Etiologi sindroma Down berkaitan dengan masalah nondisjunction kromosom 21 selama oogenesis, sehingga kromosom 21 yang berlebih diberikan ibu kepada
anak.
1
Banyak teori berkembang mengenai penyebab sindroma Down, tetapi tetap tidak diketahui penyebab yang sebenarnya. Abnormalitas hormon, sinar-x, infeksi
virus, masalah imunologi atau kecenderungan genetik mungkin sebagai penyebabnya, dapat juga usia ibu diatas 35 tahun berisiko tinggi yaitu 1:30 dan usia ayah yang lebih
tua juga menyebabkan tingginya kemungkinan memperoleh bayi dengan sindroma Down.
8
Ibu dengan usia lanjut mempunyai risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi yang menderita sindroma Down. Namun, dari semua populasi ibu yang melahirkan,
75 bayi yang menderita sindroma Down dilahirkan dari ibu dengan usia yang lebih muda. Hal ini dikarenakan lebih banyak ibu pada usia muda yang melahirkan
dibandingkan ibu yang berusia lanjut. Kemungkinan lahirnya anak dengan sindroma Down pada kehamilan berikutnya adalah sekitar 1, tergantung dari usia ibu.
10
2.2 Gambaran Klinis Sindroma Down
Sindroma Down hanya membawa penderitaan dalam hidup penderitanya tetapi jarang menyebabkan kematian. Kadangkala penderita dapat dikenali hanya
dengan melihat kondisi fisiknya. Penderita sindroma Down memiliki gambaran klinis yang berbeda dengan manusia normal.
8
Umumnya sindroma Down mempunyai karakteristik wajah brakisefalus atau kepalanya lebih kecil daripada normal mikrosefalus dan bentuknya abnormal, serta
bagian belakang kepalanya mendatar. Kelainan bentuk mata yaitu letak mata
Universitas Sumatera Utara
berjauhan strabismus, kelopak mata cenderung miring keatas dan sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan epicanthal folds, pergerakan bola mata konstan
nystagmus, lesi pada iris mata yang disebut bintik brushfield. Kelainan bentuk hidung yaitu jembatan hidung yang datar. Kelainan bentuk telinga yaitu telinganya
kecil dan terletak lebih rendah, pada 54 kasus tidak ditemui heliks pada telinga.
1
Kaki dan lengan lebih pendek bila dibandingkan dengan anggota keluarganya, bentuk dada dapat konkaf atau konveks, adanya satu garis horizontal pada bidang
telapak tangan, dan jarak antara jari kaki pertama dengan jari kaki kedua lebar.
8
Selain memiliki karakteristik wajah yang berbeda pada orang normal, penderita ini juga memiliki berbagai macam kelainan sistemik dan kelainan dalam rongga mulut.
6
2.3 Kelainan sistemik pada sindroma Down 2.3.1 Kelainan Jantung
Insidens anomali kelainan jantung bawaan muncul 40 pada balita penderita sindroma Down. Anomali jantung bawaan tersebut dapat dikoreksi dengan
pembedahan pada saat bayi dan biasanya prognosisnya baik.
11
Anomali tersebut berupa penurunan frekuensi kerja pada defek septum ventrikular, arterivena carotis
communis, defek septum arterial dan parent ductus arteriosus. Persentase keadaan
abnormal pada jantung yang banyak ditemui pada penderita sindroma Down adalah perkembangan prolaps katup mitra.
8
Adanya anomali tersebut kemungkinan karena jaringan ikat yang tidak normal pada sindroma Down.
1
Bakterial endokarditis dapat mempengaruhi fungsi perkembangan katup yang menimbulkan gagal jantung. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi risiko bakterial endokarditis, antibiotika profilaksis dapat menjadi pertimbangan.
8
2.3.2 Kelainan Hematopoesis
Anomali hematopoesis adalah anomali yang berkenaan dengan pembentukan dan perkembangan sel darah.
8
Anomali tersebut ditandai dengan jangka hidup neutrofil yang pendek, limfopenia, dan eosinopenia serta mediasi sel imunitas dan
susunan serum immunoglobin yang terganggu.
11
Penderita ini juga memiliki defisiensi hormon tiroid yang dapat mengakibatkan menurunnya kebutuhan terhadap
oksigen, sehingga akan menganggu proses hematopoesis yang akhirnya dapat menimbulkan anemia.
Gangguan sistem imun yang dimiliki penderita ini menyebabkan tingginya insidens infeksi rongga mulut, sistemik, dan penyakit
periodontal sehingga perlu dijelaskan mengenai pentingnya pencegahan infeksi rongga mulut dengan kunjungan ke dokter gigi secara berkala setiap 3-4 bulan.
8
2.3.3 Kelainan Mukoskeletal
Anomali muko skeletal yaitu ketidakstabilan pada atlantoaxial. Dua belas sampai 20 dari penderita sindroma Down menunjukkan peningkatan kelemahan
ligamen melintang, sehingga dokter gigi harus berhati-hati saat bekerja didaerah sekitar leher.
11
Penurunan derajat tonus otot secara menyeluruh ditemukan pada sindroma Down sehingga memberi efek pada muskulus kepala, rongga mulut
atlantoaksial dan seluruh muskulus skeletal. Hipotonus pada bibir dan dada memiliki kontribusi besar terhadap ketidakseimbangan gigi, lidah, dan sleep apnea.
8
Universitas Sumatera Utara
Pada wajah bagian tengah tidak mengalami perkembangan sehingga menyebabkan prognasi.
9
Hidung terjadi penyempitan saluran udara, sebagian penyempitan karena deviasi septum dan penebalan mukosa. Hal tersebut sering
mempengaruhi pernapasan yang mengakibatkan bernapas melalui mulut. Mulut yang sering terbuka juga dapat diakibatkan oleh lidah yang terdorong ke bibir.
11
2.3.4 Kelainan Sistem Saraf
Pada penderita sindroma Down juga mempunyai anomali sistem saraf yang melibatkan gangguan berupa anomali fungsi motorik, demensia, retardasi mental
ringan IQ 67-52 dan sedang 36-51.
8
Fungsi motorik pada usia muda masih sangat halus sehingga koordinasi tubuh terbatas. Namun, koordinasi meningkat sesuai
dengan pertambahan usia.
11
Sekitar 30 dari penderita dengan sindroma Down menderita demensia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa setelah usia 35 tahun, penderita sindroma
Down mengalami tanda-tanda neurologi yang ditemukan dalam penyakit Alzheimer.
11
Penderita sindroma Down lebih mempunyai kemampuan untuk memahami sesuatu daripada kemampuan verbal.
12
Hal ini terkait dengan keterbelakangan mental, masalah pendengaran, afasia, saliva yang berlebihan, mulut yang terbuka, membran
mukosa kering dan kental, lidah yang relatif besar di dalam rongga mulut yangkecil, anomali gigi, dan hypotonia. Selain itu, tidak adanya gigi insisivus membuat
artikulasi tidak jelas.
11
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik umum pada penderita sindroma Down muda telah digambarkan dengan spontanitas alami, tulus, lembut, sabar, toleransi, dan jujur. Karakteristik
tersebut dapat memudahkan anak tersebut untuk dirawat di sebuah praktek umum. Namun, ada juga penderita sindroma Down yang menunjukkan tingkat kecemasan
tinggi, keras kepala dan resistensi terhadap perubahan sehingga lebih sulit untuk diberikan perawatan.
11
2.4 Kelainan Rongga Mulut Pada Sindroma Down
Masalah kesehatan rongga mulut penderita sindroma Down tidak berbeda dari orang biasa, namun sebagian dari masalah tersebut cenderung berulang dan lebih
parah.
5
Gambar 3. Keadaan rongga mulut pada penderita sindroma Down
2
Penderita sindroma Down memiliki kelainan lidah seperti makroglosia lidah besar, lidah yang berfisur, scallop, dan pembesaran papila lidah, bibir kering,
berfisur, dan tidak teratur. Palatum memiliki lengkung yang tinggi dan mandibula berbentuk huruf V.
11
Universitas Sumatera Utara
Penderita sindroma Down umumnya mengalami maloklusi kelas III. Maloklusi tersebut terjadi diakibatkan oleh bentuk wajah bagian tengah yang tidak berkembang.
Insidens maloklusi pada sindroma Down dilaporkan sebanyak 32-70 kelas III, 3- 32 kelas II, 71 cross bite posterior, dan 5 mengalami open bite. Mikrodontia
juga terjadi pada gigi sulung maupun gigi permanen. Insidens hilangnya gigi permanen dilaporkan sebanyak 35-43 pada sindroma Down. Gigi yang mengalami
rotasi dan peg shape umumnya sering dialami oleh penderita sindroma Down.
1
Insiden karies pada sindroma Down sangat rendah dibandingkan dengan orang normal.
1
Hal ini mungkin dikarenakan bentuk susuna n gigi seperti diastema yang memperkecil kemungkinan untuk terjadinya impaksi makanan.
6
2.5 Penyakit Periodontal