Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Makna simbolis

Kata simbol menurut Achen dalam Sobur, 2003:155 diadopsi dari kata Yunani, symbollein yang artinya “mencocokkan”. Kata tersebut terwujud dari kebiasaan orang Yunani ketika melakukan perjanjian dengan memecahkan sebuah benda atau barang menjadi dua. Dua kepingan atau dua pecahan itu disebut symbola. Kehidupan budaya dan masyarakatnya merupakan suatu lingkungan yang oleh Kuntowijoyo 1987: 66 dibagi dalam tiga lingkungan manusia, yakni 1 lingkungan material; 2 lingkungan sosial; dan 3 lingkungan simbolik. Dunia panggung seni pertunjukan adalah simbol jagat kecil yang oleh Goffman diistilahkan sebagai front stage , sementara jagat besar adalah dunia yang sebenarnya dengan istilah back stage Polloma 1987:231-256. Pemikiran ke arah jagat kecil dan jagat besar menjadikan sesuatu yang patut dikaji melalui suatu sajian pertunjukan teater rakyat yang dipenuhi oleh simbol-simbol budaya. Kehadiran material yang ada di panggung pertunjukan seperti elemen-elemen visual artistik adalah simbol, termasuk juga kehadiran sosok-sosok pelakunya dalam kapasitas kemampuan dan kreativitasnya di atas panggung pertunjukan mencerminkan sebuah upaya penyimbolan. Geertz 1973: 250 tentang kebudayaan dan simbol menjelaskan bahwa, sistem simbol yang diciptakan manusia, dan secara konvensional digunakan bersama, teratur dan benar-benar dipelajari, memberi manusia suatu kerangka yang penuh dengan arti untuk mengorientasikan dirinya kepada yang lain, kepada lingkungannya, dan pada dirinya sendiri sekaligus juga sebagai produk dan ketergantungan dengan interaksi sosial. Sistem simbol adalah sistem penandaan yang di dalamnya mengandung makna harfiah, bersifat primer dan langsung ditunjukkan, tetapi juga mengandung makna lain yang bersifat skunder dan tidak langsung, biasanya berupa kiasan yang hanya dapat dipahami berdasarkan makna pertama. Sistem simbol sebagai intensionalitas ganda, pertama menunjuk pada makna harfiah, dan yang kedua menunjuk pada makna yang tersembunyi, maka simbol memerlukan interpretasi. Menurut rumusan Ricoeur interpretasi adalah usaha akal budi seseorang untuk mengungkap makna yang tersembunyi dibalik makna yang langsung tampak, atau untuk mengungkapkan tingkat makna yang diandaikan di dalam makna harfiah Triatmoko, 1993: 70; Supratno, 1996: 71. Simbol keagamaan adalah manifestasi dari sesuatu Yang Kudus, atau Yang Suci Hayon, 1986: 29. Bagi orang Kristiani simbol merupakan kunci yang membuka pintu pertemuannya dengan “Yang Kudus”. Dengan berbagai si mbol manusia berpartisipasi dalam kehidupan “Yang Suci” dan melalui kontak ini, mereka merasa mendapatkan ketentraman dan keselamatan. Dalam hal ini ritual agama sebagai unsur kebudayaan dilihat sebagai sistem simbol, menghubungkan manusia dengan alam semesta dalam arti yang luas. Berbagai macam simbol dijadikan alat untuk menyimpan dan mengekspresikan pengalaman manusia. Melalui simbol terbentuklah komunikasi antara manusia dengan manusia, melalui si mbol manusia diperingatkan akan adanya “Hakikat Tertinggi” yang dipujanya Baal, 1971; Daeng, 1989: 51-52. Ada beberapa ciri khas simbol yang perlu dicatat yaitu, 1 multivokal yang berarti bahwa simbol mempunyai banyak arti, menunjuk pada banyak hal, pribadi atau fenomen. Turner menyatakan bahwa makna simbol tidaklah sama sekali tetap melainkan dapat saja ditambahkan oleh kesepakatan kolektif pada wahana-wahana simbolis yang lama, bahkan individu dapat saja menambahkan makna pribadi pada makna umum sebuah simbol; 2 polarisasi simbol, karena simbol memiliki banyak arti, maka ada arti-arti yang saling bertentangan. Ada dua kutub yang berbeda yaitu fisik atau inderawi disebut orektik, dan ideologis atau normatif disebut normatif. Dua kutub, orektik dan normatif, mengungkapkan level bawah atau apa yang diinginkan, dan level atas atau apa yang diwajibkan; 3 penyatuan atau unifikasi, ciri khas simbol- simbol ritual adalah unifikasi dari arti-arti yang terpisah Rina Martiara, 2012: 46-47. Menurut James Lull dalam Liliweri 2003: 13, komunikasi simbolik merupakan suatu konstruksi makna melalui pertukaran bentuk-bentuk simbolik, maka hal ini pun tepat diterapkan pada wujud pertunjukan yang senantiasa berupa hasil dari tindakan simbolik.