Pasal 43 ayat 1 huruf a, b dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012

pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya perlu diperketat syarat dan tata caranya untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Menurut penulis dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ini tidak ada perbuatan diskriminatif terhadap hak narapidana, ini hanya disebabkan kurangnya sosialisasi terhadap narapidana tentang lahirnya peraturan pemerintah ini. Sesuai dengan tanggapan dari DPR Republik Indonesia diwakili ketua komisi hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Gede Pasek Suwardika menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 memiliki niat baik, hanya saja sosialisasi peraturan ini kepada warga binaan yang dinilai tidak maksimal. Semnagat dari dibuatnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 adalah bagaimana agar koruptor, terorisme, dan Bandar narkoba dihukum berat. Aturan ini dianggap diskriminatif terhadap tiga jenis terpidana ini karena itu, sosialisasinya harus jelas. 65

B. Pasal 43 ayat 1 huruf a, b dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012

Pasal 43 1 Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat. 2 Pembebasan Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan dengan syarat: 65 Indonesaya.wordpress.comtagdiskriminatif-dalam-implementasi-peraturan- pemerintah-pp-nomor-99-tahun-2012. Universitas Sumatera Utara a. telah menjalani masa pidana paling singkat 23 dua per tiga dengan ketentuan 23 dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 sembilan bulan; b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 sembilan bulan terakhir dihitung: c. telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat Pasal diatas dianggap bertentangan juga dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang melarang adanya perlakuan dan pelayanan diskriminatif terhadap narapidana. 66 Dan juga bertentangan dengan Bab XA UUD 1945, tentang hak-hak konstitusional setiap warga negara, termasuk tersangka, terdakwa, dan narapidana dimana tidak ada pembedaan dalam perlakuannya. 67 Dari sudut hirarkhi perundang-undangan, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan karena substansinya merupakan norma baru yang bertentangan dengan filosofi, tujuan dan misi Undang-Undang Pemasyarakatan 1995 itu sendiri. Tujuan, Fungsi Sasaran Pemasyarakatan. a. Tujuan 66 http:www.beritasatu.comnasional125772-penerapan-pp-99-tahun-2012-dinilai- diskriminatif.html 67 Kompas, diskrimantif peraturan pemerintah tentang remisi 12 Juli 2013 Universitas Sumatera Utara 1 Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. 2 Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 3 Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahananpara pihak berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan. b. Fungsi Menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. c. Sasaran Universitas Sumatera Utara Sasaran pembinaan dan Pembimbingan agar Warga Binaan Pemasyarakatan adalah meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada awalnya sebagian atau seluruhnya dalam kondisi kurang. 68 Kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kualitas intelektual Kualitas sikap dan perilaku Kualitas profesionalismeketrampilan; dan Kualitas kesehatan jasmani dan rohani.Sasaran pelaksanaan sistem pemasyarakatan pada dasarnya terwujudnya tujuan pemasyarakatan yang merupakan bagian dan upaya meningkatkan ketahanan sosial dan ketahanan nasional, serta merupakan indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan. 69 Isi Lembaga Pemasyarakatan lebih rendah daripada kapasitas. Menurunnya secara bertahap dari tahun ketahun angka pelarian dan gangguan. Meningkatnya secara bertahap jumlah Narapidana yang bebas sebelum waktunya melalui proses asimilasi dan integrasi. Lembaga Pemasyarakatan dalam kondisi bersih dan terpelihara, dan Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan proyeksi nilai-nilai masyarakat kedalam Lembaga Pemasyarakatan dan semakin berkurangnya nilai- nilai sub kultur penjara dalam Lembaga Pemasyarakatan. 68 http:news.liputan6.comread638070yusril-pp-992012-diuji-karena-bertentangan- uu-pemasyarakatan 69 http:www.beritasatu.comnasional125772-penerapan-pp-99-tahun-2012-dinilai- diskriminatif.html Universitas Sumatera Utara Pengetatan atau pembatasan yang ingin ditetapkan, tidak dibenarkan bertentangan dengan Pasal 28 J UUD 1945 70 yang menegaskan bahwa pembatasan hak asasi hanya dapat dilakukan dengan undang-undang dan tidak boleh dengan peraturan perundangan di bawahnya. 71 Pembatasan-pembatasan terhadap hak-hak seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan tersebut haruslah didasarkan pada ketentuan Undang-Undang atau Putusan Pengadilan dan tidak boleh didasarkan atas ketentuan di bawah Undang-Undang atau hanya direktif semata-mata dalam bentuk peraturan pemerintah atau Peraturan menteri atau Peraturan Mahkamah Agung. Hal ini telah diatur di dalam UUD 1945 Pasal 28 J dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. Undang-Undang Pemasyarakatan 1995 merupakan lex specialis dari tujuan penghukuman Pasal 10 KUHP jo Pasal 103 KUHP sehingga tidaklah dapat ditetapkan pengaturan yang bersifat “lex specialis” lagi terhadap undang-undang 70 Pasal 28J: 1 Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2 Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 71 http:news.liputan6.comread638070yusril-pp-992012-diuji-karena-bertentangan- uu-pemasyarakatan Universitas Sumatera Utara yang bersifat lex specialis. Kebijakan pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 adalah kewenangan eksekutif yang telah membatasi hak asasi warga binaan yang seharusnya merupakan kewenangan legislatif kecuali dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Pemasyarakatan terlebih dulu. Pertentangan nyata dalam suatu peraturan perundangan, apalagi terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah batal demi hukum dan implikasinya adalah pelanggaran terhadap hak sosial, ekonomi, hak politik warga binaan. Undang-Undang Permasyarakatan itu sendiri adalah perwujudan dan ratifikasi Kongres PBB tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap para pelanggar hukum Tahun 1955. Konvensi tersebut belum ada Undang-Undang pelaksanaannya kecuali untuk Protokol Larangan Perdagangan Manusia sehingga ketentuan mengenai syarat justice collaborator JC dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 khusus bagi narapidana korupsi dan bagi terorisme serta narapidana narkoba terlalu dini dan tidak ada landasan hukum perundangannya. Ketentuan Konvensi PBB tersebut di atas selalu merujuk pada prinsip hukum nasional dan konstitusi Negara peratifikasi sedangkan asas legalitas termasuk asas umum hukum pidana nasional sejak lama. Pasal 14 ayat 1, sedangakan menurut penulis Dalam Pasal 14 Ayat 1 Huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 memang ditentukan narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana remisi. Kemudian, dalam ketentuan berikutnya, Pasal 14 Ayat 2, dikatakan syarat dan tata cara pelaksanaan Universitas Sumatera Utara hak narapidana diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Untuk ini, telah terbit tiga peraturan: Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999; Peraturan PemerintahNomor 28 Tahun 2006; dan terakhir Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Penjelasan Pasal 14 Ayat 1 Huruf i dan j Undang-UndangNomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juga tak lupa menyebut, ”diberikan hak tersebut remisi dan asimiliasi setelah narapidana bersangkutan memenuhi syarat- syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang- undangan.” Kata ”peraturan perundang- undangan” merujuk pada ketentuan sebagaimana diatur Pasal 14 Ayat 2 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995, yakni ”Peraturan Pemerintah”. Norma Undang-Undang Pemasyarakatan mengamanahkan hak remisi bagi narapidana diatur sedemikian rupa dalam Peraturan Pemerintah, bukan Undang-Undang. Sesuai Pasal 12 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, materi muatan Peraturan Pemerintah adalah menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Artinya, secara hierarki peraturan perundang-undangan, pengaturan remisi ke dalam Peraturan Pemerintahbenar tidak melanggar hukum. Bunyi norma yang ada, tak satu pun ada kata ”larangan” memberikan remisi kepada narapidana. Pasal 34A ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tetap mengatur remisi berhak diberikan kepada narapidana.Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tidak bertentangan dengan Undang-Undang No 12 Tahun 1995. Universitas Sumatera Utara Penambahan, Dengan adanya penambahan syarat agar terpidana korupsi mau bekerja sama adalah syarat yang tidak melanggar hak narapidana. Seperti yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang Pemasyarakatan, sistem pemenjaraan sangat menekankan unsur balas dendam.Rumah penjara yang jadi tempat menjera terpidana dianggap tak sesuai dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial.Demi mengganti rumah penjara, diperkenalkanlah konsep lembaga pemasyarakatan. Keuntungan ganda lebih lanjut ditekankan, narapidana bukanlah obyek, melainkan subyek yang sama dengan manusia lain, sewaktu-waktu salah dan khilaf. Undang-Undang No 12 Tahun 1995 bertekad memberantas faktor penyebab narapidana melakukan tindak pidana.Selain itu, tujuan pemidanaan adalah menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya mengembalikannya lagi ke dalam masyarakat, sehingga tercipta kehidupan yang damai, tertib, dan aman. Sama halnya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, tujuan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 juga tak jauh beda. Ia berusaha menyadarkan narapidana dan mengembalikannya kepada masyarakat. Setiap narapidana, termasuk terpidana korupsi, dipercepat agar diterima kembali ke masyarakat. Dalam masyarakat yang sehat, nama koruptor merupakan aib yang memalukan. Harga diri seorang koruptor jatuh di hadapan masyarakat. Untuk menaikkan kembali kehormatan dan nama baik yang sudah hilang dimata masyarakat, dibutuhkan usaha luar biasa dari terpidana korupsi. Pada kesempatan Universitas Sumatera Utara ini, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 membuka jalannya dengan syarat mau bekerja sama memberantas korupsi. Ini adalah jalur bebas hambatan yang disediakan negara bagi koruptor yang mau bersihkan namanya. Akhirnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 jadi satu kesempatan emas bagi terpidana korupsi untuk memutar jarum pandangan publik sebab ia memberikan keuntungan ganda. Pertama, koruptor mendapat pengurangan masa pidana. Kedua, dapat mengangkat namabaiknya yang kurang baik dimata masyarakat dalam arti mengembalikan nama baiknya. Pemberitaan media seperti Televisi, Koran, radio dan media sosial laiannya akan memberitakan atau memberikan informasi kepada masyarakat, dengan adanya pemberitaan media, tidak susah kiranya melambungkan nama baik para terpidana korupsi yang telah bersedia menjadi pembantu penegak hukum dalam membongkar kasus korupsi. Di sisi lain, banyak para pakar yang setuju dengan gagasan penghapusan remisi bagi tindak pidana korupsi, alasannya korupsi telah merusak masa depan bangsa dan tega memiskinkan jutaan rakyat. Mahfud MD, mengatakan untuk jangka panjang, remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor dan teroris perlu dihapus melalui legislative review. 72 72 http:news.liputan6.comread638070yusril-pp-992012-diuji-karena-bertentangan- uu-pemasyarakatan Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga Ditinjau Dari Prespektif Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Kutai Timur)

2 168 113

Implementasi Pemberian Remisi bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah N

0 8 73

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBEBASAN BERSYARAT NARAPIDANA NARKOTIKA MENURUT PP NO. 99 TAHUN 2012 DAN PERMENKUMHAM NO.21 TAHUN 2013 DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYA.

0 1 1

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATASAN PEMBERIAN REMISI KEPADA TERPIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN HAK-HAK NARAPIDANA DALAM UU NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 0 2

PENGHAPUSAN REMISI BAGI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Remisi Kepada Narapidana Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Dikaitkan Dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

0 0 27

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 9