Penundaan Kewajiban Dan Pembayaran Utang PKPU

d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada pengadilan. Berbeda dengan hakim karier, pengangkatan hakim ad hoc tersebut berdasarkan Keputusan Presiden atau usul Ketua Mahkamah Agung baik pada pengadilan tingkat pertama, kasasi maupun pada peninjauan kembali.Dalam menjalankan tugasnya, hakim pengadilan niaga dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti dan juru sita.

G. Penundaan Kewajiban Dan Pembayaran Utang PKPU

Tentang pengunduran pembayaran atau penundaan pembayaran yang diatur dalam bab kedua peraturan kepailitan yang lama ada perubahan judul menjadi penundaan kewajiban yang lama ada perubahan judul menjadi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU yang diatur dalam bab kedua Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan Nomor 4 Tahun 1998, mulai dari pasal 212-279. Sementara itu dalam UUK yang baru yaitu UU Kepailitan No.37 Tahun 2004 mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU sebagaimana diatur dalam yang terdiri dari dua bagian, yakni: Bagian Kesatu tentang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan akibatnya Pasal 222-pasal 264 dan bagian kedua : tentang Perdamaian pasal 265-pasal 294 a Maksud dan Tujuan Pasal 212 Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 menyebutkan bahwa: debitor yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagaian utang kreditor konkuren. Maksud penundaan kewajiban pembayaran utang, pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren. 49 b Yang Berhak Meminta Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU Dalam UUK No. 37 Tahun 2004 pasal 222 ayat 2 dan 3 pada prinsipnya mengatur hal yang sama dengan UUK 1998, hanya dalam UUK No. 4 Tahun 1998 langsung menunjuk “kreditor” saja. Menurut penjelasan pasal 222 ayat 2 yang dimaksud dengan “kreditor” adalah setiap kreditor baik konkuren maupun kreditor yang didahulukan, berarti termasuk Kreditor Preferen maupun Kreditor Separatis. Tujuan penundaan kewajiban pembayaran utang pembayaran utang adalah untuk memungkinkan seorang debitor meneruskan usahanya meskipun ada kesukaran pembayaran dan untuk menghindari kepailitan. Yang dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang adalah debitor yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jauh waktu dan dapat ditagih lampiran pasal 213 UUK. Akan tetapi berdasarkan ketentuan pasal 222 ayat 1 UUK No. 37 Tahun 2004, PKPU dapat diajukan oleh Debitor maupun oleh kreditor. Dalam hal debitor adalah bank, perusahan 49 Ibid, hal 165. efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahan asuransi, perusahan reasuransi, dana pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 ayat 4, ayat 5. Permohonan PKPU sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 222 UUK harus diajukan debitor kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UUK yang ditanda tangani oleh debitor sendiri dan oleh pemohon advokatnya dalam UUK 1998 oleh penasehat hukumnya atau disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitor serta surat bukti secukupnya. 50 Menurut pasal 224 ayat 5 UUK 2004 hal ini sebelumnya diatur dalam pasal 213 ayat 2 UUK 1998, bahwa pada surat permohonan. Permohonan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dapat dilampirkan rencana perdamaian. Dalam ayat 6, pasal 224 UUK 2004 disebutkan, bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara Dalam hal pemohon adalah kreditor, pengadilan wajib memanggil debitor melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 tujuh hari sebelum sidang. Dan pada sidang sebagaimana tersebut di atas, debitor mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitor beserta surat bukti secukupnya dan bila ada, rencana perdamaian ayat 3 dan 4. 50 Ibid, hal 235. pengajuan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dalam hal debitor adalah Perseroan Terbatas PT maka permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atas prakarsanya sendiri hanya dapat diajukan setelah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS dengan kuorum kehadiran dan sahnya keputusan sama dengan yang diperlukan untukmengajukan permohonan pailit. 45 BAB III TINJAUAN HUKUM WARISAN Hukum waris merupakan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang didalamnya mengatur proses beralihnya hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang, baik berupa barang-barang harta benda yang berwujud, maupun yang tidak berwujud pada waktu wafatnya kepada orang lain yang masih hidup. Dalam kehidupan masyarakat yang masih teguh memegang adat istiadat, peralihan hak dan kewajiban tersebut dalam proses peralihannya dan kepada siapa dialihkan, serta kapan dan bagaimana cara pengalihannya diatur berdasarkan hukum waris adat. Ter Haar dalam “Baginselen en stelsel van het adat recht” Soerojo Wignjodipoero menyatakan bahwa hukum adat waris meliputi peraturan- peraturan hukum yang bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan pengoperan kekayaan materiel dan immaterial dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Selanjutnya, Soerojo Wignjodipoero memperjelas bahwa hukum adat waris meliputi norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun yang immaterial yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya.Sebenarnya hukum waris adat tidak semata-mata hanya mengatur tentang warisan dalam hubungannya dengan ahli waris tetapi lebih luas dari itu. Hilman Hadikusuma mengemukakan hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris, dan ahli waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Dalam hal ini kelihatan adanya kaidah-kaidah yang mengatur proses penerusan harta, baik material maupun non material dari suatu generasi kepada keturunannya. Dijelaskan juga, dari pandangan hukum adat pada kenyataannya sudah dapat terjadi pengalihan harta kekayaan kepada waris sebelum pewaris wafat dalam bentuk penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada waris. Berdasarkan batasan-batasan di atas, pada prinsipnya dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah warisan memiliki tiga unsur penting yaitu 1 adanya seseorang yang mempunyai harta peninggalan atau harta warisan yang wafat, yang disebut dengan si pewaris, 2 adanya seseorang atau beberapa orang yang berhak menerima harta peninggalan atau harta warisan, yang disebut waris atau ahli waris, 3 adanya harta peninggalan atau harta warisan yang ditinggalkan pewaris, yang harus beralih penguasaan atau pemilikannya. Bila dilihat dalam pelaksanaan, proses penerusan warisan kepada ahli waris sehubungan dengan unsur di atas sering menimbulkan persoalan, seperti a bagaimana dan sampai dimana hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya yang dalam hal ini banyak dipengaruhi sifat lingkungan kekeluargaan dimana si peninggal warisan itu berada, b bagaimana dan harus sampai dimana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris, c bagaimana dan sampai dimana wujud kekayaan yang beralih itu dipengaruhi sifat lingkungan kekeluargaan dimana si peninggal warisan dan si ahli waris bersama-sama berada. Sebelum membahas masalah pewarisan lebih lanjut, perlu mengetahui terlebih dahulu beberapa hal pokok diantaranya adalah sistem pewarisan, bentuk dan asal harta warisan, para ahli waris dan proses pewarisan. Di dalam sistimatika Hukum Perdata Barat yang berlaku sekarang, hukum waris dimuat dalam buku II. Dengan demikian, maka hak waris dianggap sebagai hak kebendaan. Menurut Pitlo, sebabnya hukum waris dimuat dalam buku yang mengatur hak kebendaan,terjadi karena ada simpang siur dua prinsip. Menurut hukum Romawi, warisan dipandang sebagai benda yang tak bertubuh sebagai suatu barang yang berdiri sendiri, terhadap mana para warisan mempunyai kebendaan. Lain daripada itu para ahli waris mempunyai hak milik bersama yang bebas vrij medeeigendom.Sebaliknya dalam hukum Jermania kuno, orang tidak mengenal suatu waris benda yang berdiri sendiri.Juga tidak dikenal hak kebendaan khusus bagi para ahli waris. Dan diantara para ahli waris terdapat hak milik bersama yang terikat gebonden medeeigendom. Dengan demikian, ada perbedaan yang sangat prinsipil, antara Hukum Romawi dan Hukum Jermanis kuno yang mengenal hukum waris. 81 81 Lukman Hakim ,Pembahasan Atas Kerja Tentang Kaitan Undang-Undang Perkawinan Dengan Penyusunan Hukum Waris, Simposium Hukum Waris Nasional, Jakarta:2000,hal 80. Adapun hukum waris sebagaimana ditentukan dalam hukum perdata barat yang sekarang berlaku, pada dasarnya lebih menyerupai hukum Jermanis kuno. Pengaruh Hukum Jermanis atas susunan hukum waris positif kita, jelas terlihat pada deretan ketentuan-ketentuan, yaitu hukum yang berdasarkan kematian saja yang membuka warisan. Tetapi dengan demikian, hukum waris yang berdasarkan wasiat merupakan pelanggaran yang dibolehkan.

A. Terbukanya Warisan

Dokumen yang terkait

Tugas dan Wewenang Pengurus PKPU Berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

10 159 93

Analisis Yuridis Permohonan Pernyataan Pailit Terhadap Bank Oleh Bank Indonesia Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3 72 165

Akibat Hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

13 163 123

Pelaksanaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Ditinjau Dari Undang-Undang Kepailitan

2 59 2

Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Melaksanakan Tugas Mengamankan Harta Pailit Dalam Praktik Berdasarkan Kajian Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1 3 18

Dampak Pemberi Waralaba (Franchisor) Asing yang Dipailitkan Terhadap Penerima Waralaba (Franchisee) Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

0 0 2

31 UU NO 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 62

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Penyebab Terjadinya Kepailitan - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Kreditu

0 0 28

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut Undang-Undang Kepailitan - Ubharajaya Repository

0 0 17

JURNAL ILMIAH RENVOI DALAM KEPAILITAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

0 0 16