Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

d. Dapat menumbuhkan kesadaran hukum di kalangan masyarakat, khususnya para koruptor sehingga pelanggaran terhadap tindak pidana dapat diminimalisir bahkan tidak terjadi lagi.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan dilakukan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tidak ditemukan judul yang sama. Skripsi yang ditulis oleh penulis ini adalah merupakan hasil buah pikiran penulis ditambah dengan literatur –literatur lain, baik berupa buku–buku milik penulis sendiri maupun buku –buku dari perpustakaan serta sumber–sumber lainnya yang mendukung penulisan skripsi ini. Penulis skripsi ini murni dikerjakan oleh penulis sendiri dengan topik yang penulis bahas dalam skripsi ini belum pernah di bahas oleh orang lain yang dapat dibuktikan berdasarkan data yang ada di Sekretaris Depertemen Pidana. Bila ternyata terdapat judul yang sama sebelum skripsi ini dibuat, maka penulis bertanggung jawab sepenuhnya. Universitas Sumatera Utara

F. Tinjauan Kepustakaan

F.1 Pengertian Pidana dan Pemidanaan a. Pengertian Pidana Istilah “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus, yaitu menunjukkan sanksi dalam hukuman pidana. Menurut Sudarto, “pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat- syarat tertentu”. Sedangkan Roeslan Saleh menegaskan bahwa “pidana adalah reaksi atas delik, dan ini bewujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu”. 12 Pendapat Alf Ross bahwa pidana adalah tanggung jawab sosial, di mana a. Terdapat pelanggaran terhadap aturan hukum, b. Dijatuhkan atau dikenakan oleh pihak yang berwenang atas nama perintah hukum terhadap pelanggaran hukum, c. Merupakan suatu nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan, d. Perwujudan pencelaan terhadap pelanggar. 13 Menurut H.L.A. Hart pidana merupakan salah satu unsur yang esensinya di dalam hukum pidana. Pidana itu harus: a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi lain yang tidak menyenangkan: 12 Suwarto, op.cit, hlm. 21 13 Marlina dikutip dari, Muhammad Taufik Makaroa, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Studi Tentang Bentuk-Bentuk Khususnya Pidana Cambuk Sebagai suatu bentuk Pemidanaan, Kreasi Wacana, Yogyakarta: 2005.,hlm. 20 Universitas Sumatera Utara b. Dikenakan pada seseorang yang benar-benar atau disangka benar melakukan tindak pidana: c. Dilakukan dengan sengaja oleh orang selain pelaku tindak pidana; d. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu sistem hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut. 14 Selanjutnya dapat disimpulan bahwa: a. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan; b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan oleh yang berwenang; c. Pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. 15 Hulsman, hakikat pidana adalah “menyerukan untuk tertib” tot de orde reopen. Pidana pada hakikatnya mempunyai dua tujuan utama,yakni untuk mempengaruhi tingkah laku gedragsbeinvloeding dan penyelesaian konflik conflictoplossing. Penyelesaian konflik ini dapat terdiri dari perbaikan kerugian yang dialami atau perbaikan hubungan baik yang dirusak atau pengembalian kepercayaan antar sesama manusia. 16 Kesimpulan yang dapat diambil tentang pengertian pidana diatas, pada hakekatnya pidana itu adalah pengenaan derita sehubungan terjadinya tindak pidana berdasarkan hukum yang berlaku.Pengenaan pidana betapapun ringannya 14 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: Alumni. 1992 hlm. 22 15 Marlina, op. cit .,hlm. 22 16 Marlina, op. cit .,hlm. 21 Universitas Sumatera Utara merupakan pencabutan hak-hak dasar manusia. Kebijakan penggunaan pidana sebagai sarana politik kriminal harus dilandasi oleh alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara Filosofis, Yuridis, Dan Sosiologis. b. Pemidanaan Berbicara masalah pidana tentu tidak lepas dari pembicaan mengenai pemidanaan.Sudarto mengatakan bahwa: “perkataan pemidanaan sinonim dengan istilah „penghukuman‟. 17 Penghukuman sendiri bersal dari kata „hukum‟, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumannya berechten. 18 Menetapkan hukum ini sangat luas artinya, tidak hanya dalam lapangan hukum pidana saja tetapi juga bidang hukum lainnya. Berechten, artinya sangat luas oleh karena itu istilahnya harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana yang sering kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.” 19 Pendapat Sudarto tersebut, dapat diartikan bahwa pemidanaan dapat diartikan sebagai penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Tahap pemberian pidana dalam hal ini ada dua arti, yaitu dalam arti luas yang menyangkut pembentuk undang-undang yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana. Arti 17 Moh.Ekaputra dan Abul Khair, Sistem Pidana di dalam KUHP dan Pengaturannyamenurut Konsep KUHP Baru,Medan:Usu Press,2010 18 Ibid 19 P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana I Hukum Pidana Material Bagian Umum, Bandung: Binacipta,1987,hlm, 17 Universitas Sumatera Utara konkret, yang menyangkut berbagai badan yang mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi hukum pidana tersebut. 20 Jerome Hall dalam M. Sholehuddin memberikan perincian mengenai pemidanaan, bahwa pemidanaan sebagai berikut: a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup; b. Ia memaksa dengan kekerasan c. Ia memberikan atas nama negara “diotorisasikan” d. Pemidanaan mensyaratkan adanya perturan-peraturan, pelanggarannya dan penentuannya yang dieksperisakan di dalam putusan; e. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika; f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan kejahatan dan diperberat atau diringankan dengan melihat personalitas kepribadian si pelanggar, motif dan dorongannya. 21 F. 2 Pemasyarakatan dan Lembaga Pemasyarakatan a. Pengertian Pemasyarakatan Pasal 1 angka 1 Udang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, pengertian pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan masyarakat berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan tata peradilan pidana. 20 Marlina, Op.cit, hlm, 33 21 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm .70. Universitas Sumatera Utara Inti dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pemasyarakatan adalah pembinaan terhadap narapidana supaya nanti dapat kembali ke masyarakat dengan baik. Pembinaan, untuk dapat melakukan pembinaan itu diperlukan suatu sistem,dinamakansebagai sistem pemasyarakatan. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pengertian ini dapat diketahui tentang perincian siapa yang dibina oleh lembaga pemasyarakatan, yaitu narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Narapidana dan anak didik pemasyarakatan pada dasarnya sama, karena mereka sama-sama orang yang terpidana dan menghuni, untuk sementara berada dilembaga pemasyarakatan. Undang-Undang Pemasyarakatan tampak menghendaki perbedaannya. Undang- Undang tidak memberi penjelasan, dapat diketahui bahwa istilah narapidana dipergunakan untuk terpidana dewasa sedangkan istilah anak didik pemasyarakatan untuk terpidana anak. Undang-Undang ini juga konsekuen untuk membedakan tempat pembinaannya. Narapidana pembinaannya ditempatkan didalam lembaga pemasyarakatan sedangkan anak didik pemasyarakatan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan anak, dalam hal pembinaan adanya sistem pemisahan. Universitas Sumatera Utara b. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan adalah istilah yang lebih berkonotasi positif sebagai tempat orang belajar kembali bermasyarakat resosialisasi sekaligus tempat orang yang dibina kelak setelah keluar dapat bermasyarakat secara normal. Banyak orang berpendapat bahwa masuk lembaga pemasyarakatan dianggap sebagai orang-orang yang pernah menyimpang dari perilaku masyarakat dan pada umumnya karena perilaku kejahatannya. Konsep Lembaga Pemasyarakatan tersebut didalam masyarakat ada streotip. Streotip dalam kamus besar Indonesia ialah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasar prasangka yang subjektif dan tidak tepat. 22 Mereka yang pernah masuk ke Lembaga Pemasyarakatan adalah penjahat. Pandangan tersebut tidak seluruhnya benar, sebab ada orang yang tidak bersalah ke Lembaga Pemasyarakatan. Pertahankan, lagi pula kalau pandangan itu dipertahankan dipelihara terus, sama artinya masyarakat tidak sependapat bahwa Lembaga Pemasyarakatan itu sebagai tempat pembinaan. Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu lembaga yang dahulu juga dikenal sebagai rumah penjara yakni dimana orang-orang yang telah dijatuhi dengan pidana- pidana tertentu oleh hakim, untuk menjalankan pidana mereka. Sahardjo mengatakan bahwa sebutan rumah penjara itu di Indonesia sejak telah diubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan dan menjelaskan sebagai pemberian sebutan yang baru kerumah penjara sebagai Lembaga Pemasyarakatan dapat diduga mempunyai hubungan yang erat dengan gagasan beliau untuk menjadikan 22 Kamus online Bahasa Indonesia Universitas Sumatera Utara Lembaga Pemasyarakatan itu bukan saja sebagai tempat untuk semata-mata membina atau mendidik orang terpidana agar mereka itu setelah selesai menjalankan pidana, mereka mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan nantinya. 23 Undang-Undang, sebelum lahirnya Undang-Undang Pemasyarakatan, peraturan perundang-undangan yang dipakai untuk menyelenggarakan pembinaan bagi narapidana tersebut adalah perundang-undangan yang lama yakni peninggalan dari pemerintahan Hindia Belanda, peraturan-peraturan tersebut antara lain; ordonasi tanggal 10 Desember 1917, staatsblaad tahun 1917 No. 708 yang juga di kenal dengan sebutan Gestichten Reglement yang mulai diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 1918. 24 Dalam Lembaga Pemasyarakatan dilakukan pemisahan atas dasar sebagai berikut: a. laki-laki dan wanita; b. orang yang sudah dewasa dan anak-anak dibawah usia 16 tahun; c. orang yang menjalankan pidana yang bersifat membatasi kebebasan mereka dengan orang tahanan lain; d. orang militer dengan orang sipil. Falsafah, ialah dengan mendasarkan kepada Falsafah Negara diharapkan pelaksanaan sistem pemasyarakatan tersebut sejalan dengan nila-nilai yang terkandung dalam semua sila dalam Pancasila sehingga tujuan yang hendak dicapai terlaksananya dengan baik dan narapidana pun tidak mengulangi tindak pidana, baik yang masih berada di Lembaga Pemasyarakatan ataupun yang sudah 23 A. Josias Simon R, Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga Kemasyarakatan di Indonesia, Bandung: Lubuk Agung, 2011, hlm. 5. 24 ibid Universitas Sumatera Utara berbaur atau kembali berhubungan interaksi sosial dengan masyarakat pada umumnya. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menentukan bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab, hubungan mantan narapidana dengan masyarakat diharapkan dapat pulih kembali seperti sedia kala F 3. Remisi sebagai Hak Narapidana a.Pengertian Remisi Andi Hamzah, remisi adalah sebagai pembebasan hukuman untuk seluruhnya atau sebagian atau dari seumur hidup menjadi hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 agustus. Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang didasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat –syarat yang ditentukan dalam Peraturan Perundang–Undangan. Pasal 1 Kepres No. 174 Tahun 1999 Tentang Remisi, Remisi adalah pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana. Faktor yang menentukan bahwa “setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan Universitas Sumatera Utara pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana”. Pemberian remisi diberikan oleh Menteri Hukum dan Perundang – Undangan Republik Indonesia yang sekarang telah berganti nama dengan Menteri Hukum dan hak Asasi Manusia. Usul untuk memporeleh remisi bagi narapidana yang berhak menerimanya itu dilakaukan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan KALAPAS kepada kantor wilayah Departemen Hukum Dan HAM KAKANWIL, selambat –lambatnya satu hari sebelum remisi tersebut diberikan. Remisi merupakan salah satu sarana hukum yang penting dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan dan juga Negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap penduduk agar bisa memberikan yang seharusnya diberikan kepada terpidana dengan adanya remisi tersebut biar mereka bebas dan diterima oleh masyarakat. b. Pengertian Narapidana Narapidana bukan saja obyek melainkan juga sebagai subyek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga perlu dilakukan pembinaan terhadap mereka ini. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menentukan Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Permasyarakatan, sedangkan terpidana adalah Universitas Sumatera Utara seseorang yang dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Pembinaan adalah upaya untuk mengadakan narapidana agar menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjungjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Pasal 1 butir 32 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana selanjutnya disebut KUHAP tidak menyebutkan narapidana melainkan terpidana yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Terpidana, hal ini berbeda dengan rumusan dalam kamus hukum pidana yang menyebutkan bahwa narapidana adalah orang menjalani pidana dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pasal 1 butir 7 Undang-Undang Pemasyarakatan, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilangnya kemerdekaan. Terpidana itu sendiri seperti yang dimuat dalam Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Pemasyarakatan adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pidana penjara adalah pencabutan kemerdekaan, menurut asal-usul kata penjara berasal dari kata “Penjoro” Bahasa Jawa yang berarti tobat, jadi penjara berarti dibuat supaya menjadi jera atau tobat. Bangsa kita mengenal istilah “Penjara” kita mengenal istilah “Bui” atau “Buen” Bahasa Jawa, yaitu suatu tempat atau bangunan sebagai tempat penyekapan para tahanan, orang-orang Universitas Sumatera Utara hukuman, tempat menahan orang-orang yang disandera, penjudi, pemabuk, gelandangan dan penjahat-penjahat lain. 25 Narapidana juga dikatakan sebagai orang yang tidak menghargai hukum, tidak memperhatikan norma-norma dalam masyarakat hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, menurut kemauan emosinya diri sendiri, yang tidak menghargai hak hukum orang lain, bertentangan dengan kepantasan dalam masyarakat. Sikap inilah yang menjadi sebab utama terjadinya pelanggaran hukum. Narapidana yang terbukti secara sah telah bersalah melalui putusan pengadilan dan memiliki kekuatan hukum tetap, berarti telah melanggar norma hukum pidana dan wajib dikenakan sanksi yaitu berupa hukuman. Narapidana yang telah melakukan perbuatan-perbuatan tersebut diatas tetap sebagai warga negara yang masih mempunyai hak-hak asasi manusia seperti halnya manusia lain. Narapidana sebagai manusia yang telah tersesat di dalam hidupnya harus diberi kesadaran untuk merubah wataknya dari watak penjahat menjadi orang yang baik, yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara. Narapidana yang di tempatkan dalam Lembaga Permasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di didik, dibina baik mentalnya, diberi pendidikan atau penyuluhan berupa hukum, pengetahuan umum, kursus keterampilan, yang diharapkan dengan bekal yang diperoleh selama dalam Lembaga Permasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara setelah selesai menjalani hukuman dapat menjadi 25 A.F. Lamintang .Hukum Penitensier Indonesia.Bandung: Cetakan Ketiga, Armico. 1988. Hlm,196. Universitas Sumatera Utara warga negarayang bertanggung jawab, taat hukum, mandiri, aktif dalam pembangunan dan tidak mengulangi tindak pidana lagi. c . Hak-Hak Narapidana Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan telah memperoleh haknya sejak lahirnya kedunia ini yaitu hak untuk hidup serta mempunyai kehidupan sesuai dengan harkat dan martabatnya masing-masing, mendapat pengakuan dan perlakuan yang sama di depan hukum. Memperoleh sesuatu hak, manusia tidak terlepas dari kewajiban yang dilakukannya. Hak dan kewajiban tidak terlepas satu sama lainnya dan mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Hak, untuk memperoleh haknya, manusia terlebih dahulu harus melaksanakan kewajibannya. Hak-hak narapidana di dalam Undang-Undang Pemasyarakatan telah ditentukan bahwa setiap narapidana mempunyai hak-hak yang sah, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan wajib menghormatinya dan menghormati serta menjungjung tinggi hak-hak narapidana tersebut. Hak-hak narapidana tersebut seperti yang dirumuskan dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Pemasyarakatan, hak narapidana yaitu: a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; b. Melakukan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan; f. Mendapat bahan bacaan dan pekerjaan yang dilakukan; g. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau tertentu lainnya; h. Mendapatkan masa pengurangan masa pidanaremisi; i. Mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; Universitas Sumatera Utara j. Mendapatkan pembebasan bersyarat; k. Mendapat cuti menjelang bebas; l. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut P.A.F. Lamintang, hak-hak narapidana telah ditentukan dalam manual kemasyarakatan yaitu setiap narapidana mempunyai hak-hak tertentu yang sah menurut peraturan yang berlaku. 26 G. Metode Penelitian Adapun Metode Penelitian yang dipergunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : G.1 Jenis Penelitian Fungsi metode penelitian adalah alat untuk mengetahui sesuatu masalah yang akan diteliti. Dari segi penelitian hukum, penelitian hukum dibedakan berdasarkan 2 kelompok, yaitu : Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mencakup penelitian terhadap azas hukum, sistematika hukum, penelitian, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum. Penelitian hukum empiris yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh di lapangan selain itu juga meneliti data skunder dari perpustakaan. 27 Kajian penelitian yang diambil dalam skripsi ini yaitu penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang difokuskan untuk mengkaji kaidah-kaidah dan norma-norma dalam hukum positif. 26 P.A.F. Lamintang, Op.cit, hlm 54 27 Tampil Ashari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum , Medan : Pusaka Bangsa Press, 2007, hlm 23 Universitas Sumatera Utara Hal ini sejalan dengan pendapat Ronald Dworkin menyebut: Metode penelitian normative juga sebagai penelitian doctrinal atau doctrinal research, yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book; maupun hukum sebagai law as it is decided by the judge through judicial process. 28 G.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang di gunakan adalah library research yaitu penelitian dengan menggunakan berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah-majalah, internet dan bahan lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini untuk memperoleh berbagai literatur. G.3 Jenis Data Adapun jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari: a. Bahan Hukum Primer yaitu norma atau kaidah dasar seperti Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, peraturan dasar seperti ketentuan-ketentuan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR, peraturan perundang-undangan seperti Undang- Undang, Peraturan Pusat, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, bahkan hukum yang tidak dikodifikasi seperti ketentuan hukum adat, yurisprudensi, traktat dan bahan hukum dari zaman penjajahan yang masih berlaku. Semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yakni berupa undang- undang dan lain sebagainya. 28 Ronald Dworkin sebagaimana dikutip oleh Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, Makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, 18 Februari 2003, hlm 1. Universitas Sumatera Utara b. Bahan Hukum Sekunder yaitu Rancangan Undang-Undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum yang member penjelasan tentang bahan hukum primer atau semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian berupa bahan-bahan yang memberikan penjelasan seperti hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini. c. Bahan Hukum Tersier yaitu semua dokumen yang berisi konsep- konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus, artikel, ensiklopedi dan lain-lain. 29 G.4 Analisis Data Data –data yang diperoleh harus dianalisa secara kualitatif untuk kemudian dirangkum secara cermat untuk mendapatkan hasil yang akurat agar dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah serta dapat dipertanggungjawabkan, dan juga harus didukung dengan fakta-fakta atau dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari penelitian. Sedikitnya ada tiga alasan penggunaan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada pradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. 29 Ibid, hlm 76 Universitas Sumatera Utara Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang berbeda antara yang satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifisir. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral holistic dimana hal itu menunjukkan adanya keanekaragaman data serta memerlukaninformasi yang mendalam atau indepth information.

H. Sistematika Penulisan

Dokumen yang terkait

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga Ditinjau Dari Prespektif Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Kutai Timur)

2 168 113

Implementasi Pemberian Remisi bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah N

0 8 73

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBEBASAN BERSYARAT NARAPIDANA NARKOTIKA MENURUT PP NO. 99 TAHUN 2012 DAN PERMENKUMHAM NO.21 TAHUN 2013 DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYA.

0 1 1

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATASAN PEMBERIAN REMISI KEPADA TERPIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN HAK-HAK NARAPIDANA DALAM UU NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 0 2

PENGHAPUSAN REMISI BAGI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Remisi Kepada Narapidana Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Dikaitkan Dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

0 0 27

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 9