Latar Belakang Drg. Nevi Yanti, M. Kes

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan tidak mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan, termasuk pada anak usia sekolah dasar agar tercapai derajat kesehatan secara optimal. Untuk menunjang upaya kesehatan yang optimal tersebut, maka upaya dibidang kesehatan gigi dan mulut perlu mendapat perhatian Depkes RI, 2000. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh. Peranan rongga mulut sangat besar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Secara umum, seseorang dikatakan sehat bukan hanya karena tubuhnya yang sehat melainkan juga sehat rongga mulut dan giginya. Oleh karena itu, kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan tubuh seseorang Riyanti, 2005. Tri Astuti 1999, dalam penelitiannya menyatakan bahwa karies adalah penyakit gigi dan mulut yang paling banyak dijumpai pada anak-anak. Di Jakarta, 90 anak mengalami masalah gigi berlubang. Hasil penelitian yang hampir sama diperoleh oleh Riset Kesehatan Dasar RISKESDA, 2007 yang menunjukkan bahwa prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut pada kelompok umur 6-12 tahun mencapai 69 dan yang menerima perawatan hanya 27,4. Universitas Sumatera Utara Karies gigi merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut, yang dapat dialami setiap orang dan sering terjadi pada anak-anak. Karies gigi terdapat di seluruh dunia, tanpa memandang umur, bangsa ataupun keadaan ekonomi. Menurut penelitian di Negara-negara Eropa, Amerika dan Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80-95 dari anak-anak di bawah umur 18 tahun terserang karies gigi Riyanti, 2005. Organisasi Kesehatan Dunia WHO, 2001 menetapkan status kesehatan gigi dan mulut Oral Health Global Indicators for Year 2015 untuk anak usia 12 tahun, yaitu rata-rata indeks DMF-T per-anak tidak lebih dari 1 dan Oral Higiene Indeks OHI tidak lebih dari 1,2. Di Indonesia, sebagai salah satu negara SEARO South East Asia Regional Offices, indeks karies saat ini adalah 2.2 untuk kelompok usia 12 tahun. Penelitian Nurmala Situmorang 2005 di dua Kecamatan Kota Medan menunjukkan prevalensi karies gigi yang tinggi, yaitu 90 dan pengalaman karies gigi rata-rata DMFT sebesar 6,30. Demikian juga hasil penelitian Essie Octiara 2004 pada 67 orang anak di Panti Pungai Binjai menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi susu anak umur 2-5 tahun adalah 84,21 sedangkan untuk gigi tetap 6-14 tahun adalah 64,59. Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara menunjukkan prevalensi penyakit gigi dan mulut yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari profil data Dinas Kesehatan Kota Medan 2007, tentang penelitian di beberapa Puskesmas Lingkar Dalam dan Puskesmas Lingkar Luar Kota Medan yang menunjukkan prevalensi karies gigi pada anak usia sekolah sebanyak 74,69. Untuk program Universitas Sumatera Utara UKGS, sebanyak 9655 murid 15,12 telah diperiksa, dan dari 2383 murid SDMI yang terdeteksi memerlukan perawatan, hanya 578 24,26 yang mendapat perawatan. Penelitian Natalina Hutabarat, yang telah dilakukan di Puskesmas yang letaknya berdekatan dengan kecamatan Medan Tuntungan yaitu Puskesmas PB Selayang II dan Puskesmas Padang Bulan Kota Medan pada tahun 2008, pada siswa sekolah dasar, diperoleh prevalensi karies gigi sebesar 80,21. Berdasarkan SKRT 2004 Penyakit lain yang sering menyerang gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan adalah penyakit periodontal dengan prevalensi penderita penyakit periodontal mencapai 96,58. Seperti penyakit karies gigi, penyakit periodontal juga lambat perkembangannya, dan apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah dengan pembersihan plak dan sikat gigi teratur serta menyingkirkan karang gigi. Penyakit yang paling sering mengenai jaringan periodontal adalah gingivitis dan periodontis. Studi epidemiologi penyakit peridontal menunjukkan bahwa prevalensi dan keparahan penyakit peridontal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, faktor lokal rongga mulut dan faktor sistemik Axellson, P., Sweden, K., 2000. Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan, khususnya anak usia sekolah dasar. Usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas Universitas Sumatera Utara sumber daya manusia. Selain itu, anak yang menderita penyakit gigi dan mulut rawan terhadap kekurangan gizi. Rasa sakit pada gigi dan mulut jelas menurunkan selera makan. Dampak lainnya, kemampuan belajar mereka pun turun sehingga akan berpengaruh pada prestasi belajar. Masalah tingginya angka penyakit gigi pada anak SD sangat dipengaruhi oleh peran orang tua, khususnya ibu. Hal ini disebabkan oleh tingkat ketergantungan anak yang sangat tinggi terhadap orang tua. Peran serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan terjadinya karies pada anak. Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak Ambarwati, 2010. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Menurut Suryabudhi 2003 seseorang yang menjalani hidup secara normal dapat diasumsikan bahwa semakin lama hidup maka pengalaman juga semakin banyak, pengetahuan semakin luas, keahliannya semakin mendalam dan kearifannya semakin baik dalam pengambilan keputusan tindakannya. Demikian juga ibu, semakin lama hidup tua, maka akan semakin baik pula dalam melakukan tindakan dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut anak. Menurut hasil penelitian Ahmad Syafii 2005 ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan timbulnya penyakit gigi dan mulut pada anak SD. Semakin tua umur ibu Universitas Sumatera Utara maka semakin matang untuk memberikan pendidikan tentang kebersihan mulut pada anak, sehingga dapat menurunkan angka kejadian penyakit gigi dan mulut pada anak. Ditemukan juga bahwa 75 kejadian karies dan gingivitis pada anak memiliki ibu yang usianya masih muda 25-35 tahun. Pendidikan juga merupakan faktor yang sering dihubungkan dengan derajat kesehatan seseorangmasyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menyerap informasi dalam bidang kesehatan. Mudahnya seseorang untuk menyerap informasi akan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku baru yang lebih sehat Notoatmodjo, 2007. Demikian juga dalam upaya perawatan gigi dan mulut. Banyaknya informasi yang diperoleh ibu akan berpengaruh terhadap upaya kesehatan gigi dan mulut anak. Ibu akan lebih baik dalam mendidik anak untuk menggosok gigi, mengatur pola jajanan yang benar dan berbagai upaya lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Mansyur 2005 ditemukan bahwa jumlah anak SD yang menderita penyakit karies gigi dan periodontal sebanyak 62,5 pada anak yang memiliki tingkat pendidikan ibu yang masih rendah yaitu berlatar belakang pendidikan SD dan SMP. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan perhatian ibu yang memiliki pendidikan yang rendah tentang informasi pemeliharan kesehatan gigi dan mulut. Tingkat penghasilan orang tua juga sangat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan ibu dalam mencegah penyakit gigi dan mulut. Tingkat penghasilan yang tinggi akan meningkatkan upaya pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit. Demikian juga dengan tingkat pendapatan yang rendah akan berdampak Universitas Sumatera Utara pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan Zacler dalam Notoatmodjo, 1997. Selain itu, tingkat pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi Suhardjo, Hardinsyah, 1997. Kussela, dkk 1994 yang dikutip Hidayati 2005, mengemukaan bahwa ada hubungan yang kuat status sosial ekonomi keluarga anak dengan konsumsi soft drink dan gula lebih dari satu kali sehari. Pola konsumsi tersebut menjadikan anak yang berasal dari keluarga sosial ekonomi yang tinggi lebih banyak mengalami karies dibanding anak yang berasal dari keluarga yang sosial ekonominya lebih rendah. Tindakan ibu juga sangat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut anak. Penelitian Rut D. Holt 2006, tentang efek pendidikan kesehatan gigi yang diberikan ibu kepada anak-anak yang berumur 5 tahun di London, UK, menunjukkan bahwa 69 dari anak-anak yang ibunya memberikan pendidikan tentang kesehatan gigi dan mulut di rumah ternyata memperlihatkan bebas karies dan penyakit periodontal yang lebih rendah dibandingkan anak-anak yang tidak menerima pendidikan kesehatan gigi dan mulut dari ibunya. Hasil penelitian Soetiarto 1996 pada masyarakat di Tangerang, Depok, mendapatkan persentase pengetahuan, sikap dan tindakan responden yang mengetahui cara membersihkan gigi anak adalah kurang dari 55 yang menjawab benar. Perilaku dapat diperoleh secara alamiah maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai Universitas Sumatera Utara kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari pola asuh yang tidak mendukung kesehatan gigi mulut anak. Proses pelaksanaan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut membutuhkan proses yang dapat dimulai dengan pola asuh orang tua. Teknik penerapan ini harus disesuaikan dengan perkembagan kemampuan si anak. Berbagai sikap dan perilaku anak akan muncul pada saat dimulainya proses ini Riyanti Eriska, 2005. Berdasarkan SKRT 2001 dinyatakan bahwa masyarakat belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini terlihat dari persentasi penduduk Indonesia menyikat gigi dengan tepat waktu menyikat gigi setelah makan pagi dan sebelum tidur malam yaitu hanya 9,3. Secara keseluruhan 52 penduduk Indonesia dilaporkan mengeluh sakit gigi . Walau demikian, hanya 5,5 dari penduduk yang memeriksakan giginya ke dokter gigi atau perawat gigi dalam enam bulan terakhir, dan diantara yang datang hanya 18,6 yang bertujuan memeriksakan giginya. Sebagian besar 61,8 bertujuan untuk berobat karena sakit gigi, 10 diantaranya bertujuan untuk menambal gigi, 5,8 untuk memasang gigi palsu, dan 24,8 karena alasan lainnya. Kecamatan Medan Tuntungan sebagai bagian dari lingkar luar Kota Medan juga menunjukkan prevalensi karies gigi pada anak usia sekolah sebanyak 74,69 , sedangkan untuk Puskesmas Simalingkar tahun 2009, diperoleh jumlah pasien yang datang berobat karena penyakit dengan keluhan gigi rata-rata 24 anak setiap bulannya. Dari jumlah pasien berobat dengan keluhan penyakit gigi dan mulut yang ada di Puskesmas, 19 orang diantaranya menderita karies dan gingivitis pada gigi atau Universitas Sumatera Utara sebesar 79,2 . Juga berdasarkan Pelaksanaan UKGS di salah satu SD binaan, dari 32 orang anak yang diperiksa ditemukan Indeks Karies 3,85 Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan karakteristik umur, pendidikan, pendapatan dan perilaku tindakan ibu dengan status kesehatan gigi dan mulut anak nya di SD Kecamatan Medan Tuntungan.

1.2. Permasalahan

Dokumen yang terkait

Perbedaan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dan Pengalaman Karies Pada Siswa Pendidikan Formal (Sdit Alif) Dan Nonformal (Sd Yayasan Amal Shaleh) Di Kecamatan Medan Polonia

1 48 71

Pengetahuan dan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Ibu Anak Stella Maris Medan

13 188 57

Hubungan Perilaku Lansia Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Tahun 2004

0 38 79

Peran orangtua terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak dan status kesehatan gigi dan mulut anak kelas II SD St. Yoseph 1 Medan

28 161 70

Hubungan Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Status Karies Dan Ohis Pada Anak SMP

6 126 74

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Pengalaman Karies Dan Indeks Oral Higiene Pada Murid SMP

17 120 82

Perilaku kebersihan gigi dan perbedaan status oral higiene murid kelas V SD di daerah rural Kecamatan Pantai Cermin dan daerah urban Kecamatan Medan Barat.

3 71 67

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Murid

0 75 1

Hubungan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Status Kesehatan Gigi Dan Mulut Murid SMU Di Kabupaten Langkat Tahun 2004

4 82 135

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN BERGULA DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN BERGULA DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA MRANGG

0 5 16