Sejarah Pemberian Remisi Kepada Narapidana

BAB II LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN REMISI

A. Sejarah Pemberian Remisi Kepada Narapidana

Penjara, sejalan dengan kebijakan perubahan penjara dengan sistem kepenjaraan.Sistem kepenjaraan menempatkan remisi sebagai anugerah. Artinya remisi adalah anugerah dari pemerintah kepada narapidana. Dalam Gestichten Reglement, remisi hanya diberikan pada hari ulang tahun Ratu Belanda. Berdasarkan hal ini remisi hanya benar-benar anugerah belaka. 30 Sistem kepenjaraan berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan dengan sistem pemasyarakatan, pembuat undang-undang telah menetapkan beberapa hak bagi seorang narapidana. Tujuan akhir dari pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan adalah untuk mengubah perilaku narapidana yang semula jahat, tersesat, menjadi orang yang baik. Narapidana telah dapat menunjukkan adanya hasil perubahan perilaku menjadi baik, kepadanya diberikan beberapa hak yang bertujuan untuk 30 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, PT Refika Aditama, 2006, hlm, 133. Universitas Sumatera Utara mengurangi penderitaannya. Semakin cepat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil dari pembinaan itu selama berada dalam lembaga pemasyarakatan, semakin cepat pula diakhiri atau dikurangi penderitaannya. Soekarno mempelopori pengaturan pemberian remisi melalui Keppres Republik Indonesia Serikat Nomor 156 Tahun 1950 Tentang Remisi. Soekarno, mengatakan remisi diberikan setiap peringatan proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus. Perubahan ini disambut dengan kelegaan hati rakyat Indonesia, sebab setiap ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia banyak narapidana yang mendapatkan remisi. Sejak tahun 1950 remisi tidak lagi sebagai anugerah, tetapi menjadi hak setiap narapidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Salah satu syarat remisi berdasarkan Keppres Nomor 156 Tahun 1950 Tentang Remisi adalah narapidana harus berkelakuan baik dalam kurun waktu pemberian remisi, jadi penilaian ini berkisar setahun, karena remisi masih diberikan dalam kurun waktu tahunan. Selain dari syarat berkelakuan baik, narapidana juga harus menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan artinya tidak boleh kurang dari 6 bulan dan narapidana yang dipidana seumur hidup harus diubah menjadi pidana sementara. Pidana seumur hidup ini dapat diubah menjadi pidana sementara dengan syarat atau melalui pengajuan grasi. Pidana seumur hidup bukanlah pidana sementara karena batas waktu pidananya tidak jelas, tetapi pidana ini dapat diubah menjadi pidana sementara. 31 31 ibid Universitas Sumatera Utara Lahirlah peraturan baru yang diatur dalam Keppres Nomor 5 Tahun 1987 Tentang Pengurangan Masa Menjalani Pidana Remisi, yang banyak sekali mengalami perubahan persyaratan bagi narapidana untuk mendapatkan remisi. Salah satu adalah bagi residivis tidak mendapatkan remisi. Sementara dalam Keppres 156 Tahun 1950 Tentang Remisi, residivis tetap mendapatkan remisi, asalkan persyaratan berkelakuan baik dan pidana sementara terpenuhi. Pengertian residivis menurut pasal 5 Kepmenkeh Republik Indonesia Nomor M.01-HN.02.01 Tahun 1987 Tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1987 Tentang Pengurangan Masa Menjalani Pidana Remisi adalah narapidana kambuhan yang dipidana lebih dari satu kali dengan jarak 2 dua tahun sesudah dibebaskan, dengan tidak memperhatikan kejahatan yang dilakukan. Sistem baru pembinaan narapidana, remisi ditempatkan sebagai motivasi salah satu motivasi bagi narapidana untuk membina diri sendiri. Remisi tidak sebagai hak seperti dalam sistem pemasyarakatan, tidak juga sebagai anugerah sebagaimana dalam sistem kepenjaraan, tetapi sebagai hak dan kewajiban narapidana. Artinya jika narapidana benar-benar melaksanakan kewajibannya, ia berhak untuk memperoleh remisi, sepanjang persyaratan yang lain di penuhi. Perubahan lainnya dalam Keppres Nomor 5 Tahun 1987 tentang Remisi ini ialah dalam memberikan remisi jauh lebih kecil dibandingkan Keppres Nomor 156 Tahun 1950 tentang Remisi. Keppres Nomor 5 Tahun 1987 menyebutkan bahwa narapidana yang telah menjalani pidana 6 enam bulan sampai 12 dua belas bulan, memperoleh pengurangan 1 satu bulan, narapidana yang telah Universitas Sumatera Utara menjalani pidana 12 dua belas bulan atau lebih pada tahun pertama memperoleh remisi sebesar 2 dua bulan, tahun kedua memperoleh 3 tiga bulan, tahun ke tiga memperoleh remisi 4 empat bulan, tahun ke empat dan ke lima memperoleh remisi sebesar 5 lima bulan, tahun ke enam dan seterusnya memperoleh remisi sebesar 6 enam bulan. Berdasarkan Keppres Nomor 156 Tahun 1950, narapidana yang telah menjalani pidana 3 tiga sampai dengan 6 enam bulan memperoleh remisi sebesar 1 satu bulan, yang telah menjalani pidana 6 enam sampai 12 dua belas bulan memperoleh remisi sebesar 2 dua bulan dan yang telah menjalani pidana lebih dari 12 dua belas bulan memperoleh minimal 3 tiga bulan, tahun ke empat dan ke lima sebesar 6 enam bulan dan tahun ke enam dan seterusnya sebesar 9 sembilan bulan. Keppres Nomor 5 Tahun 1987 tentang remisi yang baru telah memperketat persyaratan untuk mendapatkan remisi dan memperkecil besarnya remisi yang diberikan. Keppres ini merupakan perubahan dengan perbandingan pemberian remisi lebih kecil dibandingkan peraturan sebelumnya. Dan juga mengatur tambahan remisi bagi narapidana yang berbuat jasa kepada Negara atau kemanusiaan, melakukan perbuatan yang membantu Dinas Lembaga Pemasyarakatan. Jasa pada negara dimaksud dengan berbuat jasa pada Negara adalah jasa yang bersifat politis yang diberikan dalam perjuangan untuk mempertahankan kelangsungan hidup Negara. Sedangkan perbuatan yang bermanfaat bagi Negara atau kemanusiaan antara lain: Universitas Sumatera Utara 1 Menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna untuk pembangunan dan kemanusiaan. 2 Ikut menanggulangi bencana alam. 3 Mencegah pelarian tahanan atau narapidana dibeberapa Negara pelarian dikenakan hukuman disiplin dan dibatalkan anugerah pengurangan hukumannya dan hadiah, tapi narapidana yang menggagalkan mendapat sebaliknya. 32 4 Menjadi donor organ tubuh dan sebagainya. Tambahan remisi yang diberikan maksimal 6 enam bulan, bagi yang berjasa terhadap Negara atau kemanusian, sedangkan bagi yang membantu Dinas Lembaga Pemasyarakatan mendapat tambahan remisi sepertiga dari pengurangan yang diperoleh berdasarkan ketentuan remisi tahun yang bersangkutan. Keppres Nomor 5 Tahun 1987 hanya mengatur pemberian remisi kepada narapidana dengan pidana sementara. Pidana sementara dapat berupa pidana penjara, pidana kurungan atau pidana kurungan pengganti denda. Pidana Oleh sebab itu pidana seumur hidup dan pidana mati tidak dapat diberikan remisi. Kepadanya baru dapat diberikan remisi, jika pidana seumur hidup atau pidana mati telah diubah menjadi pidana penjara sementara pidana penjara berdasarkan garasi. Grasi, untuk memperoleh grasi, narapidana yang bersangkutan harus mengajukan permohonan grasi kepada Presiden melalui Menteri Kehakiman.Grasi dalam hal keputusan grasi dikenal dua macam, pertama ditolak yang berarti narapidana tersebut harus menjalani pidana sesuai dengan putusan pengadilan dan kedua diterima yang berarti bahwa pidanya diubah. Pidana mati dan pidana 32 A. Sanusi Has, Dasar-dasar Penologi, Jakarta: Rasanta, 1994, hlm, 64. Universitas Sumatera Utara seumur hidup, perubahan pidana biasanya setingkat lebih rendah dari pada pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya. Seorang narapidana dengan pidana mati, jika mengajukan grasi dan diterima, maka pidananya akan berubah menjadi pidana seumur hidup. Kemungkinan pidana mati berubah menjadi pidana sementara karena grasinya diterima turun dua tingkat bias saja terjadi. Tetapi sangatlah sulit hal itu diharapkan.Narapidana dengan pidana seumur hidup mengajukan grasi dan diterima, maka keputusan grasinya akan berubah dari pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara. Perubahan pidana mati dan pidana seumur hidup melalui grasi sangatlah kecil kemungkinan di kabulkannya, artinya kemungkinan seorang pidana mati mendapatkan remisi sangatlah tipis. Sebab perubahan pidana mati ke pidana seumur hidup sudah merupakan hal maksimal. Jadi, mereka yang dipidana mati, sebenarnya hanya mempunyai dua pilihan: 1 Tetap dalam bentuk pidana mati dan segera menjalani eksekusi hukuman matinya . 2 Berubah menjadi pidana seumur hidup jika grasinya diterima, yang berarti menunda kematian. Dengan demikian seorang yang dipidana mati sangat kecil sekali kemungkinannya untuk dapat keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, sebab peraturan-peraturan untuk itu sudah dibatasi. Sekali lagi memang tidak menutup kemungkinan untuk berubah pidana mati menjadi pidana seumur hidup kemudian pidana sementara melalui grasi tetapi kecil sekali kemungkinannya. 33 Keppres Nomor 156 Tahun 1950 yang mengatur perubahan pidana seumur hidup pidana sementara tanpa melalui grasi, berbeda dengan Keppres Nomor 5 Tahun 33 C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta: Djambatan, 1995, hlm 29. Universitas Sumatera Utara 1987 dalam pasal 7 ayat 2 menegaskan bahwa: perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana sementara dilakukan oleh Presiden. Ketentuan Keppres Nomor 5 Tahun 1987 dalam pasal 7 ayat 2 disamping membuka kemungkinan bagi narapidana seumur hidup memperoleh grasi juga sekaligus merupakan kendala, bahkan merupakan suatu kemunduran. Penulis, hal ini disebabkan tidak ada jaminan apabila pidana seumur hidup dimintakan grasi pasti akan diubah menjadi pidana sementara. Pidana,selain itu perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana waktu tertentu melalui grasi bukan merupakan upaya hukum yang mudah terutama bagi nara pidana yang “awam” dalam bidang hukum. prakteknya, usulan grasi yang diajukan kepada Presiden sebahagian besar tidak diterimaditolak, sebagaimana data yang berdasarkan Dirjen Pemasyarakatan Departemen Kehakiman Republik Indonesia pada tahun 1987 sampai dengan tahun 1994 yang menunjukkan bahwa ada 34 usulan grasi dalam priode 8 tahun yakni sejak Keppres Nomor 5 Tahun 1987 sampai dengan tahun 1994, namun tidak ada satupun usulan grasi narapidana seumur hidup yang diterima. 34 Narapidana tidak memperoleh remisi dan karenanya semakin kecil pula kesempatan bagi narapidana untuk kembali ke masyarakat.Narapidana yang bersangkutan akan menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan untuk seumur hidupnya, dan dengan kemungkinan seperti itu dapat dipastikan bahwa proses pembinaan narapidana akan terganggu. 34 Tongat, Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana Di Indonesia, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004, hlm 103. Universitas Sumatera Utara Keppres Nomor 156 tahun 1950 pasal 6 disebutkan bahwa jika narapidana dengan pidana seumur hidup selam lima tahun berturut-turut berkelakuan baik, kepadanya bisa dimintakan perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana sementara dan selama-lamanya 15 lima belas tahun. Dengan demikian sebelum tahun 1987, masih dimungkinkan bagi mereka yang dipidana mati jika memperoleh grasi akan berubah menjadi pidana seumur hidup dan pidana seumur hidup akan berubah menjadi piadana sementara tanpa mengajukan grasi. Namun, dengan tidak berlakunya Keppres Nomor 156 Tahun 1950 dan berlakunya Keppres Nomor 5 Tahun 1987, maka kemungkinan untuk merubah pidana seumur hidup ke pidana sementara tanpa melalui grasi tertutup sama sekali. Pembinaan narpidana dalam hal ini merupakan suatu kendala dalam sistem pembinaan narapidana, karena Lembaga Pemasyarakatan bukanlah tempat terbaik selamanya bagi narapidana intinya harus dicari jalan keluarnya agar Lembaga Pemasyarakatan bukan tempat terakhir bagi narapidana. Prinsip-prinsip kemasyarakatan mengajarkan bahwa narapidana adalah orang yang tersesat artinya kehilangan arah, oleh sebab itu harus diayomi dan diberikan bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna bagi masyarakat prinsip pertama. Pembinaan narapidana adalah untuk upaya mempersiapakan narapidana kembali ke masyarakat, pembinaan diberikan terhadap pelaku tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bimbingan sebagai bekal hidupnya kelak setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, agar berguna bagi dan di dalam masyarakat. 35 Jadi 35 C. I, Harsono, Op , Cit, Hlm 2 Universitas Sumatera Utara dalam sistem pemasyarakatan masih ada kemungkinan seorang narapidana sama sekali tidak bisa kembali ke masyarakat. Lingkungan hidup, kemungkinan untuk tetap bisa kembali ke masyarakat haruslah tetap terbuka. Pengaturan, untuk itu diperlukan suatu aturan yang memungkinkan narapidana yang dipidana mati dan pidana seumur hidup, masih mempunyai peluang untuk kembali kemasyarakat. Sebagaimana tercantum dalam prinsip untuk bimbingan dan pembinaan, bahwa selama hilangnya kemerdekaan bergerak narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Narapidana itu harus dijatuhi pidana hilang kemerdekaan. 36 Narapidana yang dipidana mati atau pidana seumur hidup tetap saja dibiarkan menghabiskan sisa hidupnya dalam Lembaga Pemasyarakatan tanpa diberi kesempatan untuk kembali ke masyarakat, maka lembaga kemasyarakatan itu telah mengingkari prinsip-prinsip pemasyarakatan yang telah menjadi komitmen bersama. Mewujudkan visi dan misi bangsa Indonesia sesuai dengan yang tercantum di dalam Pembukaan dan Undang-Undang Dasar 1945, Pengaturan remisi berhulu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 jo Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, serta Keppres No. 174 tahun 1999 tentang remisi. Kebijakan ”keringanan hukuman” sebenarnya bukan barang baru. 36 C. I, Harsono, Op , Cit, Hlm 2 Universitas Sumatera Utara Jauh sebelum Indonesia merdeka, sudah berlaku Ordonansi Pelepasan Bersyarat Staatblad 1917-749 dan Ordonansi Hukuman Bersyarat Staatblad 1926-487 sebelum dicabut tahun 1995, hingga ketentuan pelepasan bersyarat dalam Kitab Undnag-Undang Hukum Pidana yang sampai saat ini masih berlaku. Pengurangan masa menjalani pidana remisi bagi narapidana tidak dapat dilepaskan dari model dan strategi kebijakan pemidanaan yang dianut oleh suatu negara. Model dan Strategi Kebijakan Pemidanaan suatu negara tersebut tidak dapat pula dilepaskan dari paradigma pemidanaan yang melatar belakanginya. Paradigma tersebut meliputi paradigma pembalasan restraint, paradigma penjeraan deterence, paradigma reformasi rehabilitasi dan resosialisasi dan paradigma re-integrasi. Remisi menurut Kepres No. 174 Tahun 1999 tentang remisi pada Pasal 1 ayat 1 remisi adalah: pengurangan masa pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana. Menurut pasal 34 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentangperubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, remisi diberikan kepada narapidana dan anak pidana apabila telah berkelakuan baik dan telah menjalani masa masa pidana lebih dari enam bulan. Pasal 34A, khusus bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara, Universitas Sumatera Utara kejahatan Hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, disamping berkelakuan baik narapidana juga harus: a. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS danatau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar: 1 Kesetian kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi narapidana warga Negara Indonesia, atau 2 Tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana warga Negara asing, yang dipindahkan karena melakukan tindak pidana terorisme. Peraturan Pemerintah ini, pelaksana pemerintah telah menyadari akan adanya pembedaan perlakuan dan pembinaan terhadap pelaku tindak extraordinary crime, mengingat sifat dan ciri khasnya. Syarat untuk memperoleh remisi menjadi lebih ketat dan lebih sulit daripada tindak pidana biasa. Tindak pidana biasa ,apabila untuk tindak pidana biasa, seorang narapidana telah berhak untuk memperoleh remisi setelah menjalani sepertiga dari pidananya dan mendapat pertimbangan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Universitas Sumatera Utara

B. Kedudukan Remisi Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Dokumen yang terkait

Akuntabilitas Tim Pengamat Pemasyarakatan (Tpp) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

2 75 143

Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995

1 64 118

Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan Dan Kesejahteraan Keluarga Ditinjau Dari Prespektif Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kabupaten Kutai Timur)

2 168 113

Implementasi Pemberian Remisi bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah N

0 8 73

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBEBASAN BERSYARAT NARAPIDANA NARKOTIKA MENURUT PP NO. 99 TAHUN 2012 DAN PERMENKUMHAM NO.21 TAHUN 2013 DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYA.

0 1 1

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA LANJUT USIA DIHUBUNGKAN DENGAN TUJUAN SISTEM PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBATASAN PEMBERIAN REMISI KEPADA TERPIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN HAK-HAK NARAPIDANA DALAM UU NOMOR 12 TAHUN 1995.

0 0 2

PENGHAPUSAN REMISI BAGI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Remisi Kepada Narapidana Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Dikaitkan Dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

0 0 27

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 99 TAHUN 2012 DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

0 0 9