commit to user 169
Camelia, Titiek DJ, sadheret selebritis wis nyontoni. Mbribik tradisi anyar, nrajang wewalerane la was.
” H463, P3 Terjemahan:
“meskipun mengkhawatirkan, meskipun menginjak tempat yang berbahaya, melanggar peraturan yang sudah menjadi tradisi, tetapi saya
harus berdoa untuk melewatinya. Berhati-hati supaya selamat. Selingkuh, sama halnya dengan lakon bercerai. Menurut tata krama dimanapun juga,
tradisi dahulu, bercerai itu tidak baik. Tetapi cerita manusia di abad dua puluh bisa memberikan ruang gerak terhadap perjalanan hidup yang
tentram. Desy, Atiek CB, Camelia, Titiek DJ, sederet selebritis sudah memberi contoh. Mengikuti tradisi baru, melawan peraturan lama.
Dari kutipan tersebut, diketahui bahwa Kristianti akan melakukan rencananya. Rencana yang bagi masyarakat Jawa dianggap sebagai hal yang
tabu dan tidak pantas. Namun Kristanti seolah tidak takut dengan hal itu. Dia berdoa kepada Tuhan agar diberkati rencananya. Nah, dari sini terlihat bahwa
seorang manusia dalam keadaan yang terjepit, terdesak akan ingat dengan Tuhan. Hal itu pastilah juga di alami oleh manusia yang beragama.
b. Nilai Pendidikan Karakter
Dalam sebuah cerita. Disetiap kejadiannya pasti selalu ada pelajaran yang bisa dipetik. Ada nilai. Ada pesan yang bisa kita ambil. Begitu juga
dengan novel
Astirin Mbalela
. Dalam novel tersebut mengandung nilai pendidikan karakter yang dapat kita jadikan pelajaran bagi kehidupan.
Karakter selalu berhubungan dengan perilaku manusia, sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Yang membedakannya adalah diasah dan tidak diasah.
Dipupuk dan tidak dipupuk. Ditumbuh kembangkan atau justru dimatikan. Dalam kehidupan sekarang ini, di era globalisasi yang penuh dengan
kemudahan karena kemajuan ilmu dan teknologinya, pembelajaran karakter sangatlah penting peranannya untuk tetap menuntun manusia dalam menjalani
hidupnya. Pendidikan karakter bisa dimulai dari keluarga, sekolah dan
commit to user 170
masyarakat. Dalam novel
Astirin Mbalela
ada beberapa nilai karakter yang bisa kita ambil melalui kehidupan tokoh-tokohnya.
Pendidikan karakter tersebut dapat dilihat melalui percakapan para tokohnya dan sikap para pelaku dalam menanggapi suatu peristiwa.
Contohnya Astirin, sebagai tokoh utama tentu saja kehadirannya tidak bisa kita lupakan begitu saja. Melalui sikap hidupnya kita bisa memetik nilai
pendidikan karakter. Sikapnya dalam melawan kehendak paman dan bibinya dengan cara melarikan diri, apabila dilihat dari sudut pandang norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat Jawa khususnya maka peneliti mengatakan hal itu kurang pantas. Bagaimanapun juga Astirin telah dirawat sejak kecil
oleh paman dan bibinya. Merekalah yang telah menghidupi Astirin, mereka adalah pengganti orangtua Astirin. Jadi sikap yang diambil Astrin dengan
jalan melarikan diri tanpa memberitahu terlebih dahulu kepada paman dan bibinya adalah tidak sesuai dengan nilai karakter. Karakter yang dimaksud
adalah berkaitan dengan etika sopan santun, terutama dalam kebudayaan masyarakat Jawa. Seorang anak yang sudah dibesarkan baik oleh orangtua
kandung maupun orangtua angkat atau juga paman-bibinya maka sudah seyogyanya apabila mengambil keputusan yang menyangkut seluruh anggota
keluarga harus dimusyawarahkan terlebih dahulu. Namun itu yang tidak dilakukan oleh Astirin. Dia tidak mencoba untuk membicarakannya terlebih
dahulu namun langsung mengambil keputusan untuk melarikan diri dan pergi tanpa pesan. Tentu saja hal ini membuat paman-bibinya bingung. Terlihat
pada ucapan Astrin yaitu sebagai berikut.
commit to user 171
“Wis, ta, pokoke sesuk. Yen aku dipeksa kawin karo Buamin, ya aku nekad mlayu menyang Surabaya. Saguh, ya, Mas Samsihi nampani aku?” H17,
P5
Terjemahan: “Sudah, lah, pokoknya besok. Jika saya dipaksa menikah dengan Buamin,
ya saya nekad pergi ke Surabaya. Mau, ya, Mas Samsihi menerimaku?” Seiring bergulirnya cerita, Astirin juga mengalami banyak kejadian
baik yang menyenangkan maupun tidak. Dia juga mendapat perlakuan atas keputusannya meninggalkan rumah. Di Surabaya dia bertemu dengan seorang
pemuda bernama Dulrazak yang mengaku bernama Johan Nur. Ini awal mulanya. Astirin tertipu. Di Surabaya untuk pertama kalinya, Astirin ditipu,
dia menjadi korban kekerasan dan perkosaan. Bahkan dia menjadi korban penipuan dengan dijual menjadi TKW gelap ke Malaysia.
Melalui tokoh Samsihi kita juga bisa belajar mengenai pendidikan karakter. Digambarkan bahwa Samsihi adalah seorang sosok yang
berpendidikan dan santun. Dari gaya bicara dan tingkah lakunya menunjukkan wibawa seorang priyayi. Etika kesopanan dijunjung oleh tokoh
bernama Samsihi tersebut. Hal ini diperlihatkannya dalam menanggapi keputusan Astirin yang tergesa-gesa ingin melarikan diri. Dia mencegah
Astirin untuk melarikan diri dan berjanji akan melamar secara baik-baik kepada paman dan bibi Astirin. Sikapnya saat menolak tidur sekamar dengan
Astirin juga menjadi salah satu bukti tentang sifat Samsihi yang terbiasa dengan peraturan dan norma.
Sikap yang bisa kita teladani juga bisa kita lihat melalui Hamdaru dan Sahudin. Sebagai seorang yang sebelumnya tidak mengenal Astirin, dia mau
memberikan bantuan dengan memberi perlindungan kepada Astirin pada saat dia melarikan diri dari mafia perdagangan gelap. Tidak berhenti di situ saja,
commit to user 172
dia memberikan nasihat dan semangat kepada Astirin untuk tetap menjalani hidup ini dengan ketabahan dan semangat. Dia juga memberikan uang kepada
Astirin untuk biaya hidupnya sampai mendapat pekerjaannya sendiri. Kebaikan Hamdaru tersebut, diungkapkan Astirin melalui petikan berikut.
Astirin nya wang Hamdaru, mak brebel eluhe metu. Ora bisa mucap apa - apa, mripate kembeng eluh. Ora kuwat nahan a wake, Astirin banjur
gapyuk ngrangkul wetenge Hamda ru, tangise disuntak ing dhadhane wong lanang kuwi. Hamdaru pranyata ora mung ngga ntheng rupane, nanging
uga atine Astirin krasa anget ing rangkulane wong lanang kuwi. Ora rumangsa kijenan urip ing donya. Pranyata ing donya degsia iki isine ana
uga wong kang ambeg wela s tanpa pamrih
H135, P5 Terjemahan:
Astirin menatap Hamdaru, tiba-tiba saja air matanya keluar. Tidak bisa berkata apa-apa, matanya berkaca-kaca. Tidak kuat menahan tubuhnya,
Astirin lalu berlari memeluk Hamdaru, tangisnya ditumpahkan di dada lelaki itu. Hamdaru ternyata tidak hanya tampan rupanya, tetapi juga
hatinya. Astirin merasakan kehangatan di dalam pelukannya. Tidak merasa sendiri hidup di dunia ini. Ternyata di dunia yang penuh kebusukan ini
masih ada orang baik yang mau menolong tanpa pamrih.
Dari kutipan tersebut, setidaknya mampu memberikan gambaran bahwa di dunia ini sesungguhnya tetap ada orang-orang yang memiliki sikap
baik. Menjunjung tinggi nilai-nilai karakter dan kemanusiaan. Mereka tidak terpikir untuk memanfaatkan Astirin atau mengambil keuntungan darinya.
Mereka membantu dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Peneliti melihat, bahwa pengarang memberikan dua model manusia yang mencolok. Ada yang hidup
di jalan kebenaran dan ada yang hidup di kegelapan. Ada Hamdaru, Sahudin dan Samsihi di sini dan ada Yohan Nur serta para mafia perdagangan gelap di
seberang sana. Sekarang tergantung pembaca mau memilih yang mana? Dalam novel ini tokoh yang paling disorot tentang rendahnya kemanusiaan
tentu saja adalah Yohan Nur alias Dulrazak. Dari peristiwa itu dapat peneliti simpulkan bahwa orang-orang seperti Yohan Nur tersebut dapat dikatakan
seorang yang tidak berkarakter. Kenapa? Karena sikapnya yang tidak bisa
commit to user 173
menghargai seorang perempuan dan yang semena-mena bahkan melakukan tindak perkosaan dan kekerasan sungguh sudah sangat keterlaluan. Sebagai
seorang perempuan, hal yang paling berharga tentu saja adalah kesuciannya. Namun bila hal itu telah direnggut, maka habis sudah.
Kesimpulannya dalam novel
Astirin Mbalela
mengandung banyak nilai pendidikan karakter. Melalui tokoh-tokohnya kita bisa melihat yang
baik dan yang salah. Kita bisa mengambil pilihan untuk menjadi orang yang berkarakter atau justru menjadi perusak karakter. Menurut penulis ini adalah
salah satu bahan bacaan yang bisa dijadikan referensi bagi mereka para pembelajar. Disamping meningkatkan intelektual juga meningkatkan
ketajaman karakter manusianya. Dalam novel
Clemang-clemong
tersebut terungkap beberapa peristiwa, tindakan dari beberapa pelaku yang berkaitan dengan nilai karakter.
Dengan etika yang ada. Misalnya sikap yang ditunjukkan oleh Yang Tri waktu marah-marah kepada Wulan dengan tidak memperhatikan tempat dan suasana.
Ditengah jalan dia marah-marah hingga mengundang perhatian banyak orang sehingga membuat keruh suasana. Apabila dilihat dari etika tentu saja itu
kurang sopan. Lain lagi dengan sikap Ratu Pertiwi yang memakai baju terlalu seksi di tempat umum. Padahal tempat itu untuk wisata keluarga, sehingga
banyak anak kecil. Namun dia seolah tidak mempedulikannya, hingga akhirnya ditangkap oleh petugas keamanan di tempat itu. Sungguh
menggelitik. Ada juga kejadian di mana Abyor melihat Nora berciuman dan berpelukan dengan salah seorang klien ayahnya di kantor. Di tempat kerja.
Sungguh hal itu sangat disayangkan. Kantor yang seharusnya menjadi tempat
commit to user 174
bekerja malah digunakan untuk melampiaskan hawa nafsu. Itu beberapa tindak negatif dan dampaknya yang coba peneliti ungkap sebagai
pembelajaran bagi kita agar tidak melakukannya. Novel tersebut juga menyajikan sesuatu yang sangat menarik yaitu
tentang perbuatan Sunar Pribadi dan Jujur yang melakukan hubungan suami- istri padahal mereka tidak menikah. Terlebih lagi hal ini atas persetujuan
istrinya Worontinah. Bagaimana tidak hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dibenak kita? Bagaimana mungkin seorang istri membiarkan
bahkan diceritakan dia menyuruh suaminya untuk melakukan hubungan suami istri dengan perempuan lain sedangkan perempuan itu adalah pembantunya.
Penjelasan mengenai sikap Worontinah ini kemudian pengarang ceritakan seiring bergulirnya peristiwa. Bahwa ternyata Worontinah sebagai seorang
istri yang sakit dan sudah tidak bisa melayani hasrat suaminya, mengambil inisiatif untuk memberikan kebahagiaan suaminya tersebut. Hal ini dapat
dilihat dari kutipan berikut. “... Ibu ngendika mesem, „Ya, wis, ben. Bapakmu pancen butuh mengkono,
mbutuhake Mbak Jujur. La, aku ora bisa ngladeni‟. Yen ibu ora pareng,
bapak ya nurut. Nyatane bapak ora sida ngemek-emek Bulik Ratu, sanajana Bulik Ratu uwis mlumah ngoblah-
oblah.” H356, P1, K2 Terjemahan:
“... Ibu berkata sambil tersenyu,‟Ya, sudah, biar. Ayahmu memang membutuhkan hal itu, membutuhkan Mbak Jujur. Lha, saya tidak bisa
melayani‟. Jika ibu tidak memperbolehkan, ayah juga menurut. Kenyataannya ayah tidak jadi menggerayangi Bulik Ratu, meskipun Bulik
Ratu sudah tidur terlentang seperti itu.” Dari kutipan tersebut jelas bahwa Worontinah mengetahui hubungan
suaminya dengan Jujur, akan tetapi dia mengijinkannya. Hal ini apabila dilihat dari etika kesopanan-nilai karakter, tentu saja hal ini dianggap sangat tidak
commit to user 175
benar. Apapun alasannya, jika seseorang melakukan hubungan suami-istri tanpa mempunyai ikatan adalah tabu. Terlarang. Namun pengarang seolah
mempunyai sudut pandang berbeda dalam melihat hal itu. Peneliti kemudian mencoba menyelaminya, lalu mengambil kesimpulan bahwa dalam setiap
peristiwa memang selalu ada dua sisi. Sisi baik dan sisi buruk. Dianggap baik karena, sebagai seorang istri yang sudah tidak bisa
melayani suaminya, Worontinah menyadari dan melegakan diri untuk membahagiakan suaminya dengan mempersilahkannya untuk mencari wanita
lain. Sunar Pribadi sebagai seorang suami sebenarnya juga diceritakan sebagai seorang yang setia. Bagaimanapun banyaknya perempuan yang didekatnya,
dia tidak tergoyah dan tidak akan menyentuhnya apabila Worontinah tidak mengijinkannya. Begitu juga dengan Jujur yang dengan rela tanpa paksaan
mau diajak berhubungan badan dengan Sunar Pribadi. Jadi tidak ada paksaan diantara keduanya.
Dianggap buruk atau kurang pantas karena memang hal itu tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam
hubungan suami-istri tidaklah pantas apabila, salah satunya menjalin hubungan dengan pihak lain apalagi pembantunya sendiri. Apapun alasannya
hal itu tetap dianggap sebagai penurunan karakter. Tetapi semua kembali kepada para pembaca, bagaimana mereka akan beropini tentang hal ini.
Begitu juga pada novel
Bekasi Remeng-remeng
. Pada dasarnya novel ini bergenre novel detektif. Berbeda dengan novel
Astirin Mbalela
dan
Clemang-clemong
yang lebih bercerita tentang masalah sosial. Dalam novel
Bekasi Remeng-remeng
terdapat beberapa peristiwa yang berhubungan dengan
commit to user 176
yang namanya karakteritas. Sebagai contohnya, yaitu dalam kehidupan Pandhu dan Jumaniar yang ternyata terdapat ketidakjujuran atau kecurangan
yang dilakukan oleh Pandhu. Dia membayar ijasahnya dengan sejumlah uang karena merasa tidak bisa mengerjakannya. Akibatnya, pada era reformasi
diketahui bahwa ijasahnya aspal sehingga dia diberhentikan dari pekerjaannya menjadi seorang guru. Sungguh ironis Hal ini dibuktikan dalam kutipan
berikut.
Pandhu dilereni olehe dadi guru, ma rga manut penylidhikan, ijasahe
sarjana IKIP “Adiguna” Jogyakarta kuwi aspal. Asli nanging palsu. Ing
jaman reformasi, bab-bab sing ora tata di tata maneh, Direktur SMP
“Mardi Luhur” uga nganakake “pembersihan”, sing ora bener
dibenerake. Lan pranyata guru Pandhu keta ra belange Ijasahe a spal Sanajan wis mulang wiwit SMP kuwi bukak anya ran, mung ana klas siji,
rong klas, muride mung sewida k telu, lan Pandhu guru kang ditresnani muride, lan saprene wis mulang limang taunan, kelase wis ganep saka
klas siji nganti klas telu, muride wis rong atus limalas, wis ana sing lulusan barang, nanging marga ijasahe aspal, dadi ya kudu disingkirake
sa
ka sekolah kono. Ketua Yayasan lan Direktur SMP “Mardi Luhur”,
tiru-tiru lan ora beda ka ro Pemerintahan Gus Dur, kepengin ngadani pranatan kang resik. Pandhu dilereni anggone dadi guru, lan disangoni
blanja telung sasi.
H435, P3 Terjemahan:
Pandhu diberhentikan
menjadi seorang
guru, karena
menurut penyelidhikan, ijasah sarjana IKIP “Adiguna” Jogyakarta itu aspal. Asli
tetapi palsu. Di jaman reformasi, hal-hal yang tidak tertata ditata lagi, Direktur SMP “Mardi Luhur” juga mengadakan “pembersihan”, yang
tidak benar dibenarkan. Dan ternyata Guru Pandhu ketahuan belangnya Ijasahnya aspal Meskipun sudah mengajar sejak SMP itu baru dibuka,
Cuma ada kelas satu, dua kelas, muridnya hanya ada enam puluh tiga, dan pandhu adalah seorang guru yang dikasihi muridnya, dan sampai sekarang
sudah mengajar selama lima tahunan, kelasnya sudah genap dari kelas satu sampai kelas tiga, muridnya sudha mencapai dua ratus lima belas, bahkan
sudah ada yang lulus, tetapi keran ijasahnya aspal, ya tetap harus disingkirkan dari sekolahan tersebut. Ketua Yayasan dan Direktur SMP
“Mardi Luhur”, ikut-ikutan dan tidak berbeda dengan pemerintahan Gus Dur, ingin menciptakan pemerintahan yang bersih. Pandhu diberhentikan
dari jabatannya yang seorang guru, dan diberi pesangon tiga bulan.
commit to user 177
Apapun alasannya tindakan yang dilakukan Pandhu itu tidak benar. Melanggar etika dan norma yang ada, juga melanggar hukum yang berlaku di
negara ini. Sebagai dampaknya, Pandhu harus rela kehilangan sumber penghidupannya tersebut.
Tidak berhenti sampai disitu, Pandhu justru melakukan tindakan yang semakin keluar dari norma-norma yang ada. Dia justru menjadi pengedar narkoba. Hal
itu dilakukannya sebagai wujud kekecewaannya atas pemecatan dirinya dari seorang guru. Ini sangat ironis Seorang guru yang tadinya mengajarkan
kepada murid-muridnya tentang ilmu pengetahuan dan etika kehidupan justru sekarang dia sendiri berbuat tidak benar. Apa yang dia ajarkan tidak sesuai
dengan apa yang dia kerjakan. Mungkin potret seperti itu juga yang saat ini sedang banyak terjadi di negara kita. Hal itu kenapa bisa terjadi? Tentu saja
karena kurangnya pendidikan karakter dan pengendalian diri. ungkapan kekecewaan Pandhu terlihat pada kutipan berikut.
“Ah, aja mikir ngono dhisik. Aja. Aku wis jeleh mikir prekara bangsa
Wingi-wingi a ku dadi guru, ndhidhik bocah ana k-anake bangsa, kepriye coba, agunge pakertiku kuwi. Pikolehane apa? Aku dipecat Disemplakake
bruk kaya ngene iki Ngene iki piwalese bangsa? Huh Kena apa aku saiki oleh rejeki kudu mikirake bangsa barang? Gambli
s” H428, P2 Terjemahan:
“Ah Jangan berpikir seperti itu dulu. Jangan. Saya sudah bosan memikirkan bangsaa kemarin-kemarin saya menjadi guru, mendidik
anak-anak bangsa, bagaimana coba, mulianya tujuanku. Hasilnya apa? Saya dipecat Dibuang seperti ini Seperti inikah balasan bangsa? Huh
Kenapa sekarang saat saya sudah memperoleh rejeki harus memikirkan bangsa?
Gamblis
” Tidak seharusnya Pandhu marah dan melontarkan kata-kata seperti
itu. Bagaimanapun juga semua ada sebab akibatnya. Ada buah dari perbuatannya. Seperti pepatah Jawa yang berbunyi demikian.
Sapa sing
commit to user 178
nandur bakale ngunduh.. yen kowe nandure ala ya ngunduhe ala, semana uga mana wa kowe nandure kabecikan mesti ngunduhe uga kabecikan
. Yang artinya „siapa yang menanam pasti akan menuai.. jika kamu menanam
keburukan maka akan menuai keburukan, begitu juga sebaliknya jika kamu menanam kebaikan pasti akan menuai kebaikan.‟ Pandhu sudah menuai
buahnya, dari apa yang dia lakukan di masa lalu. Seharusnya dia bisa menerimanya dengan lapang dada dan berusaha agar tidak terjebak di lubang
yang sama. Namun dia justru mengulanginya lagi hingga pada akhirnya nyawanya ikut melayang. Sungguh harga yang mahal
Contoh perilaku yang berhubungan dengan penyelewengan karakteritas selanjutnya yaitu tindakan yang dilakukan Kristanti dengan
menyuruh suaminya dokter Boing untuk berhubungan layaknya suami-istri dengan Yunisar agar mendapatkan anak darinya. Apabila dilihat dari norma
kesusilaan hal ini sangat tidak wajar. Tabu. Tidak sopan. Bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan. Seorang istri menyuruh suaminya bersetubuh dengan
perempuan lain hanya karena menginginkan seorang anak. Akibatnya Kristanti juga ikut meninggal karena terbunuh oleh gerombolan penjahat.
Menurut peneliti ini adalah hasil dari tindakannya yang melanggar norma- norma tersebut. Hal ini juga diungkapkan oleh Pandhu dalam kutipan berikut.
“Oh, Jum Dheweke mati. Palastra siya
-siya. Dheweke mati karo ngga wa niyate sing ala Sajane aku emoh nglakoni, nanging dheweke meksa. Oh,
kuwi dosa, Jum. Aku mada karepe, nanging niyatku ora nganti dheweke tumekaning pati. Kristanti kuwi duwekku sing ayu dhewe, Jum. Saiki kok
tega ninggal aku marga karep alane kang dakwada Aku sing salah, Jum
Aku sing salah” H543, P7 Terjemahan:
“Oh, Jum Dirinya meninggal. Meninggal sia-sia. Dirinya meninggal dengan membawa niat yang buruk Sebenarnya saya tidak mau
commit to user 179
melakukannya, tetapi dirinya memaksa. Oh, itu dosa, Jum. Saya menghalangi keinginannya, tetapi tidak ada sama sekali keinginanku
sampai dia meninggal. Kristanti itu milikku yang paling cantik, Jum. Sekarang kok tega meninggalkan aku karena keinginan jeleknya yang tak
halangi Saya yang salah, Jum Saya yang salah” Dari kutipan tersebut, Pandhu sebenarnya telah mengingatkan
Kristanti bahwa idenya tentang mengambil anak dari perempuan lain itu tidaklah benar. Tindakan Kristanti menurut peneliti merupakan salah satu
bentuk penyimpangan karakter. Apabila hal itu benar-benar terjadi, maka akan berdampak buruk tidak hanya bagi hubungan Kristanti dan Boing serta
Yunisar, akan tetapi juga pada calon anak yang dikandung Yunisar. Akan ttapi di sini pula ditunjukkan sikap tegas seorang dokter Boing yang menolak
rencana dari istrinya tersebut. Hal ini menunjukkan kualitas diri seorang Boing Ngusadabangsa yang memegang teguh prinsip-prinsip hidupnya.
Norma-norma kesopanan dan etika yang berlaku di dalam masyarakat. Secara keseluruhan ketiga novel yaitu
Astirin Mbalela, Clemang- clemong
dan
Beka si Remeng-remeng
menghadirkan nuansa kehidupan yang kaya dengan pesan karakternya. Karakter merupakan sesuatu yang mengatur,
mengendalikan, dan memberi arah pada kelakuan dan perbuatan manusia yang berupa sistem nilai budaya dan sistem norma dan sistem hukum tersebut
bersandar pada norma-norma masyarakat yang telah ada. Dengan membaca SBO diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang budi pekerti, nilai asusila, tatakrama dan etika.
commit to user 180
c. Nilai Pendidikan Sosial Budaya