adalah suatu pengurangan secara ”dengan sendirinya” dari pidana penjara yang dapat dihilangkan seluruhnya atau sebahagian karena ketidaktertiban.
54
Menurut prosedur, pemberian hak ini dimulai dengan adanya penilaian dari tim pengawas atau penilai yang merupakan orang dalam lembaga atau rumah tahanan
Negara, yang kemudian diajukan ke kepalanya yang dinilai oleh tim diantaranya apakah si narapidana berkelakuan baik untuk mendapatkan hak itu. Selanjutnya
terserah kepala lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan Negara apakah mengajukan nama itu ke Direktorat Jendral Pemasyarakatan. Ini juga membuat
faktor subyektifitas penguasa tahanan berperan penting. Bila mengacu pada Undung-Undang yang bisa mendapatkan remisi adalah narapidana yang sudah
menjalani pidana minimal 6 enam bulan dan berkelakuan baik. Seharusnya semua tahanan mempunyai hak yang sama dan diperlakukan sama seperti yang
sudah dijamin oleh undang-undang.
55
D. PELAKSANAAN PEMBERIAN
REMISI DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN DIKAITKAN DENGAN TUJUAN SISTEM
PEMASYARAKATAN
Sistem pemasyarakatan tidak saja sekedar merumuskan tujuan pidana penjara, tetapi juga merupakan sistem pembinaan bagi Narapidana dan Anak Didik yang
mencakup bidang-bidang yang luas dibawah spectrum pencegahan kejahatan sekaligus merupakan metodologi dibidang Treatment Of Offenders yang
Multilateral Oriented
54
Muladi Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,Bandung: Alumni, 1992, hlm, 77.
55
Blogsport.Com .Koran Tempo, Edisi 01 November 2006. html
Universitas Sumatera Utara
individu narapidana dan anak didik maupun potensi yang ada didalam masyarakat sebagai keseluruhan terutama lembaga-lembaga pemasyarakatan dan instansi
pemerintah.
56
Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
:” Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi lagi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat dapat aktif berperan dalam
pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggungjawab” Sedangkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan: “Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,
menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.”
Untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan tersebut, diperlukan juga keikutsertaan masyarakat, baik dengan mengadakan kerjasama dalam pembinaan
maupun dengan sikap bersedia menerima kembali warga binaan pemasyarakatan yang telah selesai menjalani pidana.
56
Tesis Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak tersebut, selain diadakan unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang secara langsung mengadakan
pembinaan, diadakan pula balai pertimbangan pemasyarakatan yang memberi saran dan pertimbangan kepada menteri mengenai pelaksana system
pemasyarakatan. Program pembinaan warga binaan pemasyarakatan disetiap unit pelaksana teknis dan berbagai sarana penunjang lainnya.
57
Untuk melaksanakan sistem pemasyarakatan yang memiliki tugas pokok membina dan membimbing warga binaan pemasyarakatan, maka dilakukan suatu usaha oleh
petugas pemasyarakatan dengan didasari jiwa pengabdian yang tinggi, tekun serta mempunyai kemampuan yang memadai baik itu dari segi perilaku atau moral
sebagai petugas. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, yang terpenting adalah memberi bekal kepada petugas dalam hal menambah wawasan pegetahuan,
pendidikan, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas, guna mencapai pembinaan terhadap narapidana, jelas mempunyai arti yang sangat penting dan
startegis sehingga dengan pelaksanaannya dibutuhkan keberadaan para pegawai yang memiliki kualitas kualifikasi tertentu untuk melaksanakan pembinaan
narapidana di lembaga pemasyarakatan. Dalam sistem pemasyarakatan remisi merupakan hak narapidana pidana yang
diatur berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.Berdasarkan filosofis pemasyarakatan merupakan inti dari
pelaksanaan pembinaan pelanggaran hukum bertumpu pada Community Base Oriented pelaksanaan pembinaan ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu
57
ibid
Universitas Sumatera Utara
remisi merupakan manifestasi dari tujuan pemasyarakatan dimaksud dalam kontek ini pemberian remisi bagi narapidana yang memenuhi syarat marupakan salah satu
alternative dalam rangka mempercepat proses reintegrasi.
58
Remisi merupakan salah satu bagian dari fasilitas pembinaan yang tidak bisa dipisahkan dari fasilitas pembinaan yang lainnya, dimana hakekat pembinaan
adalah selain memberikan sanksi yang bersifat punitive, juga memberikan rewad sebagai salah satu dari upaya pembinaan, agar program pembinaan dapat berjalan
dan direspon oleh warga binaan pemasyarakatan sedangkan tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah mengupayakan warga binaan untuk tidak mengulangi lagi
perbuatannya melanggar hukum yang pernah dilakukan dengan harapan kelak akan kembali dan diterima oleh masyarakat sekitarnya sebagai warga masyarakat
serta dapat berperan aktif sebagaimana anggota masyarakat lainnya.
59
Dalam hubungannya dengan pelaksanaan pembinaan di lembaga pemasyarakatan
kedudukan remisi sangat diharapkan oleh narapidana, karena dengan semakin banyak pemberian remisi yang diperolehnya akan mengurangi masa hukuman
yang relative lama, sehingga memperlancar proses pembinaan selama didalam lembaga pemasyarakatan.
60
Dalam keputusan menteri kehakiman Nomor: M. 02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana Dan Anak Didik.
Secara umum pembinaan narapidana bertujuan agar mereka menjadi manusia
58
A. Widiada Gunakarya, Sejarah Dan Konsep Pemasyarakan, Bandung: Amico, 1988, hlm. 122
59
Dwidja priyatno, Op. Cit, hlm 104
60
Tesis Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009.
Universitas Sumatera Utara
seutuhnya sebagaimana yang telah menjadi arah pembangunan nasional melalui jalur pendekatan:
a. Menetapkan iman ketahanan moral mereka.
b. Membina mereka agar mampu berintegrasi secara wajar didalam
kehidupan kelompok selama dalam lembaga pemasyarakatan dan kehidupan yang lebih luas setelah menjalani masa pidananya.
Secara khusus pembinaan narapidana ditujukan agar selama masa pembinaan dan sesudah selesai menjalani masa pidananya.
a. Berhasil menetapkan kembali harga diri dan kepercayaan dirinya serta
bersikap optimis akan masa depannya. b.
Berhasil memperoleh pengetahuan minimal keterampilan untuk bekal mampu hidup mandiri dan berprestasi dalam kegiatan pembangunan
nasional. c.
Berhasil menjadi manusia yang patuh hukum yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang tertib dan disiplin serta menggalang rasa
kesetikawanan sosial. d.
Berhasil memiliki jiwa dan semangat pengabdian terhadap bangsa dan Negara.
61
Pembinaan terhadap narapidana disesuaikan dengan asas-asas yang terkandung dalam pancasila, undang-undang dasar 1945, Standart Minimum Rules SMR
yang tercermin dalam 10 prinsip pokok pemasyarakatan, selain itu mengacu pada:
61
ibid
Universitas Sumatera Utara
a. Undang- undang nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan.
b. Surat keputusan menteri kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun
1999 Tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas c.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Perubahan Kedua Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Objek pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan, akan tetapi juga menjadi subjek pembinaan, karena diharapkan dapat menjadi teladan yang baik
diantara sesama narapidana. Narapidana yang dibina dilembaga pemasyarakatan itu terdiri dari beberapa golongan yang dimaksud untuk mempermudah program
pembinaan, karena pembinaan adalah rangkaian suatu program yang memerlukan waktu yang cukup lama.
Pembinaan mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam pembinaan yaitu: a.
Supaya narapidana tidak melanggar hukum lagi. b.
Supaya narapidana aktif, produktif dan berguna dalam masyarakat. c.
Supaya narapidana bahagia hidup didunia dan akhirat. Pemasyarakatan adalah suatu proses thearapeutic terapi dimana si narapidana
pada waktu masuk lembaga pemasyarakatan merasa dalam keadaan tidak harmonis dengan masyarakat sekitarnya. Sistem pemasyarakatan juga
beranggapan bahwa hakekat pembuatan melanggar hukum oleh warga binaan pemasyarakatan adalah cerminan dari adanya keretakan hubungan hidup.
Universitas Sumatera Utara
Kehidupan dan penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu tujuan dari sistem pemasyarakatan dengan
masyarakat reintegrasi hidup, kehidupan dan penghidupan. Tegasnya pemasyarakatan menjembatani proses kehidupan negatif antara narapidana dengan
unsur-unsur masyarakat melalui pembinaan, perubahan menuju kehidupan yang positif. Di lembaga pemasyarakatan selain narapidana berkebangsaan Indonesia
terdapat juga beberapa Narapidana warga Negara asing. Dalam hal ini tidak perbedaan perlakuan hak sebagai warga binaan pemasyarakatan.Berkaitan dengan
pemberian remisi terhadap narapidana asing yang mengajukan permohonan grasi dan narapidana warga Negara asing tetap diberikan sepanjang persyaratan telah
dipenuhi oleh narapidana yang bersangkutan. Demikian juga mengajukan grasi dapat diusulkan perolehannya, karena garasi merupakan upaya hukum luar biasa,
tetapi apabila sedang mengajukan banding. Kasasi tidak memperoleh pemberian remisi karena belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
62
62
Ibid
Universitas Sumatera Utara
BAB I V PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DALAM
HIRARKI PERUNDANG-UNDANGAN A. Pasal 34 A ayat 1 huruf a, bdan c dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2012
Pasal 34 A ayat 1 Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain
harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan huruf a bersedia bekerjasama dengan penegak hukum
untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan b telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi: dan c telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan
oleh LAPAS danatau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta Menyatakan ikrar: 1 kesetian kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara
tertulis bagi Narapidana warga Negara Indonesia, atau 2 tidak akan mengulangi
Universitas Sumatera Utara
perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga Negara asing.
Menurut Yuzril Ihza Mahendra, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur tentang pengetatan pemberian remisi, pembebasan bersyarat,
cuti jelang bebas dan asimilasi untuk narapidana tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap
keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi melanggar hirarki peraturan perundang-undangan
dimana hal tersebut tidak diatur bahkan bertentangan dengan undang-undang tentang pemasyarakatan yang merupakan perundangan yang lebih tinggi. Artinya
Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ini melanggar konstitusi yang mewajibkan untuk menaati hirarki peraturan perundang-undangan.
63
Pasal 34 A ayat 1 huruf a dan b dianggap bertentangan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang
melarang adanya perlakuan dan pelayanan diskriminatif terhadap narapidana dan juga bertentangan dengan Bab X A Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak-hak
konstitusional setiap warga Negara, termasuk tersangka, terdakwa, dan narapidana dimana tidak ada pembedaan dalam perlakuannya.
Deskriminatif, sesuai pengertiannya yang tertuang dalam Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia KBBI Diskriminatif adalah bersifat diskriminasi atau
bersifat membeda-bedakan. Kata dikriminatif itu sendiri berasal dari kata diskriminasi yang berarti pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara
63
Indonesaya.wordpress.comtagdiskriminatif-dalam-implementasi-peraturan- pemerintah-pp-nomor-99-tahun-2012.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan berbagai hal lainnya yang dapat dijadikan alasan untuk melahirkan perbedaan.
64
Pernyataan tegas menentang diskriminasi tersebut tertuang dalam UUD NKRI 1945 Pasal 28 H ayat 2 :
“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan ”. Dan Pasal 28 I ayat 2 : “ Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskrim inatif itu”.
Ketentuan tersebut berlaku secara universal diberbagai bidang dalam yurisdiksi
Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 adalah perubahan kedua
atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan yang ditetapkan dan mulai berlaku
tanggal 12 November 2012. Pertimbangan hukum dari ditetapkannya Peraturan Pemerintahan Nomor 99
Tahun 2012 adalah : Bahwa tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan
kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa karena mengakibatkan
kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa kepada
masyarakat. Bahwa pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat bagi
64
http:www.beritasatu.comnasional125772-penerapan-pp-99-tahun-2012-dinilai- diskriminatif.html
Universitas Sumatera Utara
pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia
yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya perlu diperketat
syarat dan tata caranya untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Menurut penulis dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ini tidak ada perbuatan diskriminatif terhadap hak narapidana, ini hanya disebabkan
kurangnya sosialisasi terhadap narapidana tentang lahirnya peraturan pemerintah ini. Sesuai dengan tanggapan dari DPR Republik Indonesia diwakili ketua komisi
hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Gede Pasek Suwardika menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 memiliki niat baik, hanya saja sosialisasi
peraturan ini kepada warga binaan yang dinilai tidak maksimal. Semnagat dari dibuatnya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 adalah bagaimana agar
koruptor, terorisme, dan Bandar narkoba dihukum berat. Aturan ini dianggap diskriminatif terhadap tiga jenis terpidana ini karena itu, sosialisasinya harus
jelas.
65
B. Pasal 43 ayat 1 huruf a, b dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012