4.8. Hubungan Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak dengan Status Kesehatan Anak
a. Hubungan Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak dengan
Pengalaman Karies Anak
Rata-rata DMF-T anak pada kelompok ibu yang memiliki tindakan pemeliharan kesehatan gigi anak kategori baik sebesar 1,90, sedang 3,98 dan kurang
4,31, dan terdapat perbedaan yang signifikan p = 0,000; Tabel 4.9. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan ibu dalam pemeliharaan
kesehatan gigi anak dengan pengalaman karies anak.
b. Hubungan Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak dengan Oral Higiene Anak
Rata-rata OHI-S anak pada kelompok ibu yang memiliki tindakan
pemeliharan kesehatan gigi anak kategori baik sebesar 1,05, sedang 2,03 dan kurang 2,29, dan terdapat perbedaan yang signifikan p = 0,000; Tabel 4.9. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan ibu dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak dengan oral higiene anak.
c. Hubungan Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak dengan Gingivitis Anak
Rata-rata gingivitis anak pada kelompok ibu yang memiliki tindakan pemeliharan kesehatan gigi anak kategori baik sebesar 0,15, sedang 0,46 dan kurang
0,54, dan terdapat perbedaan yang signifikan p = 0,006; Tabel 4.9. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan ibu dalam pemeliharaan
kesehatan gigi anak dengan gingivitis anak.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9. Hasil Uji Statistik Hubungan Tindakan Ibu dengan Status Kesehatan Gigi DMF-T, OHI-S dan Gingivitis Anak n = 132
Tindakan Ibu
n Rata-rata
SD p
95 Confidence Interval
for Mean Lower
Upper DMF-T
Baik Sedang
Kurang 40
60 32
1,90 3,98
4,31 1,92
2,12 2,29
0,000 1,29
3,44 3,49
2,51 4,53
5,14
OHI-S Baik
Sedang Kurang
40 60
32 1,05
2,03 2,29
0,58 0,91
0,97 0,000
0,87 1,80
1,94 1,24
2,26 2,64
Gingivitis Baik
Sedang Kurang
40 60
32 0,15
0,46 0,54
0,36 0,57
0,60 0,006
0,04 0,31
0,33 0,27
0,61 0,76
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Umur Ibu dengan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anaknya di SD Kecamatan Medan Tuntungan
Ibu yang berumur muda ≤ 40 tahun rata -rata DMF-T, OHI-S dan gingivitis
anaknya lebih tinggi dibanding dengan status kesehatan gigi anak ibu yang berusia tua 40 tahun. Dengan kata lain, semakin bertambah umur ibu maka status
kesehatan gigi dan mulut anaknya semakin baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ahmad Syafii 2005 yang menemukan adanya hubungan yang signifikan
antara umur ibu dengan timbulnya penyakit gigi dan mulut pada anak SD. Semakin tua umur ibu semakin baik untuk memberikan pendidikan tentang kebersihan gigi dan
mulut kepada anak, sehingga dapat mencegah kejadian penyakit gigi dan mulut anak. Menurut Suryabudhi 2003 seseorang yang menjalani hidup secara normal
dapat diasumsikan bahwa semakin lama hidup maka pengalaman juga semakin banyak, pengetahuan semakin luas, keahliannya semakin mendalam dan kearifannya
semakin baik dalam pengambilan keputusan tindakannya. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Demikian juga ibu,
semakin lama hidup tua, maka akan semakin baik pula dalam melakukan tindakan dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak.
5.2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anaknya di SD Kecamatan Medan Tuntungan
Ibu yang berpendidikan tinggi, rata-rata DMF-T, OHI-S dan gingivitis anaknya lebih rendah dibanding dengan status kesehatan gigi anak ibu yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
tingkat pendidikan yang rendah. Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan ibu maka status kesehatan gigi dan mulut anaknya semakin baik. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Mansyur 2005 yang menemukan jumlah anak SD yang menderita penyakit karies gigi dan periodontal paling banyak 62,5 pada anak yang memiliki
tingkat pendidikan ibu yang rendah yaitu berlatar belakang pendidikan SD dan SMP. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan perhatian ibu yang memiliki pendidikan
yang rendah tentang informasi pemeliharan kesehatan gigi dan mulut Pendidikan merupakan faktor yang sering dihubungkan dengan derajat
kesehatan seseorangmasyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menyerap informasi dalam bidang kesehatan. Mudahnya
seseorang untuk menyerap informasi akan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku baru yang lebih sehat Notoatmodjo, 2007, demikian juga dalam upaya
perawatan gigi dan mulut. Banyaknya informasi yang diperoleh ibu akan berpengaruh terhadap upaya kesehatan gigi dan mulut anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan
ibu akan lebih baik dalam mendidik anak untuk pembersihan gigi dan mulut, mengatur pola makan yang benar dan memeriksa gigi anaknya baik oleh ibu sendiri
maupun dengan membawa ke dokter gigi. Menurut Green 2005 dan Hurlock 1978, orang tua memiliki peran yang
penting terhadap perubahan perilaku anak dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak. Menurut Hurlock, perkembangan seorang anak ditentukan oleh sifat
hubungan antara anak dengan anggota terutama ibu. Ibu merupakan tokoh kunci dalam perubahan perilaku keluarga. Hal ini menjadi dasar bahwa tingkat pendidikan
Universitas Sumatera Utara
ibu akan berpengaruh terhadap pengetahuannya dalam kesehatan gigi dan mulut, yang mana tingkat pengetahuan ibu akan mempengaruhi tindakan ibu dalam
pencegahan kesehatan gigi dan mulut, sehingga berpengaruh juga terhadap status kesehatan gigi dan mulut anak.
5.3. Hubungan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Kesehatan Gigi
dan Mulut Anaknya di SD Kecamatan Medan Tuntungan
Ibu yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi rata-rata DMF-T, OHI-S dan gingivitis anaknya lebih rendah dibanding dengan status kesehatan gigi anak ibu
yang memiliki tingkat pendapatan yang rendah. Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan ibu maka status kesehatan gigi dan mulut anaknya semakin baik.
Hal ini sesuai dengan penelitian Nurul 2009 tentang Hubungan antara tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi orang tua dan umur orang tua dengan
kejadian karies gigi pada siswa TK Bhakti Pertiwi Semarang dengan menggunakan metode analitik korelasional pada bulan Desember 2009. Analisa data menggunakan
chi square untuk menguji hubungan tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi orang tua dan umur orang tua dengan kejadian karies gigi pada siswa. Hasil penelitian
tingkat pendidikan menunjukkan bahwa persentase tertinggi terdapat pada tingkat pendidikan menengah dengan karies 66,7 dengan nilai p value 0,001. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan antara faktor tingkat pendidikan orang tua dengan kejadian karies gigi. Hasil penelitian tingkat ekonomi menunjukan persentase karies
tertinggi terdapat pada penghasilan UMK dengan karies media sebanyak 12
Universitas Sumatera Utara
responden 63.2 dengan nilai p value 0,008. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara faktor tingkat ekonomi orang tua dengan kejadian karies gigi.
Esan dkk 2004 mengatakan apabila tingkat pendidikan dan penghasilan rendah maka memungkinkan terjadinya kehilangan gigi akan lebih banyak
dibandingkan dengan tingkat pendidikan dan penghasilan tinggi, hal ini disebabkan dengan pendidikan dan penghasilan tinggi, seseorang mengetahui serta rutin
melakukan perawatan gigi dan mulut ke dokter gigi. Penderita karies gigi dengan penghasilan keluarga kurang, lebih tinggi dari
keluarga yang berpenghasilan cukup atau baik. Faktor yang mempengaruhi perbedaan kultur sosial penduduk adalah pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan
diet kebiasaan merawat gigi dan lain-lain. Perilaku sosial dan kebiasaan akan menyebabkan perbedaan jumlah karies Davies 1963 cit
Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lebih baik, misalnya di bidang
pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya, jika pendapatan kurang akan menghambat pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan tersebut. Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orang tua erat
kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, bila penghasilan tinggi, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit meningkat dan
sebaliknya penghasilan rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat
Suwelo, 1992.
Universitas Sumatera Utara
maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan Zacler dalam Notoatmodjo, 1997.
Kondisi sosial ekonomi, budaya dan keberadaan sarana pelayanan kesehatan gigi juga merupakan faktor risiko terjadinya karies gigi Suwelo,1986. Keadaan
sosial ekonomi seperti pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi Suhardjo, Hardinsyah, 1997. Kussela, dkk 1994
mengemukakan bahwa ada hubungan yang kuat status sosial ekonomi keluarga anak dengan konsumsi soft drink dan gula lebih dari satu kali sehari. Hal ini dapat
berdampak pada peningkatan kejadian karies gigi pada anak .
5.4. Hubungan Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Anak dengan
Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anaknya di SD Kecamatan Medan Tuntungan
Ibu yang memiliki tindakan pemeliharaan kesehatan gigi anak yang baik rata- rata DMF-T, OHI-S dan gingivitis anaknya lebih rendah dibanding dengan status
kesehatan gigi anak ibu yang memiliki tindakan pemeliharaan kesehatan gigi anak yang kurang baik. Dengan kata lain, semakin baik tindakan ibu, status kesehatan gigi
dan mulut anaknya semakin baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Bahar 2005 yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut
penduduk di negara berkembang adalah perilaku. Perilaku merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi status kesehatan gigi individu atau masyarakat. Perilaku
yang dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah kebiasaan makan dan
Universitas Sumatera Utara
pemeliharaan kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor.
Tindakan ibu sangat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut anak. Penelitian Rut D. Holt 2006, tentang efek pendidikan kesehatan gigi yang diberikan ibu
kepada anak-anaknya yang berumur 5 tahun di London, UK, menunjukkan bahwa 69 dari anak-anak yang ibunya memberikan pendidikan tentang kesehatan gigi dan
mulut di rumah ternyata memperlihatkan bebas karies dan penyakit periodontal yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak menerima pendidikan kesehatan gigi
dan mulut dari ibunya. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari 80 ibu telah melakukan tindakan
yang benar dalam hal menganjurkan waktu yang tepat untuk menyikat gigi sehabis makan dan sebelum tidur, mengganti sikat gigi anak setiap 2 - 3 bulan atau jika
bulunya melebarrusak, antara 60 - 80 ibu telah menyediakan ukuran sikat gigi anak sesuai umur dan membantu anaknya untuk menyikat giginya, namun secara
umum rata-rata OHI-S sebesar 1,8 dan termasuk kriteria sedang menurut Green dan Vermillion. Hasil ini belum mencapai indikator sehat 2010 yang menargetkan rata-
rata OHI-S 1,2 kriteria baik. Hal ini disebabkan masih rendahnya persentase jumlah ibu yang mengajari anaknya untuk menyikat gigi, mengawasi lamanya anak
menyikat gigi dan memeriksakan gigi anak untuk menemukan karang gigi yaitu masih berada dibawah 60 .
Lebih dari 80 ibu telah melakukan tindakan yang benar dalam memperhatikan isi pasta gigi yang diberikan pada anak yang mengandung fluor dan
Universitas Sumatera Utara
memberitahu apa yang dilakukan anak setelah jajan yang manis-manis untuk berkumur-kumur atau minum air putih, antara 60 - 80 telah melakukan tindakan
yang benar dalam hal memeriksa sendiri gigi anak ibu setiap bulan, mengawasi jenis jajanan anak yang manis dan lengket, memeriksa gigi anak untuk menemukan gigi
berlubang, memeriksakan gigi anak untuk menemukan adanya gigi berlapis dan membawa anak ke dokter gigi 1 x 6 bulan. Namun secara keseluruhan diperoleh rata-
rata DMF-T sebesar 3,43. Hasil ini masih jauh dari target pencapaian gigi sehat tahun 2010 menurut WHO angka DMF-T anak umur 12 tahun sebesar 1, dan juga
berdasarkan rata-rata D, Mi, Me, dan F terlihat bahwa rata-rata D yaitu gigi dengan lesi karies sebesar 2,27 masih cukup tinggi sedangkan rata-rata F yaitu gigi yang
sudah ditambaldirawat 0,59 masih tergolong sedikit. Mungkin hal ini disebabkan masih rendahnya persentase jumlah ibu yang melakukan tindakan membawa anaknya
ke dokter gigi untuk melakukan perawatan atau pencabutan yaitu kurang dari 60, meskipun rata-rata gingivitis secara keseluruhan sebesar 0,38 dan sudah tergolong
baik Status kesehatan gigi dan mulut pada anak dalam penelitian ini, rata-rata DMF-
T 3,43, OHI-S 1,8, hal ini masih jauh dari target pencapaian gigi sehat tahun 2010 menurut WHO yaitu angka DMF-T anak umur 12 tahun sebesar 1, OHI-S 1,2 dan
indeks gingiva 1, hal ini juga mungkin karena tindakan ibu dalam memelihara kesehatan gigi anaknya belum semua baik, seperti halnya banyak di antara ibu telah
melakukan tindakan yang benar dalam hal menganjurkan cara dan waktu yang tepat dalam menyikat gigi, mengawasi jajanan, namun sedikit di antara ibu yang mengajari
Universitas Sumatera Utara
dan mengawasi anaknya sewaktu menyikat gigi dan juga dalam hal kunjungan ke dokter gigi. Untuk itu sebaiknya perlu ditingkatkan pelaksanaan UKGS secara
paripurna secara kontinue, agar keadaan kesehatan gigi dan mulut anak terpantau dan dengan demikian terjalin hubungan antara Pelaksana UKGS yaitu puskesmas dan
pihak sekolah dengan ibu sebagai orang tua. Pelaksana UKGS dapat menyampaikan informasi tentang keadaan kesehatan dan penanggulangannya kepada ibu, sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan ibu dalam pemeliharaan kesehatan gigi anaknya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan