Keaslian Penelitian Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan serta penelusuran kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang mengangkat judul tentang “Peranan Komisi Independen Pemilihan KIP Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Lingkungan Wilayah Propinsi Aceh Studi Kasus Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tenggara Periode 2006-2010” ini belum pernah dilakukan baik dalam judul maupun permasalahan yang sama. Sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru dan keasliannya dapat saya pertanggungjawabkan, karena dilakukan dengan nuansa keilmuan, kejujuran, rasional, objektif dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan akademis. Adapun beberapa judul penelitian yang mendekati yang pernah dilakukan sebelumnya adalah: Tesis Saudara Marudut Hasugian, dengan judul: “Pelaksanaan Pemilihan Presiden Berdasarkan Paradigma Demokrasi Konstitusional Studi Mengenai Sidang Umum MPR 1999”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

a. Teori Kedaulatan Rakyat. Universitas Sumatera Utara Dalam teori ini terdapat 2 dua istilah yang terlebih dahulu harus dipahami maknanya, yakni: kedaulatan dan rakyat. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang berlaku bagi seluruh wilayah dan rakyat negara tertentu. Sedangkan rakyat suatu negara adalah semua orang yang berada didalam wilayah negara dan tunduk kepada kekuasan negara. 6 Teori kedaulatan rakyat muncul pada zaman Renaissance yang mendasarkan hukum pada akal dan rasio. Dasar ini pada abad ke-18 Jeans Jacque Rousseau memperkenalkan teorinya, bahwa dasar terjadinya suatu negara adalah ”perjanjian masyarakat” contract social yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan suatu negara. Adapun teori Jeans Jacque Rousseau tersebut dikemukakannya dalam bukum karangannya yang berjudul Le Contract Social. Teori ini menjadi dasar faham kedaulatan rakyat yang mengajarkan bahwa negara berstandar atas kemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-peraturan adalah penjelmaan kemauan rakyat tersebut. 7 Demokrasi sebagai asas yang dipergunakan dalam kehidupan ketatanegaraan dewasa ini banyak dianut oleh negara-negara didunia, yakni suatu negara dengan sistem pemerintahan yang bersumber pada kedaulatan rakyat. 6 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991, hlm. 109. 7 Ibid, hlm. 110. Universitas Sumatera Utara Menurut paham kedaulatan rakyat, rakyat memerintah dan mengatur diri mereka sendiri demokrasi. Hanya rakyat yang berhak mengatur dan menentukan pembatasan-pembatasan terhadap diri mereka sendiri. Oleh sebab itu dalam penyelenggaraan negara modern, keikutsertaan rakyat mengatur dilakukan melalui badan perwakilan yang menjalankan fungsi membuat undang-undang. 8 Hubungan antara rakyat dan kekuasaan negara sehari-hari lazimnya berkembang atas dasar dua teori, yaitu teori demokrasi langsung direct democracy dimana kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung dalam arti rakyat sendirilah yang melaksanakan kekuasaan tertinggi yang dimilikinya, serta teori demokrasi tidak langsung representative democracy. Dizaman modern sekarang ini dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, maka ajaran demokrasi perwakilan menjadi lebih populer. Biasanya pelaksanaan kedaulatan ini disebut sebagai lembaga perwakilan. 9 Oleh sebab itu menurut Sjahran Basah, kalaupun demokrasi langsung dimungkinkan terjadi pada masa yunani purba, hal itu disebabkan oleh karena: 1. Karena pengertian negara idntik dengan pengertian kota, dan yang dimaksud dengan kota pada waktu itu ialah hanya tempat sekitar itu saja, maka wilayah daerahnya terbatas sekali. 2. Dari segi jumlah penduduknya sebagai warga sebuah kota sudah tentu jumlahnya masih sedikit. 10 8 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Hill. Co, 1992, hlm. 41. 9 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, hlm. 70. 10 Sjahran Basah, Ilmu Negara, Pengantar, Metode dan Sejarah Perkembangan, Bandung: Alumni, 1989, hlm. 83. Universitas Sumatera Utara Sejalan dengan realitas tersebut, maka ada beberapa sebab demokrasi langsung tidak dapat diterapkan, antara lain: 1. Pada umumnya wilayah suatu negara luas, dan kemungkinan tidak terdiri dari suatu daratan, melainkan terdiri atas banyak pulau-pulau. 2. Pada umumnya rakyat suatu negara sudah berjumlah besar. 3. Masalah negara yang bersifat politis, jumlahnya semakin meningkat dan kompleks serta rumit, sehingga rakyat awam biasa akan mendapatkan kesulitan apabila dimintai pendapatnya secara langsung ditempat, untuk menilai dan menelaahnya, guna dipakai sebagai dasar untuk mengambil suatu keputusan, terutama bagi negara-negara yang tingkat pendidikan rakyatnya belum begitu maju. 11 Realitas tersebut menunjukkan bahwa ciri khas dari paham demokrasi kedaulatan rakyat adalah adanya pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya, karena kekuasaan itu cenderung disalahgunakan disebabkan karena pada manusia itu terdapat banyak kelemahan dan jika hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran staats idee negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongan dalam lapangan apapun. Seiring dengan itu, negara Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat. Pemilik kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam negara Indonesia adalah rakyat. Kekuasaan itu harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem konstitusional berdasarkan 11 S. Toto Pandoyo, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan UUD 1945, Proklamasi dan Kekuasaa MPR, Yogyakarta: Liberty, 1981, hlm. 66. Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Dasar, pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi constitutional democracy. Demokrasi tidak boleh hanya dijadikan hiasan bibir dan bahan retorika belaka. Demokrasi juga bukan hanya menyangkut pelembagaan gagasan-gagasan luhur tentang kehidupan bernegara yang ideal, melainkan juga merupakan persoalan tradisi dan budaya politik dan egaliter dalam realitas pergaulan hidup yang berkeragaman atau plural, dengan saling menghargai perbedaan satu sama lain. Oleh karena itu, perwujudan demokrasi haruslah diatur berdasar atas hukum. Perwujudan gagasan demokrasi memerlukan instrumen hukum, efektifitas dan keteladanan kepemimpinan, dukungan sistem pendidikan masyarakat, serta basis kesejahteraan sosial ekonomi yang berkembang makin merata dan berkeadilan. 12 Karena itu, prinsip kedaulatan rakyat democracy dan kedaulatan hukum nomocracy hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itulah, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia hendaklah menganut pengertian bahwa Negara Republik Indonesia itu adalah negara hukum yang demokratis dan sekaligus negara demokratis yang berdasar atas hukum yang tidak terpisahkan satu 12 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hlm. 56. Universitas Sumatera Utara sama lain. Keduanya juga merupakan perwujudan nyata dari keyakinan segenap bangsa Indonesia akan prinsip ke Maha-Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa. 13 Implementasinya dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Undang- Undang Dasar 1945 telah menegaskan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia, yang pada hakekatnya menunjukkan mekanisme penyelenggaraan Negara Republik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan umum, yakni: 1. Indonesia adalah negara berdasar atas hukum. 2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme. 3. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. 4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara. 5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Menteri negara adalah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Sendi demokrasi tersebut tidak hanya terdapat pada pemerintah pusat, tetapi juga harus direalisir dalam susunan pemerintahan daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, yang menganut prinsip bahwa satuan pemerintahan tingkat daerah penyelenggaraannya dilakukan dengan memandang dan mengingat dasar dalam sistem pemerintahan negara. Prinsip ini menghendaki perwujudan keikutsertaan 13 Ibid, hlm. 57. Universitas Sumatera Utara masyarakat baik dalam ikut merumuskan kebijakan maupun mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. 14 B. Teori dan Sistem Pemilihan Umum Pemilihan umum adalah merupakan institusi pokok pemerintahan perwakilan yang demokratis, karena dalam suatu negara demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan dari mereka yang diperintah. Mekanisme utama untuk mengimplementasikan persetujuan tersebut menjadi wewenang pemerintah adalah melalui pelaksanaan pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil, khususnya untuk memilih presiden kepala daerah. Bahkan dinegara yang tidak menjunjung tinggi demokrasi sekalipun, pemilihan umum diadakan untuk memberi corak legitimasi kekuasaan otoritas. . 15 Oleh karena itu, pemilihan umum yang dituntut demokrasi bukanlah sembarang pemilihan umum, akan tetapi pemilihan umum dengan syarat- syarat tertentu. Pemilihan umum yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut hanyalah merupakan simbol belaka yang tidak banyak artinya bagi perkembangan demokrasi. Meskipun ketentuan perundang-undangan yang ada memang sudah memberikan syarat-syarat tersebut, sebagaimana misalnya istilah langsung, umum, bebas, rahasia yang bila dilaksanakan 14 Bagir Manan, Perjalanan Historis Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, Perumusan dan Undang-Undang Pelaksanaannya, Karawang: UNSIKA, 1993, hlm. 47. 15 Marzuki, Pengaruh Sistem Pemilihan Umum Terhadap Keterwakilan Politik Masyarakat Pada DPRD-DPRD Di Provinsi Sumatera Utara, Studi Konstitusional Peran DPRD Pada Era Reformasi Pasca Pemilu 1999, Disertasi, Program Pasca Sarjana USU: Medan, 2007, hlm. 143. Universitas Sumatera Utara sesuai arti yang terkandung didalamnya sudah menjamin terselenggaranya pemilihan umum yang demokratis, akan tetapi yang diperlukan adalah meningkatkan kualitas pemilihan umum dari pemilihan umum ke pemilihan umum, sehingga pemilihan umum yang diadakan semakin lama semakin baik. Dengan demikian, pemilihan umum yang demokratis haruslah diselenggarakan dalam suasana keterbukaan, adanya kebebasan berpendapat dan berserikat, atau dengan perkataan lain pemilihan umum yang demokratis harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Sebagai aktualiasi dari prinsip keterwakilan politik. 2. Aturan permainan yang fair. 3. Dihargainya nilai-nilai kebebasan. 4. Diselenggarakan oleh lembaga yang netral atau mencerminkan berbagai kekuatan politik secara proporsional. 5. Tiadanya intimidasi. 6. Adanya kesadaran rakyat tentang hak politiknya dalam pemilihan umum. 7. Mekanisme pelaporan hasilnya dapat dipertanggungkawabkan secara moral dan hukum. 16 Dalam hubungan yang demikian, maka pemilihan umum sangat erat kaitannya dengan sistem pemilihan umum electoral system. Akan tetapi, berkaitan dengan electoral system tersebut harus dibedakan antara electoral laws dengan electoral process. Didalam ilmu kepemiluan yang disebut dengan electoral laws adalah proses pembentukan pemerintahan melalui pilihan sistem pemilihan umum yang diartikulasikan kedalam suara, dan 16 Rusli M. Karim, Pemilu Demokratis Kompetitif, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1991, hlm. 37. Universitas Sumatera Utara kemudian suara tersebut diterjemahkan kedalam pembagian kewenangan pemerintahan diantara partai politik yang bersaing. 17 Berdasarkan pandangan yang demikian, electoral laws berkenaan dengan sistem pemilihan dan aturan yang menata jalannya pemilihan umum serta distribusi hasil pemilihan umum. Dalam kaitan ini sistem pemilihan umum adalah rangkaian aturan yang menurutnya pemilih mengekspresikan prefensi politik mereka, dan suara pemilih diterjemahkan menjadi kursi. Defenisi ini mengisyaratkan bahwa sistem pemilihan umum mengandung elemen-elemen struktur kertas suara dan cara pemberian suara, besar distrik serta penerjemahan suara menjadi kursi. Dengan demikian hal-hal seperti administrasi pemilihan umum dan hak pilih, walaupun penting berada diluar lingkup pembahasan sistem pemilihan umum. 18 Sedangkan electoral process adalah menyangkut mekanisme yang dijalankan didalam mengelola pemilihan umum, mulai dari pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye baik yang menyangkut isi, tema, prosedur, dan teknik pemberian suara, serta penghitungan suara. 19 Berkenaan dengan pemilihan umum, Soeharto dalam buku Otobiografi ”Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”, mengemukakan: 17 Dahlan Thaib dan Ni’matul Huda, Pemilu dan Lembaga Perwakilan Dalam Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta: Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1992, hlm. 31. 18 Ibid, hlm. 33. 19 Abdul Bari Azed, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Suatu Himpunan Pemikiran, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000, hlm. 72. Universitas Sumatera Utara Pemilu bukan merupakan tujuan, melainkan sebagai alat untuk menyehatkan kehidupan demokrasi kita. Saya menyadari untuk menyehatkan kehidupan demokrasi itu, pemilu memang bukan merupakan satu-satunya alat. Meskipun demikian, pemilu adalah alat yang paling penting, yang sesuai dengan keinginan hati nurani kita semua. Justeru melalui pemilu inilah rakyat sendiri dapat secara langsung aktif memilih wakilnya yang dipercaya. 20 Didalam sistem pemiliha umum, paling tidak terdapat 3 tiga elemen sebagai berikut: 21 Pertama, besar distrik, yang dimaksud dengan distrik adalah wilayah geografis suatu negara yang batas-batasnya dihasilkan melalui suatu pembagian untuk tujuan pemilihan umum. Dengan demikian luas sebuah distrik dapat sama besar dengan wilayah administrasi pemerintahan, dapat pula berbeda. Oleh karena itu besar distrik adalah banyaknya anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam suatu distrik pemilihan. Besar distrik bukan berarti jumlah pemilih yang ada dalam distrik tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dibedakan menjadi distrik beranggota tunggal single member distric dan distrik beranggota jamak nulty member distric. Kedua, struktur kertas suara, yaitu cara penyajian pilihan diatas kertas suara. Cara penyajian pilihan ini menentukan pemilih dalam memberikan suara. Jenis pilihan dapat dibedakan menjadi 2dua, yaitu kategorikal, 20 G. Dwipanaya dan Ramadhan, K.H., Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya Otobiografi, Jakarta: PT. Citra Lamtoro Gung Persada, 1989, hlm. 261. 21 Benjuino Theodore, Sistem Pemilihan Umum: Sebuah Perkenalan, http:www.geocities.combenjuinotmartikelsistem pemilu-index.html, hlm 3-7. Universitas Sumatera Utara dimana pemilih hanya memilih satu partai atau calon, dan ordinal, dimana pemilih mempunyai kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang diinginkannya. Kemungkinan lain adalah gabungan dari keduanya. Ketiga, electoral formula, adalah bahagian dari sistem pemilihan umum yang berhubungan dengan penerjemahan suara menjadi kursi. Termasuk didalamnya rumus yang digunakan untuk menerjemahkan perolehan suara menjadi kursi, serta ambang batas pemilihan electoral threshold. Pemilihan umum sebagai salah satu dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, tentunya dengan sendirinya akan membawa konsekuensi adanya berbagai sistem pemilihan umum yang berbeda satu sama lain berdasarkan sudut pandang terhadap rakyat, sehingga pemilihan umum dibedakan atas 2 dua macam: 1. Sistem Pemilihan Mekanis. Sistem pemilihan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih aktif dan memandang rakyat korps pemilih sebagai suatu massa individu-individu yang masing-masing mengeluarkan satu suara suara dirinya sendiri dalam setiap pemilihan. Menurut sistem pemilihan umum mekanis, partai-partai yang mengorganisir pemilih-pemilih dan memimpin Universitas Sumatera Utara pemilih berdasarkan sistem be party, multy party, atau uny party, sehingga partai politik merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari sistem ini. 22 Sejalan dengan pandangan tersebut, Jean Blondel mengemukakan dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada 2 dua prinsip pokok, yaitu: Pertama, single member constituency satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut sistem distrik. Kedua, multy member contituency satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau sistem proporsional. 23 a. Sistem distrik single member constituency. Sistem ini merupakan system pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang tercakup mempunyai satu wakil dalam parlemen. Didalam sistem ini, satu wilayah kecil yaitu distrik pemilihan memilih satu wakil tunggal single member constituency atas dasar pluralitas. Kondisi pluralitas terjadi. Kondisi pluralitas dapat terjadi apabila sejumlah partai atau calon mampu memperoleh suara yang lebih banyak atau besar dibandingkan dengan saingannya yang terkuat, sekalipun tidak berarti bahwa partai atau calon 22 Moh. Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: CV. Sinar Bakti, 1983, hlm. 333. 23 Miriam Budiarjo, Demokrasi Di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 244. Universitas Sumatera Utara tersebut memperoleh suara paling banyak dibandingkan dengan kombinasi suara lawan-lawannya. 24 Secara umum, sistem distrik memiliki prosedur pemilihan yang dapat memaksimalkan perwujudan kedaulatan rakyat. Pemilihan anggota badan perwakilan lebih banyak ditentukan oleh pemilih, bukan partai yang menentukan calonnya, melainkan rakyat. Partai politik yang menjadi cantolan seorang calon anggota badan perwakilan lebih banyak berperan sebagai fasilitator daripada penentu kebijakan, sehingga asfek representasinya lebih kuat. 25 Secara teoritis sistem distrik isingle member constituency ini memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut: 26 1. Anggota lembaga perwakilan rakyat yang terpilih akan benar- benar memperjuangkan kepentingan rakyat, terutama didaerah pemilihannya distrik karena wakil yang terpilih merupakan kehendak sepenuh rakyat. Pendapat ini diperkuat karena masyarakat tidak hanya memilih partai, tetapi memilih langsung nama calon anggota lembaga perwakilan rakyat. 2. Sistem ini akan lebih mendekatkan anggota lembaga perwakilan rakyat dengan masyarakat pemilihnya. Karena itu integritas dan kualitas personal akan menjadi prioritas. Posisi demikian lebih menguatkan anggota lembaga perwakilan rakyat lebih dekat dan lebih dikenal pemilih. 3. Dalam hubungannya antar lembaga perwakilan rakyat dengan partai politik tidak lagi dalam posisi dominan dalam menentukan calon. Karena pertimbangan pemilih akan lebih pada kualitas, integritas dan popularitas calon itu didaerah pemilihan distrik. 4. Dalam hubungannya dengan sistem kepartaian, sistem pemilihan ini mendorong bersatunya partai-partai politik, karena calon yang terpilih hanya satu, maka berbagai partai politik dipaksa atau terpaksa bergabung untuk mencalonkan seseorang yang memiliki kualitas, integritas dan popularitas diantara calon-calon lain, sehingga akan mengakibatkan terjadinya penyederhanaan jumlah partai politik. 24 Dahlan Thaib dan Ni’matul Huda, op. cit, hlm. 33. 25 Abdul Bari Azed, op.cit, hlm. 132. 26 Dahlan Thaib dan Ni’matul Huda, op.cit, hlm. 24-25. Universitas Sumatera Utara 5. Dalam hubungannya dengan organisasi penyelenggaraan pemilihan umum, dengan sistem ini lebih sederhana, tidak perlu memakai banyak orang untuk duduk dalam panitia pemilihan, juga biaya lebih murah dan perhitungan suara lebih cepat, karena tidak perlu menghitung suara yang terbuang. Namun demikian, patut disadari pemilihan dengan sistem distrik juga mengandung berbagai kelemahan, diantaranya: 27 1. Sistem ini mengakibatkan tidak terhindarkannya marginalisasi partai-partai kecil dan golongan minoritas.. Keterwakilan partai kecil dalam lembaga perwakilan akan tidak bersifat proporsional dibanding jumlah total suara yang diperoleh partai itu secara nasional. Demikian juga dengan golongan minoritas, apalagi terpencar dalam distrik yang berbeda. 2. Sistem distrik ini juga cenderung mengabaikan suara rakyat yang memilih calon yang kalah. Artinya jika seseorang memenangkan pemilihan disuatu distrik dengan angka 52 persen, maka suara 49 persen sisanya tidak diperhitungkan sama sekali. Akibatnya tanpa komitmen yang kuat pada demokrasi, kemenangan seorang calon dari suatu partai belum tentu mewakili aspirasi murni masyarakat pemilih didistriknya, yang pada gilirannya setelah terpilih, siwakil rakyat akan cenderung menempatkan para pemilih partai kalah pada posisi tak terwakili. 3. Sistem ini dapat menimbulkan kecenderungan bahwa wakil rakyat yang bersangkutan akan lebih memperhatikan kepentingan rakyat pemilih di distrik yang bersangkutan daripada kepentingan nasional yang lebih luas. 4. Dalam masyarakat yang heterogen atas dasar ras, suku, dan agama, sistem ini dianggap kurang efektif. Karena itu, ada anggapan bahwa sistem ini memerlukan prasyarat adanya suatu kebudayaan nasional yang terpadu secara ideologi dan etnis. Namun sebaliknya, kekurangan yang terakhir ini, dapat pula disebut sebagai kelebihan atau keuntungan dari sistem distrik, yaitu dalam kondisi masyarakat yang sangat heterogen, penerapan sistem ini dalam 27 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1996, hlm. 29-30. Universitas Sumatera Utara jangka panjang dapat membantu untuk mengintegrasikan berbagai potensi yang beraneka ragam itu. Pada tingkat nasional, wakil-wakil rakyat di parlemen akan benar-benar mencerminkan keberagaman etnis, suku, agama, geografis, dan bahkan tingkat sosial yang ada dalam masyarakat. Hal ini tentu sejalan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika yang menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia sejak dahulu. 28 b. Sistem proporsional multy member constituency. Sistem ini pada dasarnya dimaksudkan untuk menghilangkan beberapa kelemahan dari sistem distrik. Sistem perwakilan proporsional ini adalah sistem dimana presentase kursi di badan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada tiap-tiap partai politik disesuaikan dengan presentase jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik itu. Apabila sebuah partai besar memperoleh suara 40 persen, maka partai tersebut harus mendapatkan kursi 40 persen, demikian juga dengan sebuah partai kecil dengan 10 persen suara haru mendapat 10 persen kursi. 29 Oleh karena itu dalam sistem ini, masyarakat pemilih dibagi dalam beberapa unit besar wilayah dalam suatu negara. Suatu wilayah negara merupakan suatu daerah pemilihan, maka sisa suara disuatu daerah dapat ditambahkan dengan suara yang diperoleh dari daerah lain stembus 28 Ibid. 29 Peter Harris dan Ben Reilly, Demokrasi dan Konflik Yang Mengakar : Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator, Jakarta: International IDEA, 2000, hlm. 197. Universitas Sumatera Utara accord, sehingga besar kemungkinan setiap organisasi peserta pemilihan umum memperoleh kursi atau wakil diparlemen. Sistem perwakilan berimbang ini dikombinasikan dengan beberapa prosedur lain, diantaranya dengan sistem daftar list system. Sistem daftar banyak variasinya, tetapi pada umumnya dalam sistem daftar setiap partai atau golongan mengajukan satu daftar calon dan si pemilih memilih satu partai dengan semua calon yang diajukan oleh partai itu untuk bermacam-macam kursi yang sedang diperebutkan. 30 Oleh karena itu, dalam tataran teoritis, sistem ini mengandung beberapa kelebihan, diantaranya: 31 1. Dalam hubungan antara anggota lembaga perwakilan rakyat yang terpilih dengan partai politik, sistem ini dianggap lebih representatif, karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat dalam pemilihan umum. 2. Dalam hubungannya dengan suara para pemilih, sistem ini dipandang lebih demokratis, dalam arti lebih egalitarian karena asas one man one vote dilaksanakan secara penuh, praktis tanpa ada suara yang hilang. Implikasinya, semua kelompaok dalam masyarakat, termasuk kelompok minoritas mempunyai peluang untuk terwakili dalam parlemen, sehingga dianggap memenuhi asas keadilan sense of justice. 3. Sistem ini tidak ada distorsi, dalam arti tidak ada suara yang terbuang, melainkan dapat digabungkan dengan suara dari daerah pemilihan lainnya. 30 Saifullah Yusuf dan Fahruddin Salim, Pergulatan Indonesia Membangun Demokrasi, Jakarta: Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, 2000, hlm. 107. 31 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta: Gama Media, 1999, hlm. 225-226. Universitas Sumatera Utara Akan tetapi juga, sistem ini mengandung berbagai kelemahan atau kekurangan, diantaranya sebagai berikut: 32 1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai politik, sehingga mengakibatkan timbulnya partai politik baru. Oleh karena itu, sistem ini tidak menjurus kepada integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, melainkan kecenderungan untuk mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk memanfaatkan persamaan-persamaan. 2. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatan dengan warga yang telah memilihnya, baik karena luasnya wilayah pemilihan sehingga sulit untuk dikenal banyak orang maupun karena dominannya peran partai dari pada kualitas, integritas dan popularitas seseorang, sehingga wakil yang terpilih lebih terikat kepada partai politik yang mencalonkan dan kurang loyalitas kepada masyarakat yang memilihnya. 3. Banyaknya partai politik mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil, lebih-lebih dalam sistem pemerintahan parlementer. Hal ini disebabkan karena pembentukan pemerintahan atau kabinet harus didasarkan atas kerjasama koalisi antar dua partai politik atau lebih. 2. Sistem Pemilihan Organis. G.Y. Wolhoff , mengemukakan: Dalam sistem organis rakyat dipandang sebagai sejumlah individu- individu yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup seperti genealogi rumah tangga, iteritorial desa, kota, daerah, fungsional spesial ekonomi, industri, lapisan-lapisan sosial buruh, tani, cendikiawan, dan lembaga-lembaga sosial universitas. Masyarakat dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri atas organ-organ yang mempunyai kedudukan dan fungsi tertentu dalam totalite organisme itu. Berdasarkan pandangan ini persekutuan-persekutuan hidup itulah yang diutamakan sebagai pengendali hak pilih, atau dengan perkataan lain sebagai pengendali untuk mengutus wakil-wakil kepada perwakilan masyarakat. 33 32 Ibid. 33 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum Di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1987, hlm. 171. Universitas Sumatera Utara Dalam sistem pemilihan organis ini partai-partai tidak perlu dikembangkan, karena pemlihan diselenggarakan dan dipimpin oleh setiap persekutuan hidup dalam lingkungan sendiri. Dengan demikian dalam sistem organis hak suara terletak pada kelompok. Badan perwakilan menurut sistem organisme ini didasarkan pada pengangkatan, sehingga bersifat badan perwakilan kepentingan-kepentingan khusus persekutuan hidup yang biasa disebut Dewan Korporatif. 34 Oleh karena itu, dalam sistem ini yang melalui persekutuan hidup, mungkin ada pemilih, mungkin juga tidak, tetapi itu tidak penting, karena yang terpenting adalah persekutuan-persekutuan hidup ini mengirimkan wakil-wakilnya ke lembaga perwakilan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan atau yang disepakati dalam undang-undang negara yang bersangkutan. 35 Berdasarkan pandangan yang demikian, kedudukan lembaga perwakilan ini agak lemah karena hanya didasarkan pada persekutuan hidup, sehingga pada umumnya apabila lembaga ini hendak menetapkan undang-undang yang menyangkut hak-hak rakyat, meskipun undang-undang tersebut telah disetujui lembaga perwakilan, akan tetapi baru berlaku setelah disetujui oleh rakyat melalui referendum. 36 34 Abdul Bari Azed, op.cit, hlm. 8. 35 Bintan R. Saragih, op.cit, hlm. 172. 36 Ibid. Universitas Sumatera Utara Dinegara yang menganut susunan perwakilan rakyat bikameral, beberapa negara menggunakan gabungan sistem pemilihan organis dan sistem pemilihan mekanis, seperti halnya di Inggris perwakilan itu dinamakan parliement, yang terdiri atas house of lord dan house of commons. Anggota- anggota house of lord lebih berdasarkan kedudukan misalnya bangsawan, pemuka-pemuka agama, hakim-hakim tinggi. Sedangkan house of commons terdiri dari wakl-wakil yang dipilih langsung oleh rakyat. 37 Di Indonesia dalam rangka Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen ke empat, keanggotaan Majelis Permusyawaratan rakyat terdiri atas lembaga perwakilan rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum, terdapat juga Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang didasarkan pada pengangkatan. Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum pemilihan umum 2004, masih terdapat anggota yang diangkat yaitu dari Fraksi ABRI.

2. Kerangka konsepsi.