BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seperti angin semilir kemudian bertiup semakin kencang, begitulah hembusan wacana tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasa disebut
Corporate Social Responsibility CSR. Hari demi hari gaungnya pun semakin
terasa dan seolah telah menjadi tren global. Secara singkat, CSR dapat diartikan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada para stakeholders-nya.
Stakeholders atau para pemangku kepentingan tersebut merupakan pihak-pihak
yang berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan, seperti karyawan, pemegang saham, konsumen,
masyarakat, pers, maupun pemerintah. Secara teoritis, The World Business Council for Sustainable Development
WBCSD dalam publikasinya Making Good Business Sense Wibisono, 2007: 7 mendefenisikan CSR sebagai komitmen dunia usaha untuk terus-menerus
bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan
keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
CSR yang kini banyak diimplementasikan banyak perusahaan, mengalami evolusi dan metamorfosis dalam rentang waktu yang cukup panjang. Pada saat
industri berkembang setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai organisasi yang mencari keuntungan belaka.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan cara pandang perusahaan terhadap dirinya sendiri, terjadilah perubahan. Masyarakat tak hanya menuntut organisasi
bisnis untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukannya, melainkan juga menuntut untuk bertanggung jawab secara sosial, karena kegiatan operasional
perusahaan umumnya juga memberikan dampak negatif, misalnya eksploitasi sumber daya dan rusaknya lingkungan di sekitar operasi perusahaan.
Itulah yang kemudian melatarbelakangi munculnya konsep CSR yang paling primitif, yakni kedermawanan yang bersifat kreatif. Gema CSR semakin
Universitas Sumatera Utara
terasa pada tahun 1960-an, dimana secara global, masyarakat dunia telah pulih dari Perang Dunia II dan mulai menapaki jalan menuju kesejahteraan Wibisono,
2007: 4. Sejak saat itu, perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin berkembang dan mendapat perhatian yang kian luas.
Terobosan besar dalam konteks CSR dilakukan oleh John Elkington Wibisono, 2007: 6 melalui konsep “3P” profit, people, dan planet yang
dituangkan dalam bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentith Century Business
” yang dirilis pada tahun 1997. Ia berpendapat, jika perusahaan ingin sustain, maka ia perlu memperhatikan 3P, yakni bukan cuma
profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada
masyarakat people, dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan planet. Gaung CSR kian bergema setelah diselenggarakan World Summit on
Sustainable Development WSSD tahun 2002 di Johannesburg Afrika Selatan.
Aktivitas CSR memang memperlihatkan kecendrungan yang sangat meningkat, baik di Indonesia maupun di berbagai negara. Sulit dipungkiri bahwa
wacana CSR yang sebelumnya merupakan isu marginal, kini telah menjelma menjadi isu sentral. Komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial disadari
bahwa keuntungan untuk keberlangsungan suatu entitas usaha, secara jangka panjang hanya bisa didapatkan dengan adanya kesejahteraan masyarakat. Hal ini
dapat dilihat dari adanya peningkatan pemberian nilai sumbangan yang bersifat charity
, dari US 9,6 milyar pada tahun 1999 menjadi US 12,19 milyar pada tahun 2002 http:www.csrindonesia.comdataresensiresensipamadi1-
resdoc.pdf. Tren global lainnya adalah di bidang pasar modal. Beberapa bursa sudah
menerapkan indeks yang memasukkan kategori saham-saham perusahaan yang telah mengimplementasikan CSR. Seperti New York Stock Exchange, sekarang
memiliki Dow Jones Sustainability Index DJSI bagi saham-saham perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai CSR yang baik. DJSI mulai dipraktekkan sejak
tahun 1991. DJSI mencakup lebih dari 200 perusahaan dari 68 industri di 22 negara dengan jumlah kapitalisasi pasar mencapai 4,3 trilyun dolar AS pada tahun
1999 Iriantara, 2004: 50.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia sendiri, perusahaan yang melakukan CSR masih sangat sedikit dan pemahaman mengenai CSR pun masih belum merata. Mewujudkan
CSR memang tidak semudah dalam ucapan. Di Indonesia, konsep ini masih dianggap sebagai hal yang ideal. Hal ini diperkuat oleh penelitian Chambers dan
kawan-kawan Wibisono, 2007: 72 terhadap pelaksanaan CSR di tujuh Negara Asia, yakni India, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, dan
Indonesia. Dari masing-masing negara diambil 50 perusahaan yang berada pada peringkat atas berdasarkan pendapatan operasional untuk tahun 2002, lalu dikaji
implementasi CSR-nya. Hasilnya, Indonesia tercatat sebagai negara yang paling rendah penetrasi pelaksanaan CSR dan derajat keterlibatan komunitasnya.
Salah satu bentuk tanggung jawab sosial diwujudkan dalam bentuk filantropi perusahaan corporate philanthropy, derma perusahaan untuk aktivitas
sosial masyarakat.Berasal dari bahasa Yunani, philein yang berarti cinta dan anthropos yang berarti manusia. Filantropi bisa kita pahami sebagai seseorang
yang mencintai sesama manusia. Filantropi perusahaan, dengan sederhana bisa kita artikan sebagai derma perusahaan untuk kemanusiaan.
Ide filantropi perusahaan antara lain berlandaskan pada pemikiran bahwa tidak semua persoalan sosial kemanusiaan tertangani pemerintah, pengusaha dan
perusahaan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan. Keberlangsungan hidup perusahaan juga sangat tergantung pada keberlangsungan
hidup dan dukungan lingkungan masyarakat, tempatnya berpijak. Kini semakin banyak pebisnis dan perusahaan yang melaksanakan
filantropi perusahaan dengan menembus batas negara, lintas ras dan budaya. Di Indonesia, gerakan semacam ini pun pernah marak pada era Soeharto, dengan
program kemitraan berupa ”paksaan” bagi perusahaan untuk menyisihkan sebagian kecil keuntungannya guna membantu pengembangan masyarakat kurang
beruntung, termasuk usaha kecil dan menengah. Sebagai perusahaan BUMN, PT Persero Perusahaan Gas Negara PGN
yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan Bangsa dalam menyalurkan gas bumi
sebagai bahan bakar yang lebih bersih dan lebih hijau atau ramah lingkungan. Selain itu PGN sebagai salah satu BUMN terbesar di Indonesia juga dituntut
Universitas Sumatera Utara
kepeduliannya kepada masyarakat dan lingkungan melalui program Corporate Social Responsibility atau tanggungjawab sosial yang telah ditetapkan melalui
undang-undang. Sebagai BUMN yang terkait dengan sumber daya alam, PGN
melaksanakan tanggungjawab sosialnya dengan melaksanakan program CSR yang diatur berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas PT, dan
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PKBL yang mengacu pada Permenneg BUMN No. PER-05MBU2007 tentang PKBL. Sehingga wajar saja
jika para BUMN yang terkait dengan SDA ini menggelontorkan dana CSRnya hingga ratusan miliar rupiah pertahunnya.
Salah satu program CSR yang dijalankan oleh PT. PGN SBU III Medan adalah kegiatan Nikah Massal. Sebagaian besar di antara mereka adalah warga
miskin yang telah lama menikah secara siri. Mereka berniat memperoleh surat nikah, dan tercacat secara sah di kantor Pencacatan Sipil. Kegiatan ini diikuti oleh
para pasangan suami istri dari semua kecamatan di Kota Medan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Program Corporate Social Responsibility CSR Nikah Massal Terhadap Citra PGN. Untuk lokasi penelitian, peneliti
memilih untuk melakukan penelitian di beberapa kecamatan di Kota Medan, khususnya Kecamatan Medan Helvetia. Wilayah tersebut, merupakan kawasan
yang menjadi tempat pemasangan pipa distribusi PGN dan juga banyak dari pasangan Nikah Massal ini bertempat tinggal di kawasan tersebut.
1.2 Pembatasan Masalah