Latar Belakang Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Harta Warisan Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 diarahkan pada terwujudnya sistem hukum nasional, yang dilakukan dengan pembentukan hukum baru, khususnya produk hukum yang dibutuhkan untuk pembanguan perekonomian nasional. Produk hukum nasional yang menjamin kepastian, ketertiban, penegakan,danperlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran diharapkan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian nasional, serta mengamankan dan mendukung hasil pembangunan nasional. 1 Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada umumnya sebagian besar merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal, penerbitan obligasi Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan perekonomian nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan Faillissements-verordening Staatsblad 190:217 juncto Staatsblad 1906:348. 1 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran di Indonesia, Jakarta:Rajawali Press,1991, hal 10. 1 maupun cara lain yang diperbolehkan, telah menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang piutang dalam masyarakat. Bahwa krisis moneter yang melanda Negara Asia termasuk Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan kesulitan yang besar terhadap perekonomian dan perdagangan nasional.Kemampuan dunia usaha dalam mengembangkan usaha sangat terganggu, bahkan untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya juga tidak mudah, hal tersebut sangat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang. Keadaan tersebut berakibat timbulnya masalah-masalah yang berantai, yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak lebih luas, antara lain hilangnya lapangan kerja dan permasalahan sosial lainnya. 2 2 Ibid, hal. 12. Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka, dan efektif,sangatdiperlukanperangkat hukum yang mendukungnya. Pada tanggal 22 April 1998 berdasarkan Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Perubahan dilakukan oleh karena Undang-Undang tentang Kepailitan Faillisements-verordenirng, Statsblad 1905:217 juncto Staatsblad 1906:348yang merupakan peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda, sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat untuk penyelesaian utang piutang. Perubahan terhadap Undang-Undang tentang kepailitan tersebut di atas yang dilakukan dengan memperbaiki, menambah, dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, jika ditinjau dari segi materi yang diatur, masih terdapat berbagai kekurangan dan kelemahan. Putusan pernyataan pailit mengubah status hukum seseorang menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai dan mengurus harta kekayaan sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. 3 Syarat utama untuk dapat dinyatakan pailit adalah bahwa seorang Debitor mempunyai paling sedikit 2dua kreditor dan tidak membayar lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh tempo.Dalam pengaturan pembayaran ini, tersangkut baik kepentingan debitor sendiri, maupun kepentingan para kreditonya.Dengan adanya putusan pernyataan pailit tersebut, diharapkan agar harta pailit debitor dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh uang debitor secara adil dan merata serta seimbang. Pernyataan pailit dapat dimohon oleh salah seorang atau lebih kreditor, debitor, atau jaksa umum untuk kepentingan umum.Kepailitan tidak membebaskan seorang yang dinyatakan pailit dari kewajiban untuk membayar utang-utangnya. 4 Kedua, untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik Ada beberapa faktor perlunya peraturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang : Pertama, untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang samaadabeberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor. 3 Mohamad Chaidir Ali, Kepailitan dan Penundaan Pembayaran,Bandung:Mandar Maju, 1995,hal 25 4 Ibid. hal. 27. debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya. Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitor sendiri.Misalnya, debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor.Bertitik tolak dari dasar pemikiran tersebut diatas, perlu dibentuk undang-undang baru tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, yang merupakan produk hukum nasional, yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat. 5 1. Asas Keseimbangan Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini di dasarkan pada beberapa asas. Asas-asas tersebut antara lain adalah: Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu disatu pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, dilain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pratana dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik. 2. Asas Kelangsungan Usaha. Dalam Undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan. 3. Asas Keadilan Dalam kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan.Asas keadilan ini untuk mencegah para pihak yang berkepentingan.Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang- 5 Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 105. wenangan penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing- masing terhadap debitor, dengan tidak memperdulikan kreditor lainnya. 4. Asas Integrasi Asas Integrasi dalam Undang-Undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. Undang-undang baru tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi, maupun proses penyelesaian utang piutang. Cakupan yang lebih luas tersebut diperlukan, karena adanya perkembangan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sedangkan ketentuan yang selama ini berlaku belum memadai sebagai sarana hukum untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Dengan ketentuan Pasal 40 dan 41 Undang-Undang tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang No 37 Tahun 2004, maka aspek hukum pernyataan pailit terhadap harta warisan telah diatur di dalam kasanah hukum kepailitan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan dengan uraian tersebut diatas, dirasakan perlu untuk mengadakan penelitian tentang aspek hukum pernyataan pailit terhadap harta warisan. Hasil penelitian akan dituliskan dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “ASPEK HUKUM PERNYATAAN PAILIT TERHADAP HARTA WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 37 TAHUN 2004 ”.

B. Perumusan masalah

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Mengamankan Harta Pailit Dalam Praktik Berdasarkan Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 3 18

Dampak Pemberi Waralaba (Franchisor) Asing yang Dipailitkan Terhadap Penerima Waralaba (Franchisee) Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

0 0 2

31 UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 62

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16