampung, alasannya tempat tinggalnya jauh jadi jika mudik perlu biaya yang sangat besar.
Sampai sekarang Bapak Sadar sendiri masih mempekerjakan buruh tani etnis Jawa .Selain buruh tani etnis Jawa Bapak ini pernah juga mempekerjakan buruh tani dari etnis
lainseperti etnis Melayu, Padang, Nias. Alasan nya sampai sekarang masih mempertahankan suku Jawa sebagai yang bekerja di ladang nya karena Suku Jawa juga paling banyak terdapat
di desa ini dan menurutnya mereka tidak susah untuk diajak bekerja, selain itu juga menurut bapak ini suku Jawa mendengar jika diberi nasihat hanya pada awalnya suku Jawa tersebut
bekerja lambat tetapi setelah diberitahu dan diajari mereka cepat menerima dan mereka mau belajar dan paling penting menurut bapak ini suku Jawa tidak mudah untuk sakit hati.
Menurut bapak Sadar suku lain itu sering sekali pulang kampung dan mereka tidak menentu untuk bekerja contohnya sebulan mereka bekerja di ladang A dan sebulan lagi sudah
bekerja di ladang B, ini membuktikan bahwa mereka bekerja nya tidak kerasaan dan tidak betah, suka sekali untuk berpindah-pindah. Satu hal yang paling penting menurut bapak ini
suku lain itu susah untuk beradaptasi dan sulit untuk diajari dan diberi nasihat, jika sakit hati sedikit mereka akan pergi dan mencari tempat baru untuk bekerja.
Bapak Sadar Ginting ini mengaku telah pernah bekerja sama didalam hal menanam tanaman bersama dengan buruh Tani Etnis jawa yang sedang bekerja dengan nya. Mereka
pernah menanam kentang, brokoli, bunga kol dan sekarang mereka sedang menanam cabe seluas 2000 batang. Bapak Sadar sendiri merasa beruntung saat melakukan tanaman kerja
sama tersebut karena Buruh yang ia kerjakan lebih bertanggung jawab dan ia pada saat mengerjakan tanaman kerjasama tersebut buruh tersebut tidak mau dibantu oleh pekerja lain
dan buruh tersebut mengerjakan nya sampai ia panen. Cara buruh tani nya mengerjakan ladang kerja sama tersebut yaitu ia bekerja dari sampai jam 08.00 wib sampai jam 16.00 wib
setelah pulang bekerja barulah buruh tani nya tersebut mengerjakan ladang kerjasama dibantu oleh istri dan anak-anaknya, dan ketika ladang tersebut sudah sangat padat untuk dikerjai ia
tidak bekerja sebagai Aron tetapi ia mengerjakan ladang tersebut. Bapak sadar juga sudah
merasa ketergantungan dengan buruh tani tersebut karena tanpa buruh tani tersebut ia tidak dapat mengerjakan ladangnya sendirian karena ladang bapak ini juga sangat lah luas.
Ia tidak pernah bermasalah dengan buruh tani yang bekerja dengan dia dan mulai tahun 2005 ia tetap mempekerjakan buruh tani yang sama. Untuk mempekerjakan buruh tani
tersebut bapak Sadar Ginting harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000 harinya tetapi lain lagi jika panen jeruk ia harus mengeluarkan upah sebesar Rp 70.000 hari. Bagi bapak
sadar sendiri merasa kurang nyaman dengan sudah banyak nya suku Jawa yang mendiami desa Raya tersebut karena mereka sudah banyak yang tinggal secara menetap dan
berkelompok bahkan setiap dusun itu ada wilayah tempat tinggal Jawa atau kontrakan bahkan kumpulan-kumpulan masyarakat yang bersuku Jawa. Selain kurang nyaman ia juga takut
nantinya Desa Raya ini terkenal dengan kampung Jawa selain itu yang paling membuat tidak nyaman sudah mulai muncul masalah Agama, tetapi sejauh ini memang belum pernah terjadi
hal mengenai isu agama tersebut tetapi ini lah hal yang dikhawatirkan oleh bapak Sadar Ginting ini.
Bagi bapak Sadar sendiri tidak merasa keberatan jika suku Jawa tersebut ikut ambil bagian di dalam kegiatan-kegiatan desa. Seperti pemilihan kepala Desa dimana suku Jawa ini
juga merasa berhak menentukan yang menjadi peminpin mereka tetapi bapak Sadar sendiri mengaku sangat keberatan jika yang mencalonkan diri itu adalah Suku Jawa dan ia juga
keberatan jika suku Jawa tersebut ikut ambil bagian dalam kelembagaan desa karena menurutnya mereka adalah pendatang bukan penduduk asli desa Raya sekalipun mereka
sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di desa Raya tersebut. Dalam hal penerimaan bantuan dari Pemerintah seperti bantuan Beras Miskin Raskin, bantuan Jaminan Kesehatan
Masyarakat Jamkesmas. dan gotong royong bapak ini merasa tidak keberatan hanya saja untuk beras raskin dan kartu kesehatan ia berharap agar penduduk asli dulu lah yang terdata
dan mendapat bantuan tersebut setelah itu barulah mereka yang merupakan suku pendatang.
Tetapi pada kenyataan nya yang mendapat bantuan tersebut adalah rata-rata suku Jawa dan merupakan buruh tani selain suku Jawa ada juga suku lain yang pekerjaan nya sama yaitu
buruh tani. Menurut pengakuan bapak Sadar kehidupan ekonomi buruh tani etnis Jawa pada saat
pertama kali bekerja bersamanya adalah masih dikatakan dalam kondisi ekonomi yang lemah, morat-marit dan pertama datang buruh yang bekerja dengan nya tersebut menumpang di
tempat kenalan nya selama seminggu sambil bekerja dan mencari modal untuk mengontrak rumah dan sampai sekarang buruh yang ia pekerjakan masih tinggal di rumah kontrakan.
Tetapi setelah 7 tahun ia mempekerjakan buruh tani etnis Jawa tersebut kehidupan ekonominya semakin lama semakin meningkat. Dari segi makanan mereka sudah mulai
memakan makanan yang bergiji pakaian juga sudah lebih layak dan sekarang mereka sudah mampu membeli ladang tapi tidak berukuran luas dan uang untuk membeli ladang tersebut
adalah hasil dari menanam tanaman kerja sama dan juga hasil dari penjualan tanah warisan nya dikampung dan dibelinya tanah di desa Raya tersebut. Menurut bapak Sadar alasan buruh
nya membeli ladang di sekitar desa Raya karena buruh nya tersebut ingin tinggal menetap di desa ini dan karena buruhnya tersebut merasa nyaman dan dapat berintraksi dengan
masyarakat yang lain dengan baik. Bagi bapak Sadar sendiri sangat banyak perubahan yang dialami oleh buruh nya
terutama di bidang ekonomi dan secara keseluruhan buruh tani ini mengalami banyak perubahan status dari golongan bawah menjadi golongan menegah dan buruh tani yang
mengalami kanaikan status ini lebih dipandang dan dihormati baik sesama suku Jawa dan suku lain.
8.Nama : Basate Depari Suami
Film br Ketaren istri
Usia : Suami 75 tahun
Istri 72 tahun Pekerjaan : Petani
Agama : Kristen Protestan Bapak Basate dan istri nya sudah mempekerjakan buruh tani sejak tahun 1985. Awalnya
mereka mempekerjakan buruh tani karena dulunya ada seorang pemuda yang bersuku Jawa datang dari daerah Siantar dan meminta pekerjaan kepada mereka dan bapak Depari ini
menawarkan pekerjaan sebagai buruh tani di ladang nya dan pemuda tersebut mau bekerja sebagai buruh tani dan membantu berladang seperti menanam tomat, cabe, wortel, kentang
dll. Menurut bapak Depari ini sendiri awal kedatangan buruh tani etnis Jawa itu adalah pada
tahun 1960 setengah perladangan di desa Raya tersebut dikontrak oleh orang Tionghoa dan mereka membuat kesepakatan dengan pemilik ladang dan juga kepala desa dimana pada saat
itu yang meminpin adalah bapak Palaren ketaren yang mengurusi segala urusan kontrak tanah. Orang Tionghoa tersebut menjadikan perladangan masyarakat tersebut menjadi ladang
kol dimana seluruhnya ditanami kolkubis. Pada waktu tersebut orang Tionghoa kekurangan tenaga kerja sehingga ia mendatangkan suku Jawa yang kebanyakan dari Siantar untuk
menjadi yang bekerja di kebun kol tersebut. Selama 5 tahun kebun tersebut dikontrak sehingga pada tahun 1965 ladang kembali ke pemiliknya dan orang Tionghoa kembali ke
daerah asalnya dan buruh tani etnis Jawa tersebut tetap memilih tinggal di desa Raya karena mereka sudah betah untuk tinggal dan bekerja di desa tersebut
Selain itu juga menurut bapak Depari ini awalnya kedatangan buruh tani ke desa Raya tersebut hanyalah untuk mencari pekerjaan dan tidak lebih. Pada awalnya mereka datang
dalam jumlah yang sedikit dan mereka mau tinggal di gubuk-gubuk tempat mereka bekerja
menetap. Dan setelah mempunyai uang barulah mereka mengontrak rumah dan mulai mengajak sanak saudaranya untuk tinggal dan bekerja sebagai buruh tani juga dan semakin
lama semakin bertambah lah mereka di desa Raya tersebut dan rata-rata bekerja sebagai buruh tani. Keluarga bapak ini juga pernah mempekerjakan buruh tani selain etnis Jawa
seperti buruh tani dari etnis Melayu, batak Toba dan Nias. Bagi bapak Depari ini sendiri cara kerja buruh tani suku Jawa sangat lah lambat tetapi
menurutnya itu wajar karena mereka baru saja bekerja sebagai buruh tani. Tetapi lama- kelamaan mereka bekerja nya sudah mulai cepat, teratur, rapi dan bersih. Bagi bapak ini
buruh tani Etnis Jawa juga sangatlah mudah untuk beradaptasi dengan tempat mereka bekerja dan jika diajari mereka mau menerima dan tidak mudah untuk sakit hati. Menurut bapak ini
buruh tani etnis Jawa yang ada di desanya sangat lah gigih untuk bekerja sehingga sekarang buruh tani yang ia pekerjakan dulu sudah mempunyai tanah, rumah dan ladang. Bapak ini
sendiri sangat menyukai cara kerja buruh tani Etnis Jawa tersebut. Sampai searang bapak ini masih mempekerjakan buruh tani dan bersuku Jawa. Hanya
saja dulu bekerja nya menetap sementara sekarang tidak menetap karena bapak ini tidak menanam tanaman seperti tomat, cabe, kentang dll yang waktu panen nya singkat. Alasanya
karena faktor umur ia tidak sanggup lagi untuk menanam tanaman tersebut dan sekarang ia mempekerjakan buruh tani hanya untuk memetik kopi karena keseluruhan ladang bapak ini
sudah ditanamai kopi. Alasan bapak ini tetap memilih buruh tani suku Jawa yang bekerja diladangnya karena ia sangat merasa nyaman jika mempekerjakan buruh tani suku Jawa dan
juga kerena mereka bekerjanya cepat, rapi. Menurut bapak ini kelebihan suku Jawa dibandingkan dengan suku lain adalah suku Jawa cepat beradaptasi sementara suku lain susah
untuk beradaptasi seperti suku Melayu, Madura, Batak, Nias. Apalagi orang batak karena mereka terkenal kasarnya sehingga bapak ini sanagat malas untuk memepkerjakan buruh tani
etnis Batak. Sementara suku Jawa terkenal dengankelemah-lembutan nya dan juga ramahdan
juga mereka mau memberi seperti Hari Raya Idul Fitri satu lagi klebihan suku Jawa adalah mereka sangat jarang sekali untuk pulang kampung karena kampung mereka ada yang jauh
seperti ada yang dari Pulau Jawa. Bapak ini sendiri mengaku sering bekerjasama dengan buruh tani yang sedang bekerja
dengan nya untuk menanam tananaman atau sering disebut tanaman kongsi. Ia merasa beruntung karena bapak ini hanya perlu mengeluarkan modal dan tidak perlucapek untuk
mengerjakan tanaman tersebut dan ketika panen tiba segala modal diperhitungkan dan untungdi bagi dua. Tetapi bapak ini juga mengatakan tidak selamanya beruntung karena
kalau tanaman tersebut murah harganya sehingga hanya balik modal dan tidak mempunyai keuntungan yang besar. Bapak ini dan istrinya sudah merasa ketergantungan sekali dengan
buruh tani suku Jawa. Apalagi sekarang ia sangat membutuhkan jasa buruh tani tersebut untuk memanen kopi dimana kopi tersebut setiap minggu harus di panen.
Bapak ini pernah mempunyai masalah dengan buruh tani suku Jawa yang ia pekerjakan. Pada saat dulu buruh nya itu datang pertama kali ke desa Raya tinggal di ladang bapak Depari
ini, aron nya tersebut memakai gubuk sebagai tempat tinggal sementara karena belum mempunyai uang untuk menyewa rumah. Setelah beberapa lama tinggal di ladang tinggal di
ladang aron nya tersebut membawa sanak saudaranya, pertama bapak ini merasa tidak keberatan karena dia tidak merasa terganggu tetapi lama-kelamaan saudara bapak ini
mengadu bahwa jeruk di ladang nya selalu diambili oleh sanak saudara aron bapak Depari ini lalu bapak Depari ini menegur aron nya dan sanak saudara, mungkin aron nya dan sanak
saudara nya tidak terima di tegur oleh bapak Depari sehingga aron nya dan sanak saudaranya pergi diam-diam dan mencari majikan yang baru lagi.
Bapak Depari ini harus mengeluarkan biaya per hari nya sebesar Rp 50.000 untuk seorang buruh tani jika ia pekerjakan di ladangnya. Bapak ini merasa kehadiran buruh tani suku Jawa
yang tinggal secara berkelompok dapat dilihat dari 2 sisi. Yang pertama dari segi positif nya nyaman saja kerena ketika bapak ini membuuhkan jasa buruh tani suku Jawa tersebut bapak
ini merasa mudah untuk menemui dan memanggil mereka untuk bekerja. Sementara dari segi negatif bapak ini merasa tidak nyaman karena lama-kelamaan suku Jawa tersebut semakin
banyak di desa Raya dan ia khawatir nantinya desa Raya ini menjadi desa yang penduduknya setengah adalah suku Jawa. Bagi bapak ini juga suku Jawa tersebut boleh-boleh saja ikut
kegiatan –kegiatan yang ada di desa Raya tersebut seperti Gotong-royong, di karang taruna bapak ini juga tidak merasa keberatan asalkan dari pihak suku Jawa tersebut merasa nyaman.
Tetapi jika di dalam mereka mengajukan diri menjadi kepala dusun atau kepala desa bapak ini merasa sangat keberatan sekali karena suku Jawa tersebut merupakan pendatang bukan
penduduk asli dan pada dasarnya mereka tidak mempunyai hak untuk ikut ambil bagian di dalam pemerintahan desa, hanya saja mereka mempunyai jak untuk memilih pemimpin desa
tempat mereka tinggal. Menurut bapak Depari ini kondisi ekonomi buruh tani yang bekerja dengan nya saat
pertama kali bekerja itu jauh dari kata layak, mereka tinggal di ladang-ladang, makan seadanya, pakaian terbatas dan hidup serba irit. Tetapi setelah beberapa tahun bekerja aronya
tersebut sudah mengalami kemajuan yang sangat baik karena aronya tersebut rajin bekerja bahkan hari minggu pun aronya tersebut tetap bekerja sehingga lambat laun mereka sudah
mampu untuk menyewa rumah tidak tinggal di gubuk di ladang lagi, bahkan bapak ini melihat sudah ada yang mampu untuk membangun rumah sendiri, makanan nya juga sudah
mewah dan sekarang sudah ada yang mempunyai ladang. Sudah ada yang mampu membuat hajatan jika ada anaknya yang di sunat atau menikah dan bapak ini sendiri mengatakan bahwa
aron-aron yang bekerja di Raya tersebut sangat lah mengalami kelajuan dan mengalami perubahan yang sangat maju di bidang ekonomi.
Kepala Desa Raya 9. Nama
: Budiman Ketaren Jenis Kelamin : laki-laki
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : kepala desa Raya petani Agama
: Kristen protestan Bapak Ketaren ini sudah menjabat sebagai kepala desa Raya pada sat periode pertama
selama 5 tahun dan ketika terpilih kembali di periode berikutnya tahun 2009 sampai 2014 jadi jika disatukan sudah hampir 8 tahun. Bapak ketaren ini menjelaskan bahwa buruh tani etnis
Jawa mulai berdatangan ke desa ini sejak tahun 1960 an karena dulunya desa Raya ini dikontrak oleh orang Tionghoa dan dijadikan perladangan kol atau perkebunan kol sehingga
buruh nya banyak didatangkan dari Siantar, Binjai, Langkat dan rata- rata dari buruh tersebut adalah suku Jawa.
Bagi bapak ini cara kerja buruh tani suku Jawa sekarang ini semakin bagus dan buruh tani tersebut semakin giat di dalam bekerja awalnya mereka memang lambat bekerja tetapi
lama-kelamaan jika buruh tani tersebut diajari mereka bisa cepat mengerti dan paling penting bagi bapak ini buruh tani tersebut mau untuk mendengar nasihat dan jika diberi tau mereka
tidak mudah untuk sakit hati. Dan bagi bapak ini juga suku Jawa yang telah beberapa lama bekerja dengan nya mempunyai kemauan yang keras dan gigih di dalam mencapai sesuatu.
Bapak ini menjelaskan awal mula nya buruh tani tersebut bisa tinggal secara berkelompok karena ada beberapa masyarakat asli desa ini yaitu suku Karo yang membagun rumah petak
bahkan sampai sekarang di setiap dusun ada rumah petak yang berdingding papan, berlantai semin kamar mandi satu dan kamar tidur satu dan ruang tamu berukuran kecil dan harga sewa
perbulan nya itu tidak mahal berkisar Rp.200.000- Rp.250.0000. Sehingga banyak yang menyewa rumah petak tersebut adalah buruh tani dan kebanyakan suku Jawa dan mereka
mengajak teman-teman nya yang lain dan sesuku dengan nya untunk tinggal secara bersama di rumah petak tersebut sehingga pada akhirnya mereka tinggal secara berkelompok.
Dari dulu sampai sekarang bapak Ketaren ini mempekerjakan buruh tani etnis Jawa dan buruh tani nya tersebut tinggal di rumah petak yang ada di belakang rumah bapak ini
sendiri. Bapak ini juga menjelaskan bahwa partisipasi buruh tani terkhusus suku Jawa sangat baik karena mereka mau bergotong royong, dan mau bergabung dengan masyarakat setempat
dan mereka juga mau ikut partisipasi di dalam pemilihan kepala desa dan mau membayar retribusi yang dipungut jika ada acara seperti pesta tahunan atau sering disebut kerja tahun.
Dari segi status sosial ekonomi masyarakat buruh tani suku Jawa ini sendiri pada saat ini sudah sangat jauh meningkatsebagian dari buruh tani ini sudah ada yang mampu membagun
rumah dan juga sudah ada yang mampu membeli tapak atau ladang dan mereka tetap bekerja sebagai aron walaupun sudah mempunyai rumah, tanah atau ladang. Tetapi walaupun
demikian buruh tani suku Jawa ini masi hidup sedarhana dan hasil mereka bekerja sabagai buruh tani juga dapat menyekolahkan anak-anak mereka. Sekarang anak-anak dari buruh tani
suku Jawa tersebut rata-rata sudah tamat SMASederajat dan ada juga beberapa yang kuliah. Bagi bapak ini kelebihan suku Jawa dibandingkan dengan suku lain yaitu mereka
lebih mudah untuk bergaul dengan tempat mereka bekerja dan bagi bapak ini suku Jawa lebih memiliki rasa kekeluargaan , suku Jawa juga rajin dan ulet, tekun, bertanggung Jawab, suku
Jawa jarang sekali pulang kampung bahkan ada yang sama sekali tidak pernah pulang kampung karena jauh dan mereka memilih menetap di desa Raya tersebut dan membuat kartu
keluarga di desa Raya ini dan mengurus nya ke bapak Ketaren. Sementara suku lain seperti suku Melayu sangat sering pulang kampung karena kampung mereka dekat di daerah kisaran,
atau sering di sebut daerah Batu-Bara. Suku Jawa lebih lembut dibandingkan dengan suku
Batak Toba yang bicara kasar dan lebih enak mengajak suku Jaw untuk berdiskusi. Bapak ini juga sering bekerja sama dengan buruh tani nya di dalam menanam tanaman seperti kentang,
bunga kol, brokoli, dan sekarang bapak ini sedang menanam cabe dengan aron nya tersebut. Bagi bapak ini ia merasa sangat beruntung karena mempunyai aron seperti yang
dimilikinya sekarang karena aron yang dimilikinya sekarang sudah sangat terlatih dan sudah tau mengatur pekerjaan tidak perlu lagi diajari sudah mandiri dan sudah sangat paham di
dalam bercocok tanam. Bapak ini juga mengaku sudah sangat merasa ketergantungan dengan buruh tani apalagi buruh tani nya yang sekarang dan dari dahulu sampai sekarang bapak ini
mempekerjakan buruh tani dari suku Jawa tidak pernah mempekerjakan suku lain. Dan bukan bapak ini saja yang merasa membutuhkan jasa buruh tani, ia mengatakan bahwa kebanyakan
masyarakat desa Raya sudah ketergantungan dengan buruh tani tersebut. Karena sekarang ini rata-rata masyarakat desa Raya sudah mempekerjakan buruh tani dan kebanyakan suku Jawa.
Ada yang bekerja secara menetap dan ada yang bekerja secara tidak menetap. Bapak ini juga menjelaskan bahwa cara hidup suku Jawa tersebut sangatlah sederhana bahkan lama-
kelamaan mereka mempunyai gaya hidup yang sama dengan orang Karo terutama dengan tempat ia bekerja dimana tidak perlu rumah bagus yang penting punya ladang tempat
berusaha dan anak-anak tetap melanjutkan sekolah. Bapak kepala Desa ini juga menjelaskan kalau masyarakat desa tidak merasa
terganggu dengan kehadiran suku Jawa yang tinggal secara kelompok tetapi kebanyakan masyarakat yang sering khawatir jika nantinya setengah dari suku Jawa lah yang mendiami
desa terebut karena mereka semakin lama-semakin bertambah jadis bapak ini mengeluarkan kebijakan jika ada penduduk pendatang yang baru harus melapor dulu ke kepala dusun dan
kepala dusun melapor ke kepala Desa karena banyak juga masyarakat tersebut tinggal tidak memiliki ijin dan sekarang jika ada pendatang baru harus mengurus ijin. Ini dilakukan juga
untuk kenyamanan masyarakat. Kalau dari segi bangtuan dari pemerintah masyarakat asli
tidak merasa keberatan jika diberikan juga kepada suku Jawa tetapi dengan catatan penduduk asli yaitu suku Karo didahulukan setelah itu baru para pendatang dan salah satunya adalah
suku Jawa dan bantuan tersebut seperti beras Raskin dan JAMKESMAS. kalau dari sisi pemerintahan desa masyarakat merasa keberatan sekali jika suku Jawa atau penduduk lain
mengambil bagian karena mereka bukan penduduk asli dan yang berhak menjadi kepala dusun dan kepala Desa adalah penduduk asli dan bersuku Karo.
Bapak ini juga mengatakan bahwa kehidupan suku Jawa yang bekerja sebagai buruh tani dan tinggal di desa raya ini sangat lah meningkat sekali terutama dari segi sisi ekonomi
mereka sudah mengalami kemajuan ada yang punya rumah, tanah dan mampu menyekolahkan anak dan persatuan perwiritan mereka juga semakin kuat dan pemerintah
kabupaten Karo sendiri sudah mendirikan 3 masjid di desa ini yang terdapat di dusun 3,4,6. Kehidupan sosial nya juga mudah intuk bergaul dan bekerjasama.
4.3 Etos Kerja Dalam Masyarakat Buruh Tani Di Desa Raya