PERMASALAHAN DI BIDANG PENGELOLAAN BMN

[ KEGIATAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGAM PEMBANGUNAN DI BIDANG KEKAYAAN NEGARA ] 2013 31 Penjelasan DJKN : Atas kondisi tersebut, disarankan agar satker dapat berkoordinasi dengan Pemda agar Pemda dapat menyerahkan tanah tersebut kepada satker pengguna sesuai dengan mekanisme yang berlaku berdasarkan PMK 962007. d Terdapat kendala dalam proses sertifikasi BMN sebagai bukti kepemilikan BMN pada satker dimana dalam pengurusannya membutuhkan biaya, sedangkan biaya yang dibutuhkan tersebut tidak teralokasikan dalam DIPA satker. Penjelasan DJKN : Seharusnya sertifikasi BMN tidak lagi membutuhkan biaya karena biayanya sudah disediakan dalam DIPA BPN. Adapun upaya yang telah dilakukan oleh DJKN dalam program sertifikasi BMN adalah penandatanganan MoU antara BPN dengan Kementerian Keuangan di tingkat pusat, kanwil, dan kantor pelayanan dalam rangka percepatan pelaksanaan sertifikasi BMN, penyampaian daftar BMN yang siap untuk disertifikatkan kepada BPN dan pelaksanaan identifikasi BMN yang sudah dan belum bersertifikat. e Dalam hal pemanfaatan aset secara sewa, timbul permasalahan dimana penetapan harga sewa oleh KPKNL seringkali jauh lebih tinggi daripada kemampuan pemohon sewa sehingga ada beberapa aset yang sebenarnya idle, namun tidak dapat disewakan mengingat tingginya harga sewa yang ditetapkan Penjelasan DJKN : Penetapan harga sewa dilaksanakan mengacu pada PMK 1332012 dimana harga sewa ditetapkan dengan mengacu BMN sejenis yang ada di wilayah yang sama benchmarking dan mengacu jenis usaha, periode dan bentuk kelembagaan status calon mitra sewa. Dalam hal BMN yang akan disewakan tersebut tidak sepenuhnya mempunyai unsur komersial misal : kantin yang disewa oleh pihak luar namun digunakan oleh pegawai, maka seharusnya harga sewanya berbeda dengan BMN yang bersifat komersial misal : auditorium yang disewa oleh non-pegawai. f Satker mengalami kesulitan dalam rangka penghapusan BMN karena adanya kewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan 1 satu bulan sejak serah terima dimana didalamnya termasuk risalah lelang. Penjelasan DJKN : Pada PMK 962007 disebutkan bahwa Pengguna Barang wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghapusan kepada Pengelola Barang dengan dilampiri keputusan penghapusan, berita acara penghapusan, danatau bukti setor, risalah lelang, dan dokumen lainnya, paling lambat 1 satu bulan setelah serah terima. DJKN telah menyadari bahwa klausul tersebut menimbulkan kesulitan khususnya bagi satker-satker yang letaknya jauh dari KPKNL mengingat proses lelang memakan waktu yang cukup lama. Selanjutnya, dalam revisi PMK 962007 yang sedang dikaji oleh DJKN [ KEGIATAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGAM PEMBANGUNAN DI BIDANG KEKAYAAN NEGARA ] 2013 32 perlu dikaji kemungkinan untuk menambah waktu penyampaian laporan pelaksanaan penghapusan atau merubah syaratnya sehingga tidak diperlukan penyampaian risalah lelang kepada Pengelola Barang. 2 PERMASALAHAN DI BIDANG PIUTANG NEGARA a Putusan MK Nomor 77PUU-IX2011 belum dapat ditindaklanjuti dengan peraturan teknis terkait langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam proses pengembalian, dan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam proses pengembalian pengurusan piutang BUMNBUMD sehingga kanwil DJKNKPKNL mengalami kesulitan dalam mengurus piutang negara, khususnya yang berasal dari BUMNBUMD. Penjelasan DJKN : Saat ini DJKN sedang menyusun PMK terkait tata cara pengembalian piutang negara dari BUMNBUMD yang ditargetkan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2013 sebagai respon atas Putusan MK Nomor 77PUU-IX2011. 3 PERMASALAHAN DI BIDANG LELANG a Dalam PMK 93PMK.06201o sttdd PMK 106PMK.062013 tentang Perubahan Atas PMK 93PMK.06201o Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang disebutkan bahwa tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL. Hal tersebut dikhawatirkan dapat menurunkan minat para peserta lelang dan pada prakteknya menyulitkan pemohon lelang, terutama yang letaknya jauh dari lokasi KPKNL. Penjelasan DJKN : Kewajiban pelaksanaan lelang dalam wilayah kerja KPKNL adalah suatu bentuk standardisasi proses lelang dan untuk menjamin tertib administrasi proses lelang mengingat dalam hal proses lelang dilaksanakan di luar wilayah KPKNL hal tersebut akan menyulitkan proses lelang diantaranya cek fisik maupun proses penyampaian penawaran. Kekhawatiran bahwa hal tersebut akan menurunkan minat peserta lelang tidak terlalu reevan mengingat saat ini proses lelang dapat dilakukan secara online lelang melalui internet. b Adanya kendala yang dialami oleh peserta lelang dalam melaksanakan cek fisik objek lelang dimana peserta lelang dapat melakukan cek fisik setelah terdaftar sebagai peserta lelang. Dalam hal nilai limit lebih besar daripada nilai taksiran peserta lelang maka peserta lelang harus mengajukan penawaran minimal sebesar nilai limit dan apabila tidak dilakukan maka peserta lelang tersebut dapat dikenai blacklist. Penjelasan DJKN : Dalam PMK 106PMK.062013 diatur bahwa calon peserta lelang yang tidak mengajukan penawaran setelah mendaftar akan dikenai blacklist tidak dapat mengikuti lelang di wilayah KPKNL setempat selama 3 bulan. Kondisi tersebut [ KEGIATAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGAM PEMBANGUNAN DI BIDANG KEKAYAAN NEGARA ] 2013 33 diberlakukan untuk lelang yang konvensional, sedangkan untuk lelang online kewajiban calon peserta lelang untuk mengajukan penawaran sebesar nilai limit tidak berlaku. Hal tersebut dilakukan bukan untuk membatasi peserta lelang, namun untuk menghindari pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai objek lelang dengan cara mengatur pelaksanaan lelang. c Dalam pasal 36 PMK Nomor 106PMK.062013 disebutkan bahwa penetapan nilai limit pada lelang eksekusi berdasarkan pasal 6 UUHT yang nilai objek lelangnya di atas Rp.300juta harus melampirkan hasil penilaian oleh penilai independen. Selain itu, adanya ketentuan masa berlaku hasil penilaian oleh penilai selama enam bulan cukup menyulitkan pemohon lelang karena belum tentu lelang tersebut dapat dilaksanakan dalam 1 satu frekuensi atau dalam waktu 6 enam bulan. Penjelasan DJKN : Munculnya klausul tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian kepada DJKN maupun pemenang lelang karena sering terjadi pemilik barang menggugat DJKN terkait besaran nilai barang yang akantelah dilelang. Dengan menggunakan penilai independen maka kemungkinan terjadinya gugatan tersebut akan dapat diminimalisir dan pada akhirnya memberikan kepastian kepada pihak-pihak yang terlibat dalam lelang. d Dalam hal pelaksanaan lelang eksekusi, terdapat permasalahan dimana terkadang pemenang lelang mengalami kesulitan untuk menguasai objek lelang karena objek lelang tersebut masih dalam penguasaan pihak lain tergugat lelang. Penjelasan DJKN : Berdasarkan pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, sebenarnya sudah jelas bahwa dalam hal debitor cidera janji, hak tanggungan dapat dijual untuk kemudian kreditur mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan ha tanggungan tersebut. Yang menjadi permasalahan adalah terkadang hak tanggungan yang dilelang masih dikuasai tergugat lelang sehingga pemenang lelang tidak bisa menguasai hak tanggungan tersebut. Pengosongan hak tanggungan tersebut seharusnya menjadi kewajiban Pengadilan Negeri namun hal tersebut belum dapat diimplementasikan karena adanya ketentuan dari Mahkamah Agung bahwa pengosongan hak tanggungan harus melalui putusan pengadilan, bukan secara otomatis dapat dilakukan setelah selesainya proses lelang. Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya perlu dilakukan harmonisasi peraturan antara Kemenerian Keuangan c.q. DJKN dan Mahkamah Agung agar dapat memberikan kepastian hukum yang jelas bagi pihak-pihak yang terlibat. [ KEGIATAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGAM PEMBANGUNAN DI BIDANG KEKAYAAN NEGARA ] 2013 34

BAB IV -- KESIMPULAN DAN REKOMENDASI --

KESIMPULAN Maksud dan tujuan utama dari Kegiatan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Program Pembangunan di Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara, Pengurusan Piutang Negara, dan Pelayanan Lelang adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan RKP tahun 2012 dan perkembangan pelaksanaan kegiatan tahun 2013 khususnya pelaksanaan pelayanan atas SOP Layanan Unggulan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Adapun Layanan Unggulan pada Kanwil DJKN adalah 1 Penetapan status penggunaan BMN berupa tanah danatau bangunan dengan target waktu penyelesaian 6 hari kerja; 2 Persetujuanpenolakan penjualan BMN selain tanah danatau bangunan dengan target waktu penyelesaian 8 hari kerja; dan 3 Pelayanan permohonan keringanan utang dengan target waktu penyelesaian 25 hari kerja. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan layanan unggulan pada Kanwil DJKN dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini terbukti dengan pernyataan dari para stakeholders dimana para stakeholders tersebut menyatakan kepuasan atas pelayanan yang diberikan dan realisasi waktu pelayanan yang diberikan oleh masing-masing Kanwil DJKN yang tidak melebihi target yang ditetapkan walaupun terdapat kendala-kendala di lapangan seperti keterbatasan SDM. Mengingat target layanan unggulan pada Kanwil DJKN telah tercapai pada sebagian besar Kanwil DJKN, perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas layanan unggulan yang diberikan sebagai bentuk perbaikan yang berkelanjutan continous improvement, misalnya dengan optimalisasi unit kepatuhan internal pada Kanwil untuk melakukan pemantauan dalam rangka penjaminan pelaksanaan proses bisnis dan akuntabiltas atas produk hukum yang dihasilkan . Berkaitan dengan pelaksanaan layanan unggulan, Kanwil DJKN maupun KPKNL juga senantiasa melakukan edukasikomunikasi kepada stakeholders, meliputi : 1. Pelaksanaan evaluasi pencapaian kinerja secara rutin; 2. Memberikan sosialisasi, bimbingan teknis, dan konsultasi di bidang pengelolaan kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; 3. Pelaksanaan edukasi, komunikasi dan kehumasan untuk menginformasikan tugas dan fungsi DJKN dan perubahan kebijakan maupun peraturan-peraturan baru; Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan dan meningkatkan keterbukaan informasi, direkomendasikan kepada DJKN untk dapat menyampaikan janji layanan yang meliputi waktu penyelesaian layanan, dokumen yang dipersyaratkan, serta biaya yang harus [ KEGIATAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGAM PEMBANGUNAN DI BIDANG KEKAYAAN NEGARA ] 2013 35 dikeluarkan stakeholders bila ada secara lebih terbuka kepada stakeholders, misalnya dengan menyampaikan hal tersebut melalui standing banner, leaflet, maupun website Kanwil KPKNL. Dari sisi SDM, dapat disimpulkan bahwa dengan mempertimbangkan tugas dan wilayah kerja Kanwil DJKN dan KPKNL, jumlah SDM yang ada saat ini dirasakan oleh sebagian KanwilKPKNL belum sesuai kebutuhan sehingga perlu ditambah, khususnya untuk tenaga fungsional teknis. Namun demikian, upaya untuk meningkatkan kualitas SDM yang ada melalui kegiatan-kegiatan workshop tetap perlu ditingkatkan. Dari sisi peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan, KanwilKPKNL juga terus berupaya untuk mengurangi terjadinya KKN diantaranya dengan cara menanamkan dan menerapkan nilai-nilai Kementerian Keuangan kepada seluruh pegawai dan penandatanganan Pakta Integritas oleh setiap pegawai, serta optimalisasi unit kepatuhan internal. Dalam hal pengalokasian dan pelaksanaan anggaran, permasalahan yang ditemukan relatif sama dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi secara umum di lingkungan Kementerian Keuangan, baik pada saat pengalokasian anggaran maupun pelaksanaan anggaran. Langkah-langkah yang dilakukan untuk perbaikan diantaranya perbaikan kualitas perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas SDM pengelola keuangan, pelaksanaan kegiatan sesuai jadwal yang direncanakan, revisi anggaran sesuai kebutuhan dan kondisi yang dihadapi, dan meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kanwil DJPB, KPPN, maupun Kantor Pusat DJKN dan Biro Perencanaan dan Keuangan REKOMENDASI 1 MASUKAN DALAM HAL PENGELOLAAN BMN a Dalam rangka kegiatan rekonsilisasi BMN antara KPKNL dan satker, dipandang perlu untuk menambah jumlah pegawai dari KPKNL mengingat jumlah satker mitra kerja KPKNL yang cukup banyak dalam satu wilayah kerja KPKNL. b Dalam rangka memudahkan proses rekonsiliasi keuangan dan aset dari satker-satker mitra kerja DJKN dan DJPB, kegiatan rekon bersama antara DJKN dan DJPB yang sudah dilaksanakan di beberapa wilayah perlu diintensifkan sehingga waktu yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan rekon dapat lebih cepat. c DJKN perlu menginisiasi penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan rekonsiliasi BMN, misalnya proses rekonsiliasi yang dapat dilakukan melalui penggunaan suatu aplikasi khusus, walaupun hal tersebut sebaiknya dilaksanakan simultan dengan peningkatan