Analisis pendapatan pucuk teh (studi kasus: pusat penelitian teh dan dan kebun percobaan pasir sarongge desa ciputri, kabupaten Cianjur)

(1)

ANALISIS PENDAPATAN PUCUK TEH

(Studi Kasus: Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur)

Ratna Dewi Stania

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN/AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ANALISIS PENDAPATAN PUCUK TEH

(Studi Kasus: Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur)

Ratna Dewi Stania

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN/AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Skripsi berjudul “Analisis Pendapatan Pucuk Teh (Studi Kasus: Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur)” yang ditulis oleh Ratna Dewi Stania NIM 103092029653 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis.

Penguji I

Menyetujui,

Penguji II

Ir. Mudatsir Najamuddin, MM. Ir. Siti Rochaeni, M. Si.

Pembimbing I

Dr. Elpawati, Ir., MP.

Pembimbing II

Ir. Junaidi, M. Si.

Dekan

Mengetahui,

Ketua Jurusan Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. NIP. 150317956

Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis

Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M.Si. NIP. 131861314


(4)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 11 Desember 2008

Ratna Dewi Stania 103092029653


(5)

RATNA DEWI STANIA, Analisis Pendapatan Pucuk Teh (Studi Kasus: Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur). (Di bawah bimbingan ELPAWATI dan JUNAIDI).

Perkebunan Indonesia mempunyai jenis komoditas perkebunan yang beragam, salah satunya adalah teh. Pada awalnya teh digunakan sebagai tanaman hias dan kemudian pemanfaatannya berkembang menjadi bahan minuman. Kandungan utama teh yang berkhasiat untuk meningkatkan kesehatan tubuh adalah polifenol. Selain berperan dalam bidang kesehatan, peran lain komoditas teh dalam perekonomian nasional cukup strategis, yaitu sebagai penghasil devisa, dampak berantai yang besar terhadap perkembangan industri lain, sumber pendapatan petani, dan fungsi konservasi lingkungan. Dalam pengembangannya, komoditas teh masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan, beberapa diantaranya seperti produktivitas tanaman belum optimal, peningkatan biaya produksi, harga jual teh rendah, dan tingkat konsumsi teh per kapita di dalam negeri masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui pendapatan pucuk teh di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge, (2) Mengetahui marjin keamanan yang perlu dicapai Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge.

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge ini merupakan perkebunan teh yang berfungsi sebagai tempat penelitian dan juga berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan untuk mendanai secara mandiri kegiatan penelitiannya. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui jumlah pendapatan pucuk teh perusahaan dengan menghitung biaya produksi pucuk teh, penerimaan pucuk teh, dan pendapatan pucuk teh. Selanjutnya analisis marjin keamanan dilakukan untuk mengetahui marjin keamanan yang perlu dicapai perusahaan dengan menghitung nilai titik impasnya terlebih dahulu.

Pada tahun 2006 bulan Juli sampai bulan Desember, total biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 286.499.245,- yang merupakan jumlah antara total biaya tetap sebesar Rp 50.323.572,- atau 17,57 % dengan total biaya tidak tetap sebesar Rp 236.175.673,- atau 82,43 % dari total biaya produksi. Total penerimaan yang diperoleh perusahaan adalah Rp 297.938.400,-, sedangkan total pendapatan yang diperoleh adalah Rp 11.439.155,-. Disamping itu, pada tahun 2007 bulan Januari sampai bulan Desember, total biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 707.802.062,- yang merupakan jumlah antara total biaya tetap sebesar Rp 128.470.083,- atau 18,15 % dengan total biaya tidak tetap sebesar Rp 579.331.979,- atau 81,85 % dari total biaya produksi. Total penerimaan yang diperoleh adalah Rp 879.713.900,-, sedangkan total pendapatan yang diperoleh perusahaan adalah Rp171.911.838,-.

Marjin keamanan yang dicapai Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2006 adalah sebesar Rp 55.181.559,-. Nilai ini menjelaskan bahwa penjualan perusahaan boleh mengalami penurunan sebesar Rp 55.181.559,-. Nilai titik impas Pusat Penelitian Teh dan Kina


(6)

berada di bawah nilai titik impas maka perusahaan akan mengalami kerugian. Sementara itu, marjin keamanan pada tahun 2007 bulan Januari sampai bulan Desember yaitu sebesar Rp 503.469.826,- yang artinya penjualan perusahaan boleh mengalami penurunan sebesar Rp 503.469.826,-. Nilai titik impas Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge tahun 2007 adalah 261.176kg atau Rp 376.244.074,-. Apabila volume penjualan perusahaan berada di bawah nilai titik impas maka perusahaan akan mengalami kerugian. Berdasarkan penjelasan tersebut, keadaan perusahaan berada dalam kondisi aman dari kerugian karena nilai marjin keamanannya masih berada di atas nilai titik impas.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pendapatan pucuk teh di Pusat Penelititan Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2006 adalah sebesar Rp 11,439,155,-. Pada tahun 2007 bulan Januari sampai bulan Desember, pendapatan pucuk teh di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun percobaan Pasir Sarongge adalah sebesar Rp 171,911,838,-. (2) Marjin keamanan yang perlu dicapai Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2006 adalah sebesar Rp 55.181.559,-. Nilai ini menjelaskan bahwa penjualan perusahaan boleh mengalami penurunan sebesar Rp 55.181.559,-. Nilai titik impas Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2006 adalah sebesar 202.298kg atau atau Rp 242.756.841,. Apabila volume penjualan perusahaan berada di bawah nilai titik impas maka perusahaan akan mengalami kerugian. Marjin keamanan pada tahun 2007 bulan Januari sampai bulan Desember yaitu sebesar Rp 503.469.826,- yang artinya penjualan perusahaan boleh mengalami penurunan sebesar Rp 503.469.826,-. Nilai titik impas Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge tahun 2007 adalah 261.176kg atau Rp 376.244.074,-. Apabila volume penjualan perusahaan berada di bawah nilai titik impas maka perusahaan akan mengalami kerugian. Berdasarkan penjelasan tersebut, keadaan perusahaan berada dalam kondisi aman dari kerugian karena nilai marjin keamanannya masih berada di atas nilai titik impas.


(7)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umat manusia menuju jalan kebaikan.

Skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Budidaya Teh di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge, Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah mengesahkan karya tulis ini sebagai skripsi.

2. Ir. Lilis Imamah Ichdayati, M. Si selaku Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan.

3. Achmad Tjahja Nugraha, SP, M. Si selaku Sekretaris Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis yang telah banyak membantu dalam kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.

4. Kedua pembimbingku Dr. Elpawati, Ir. MP dan Ir. Junaidi, M. Si yang telah mencurahkan tenaga, waktu, dan pikirannya demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Ir. Mudatsir Najamuddin, MM dan Ir. Siti Rochaeni, M. Si selaku penguji yang

telah banyak memberikan saran kepada penulis untuk memperbaiki skripsi ini. 6. Ir. Nyanjang Rusmana selaku pimpinan Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun


(8)

skripsi ini.

7. Ibu Pupu dan Ibu Nita “kembar tapi tak sama” yang selalu bersedia aku telepon untuk memberikan informasi selama penyusunan skripsi ini (tetap terus latihan main zumanya ya). Rindu dengan moment-moment waktu kita (aku, fe, Bu Pupu, Bu Nita) foto-foto, ngerekam gaya gorila dan ngobrol bareng. Hehehe.. 8. Bapak Bae, Bapak Andut, dan Kang Ano yang sudah nganterin aku ke

Gambung dan pulangnya nge-Baso walaupun hujan besar; Bapak Endang, Bapak Encep, Bapak Amin, Bapak Jun, dan keluarga besar Kebun Percobaan Pasir Sarongge yang sudah banyak membantu dan memberi aku semangat selama penelitian disana.

9. Keluarga Bapak Ajang, alm. Bapak Ahmad (aku sedih karena ternyata waktu aku selesai penelitian disana itu terakhir kali kita ngobrol), Bu Ipah, dan si kembar Tita-Teti yang sudah menyediakan tempat untuk aku nge-Kos, memberikan strawberi-raspberi, dan memberi aku rasa nyaman. Kalian sudah seperti keluarga aku juga. Terima kasih atas doa-doanya.

10. Para Dosen di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi bantuan kepada penulis.

11. Pimpinan dan pengelola perpustakaan Fakultas Sains dan Teknologi yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan.

12. Kedua orang tuaku Mama-Abah untuk dukungan dan kasih sayangnya yang tak terbatas, serta bantuan finansialnya. Maafkan bila selama ini telah tidak sadar bersikap dan berucap yang salah (Heeeheee ^.^). Semoga dengan terselesaikannya skripsi ini, menjadi awal bagi ku untuk menjadi lebih giat lagi. Aaamiin.


(9)

dorongannya. Kang Boy, Atot, Tia (thx boleh pinjem camdinya), Dini, Dinda yang turut mewarnai kehidupanku, Puri (yang ngefans berat sama RAN. Heeee,,, thanks ya laptopnya), dan Lima Laskar keponakanku yang suka tebar pesona: (Teteh Shafa “mongpidu” yang cantik, baik, penyayang; Fathia “mathia mombustik” yang lucu, cerewet, tomboy; ade Rio yang ganteng, sudah bisa berjalan, genit; Si mungil Daisy yang pinter, lucu, paling suka makanan orang dewasa, seneng jalan-jalan; dan ade Nabil yang baru lahir (ganteng deh).

14. Murda dan Abe teman seperjuangan’45 (yeeee...akhirnya kita berhasil!!), MazDas (si Bos), Teman-teman Agribisnis ’03 yang telah wisuda (Naina, Lizmut, Femon, Ephotz, Dedew, AtiQus, Ofi, Wahyu, Isal, Bang Ochid, Agus, Achay, Fidut, Iwan) terimakasih untuk apapun itu; Ojai, Adit, Mba Echa, Chaur, RiaChan, Panda, Yupi, Dongdod, Nico (ayo semangat!!!).

15. Teman-teman Agribisnis angkatan ’04 Intan (tetangga jauh), Iwa (orang yang suka aneh. Heee...), dan teman-teman Agribisnis lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

16. Teman-teman (Nunu, Ema”, Yoedi, dan Agus “ISTN”) yang sering menanyakan kabar aku. Thanks for that.


(10)

dalam penulisan nama dan gelar pada pihak-pihak tersebut. Akhirnya hanya kepada Allah SWT semua itu diserahkan. Semoga amal baik mereka diterima oleh Allah SWT. Aamin.

Wassalaamu’alaikum, Wr, Wb.

Jakarta, 11 Desember 2008


(11)

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Batasan Masalah ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis ... 6

2.1.1. Agribisnis Teh ... 6

2.1.1.1. Agribisnis Hulu (up stream-off farm agribusiness) ... 8

2.1.1.2. Usahatani (on farm agribusiness) ... 8

2.1.1.3. Agribisnis Hilir (down stream-off farm agribusiness) ... 14

2.1.1.4. Sarana Pendukung (Supporting Institution) ... 15

2.1.2. Usahatani ... 16

2.1.2.1. Pendapatan Usahatani ... 19

2.1.2.2. Marjin Keamanan (Margin of Safety) ... 20

2.2. Kerangka Pemikiran ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.2. Sumber Data ... 23

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4. Metode Analisis Data ... 24


(12)

3.5. Definisi Operasional ... 27

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Perusahaan ... 28

4.2. Keadaan Tanah dan Iklim ... 28

4.3. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 28

4.4. Visi, Misi dan Fungsi Perusahaan ... 31

4.4.1. Visi Perusahaan ... 31

4.4.2. Misi Perusahaan ... 31

4.4.3. Fungsi Perusahaan ... 32

4.5. Struktur Organisasi Perusahaan ... 33

4.6. Sarana dan Fasilitas Perusahaan ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Pendapatan Pucuk Teh ... 39

5.1.1. Biaya Produksi Pucuk Teh ... 39

5.1.2. Penerimaan Pucuk Teh ... 50

5.1.3. Pendapatan Pucuk Teh ... 52

5.2. Marjin Keamanan (Margin of Safety) ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 57

6.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(13)

Halaman

1. Rata-rata Tingkat Konsumsi Teh Dunia Tahun 2003 ... 3

2. Dosis Bahan Campuran Media Tanah untuk Pembibitan Teh ... 10

3. Produksi Teh di Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2002-2005 ... 14

4. Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia Tahun 2002-2005 ... 15

5. Penggunaan dan Luas Lahan PPTK Kebun Percobaan Pasir Sarongge Tahun 2006 dan Tahun 2007 ... 31

6. Komposisi Tenaga Kerja Kebun Percobaan Pasir Sarongge Tahun 2006 dan Tahun 2007 ... 37

7. Komponen dan Biaya Tetap Pucuk Teh Bulan Juli-Desember Tahun 2006 dan Bulan Januari-Desember Tahun 2007 ... 40

8. Komponen dan Biaya Tidak Tetap Pucuk Teh Bulan Juli-Desember Tahun 2006 ... 41

9. Komponen dan Biaya Tidak Tetap Pucuk Teh Bulan Januari-Desember Tahun 2007 ... 45

10. Total Biaya Produksi Pucuk Teh Bulan Juli-Desember Tahun 2006 dan Bulan Januari-Desember Tahun 2007 ... 49

11. Penerimaan Pucuk Teh Bulan Juli-Desember Tahun 2006 dan Bulan Januari-Desember Tahun 2007 ... 50

12. Pendapatan Pucuk Teh Bulan Juli-Desember Tahun 2006 dan Bulan Januari-Desember Tahun 2007 ... 52

13. Marjin Keamanan Bulan Juli-Desember Tahun 2006 ... 54


(14)

Halaman 1. Perkembangan Harga Teh di JTA, CTA, dan MTA (US $ cent/kg) ... 2 2. Sistem Agribisnis ... 7 3. Kerangka Pemikiran Peneliti ... 22 4. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan


(15)

Halaman

1. Daftar Pertanyaan yang Digunakan dalam Penelitian ... 62

2. Komponen dan Biaya Tetap Pucuk Teh Tahun 2006 ... 64

3. Komponen dan Biaya Tetap Pucuk Teh Tahun 2007 ... 65

4. Komponen dan Biaya Tidak Tetap Pucuk Teh Tahun 2006 ... 66

5. Komponen dan Biaya Tidak Tetap Pucuk Teh Tahun 2007 ... 67

6. Biaya Tenaga Kerja Harian Pucuk Teh Tahun 2006 ... 68

7. Biaya Tenaga Kerja Harian Pucuk Teh Tahun 2007 ... 69

8. Biaya Pupuk Pucuk Teh Tahun 2006 ... 70

9. Biaya Pupuk Pucuk Teh Tahun 2007 ... 71

10. Biaya Pestisida Pucuk Teh Tahun 2006 ... 72

11. Biaya Pestisida Pucuk Teh Tahun 2007 ... 74

12. Biaya Peralatan Pucuk Teh Tahun 2006 ... 76

13. Biaya Peralatan Pucuk Teh Tahun 2007 ... 77

14. Biaya Pengangkutan Pucuk Teh Tahun 2006 ... 78

15. Biaya Pengangkutan Pucuk Teh Tahun 2007 ... 78

16. Total Biaya Produksi Pucuk Teh Tahun 2006 ... 79

17. Total Biaya Produksi Pucuk Teh Tahun 2007 ... 80

18. Penerimaan Pucuk Teh Tahun 2006 ... 81

19. Penerimaan Pucuk Teh Tahun 2007 ... 82

20. Pendapatan Pucuk Teh Tahun 2006 ... 83

21. Pendapatan Pucuk Teh Tahun 2007 ... 84

22. Perhitungan Nilai Titik Impas Bulan Juli-Desember Tahun 2006 ... 85


(16)

25. Perhitungan Marjin Keamanan Bulan Januari-Desember Tahun 2007 ... 88 26. Surat Keterangan Penelitian ... 89


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkebunan Indonesia mempunyai jenis komoditas yang beragam, salah satunya adalah teh. Pada awalnya teh digunakan sebagai tanaman hias dan kemudian pemanfaatannya berkembang menjadi bahan minuman. Kandungan utama teh yang berkhasiat untuk meningkatkan kesehatan tubuh adalah polifenol. Beberapa manfaat yang diberikan oleh kandungan polifenol ini diantaranya adalah: (1) Mengurangi risiko penyakit jantung; (2) Membunuh sel tumor; (3) Menghambat pertumbuhan sel kanker paru-paru; (4) Menghambat pertumbuhan sel kanker usus; (5) Menghambat pertumbuhan sel kanker kulit; dan (6) Membantu melancarkan proses pencernaan makanan (Nitha, 2005; 1). Selain berperan dalam bidang kesehatan, komoditas teh juga memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai penghasil devisa, dampak berantai yang besar terhadap perkembangan industri lain, sumber pendapatan petani, dan fungsi konservasi lingkungan (Radius, 2007; 1).

Dalam pengembangannya, komoditas teh masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan. Beberapa kendala dan tantangan tersebut diantaranya seperti produktivitas tanaman belum optimal, peningkatan biaya produksi, harga jual teh rendah, dan tingkat konsumsi teh per kapita di dalam negeri masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain (Deptan, 2007; 1).


(18)

Harga teh di Jakarta Tea Auction (JTA) lebih rendah dari tempat lelang lainnya. Sebagai pembanding, sejak tahun 1990 harga teh di Jakarta Tea Auction (JTA) selalu lebih rendah dari Colombo Tea Auction (CTA). Negara Sri Lanka dijadikan sebagai pembanding karena kondisi pertehannya (Agroklimat, klon, teh orthodox) menyerupai Indonesia (PPTK, 2007; 44). Pada tahun 2007 harga jual teh Indonesia sebesar US $ 1,2dollar/kg atau US $ 120cent/kg, lebih rendah dibandingkan dengan harga jual teh Sri Lanka sebesar US $ 3,4dollar/kg atau US $ 340cent/kg (Detikhot, 2008; 1). Berikut merupakan gambar perkembangan harga teh di Jakarta Tea Auction (JTA), Colombo Tea Auction (CTA), dan Mombasa Tea Auction (MTA).

Gambar 1. Perkembangan Harga Teh di JTA, CTA, dan MTA (US $ cent/kg)


(19)

Di samping itu, tingkat konsumsi teh di Indonesia rata-ratanya masih rendah, yaitu 0,2kg/kapita/tahun bila dibandingkan dengan negara lain seperti Irlandia mencapai 3,5kg/kapita/tahun, Inggris mencapai 2,5kg/kapita/tahun, Pakistan dan India berturut-turut 1,0kg/kapita/tahun dan 0,6kg/kapita/tahun. Perbandingan tingkat konsumsi teh tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Tingkat Konsumsi Teh Dunia Tahun 2003

No. Negara Konsumsi rata-rata (kg/kapita/tahun)

1. Irlandia 3,5

2. Inggris 2,5

3. Pakistan 1,0

4. India 0,6

5. Indonesia 0,2

Sumber: (Sibuea, 2003; 1)

Menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompetitif maka perlu upaya pengkajian untuk mempertahankan teh sebagai komoditas perdagangan. Upaya tersebut dapat berupa (Ghani, 2002; 5):

1. Meningkatkan produktivitas tanaman dan tenaga kerja melalui penemuan klon baru yang unggul dan sistem mekanisasi yang menghemat penggunaan tenaga manusia.

2. Menciptakan kualitas teh jadi sesuai sasaran pasar yang beragam. 3. Upaya menciptakan biaya produksi yang bersaing.

4. Meningkatkan kualitas mencari pasar baru melalui kampanye generik dan strategi pasar yang andal.


(20)

Dalam kondisi pertehan nasional seperti yang telah dijelaskan di atas, peneliti melakukan analisis pendapatan pucuk teh di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge sebagai salah satu perkebunan yang mempunyai kegiatan budidaya dan pengolahan teh untuk mengetahui pendapatan pucuk tehnya dan mengetahui marjin keamanan yang perlu dicapai oleh perusahaan, sehingga diketahui apakah usahanya menguntungkan atau merugikan dan sampai seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapakah pendapatan pucuk teh di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge?

2. Berapakah marjin keamanan yang perlu dicapai Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pendapatan pucuk teh di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge.

2. Mengetahui marjin keamanan yang perlu dicapai Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai:

1. Proses pembelajaran bagi penulis dalam melakukan suatu penelitian. 2. Informasi mahasiswa sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Dalam penelitian ini, produk usahatani yang dianalisis adalah pucuk teh basah karena pucuk teh basah merupakan produk utama dari Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge.

2. Data produksi dan keuangan diambil dalam kurun waktu 1 tahun 6 bulan mulai bulan Juli tahun 2006 sampai bulan Desember tahun 2007 karena pada bulan Juli tahun 2006 perusahaan baru mulai menjual teh dalam bentuk pucuk basah.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Agribisnis Teh

Rahim dan Hastuti (2007; 189) menjelaskan bahwa agribisnis

(agribusiness) berasal dari kata yaitu agri (agriculture) dan bisnis (usaha

komersial). Downey dan Erickson (1987; 5) membagi agribisnis menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada para pengusaha tani untuk dapat memproduksi hasil tanaman dan ternak. Termasuk ke dalam masukan ini adalah bibit, makanan ternak, pupuk, bahan kimia, mesin pertanian, bahan bakar, dan banyak perbekalan lainnya. Sektor usahatani memproduksi hasil tanaman dan hasil ternak yang diproses dan disebarkan kepada konsumen akhir oleh sektor keluaran. Menurut Krisnamurthi (2000; 2), agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif yang terdiri dari beberapa subsistem, yaitu (1) subsistem pengadaan sarana produksi pertanian; (2) subsistem produksi usahatani; (3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri); (4) subsistem pemasaran hasil pertanian; dan (5) subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian. Subsistem kedua dan sebagian dari subsistem pertama dan ketiga di atas merupakan on-farm

agribusiness, sedangkan subsistem lainnya merupakan off-farm agribusiness


(23)

Agribisnis hulu (up stream-off farm

agribusiness)

Saprodi pertanian

Usahatani (on farm agribusiness)

Budidaya

Agribisnis hilir (down stream-off farm

agribusiness)

Pengolahan Pemasaran

Supporting Institution (pendukung)

Gambar 2. Sistem Agribisnis

(Sumber: Krisnamurthi, 2000; 3)

Agribisnis mencakup banyak sektor, seperti sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Tanaman teh

(Camellia sinensis) merupakan tanaman perkebunan yang banyak tumbuh di Asia

Tenggara dan kini telah ditanam dilebih dari tiga puluh negara. Teh menempati posisi kedua sebagai minuman terpopuler setelah air putih. Klasifikasi botani tanaman teh adalah sebagai berikut (LRPI, 2006; 1):

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Theaceae Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis L.

Tahap dalam sistem agribisnis terdiri dari empat tahap yaitu agribisnis hulu, usahatani, agribisnis hilir dan sarana pendukung. Tahap dalam sistem agribisnis teh secara lebih rinci dijabarkan dalam sub-bab di bawah ini.


(24)

2.1.1.1.Agribisnis Hulu (up stream-off farm agribusiness)

Agribisnis hulu merupakan bagian pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian seperti benih/bibit, pupuk, pestisida, peralatan, dan sarana lain (Rahim dan Hastuti, 2007; 193). Secara umum, sarana produksi yang digunakan untuk menunjang kegiatan budidaya teh terdiri dari benih/bibit teh, pupuk NPK dan pupuk daun, pestisida, peralatan seperti cangkul, polibag, gunting stek, sprayer, masker, sarung tangan, plastik sungkup, waring, dan sarana lain seperti tempat naungan pembibitan.

2.1.1.2.Usahatani (on farm agribusiness)

Proses dalam budidaya teh harus melalui beberapa tahap, yaitu tahap pembibitan, penanaman, pengelolaan tanaman (penjarangan dan penyulaman, penanaman pohon pelindung/penaungan, pembentukan bidang petik, pemangkasan, pemupukan), dan pemetikan. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan budidaya teh yaitu kesesuaian syarat tumbuh yang dikehendaki seperti tanah, suhu udara, curah hujan, intensitas cahaya matahari, kelembaban, dan ketinggian tempat.

Tanah yang serasi atau memenuhi syarat untuk tanaman teh ialah tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak bercadas serta mempunyai derajat keasaman tanah (pH) berkisar antara 4,5-5,6. Umumnya tanah yang baik untuk pertumbuhan teh terletak di lereng-lereng gunung berapi yang biasa dinamakan tanah Andisol (vulkanis muda). Di samping tanah Andisol masih ada jenis tanah lain yang serasi bersyarat untuk ditanami teh, yaitu tanah Latosol dan


(25)

tanah Podzolik. Suhu udara yang baik bagi tanaman teh adalah suhu harian yang berkisar antara 13-25ºC yang diikuti oleh cahaya matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70 %. Tanaman teh tidak tahan terhadap kekeringan, sehingga curah hujan sebaiknya tidak kurang dari 2.000mm/tahun. Teh dapat tumbuh di dataran rendah pada 100m dpl sampai di ketinggian lebih dari 1.000m dpl (LRPI, 2006; 5).

a. Pembibitan

Tanaman teh dapat diperbanyak dengan biji dan setek daun. Namun dari segi produksi, sebaiknya tanaman diperbanyak dengan setek daun. Sebelum melakukan pembibitan, terlebih dahulu dibuat naungan pembibitan dengan ukuran tinggi 2m di atas permukaan tanah, luasnya tergantung kebutuhan. Tiang ditancapkan berbaris dengan jarak 2,5m x 3m . Atap dibuat sesuai dengan keadaan setempat dengan intensitas cahaya matahari 25-30 % (LRPI, 2006; 22).

Ranting setek dapat diambil 4 bulan setelah pangkas dari pohon induk, kemudian dipotong setinggi 15cm dari bidang pangkas. Ranting setek yang digunakan adalah yang baik, sehat, berwarna hijau daun tua, tidak terdapat bekas serangan hama/penyakit dan pertumbuhan mengarah ke atas. Setek yang dipakai adalah bagian tengah ranting yang berwarna hijau tua dan memiliki satu helai daun, dipotong dengan kemiringan 45º ke arah luar dan panjangnya 3-4cm. Kemudian setek direndam di dalam larutan Dithane M-45 sebanyak 15-25 gram/liter selama 1-2 menit (LRPI, 2006; 33).


(26)

Media tanah yang digunakan berasal dari 2/3 bagian lapisan top soil dan 1/3 bagian lapisan sub soil yang telah disaring dengan saringan 1-2cm. Media tanah sebelumnya dicampur dengan pupuk, fungisida dan tawas dengan dosis seperti yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Dosis Bahan Campuran Media Tanah untuk Pembibitan Teh 3

Dosis/ m tanah Bahan campuran

Top soil Sub soil Keterangan

TSP 500g - -

KCl 500g - -

Dithane M-45 400g 300g Fumigasi

Tawas 600g 1000g Bila pH terlalu tinggi

Sumber: (LRPI, 2006; 37)

Media tanah dimasukkan ke dalam polibag ukuran 12 x 25cm dan diberi lima lubang berdiameter 0,5-1cm kemudian polibag disusun didalam bedengan (1m bedengan untuk 156-168 polibag). Satu hari sebelum tanam, bedengan disiram air. Polibag yang sudah siap dapat ditanami stek dengan posisi daun tegak, searah, dan tidak saling tindih. Setelah penanaman, siram bedengan dan tutupi dengan plastik lalu ujungnya ditimbun tanah. Plastik ditutup selama 3 bulan, dibuka jika hanya perlu pemeliharaan dan ditutup kembali. Bibit diseleksi pada saat berumur 6 atau 7 bulan (LRPI, 2006; 38).

Dalam pemeliharaan, penyulaman dapat dilakukan pada bibit yang sudah berumur 1 minggu. Pemupukan pada bibit dilakukan setelah bibit berumur 4 bulan dengan pupuk daun 15cc/liter air atau larutan urea 10-20 gram/liter, 1-2 minggu sekali. Perlakuan pengendalian hama/penyakit dengan menutup sungkup plastik


(27)

bila ada serangan, menyemprot Dithane M-45 atau Cobox pada dosis 0,1-0,2 % (LRPI, 2006; 40).

b. Penanaman

Persiapan lahan untuk penanaman, yaitu membersihkan rumput-rumput yang terdapat di sekitar lahan lalu dibakar, membuat lubang tanam sedalam lebih kurang 20cm agar sisa-sisa akar yang berasal dari tanaman sebelumnya dapat dibersihkan. Sehari sebelum penanaman, lubang tanam ditaburi pupuk dasar yaitu 11 gram urea, 5 gram TSP dan 5 gram KCl. Lubang tanam dibuat 1-2 minggu sebelum penanaman dengan ukuran 20cm x 20cm x 20cm (LRPI, 2006; 55). Sebelum

dibuat lubang tanam, lahan diajir sesuai dengan jarak tanam yang

akan dipakai. Pada kemiringan lahan datar s/d 15 %: jarak tanam 120cm x 90cm, jumlah 9.260 pohon, penanaman baris tunggal lurus. Pada kemiringan lahan 15-30 %: jarak tanam 120cm x 75cm, jumlah 11.110 pohon, penanaman baris tunggal lurus. Pada kemiringan lahan > 30 %: jarak tanam 120cm x 60cm, jumlah 13.888 pohon, penanaman sesuai kontur. Setelah lubang tanam siap, sobek polibag bagian bawah dan bagian sisi, lalu tarik ujung polibag bawah ke bagian atas sehingga tanaman terbuka. Masukkan ke dalam lubang tanam, timbun dan padatkan tanah disekeliling batang (LRPI, 2006; 53).

c. Pengelolaan Tanaman 1. Penyulaman

Tanaman mati diganti dengan tanaman baru dengan bibit yang sama, penyulaman dimulai dua minggu setelah tanam sampai dua bulan


(28)

menjelang kemarau. Bibit sulaman yang diperlukan pada tahun pertama adalah 10 % dan tahun ke dua adalah 5 %. Pada tahun ke tiga, tanaman teh mulai menghasilkan (LRPI, 2006; 60).

2. Penanaman Pohon Pelindung (Penaungan)

Pohon pelindung berfungsi sebagai penahan angin, penstabil kondisi lingkungan, dan sumber pupuk hijau yang pangkasan daunnya dihamparkan di antara tanaman teh. Mulsa dapat juga diberikan melalui penanaman rumput guatemala. Tanaman pelindung ditanam 1 tahun sebelum tanaman teh ditanam. Tanaman pelindung yang digunakan dapat berupa Leucaena glabrata, Media azedarach (mindi), atau tanaman pelindung lainnya (LRPI, 2006; 95).

3. Pembentukan Bidang Petik

Pembentukan bidang petik adalah perlakuan untuk membentuk perdu dengan percabangan yang ideal dengan bidang petik yang luas, menghasilkan pucuk sebanyak-banyaknya dalam waktu yang cepat. Pembentukan bidang petik dilakukan dengan pemangkasan (centring), perundukan (bending),dan kombinasi (centring-bending) (LRPI, 2006; 61).

4. Pemangkasan

Jika tanaman teh tidak dipangkas, maka tanaman akan tumbuh berkembang menjadi pohon tinggi, tidak akan menghasilkan pucuk yang banyak dan pemetikannya akan sulit dilakukan. Untuk dapat melakukan


(29)

pemetikan dengan mudah, maka bidang petik teh harus rendah. Bidang petik yang rendah diperoleh dengan jalan pemangkasan (LRPI, 2006; 67).

5. Pemupukan

Pemupukan bertujuan meningkatkan daya dukung tanah untuk peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis pupuk yang digunakan seperti Urea, SP-36, KCl, TSP, dan Kiserit. Pemupukan dilakukan pada musim penghujan, hal ini dilakukan agar pupuk cepat meresap ke dalam tanah dan langsung diserap oleh akar. Dalam Ghani (2002; 60) dijelaskan, pupuk daun ekonomis digunakan sebagai pengganti apabila tidak memungkinkan diberi pupuk melalui tanah.

d. Pemetikan

Pemetikan biasanya disebut juga sebagai panen. Umumnya tanaman teh diremajakan kembali setelah berumur 50 tahun. Tanaman teh memasuki saat dipetik ketika berumur 3 tahun. Daun yang dipetik adalah peko (pucuk yang tumbuh aktif), burung (pucuk yang sedang istirahat), dan kepel (daun kecil yang terletak di ketiak daun tempat ranting tumbuh). Panjang pendeknya periode pemetikan ditentukan oleh umur dan kecepatan pembentukan tunas, ketinggian tempat dan kesehatan tanaman. Pucuk teh dipetik dengan periode antara 6-12 hari. Secara keseluruhan, produksi teh yang dihasilkan di perkebunan teh Indonesia pada tahun 2002 sampai tahun 2005 secara berturut-turut yaitu sebesar 165.194 ton, 169.821 ton, 167.136 ton, dan 167.276 ton. Produksi teh yang


(30)

dihasilkan di perkebunan teh Indonesia tahun 2002 sampai tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Produksi Teh di Perkebunan Teh Indonesia Tahun 2002-2005

No. Tahun Produksi (ton)

1 2002 165.194

2 2003 169.821

3 2004 167.136

4 2005 167.276

Sumber: (Ditjenbun, 2007; 1)

2.1.1.3.Agribisnis Hilir (down stream-off farm agribusiness)

Agribisnis hilir merupakan kegiatan yang terdiri dari atas agroindustri (pengolahan hasil-hasil pertanian) dan pemasaran agribisnis (Rahim dan Hastuti, 2007; 194). Pada agribisnis teh, secara umum pucuk teh basah dapat diolah menjadi teh hijau dan teh hitam. Proses yang dilalui untuk pengolahan pucuk teh basah menjadi teh hijau, yaitu terdiri dari proses pelayuan, proses penggulungan daun, proses pengeringan, dan proses sortasi. Sedangkan untuk pengolahan pucuk teh basah menjadi teh hitam melalui proses pelayuan, proses penggulungan daun, proses fermentasi, proses pengeringan, dan proses sortasi.

Produk teh yang dijual di pasar internasional umumnya bukan berasal dari satu kebun atau pabrik, melainkan ramuan (blend) dari beberapa pabrik bahkan beberapa negara. Hal itu terjadi karena setiap perkebunan memiliki ciri mutu yang khas, sedangkan citra mutu yang dijual ke konsumen mensyaratkan kombinasi mutu yang harus dipenuhi oleh ramuan beberapa sifat khas. Atas dasar itu, dalam


(31)

perdagangan teh dikenal pedagang perantara atau disebut blender (peramu) dan

packer (pembungkus: yang memasarkan langsung ke konsumen). Kondisi

pemasaran demikian, menempatkan produsen pada posisi tawar yang kurang menguntungkan. Kelebihan pasokan serta kuatnya dominasi blender dan packer

mengakibatkan penentuan harga dikendalikan oleh pembeli (Ghani, 2002; 3). Pemasaran teh di pasar internasional dilakukan melalui sistem pelelangan

(auction), pembeli memilih dan menawar teh berdasarkan contoh dari produsen,

kemudian penawar tertinggi berhak membeli teh tersebut (Ghani, 2002; 4). Di Indonesia, produksi teh yang diekspor ke pasar internasional mengalami penurunan dari tahun 2002 sebesar 100.184 ton menjadi 88.894 ton tahun 2003, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 98.572 ton dan ekspor teh Indonesia tahun 2005 menjadi 102.389 ton. Berikut ini merupakan Tabel 4, yaitu tabel perkembangan ekspor teh Indonesia tahun 2002 sampai tahun 2005.

Tabel 4. Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia Tahun 2002-2005

No. Tahun Ekspor (ton)

1 2002 100.184

2 2003 88.894

3 2004 98.572

4 2005 102.389

Sumber: (Yanuar, 2007; 1)

2.1.1.4.Sarana Pendukung (Supporting Institution)

Sarana pendukung dalam agribisnis teh terdiri atas Pusat Penelitian, Asosiasi Teh Indonesia, dan Dewan Teh Indonesia yang bertujuan untuk


(32)

mewadahi seluruh kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders) agribisnis teh baik di hulu maupun hilir, memfasilitasi dan memperjuangkan kepentingan industri teh Indonesia dalam mewujudkan sistem dan usaha agribisnis teh yang berdaya saing, berkerakyatan dan berkelanjutan (Deptan, 2007; 1).

2.1.2. Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2007; 158), pengertian usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Prof. Bachtiar Rivai dalam Hernanto (1991; 7) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Sedangkan menurut Makeham dan Malcolm (1991; 13), usahatani (farm management) adalah cara bagaimana mengelola kegiatan-kegiatan pertanian.

Makeham dan Malcolm (1991; 7) menjelaskan di Indonesia ada dua situasi usahatani:

1. Dimana sebagian besar tenaga kerja, keterampilan dan uang berasal dari rumah tangga yang sama, dan sebagian besar produksi dikonsumsikan di keluarga yang sama, dengan sedikit surplus yang dijual ke pasar.


(33)

2. Usahatani yang sepenuhnya komersial, membeli banyak masukan dan menjual hampir semua produk.

Menurut Rahim dan Hastuti (2007; 36), beberapa unsur yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian adalah:

1. Lahan pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh unsur produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.

2. Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan unsur penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Sedangkan usahatani berskala besar menggunakan tenaga kerja luar keluarga dan memiliki tenaga kerja ahli.

Ghani (2002; 71) menambahkan bahwa dalam budidaya teh, tenaga kerja pemetikan menyerap biaya yang paling banyak dengan porsi sebesar 65-75 % dari total biaya tenaga kerja (biaya tanam), sedangkan jumlah tenaga kerja pemetikan memiliki porsi 70-80 % dari total tenaga kerja di perkebunan teh.

3. Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal terutama kegiatan dalam proses produksi. Dalam kegiatan proses tersebut modal


(34)

dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya produksi yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi. Sedangkan modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

4. Pupuk

Selain air sebagai konsumsi pokoknya, tanaman juga membutuhkan pupuk sebagai tambahan makanan pokok dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

5. Pestisida

Pestisida dibutuhkan tanaman untuk mencegah dan membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Adimulya (2006; 32) menambahkan bahwa, serangan hama terhadap tanaman akan meningkat pada musim kemarau. Sedangkan penyakit akan menyerang tanaman pada musim hujan.

6. Bibit

Bibit menetukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya lebih berkualitas sehingga harganya dapat bersaing di pasar.

7. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat membantu dalam segala bidang, termasuk juga membantu dalam bidang pertanian salah satunya dalam proses panen atau pasca panen.


(35)

8. Manajemen

Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi komoditas pertanian, mulai dari perencanaan

(planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan

evaluasi (evaluation).

2.1.2.1.Pendapatan Usahatani

Pendapatan atau keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 2006; 57). Analisis pendapatan usahatani dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau merugikan, sampai seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut (Soekartawi, 2006; 82).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara volume produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2006; 54). Harga jual adalah harga transaksi antara petani (penghasil) dan pembeli untuk setiap komoditas menurut satuan tempat. Satuan yang digunakan seperti satuan yang lazim dipakai pembeli/penjual secara partai besar, misalnya : kg, kwintal, ikat, dan sebagainya (BPS, 2006; 6).

Secara umum biaya merupakan pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Makeham dan Malcolm (1991; 93), biaya produksi merupakan jumlah dari dua komponen: (i) biaya tetap, yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang dihasilkan di atas lahan (biaya ini harus dibayar apakah


(36)

menghasilkan sesuatu atau tidak). Dalam Hernanto (1991; 179), biaya yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: pajak tanah, pajak air, penyusutan alat dan bangunan pertanian, pemeliharaan kerbau, pemeliharaan pompa air, traktor dan lain sebagainya. Total biaya produksi adalah total biaya tidak tetap ditambah dengan total biaya tetap; (ii) biaya tidak tetap, yang secara langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang diusahakan dan input variabel yang dipakai. Dalam Hernanto (1991; 179), biaya yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang merupakan kontrak maupun upah harian, dan sewa tanah.

2.1.2.2.Margin Keamanan (Margin of Safety)

Menurut Rahim dan Hastuti (2007; 128), secara umum margin adalah sisa, untung bersih, garis tepi, batas, dan kelonggaran. Marjin keamanan atau margin of

safety (MOS) merupakan kelebihan penjualan yang dianggarkan atau realisasi di

atas volume penjualan pada titik impas. Marjin pengaman penjualan ini menentukan seberapa banyak penjualan boleh turun sebelum perusahaan mengalami kerugian (Simamora, 1999; 169).

Untuk mengetahui nilai marjin keamanan, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu nilai titik impas penjualan. Suatu perusahaan dikatakan dalam keadaan impas (break-even), yaitu apabila hasil penjualan yang diperoleh untuk periode tertentu sama besarnya dengan keseluruhan biaya yang telah dikorbankan, sehingga perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau menderita kerugian. Dari


(37)

uraian tersebut dapat dikatakan bahwa titik impas atau break even point (BEP) adalah suatu cara yang digunakan untuk mengetahui atau merencanakan pada volume produksi atau volume penjualan berapakah suatu perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Jumingan, 2006; 183).

2.2. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan pucuk teh segar di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge, Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur. Pendapatan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya produksi. Penerimaan ini berasal dari total produksi dikali dengan harga jual. Sedangkan biaya produksi berasal dari jumlah antara total biaya tetap dan total biaya tidak tetap.

Setelah diperoleh hasil analisis pendapatan usahatani, lalu dilakukan perhitungan marjin keamanan atau margin of safety (MOS) untuk menilai sejauh mana tingkat penjualan boleh turun sebelum mengalami kerugian. Alur kerangka pemikiran peneliti dapat dilihat pada Gambar 3.


(38)

Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge

Komoditas Teh

Biaya Produksi biaya tetap biaya tidak tetap total biaya

Penerimaan total produksi harga jual


(39)

Analisis Pendapatan

Marjin Keamanan (Margin of Safety)

Hasil

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Peneliti


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge yang berlokasi di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2008. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge ini merupakan perkebunan teh yang berfungsi sebagai tempat penelitian dan juga berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan untuk mendanai secara mandiri kegiatan penelitiannya.

3.2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari artikel mengenai teh, literatur mengenai budidaya teh, usahatani, marjin keamanan, dokumen perusahaan seperti data volume produksi dan biaya produksi yang berasal dari laporan keuangan perusahaan bulan Juli tahun 2006 sampai bulan Desember tahun 2007 yang diolah dan digunakan dalam perhitungan pendapatan dan marjin keamanan perusahaan.


(41)

Peneliti melakukan pengumpulan data yang diperlukan melalui beberapa cara, yaitu:

1. Observasi

Observasi dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian sehingga diperoleh gambaran tentang aktivitas usahatani teh. 2. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada pimpinan dan staf bagian administrasi sehingga diperoleh informasi mengenai gambaran perusahaan dan penjualan pucuk teh. Daftar pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4. Metode Analisis Data 3.4.1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif diperoleh dari analisis pendapatan untuk mengetahui jumlah pendapatan pucuk teh perusahaan dan selanjutnya menganalisis marjin keamanan untuk mengetahui marjin keamanan yang perlu dicapai perusahaan sebelum perusahaan mengalami kerugian.

3.4.1.1.Analisis Pendapatan

Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Penerimaan berasal dari perkalian antara total produksi dengan harga jual. Sedangkan biaya produksi berasal dari jumlah antara total biaya tidak tetap dan


(42)

total biaya tetap. Perhitungan penerimaan dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2006; 54):

Penerimaan = Total produksi x Harga

Perhitungan biaya produksi dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2006; 56): Biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC):

n

X

i

Px

i

i =1

Dimana:

Xi : Jumlah input yang membentuk biaya Pxi : Harga input n

: Macam input

Total biaya produksi (TC): TC = FC + VC

Sedangkan untuk perhitungan pendapatan dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2006 ; 58):

Pendapatan = Penerimaan total – Total biaya

3.4.1.2.Marjin Keamanan (Margin of Safety)

Perhitungan marjin keamanan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Simamora, 1999; 169):


(43)

x 100%

Persentase MOS = M arg in of Safety

Penjualan

Semakin besar nilai MOS, maka semakin baik bagi perusahaan. Karena semakin tinggi nilai MOS maka toleransi terhadap penurunan volume penjualan / penerimaan juga tinggi.

Untuk menghitung nilai titik impas atau break even point (BEP) digunakan rumus seperti berikut (Jumingan, 2006; 191):

BEP ( penjualan) =

Dimana:

FC

1 −VC

S

BEP : Penjualan pada titik impas (dalam rupiah) FC : Biaya tetap keseluruhan (fixed cost)

VC : Biaya variabel keseluruhan (variable cost) S : Hasil penjualan keseluruhan

1 : Konstanta

BEP ( produksi) = FC

P V

Dimana:

BEP : Penjualan pada titik impas (dalam unit) P : Harga jual per unit

V : Biaya variabel per unit


(44)

3.5. Definisi Operasional

1. Total Biaya Produksi (Total Cost) adalah jumlah total biaya, baik yang bersifat tetap maupun tidak tetap.

2. Biaya Tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang jumlahnya selalu sama dan tidak dipengaruhi oleh volume (kapasitas) produksi.

3. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) adalah biaya yang jumlahnya berubah sebanding dengan perubahan volume (kapasitas) produksi.

4. Penerimaan atau penjualan adalah nilai produksi yang diperoleh dari hasil perkalian volume produksi total dengan harga jual.

5. Harga jual adalah harga transaksi antara petani/penghasil dan pembeli untuk setiap komoditas.

6. Pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya produksi.


(45)

4.1. Lokasi Perusahaan

Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge terletak di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kebun Percobaan Sarongge berjarak 16km dari kota Cianjur dengan ketinggian tempat 1.120–1.200m dpl.

4.2. Keadaan Tanah dan Iklim

Keadaan tanah di Kebun Percobaan Pasir Sarongge adalah berjenis andisols (tanah dewasa) dan entisols (tanah muda), derajat keasaman (pH) 4,5 – 5,5 dan topografi tanah datar sampai melandai dengan kemiringan lahan < 35 %. Keadaan iklim dengan curah hujan rata-rata 3.794mm/th, rata-rata hari hujan 199 hari/tahun dan suhu lingkungan 26 ºC.

4.3. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Pada tahun 1893, R. J. Kerkhoven dari Soekaboemische Landbouw

Vereniging (Asosiasi Pertanian Sukabumi) mengadakan kerja sama dengan Dr.

Treub, Direktur Kebun Raya Bogor, untuk melakukan penelitian lebih mendalam khusus terhadap tanaman teh. Kemudian pada tahun 1902 dibentuk Balai Penelitian Budidaya Teh (Proefstation voor de Theecultuur) yang dipimpin oleh Dr. Nanningar.


(46)

Pada perkembangannya, dalam upaya untuk meningkatkan kembali penelitian teh dan kina, maka tahun 1964 Badan Pimpinan Umum Pusat Perkebunan Negara Aneka Tanaman (BPU-PPN Aneka Tanaman) mendirikan Pusat Penelitian Budidaya Teh dan Kina.

Pusat Penelitian Budidaya Teh dan Kina dibentuk kembali oleh Departemen Pertanian menjadi Balai Penelitian Teh dan Kina Gambung berdasarkan SK Menteri Pertanian tanggal 10 Januari 1973 No. 14/Kpts/Um/I/1973 yang berisi tentang penyelenggaraan penelitian bidang teh dan kina. Pada saat itu kewenangan pengelolaan perkebunan negara (PT Perkebunan I- XXXII) masih dipegang oleh Departemen Pertanian sampai dengan tahun 1990- an. Hal tersebut memudahkan pengalokasian dana untuk pusat penelitian.

Seiring pengalihan pemerintahan, Menteri Pertanian menginstruksikan kepada Biro Tata Usaha Badan Usaha Milik Negara (termasuk di dalamnya PT Perkebunan (PTP) yang kini menjadi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I-XIV) agar PT Perkebunan berasosiasi membentuk Asosiasi Penelitian Perkebunan. Selanjutnya, asosiasi ini diberikan kewenangan mengelola pusat-pusat penelitian perkebunan yang selama ini mendapatkan dana dari PT Perkebunan Nusantara.

Pembentukan asosiasi baru dilakukan tahun 1989 dengan nama Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP3I). Seiring dengan telah terbentuknya AP3I, Menteri Pertanian menerbitkan Surat Keputusan Nomor 823/Kpts/KB/110/II/1989 yang berisi tentang menyerahkelolakan aset berbagai penelitian perkebunan untuk dikelola AP3I yang kini menjadi Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI), termasuk Balai Penelitian Teh dan Kina (BPTK)


(47)

yang kemudian namanya dirubah menjadi Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung (Puslitbun Gambung).

Selanjutnya pada tahun 2002, Pusat Penelitian Teh dan Kina berada di bawah Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) – Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI). Pendirian Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung bertujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari produksi serta memecahkan permasalahan yang timbul atau diduga akan timbul di bidang pengusahaan komoditas tersebut.

Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung memiliki tiga kebun percobaan yang diarahkan untuk menghasilkan dana, disamping melakukan kegiatan penelitian. Kebun Percobaan Pasir Sarongge merupakan salah satu kebun percobaan yang dimiliki oleh Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung diantara dua kebun percobaan lainnya, yaitu Kebun Percobaan Cinchona Pangalengan Bandung Selatan dan Kebun Percobaan Simalungun Pematang Siantar Sumatera Utara. Kebun Percobaan Pasir Sarongge ini sendiri sudah berdiri sejak tanaman teh telah ditanam tahun 1902. Jenis kegiatan yang ada di Kebun Percobaan Pasir Sarongge ini adalah budidaya teh, pengolahan teh hijau, dan penyewaan wisma. Sedangkan produk yang dihasilkan adalah pucuk teh basah (sebagai produk utama) dan bahan stek tanaman (cutting).

Kebun Percobaan Pasir Sarongge memiliki total luas lahan 72,300ha. Tanah tersebut digunakan sebagai lahan Tanaman Teh Menghasilkan (TM), Tanaman Teh Belum Menghasilkan (TBM), Kebun Induk, Kebun Kina,


(48)

Pembibitan, Kebun sayur (ex), Emplasemen, dan Jalan Kebun. Luas dari setiap penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penggunaan dan Luas Lahan PPTK Kebun Percobaan Pasir Sarongge Tahun 2006 dan Tahun 2007

Luas Lahan (ha) Penggunaan Lahan

2006 2007

Tanaman Teh Menghasilkan (TM) 57,405 58,780

Tanaman Teh Belum Menghasilkan (TBM) 5,125 3,875

Kebun Induk 2,875 2,875

Kebun Kina 0,750 0,750

Pembibitan 0,250 0,125

Kebun sayur (ex) 1,000 1,000

Emplasemen 3,780 3,780

Jalan Kebun 1,115 1,115

Total 72,300 72,300

Sumber: Dokumentasi PPTK Kebun Percobaan Pasir Sarongge

4.4. Visi, Misi dan Fungsi Perusahaan 4.4.1. Visi Perusahaan

Visi perusahaan adalah menjadikan Pusat Penelitian Teh dan Kina sebagai lembaga penelitian dan pengembangan yang terkemuka dan berguna bagi masyarakat yang bergerak di bidang agro industri teh dan kina. Sedangkan Visi perusahaan pada tahun 2020 adalah menjadi lembaga penelitian teh dan kina yang terkemuka di Asia pada 2020.

4.4.2. Misi Perusahaan

1. Mengefektifkan dan mengefisienkan kegiatan penelitian dan pengembangan komoditi teh dan kina, sehingga dapat mengatasi masalah yang timbul saat ini maupun yang diduga akan timbul dimasa mendatang.


(49)

2. Menghasilkan paket teknologi, kebijakan dan manajemen perkebunan yang dapat menghasilkan produk-produk yang memiliki keunggulan kompetitif di pasar dalam negeri dan luar negeri.

3. Menjadi tulang punggung dan motor penggerak bagi pengembangan agro industri teh dan kina.

Selain itu, misi perusahaan pada tahun 2020 adalah menghasilkan inovasi untuk kemajuan industri teh dan kina nasional dengan cara:

1. Menciptakan, merekayasa, dan mengembangkan teknologi dan rekomendasi kebijakan di bidang pertehan dan perkinaan.

2. Meningkatkan dan memelihara kepuasan Stakeholder dalam penggunaan teknologi dan pemanfaatan layanan yang dihasilkan oleh PPTK, Gambung.

3. Mengembangkan jaringan kerjasama nasional dan internasional dalam penguasaan dan pengembangan IPTEK pertehan dan perkinaan.

4. Membangun PPTK, Gambung, menjadi lembaga yang mandiri dan memiliki citra yang baik.

4.4.3. Fungsi Perusahaan

1. Media penelitian dan pengembangan agroindustri teh dan kina. 2. Sumber plasma nutfah teh dan kina.

3. Ajang pendidikan dan latihan budidaya teh dan kina. 4. Kebun contoh (show room) komiditi teh dan kina.

5. Sumber pendapatan untuk mendanai secara mandiri kegiatan penelitian.


(50)

4.5. Struktur Organisasi Perusahaan

Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Kebun Percobaan Pasir Sarongge dipimpin oleh seorang pimpinan yang membawahi tiga bagian penanggungjawab urusan yang terdiri dari seorang penanggungjawab administrasi, seorang mandor besar kebun, dan seorang penanggungjawab pabrik. Penanggungjawab administrasi membawahi tiga bagian, terdiri dari bagian administrasi kantor induk, eksploitasi wisma, dan keamanan. Mandor besar kebun juga membawahi tiga bagian, yaitu bagian pemetikan, pemeliharaan, dan penelitian. Sedangkan penanggungjawab pabrik membawahi bagian pengolahan, pemeliharaan mesin, dan pool kendaraan.

Tugas dari setiap penanggungjawab di dalam struktur organisasi Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge adalah sebagai berikut: 1. Pimpinan

a. Memimpin dan mempertanggungjawabkan seluruh karyawan kebun dan parik termasuk administrasi secara keseluruhan juga penelitian atau pesemaian.

b. Mengelola personil Kebun Percobaan Pasir Sarongge sesuai peraturan Pusat Penelitian Teh dan Kina.

c. Mengadakan hubungan dan pelayanan keluar maupun kedalam sesuai fungsi Kebun Percobaan Pasir Sarongge sebagai kebun penelitian.

d. Membuat RAB Tahunan sesuai rencana kerja yang akan dilaksanakan. e. Menerima laporan dari masing-masing bagian yang ada di Kebun


(51)

f. Menentukan perubahan kerja dan personil kerja untuk mencapai efisiensi kerja tanpa pertentangan dengan fungsi kebun sebagai kebun contoh. g. Memelihara hubungan kerja yang baik antara bagian satu dengan lainnya

di lingkungan Kebun Percobaan Pasir Sarongge maupun dengan lingkungan Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung.

h. Menjaga nama baik Kebun Percobaan Pasir Sarongge pada khususnya dan Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung umumnya.

2. Penanggungjawab Administrasi

a. Mengawasi pelaksanaan tugas di lingkungan kantor administrasi. b. Memeriksa administrasi pengeluaran teh hijau.

c. Bersama kepala pimpinan menyusun RAB Tahunan.

d. Memeriksa bukti keluar masuk keuangan Kebun Percobaan Pasir Sarongge.

e. Memeriksa buku laporan harian, buku jualan mandor, daftar upah setiap bulan sebelum dilaksanakan pembayaran upah.

f. Dalam batas tertentu mewakili kepala pimpinan apabila tidak ada di tempat atau berhalangan hadir.

3. Mandor Besar Kebun

a. Mengkoordinir kegiatan kebun (pemetikan dan panen petik, dan pemeliharaan).

b. Dalam pelaksanaan tugasnya dibantu empat orang mandor. c. Membuat rencana kerja kebun dan realisasi kerja pemetikan.


(52)

d. Bersama dengan kepala pimpinan mengontrol kebun dan memeriksa buku jualan mandor.

e. Melaporkan hasil kerja kepada kepala pimpinan.

f. Bersama dengan kepala pimpinan menentukan harga jualan untuk pekerja borongan pemeliharaan.

4. Penanggungjawab Pabrik

a. Mengkoordinir pekerjaan pabrik atau pengolahan, teknik bengkel dan kendaraan.

b. Memelihara peralatan, perlengkapan saran dan prasarana pabrik atau pengolahan.

c. Bersama dengan TU dan mandor mengawasi administrasi gudang teh hijau.

d. Dalam batas tertentu mewakili kepala pimpinan apabila tidak ada di tempat atau berhalangan hadir.


(53)

Struktur organisasi Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

PIMPINAN

PENJAB. ADM MB. KEBUN PENJAB. PABRIK

Gambar 4. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge

Jumlah keseluruhan tenaga kerja di Kebun Percobaan Pasir Sarongge pada tahun 2006 adalah 124 orang, terdiri dari seorang pimpinan, 19 orang tenaga kerja bulanan, 57 orang tenaga kerja harian tetap, dan 47 orang tenaga kerja harian musiman. Tenaga kerja harian untuk bagian perkebunan teh berjumlah 78 orang, terdiri dari 58 orang tenaga kerja pemetikan, 16 orang tenaga kerja pemeliharaan, dan empat orang tenaga kerja pembibitan. Sedangkan tahun 2007, jumlah


(54)

keseluruhan tenaga kerja Kebun Percobaan Pasir Sarongge adalah sebanyak 112 orang, terdiri dari seorang pimpinan, 20 orang tenaga kerja bulanan, 53 orang tenaga kerja harian tetap, dan 38 orang tenaga kerja musiman. Tenaga kerja harian bagian perkebunan teh berjumlah 72 orang, terdiri dari 55 orang tenaga kerja pemetikan, 14 orang tenaga kerja pemeliharaan, dan tiga orang tenaga kerja pembibitan. Secara umum, komposisi tenaga kerja di Kebun Percobaan Pasir Sarongge dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Komposisi Tenaga Kerja Kebun Percobaan Pasir Sarongge Tahun 2006 dan Tahun 2007

Status Tenaga Kerja 2006 2007

Pimpinan 1 1

Tenaga Kerja Bulanan 19 20

57 53

Tenaga Kerja Harian : • Tetap

• Musiman 47 38

Total 124 112

Sumber: Dokumentasi PPTK Kebun Percobaan Pasir Sarongge

Perbedaan antara tenaga kerja harian tetap dengan tenaga kerja harian musiman adalah pembayaran upah yang diberikan perusahaan. Tenaga kerja harian musiman tidak mendapatkan upah minggu, artinya perusahaan hanya memberi upah sesuai dengan hari aktif mereka bekerja saja (pada hari minggu tenaga kerja musiman tidak mendapat upah). Sedangkan tenaga kerja harian tetap mendapatkan upah minggu, artinya perusahaan memberikan upah sesuai hari aktif mereka bekerja dan pada hari minggu saat hari libur pun mereka juga mendapatkan upah. Ketika tenaga kerja harian musiman diseleksi untuk diangkat


(55)

menjadi tenaga kerja harian tetap, aspek yang diperhatikan oleh perusahaan sebagai dasar petimbangan adalah kinerja dan pendidikan. Aktifitas hari kerja yang berlangsung di kantor dalam satu minggu adalah mulai hari senin sampai hari jum’at, sejak pukul 07.00 pagi sampai pukul 15.00 sore.

4.6. Sarana dan Fasilitas Perusahaan

Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge memiliki sarana penunjang kegiatan produksi teh, seperti (1) kantor yang berfungsi sebagai tempat proses administrasi. Kantor tersebut terdiri dari ruang kerja pimpinan, ruang kerja karyawan, ruang penyimpanan dokumen dan komputer, ruang tamu, ruang dapur, dan ruang toilet; (2) pabrik pengolahan teh hijau. Di dalam ruangan pabrik ini dibagi menjadi ruang kantor pabrik dan ruang pengolahan yang di dalamnya terdapat alat penimbang pucuk, dua buah mesin pelayuan, tiga buah mesin penggulungan, dan dua buah mesin pengeringan; (3) gudang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan teh kering; dan (4) satu unit kendaraan dinas dan satu unit kendaraan truk pengangkut.

Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge juga memiliki fasilitas lapangan olahraga dan wisma penginapan. Di dalam wisma terdapat ruang pertemuan atau ruang sidang, ruang mushalla, ruang tv, meja biliard, ruang toilet, dan ruang kamar. Sedangkan fasilitas yang disediakan untuk para karyawan adalah jaminan kesehatan rujukan ke poliklinik dan rumah sakit terdekat.


(56)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Pendapatan Pucuk Teh

Pendapatan pucuk teh yang dianalisis adalah mulai bulan Juli tahun 2006 hingga bulan Desember tahun 2007 karena pada bulan Juli tahun 2006 perusahaan baru mulai menjual teh dalam bentuk pucuk basah. Pendapatan pucuk teh merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan pucuk teh. Setelah diketahui jumlah pendapatan pucuk tehnya, kemudian peneliti melakukan perhitungan marjin keamanan (margin of safety) untuk mengetahui sejauh mana tingkat penjualan boleh turun sebelum perusahaan mengalami kerugian.

5.1.1. Biaya Produksi Pucuk Teh

Biaya produksi pucuk teh terdiri dari biaya tetap (fixed cost), biaya tidak tetap (variable cost), dan total biaya produksi (total cost).

1. Biaya Tetap (fixed cost)

Biaya tetap merupakan biaya yang tidak langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang dihasilkan di atas lahan (biaya ini harus dibayar apakah menghasilkan sesuatu atau tidak). Berdasarkan penelitian Hartono (2002; 46), biaya tenaga kerja tetap merupakan komponen dari biaya tetap. Komponen biaya tetap dalam penelitian ini adalah biaya tenaga kerja bulanan (tenaga kerja tetap). Pusat Penelitian Teh dan Kina Kebun Percobaan Pasir Sarongge ini adalah milik pemerintah, sehingga penggunaan tanah yang dimiliki tidak dikenakan biaya pajak tanah ataupun sewa tanah. Pada Kebun Percobaan Pasir Sarongge ini juga


(57)

tidak terdapat biaya penyusutan karena biaya penyusutan dikeluarkan dan diolah oleh perusahaan pusat di Gambung. Tabel 7 di bawah ini merupakan pengeluaran biaya tetap pucuk teh pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2006 dan bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2007.

Tabel 7. Komponen dan Biaya Tetap Pucuk Teh Bulan Juli-Desember Tahun 2006 dan Bulan Januari-Desember Tahun 2007

2006 2007

Komponen

Biaya Tetap Jumlah (Rp) Rata-rata/ bulan (Rp) Jumlah (Rp) Rata-rata/ bulan (Rp) Tenaga kerja bulanan 50.323.572 8.387.262 128.470.083 10.705.840,25 Total Biaya Tetap 50.323.572 8.387.262 128.470.083 10.705.840,25

Sumber: Laporan Manajemen Bulanan Keuangan dan Umum PPTK Kebun Percobaan Pasir Sarongge (diolah), 2006-2007

Jumlah tenaga kerja bulanan tahun 2006 yang berhubungan dengan proses budidaya teh ini terdapat 11 orang tenaga kerja bulanan, sehingga hanya 11 orang tersebut yang dimasukkan ke dalam perhitungan biaya tetap ini. Total biaya tenaga kerja bulanan yang dikeluarkan oleh perusahaan pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2006 adalah sebesar Rp 50.323.572,- dengan biaya rata- rata per bulan sebesar Rp 8.387.262,-. Total biaya tetap per bulannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan total biaya tenaga kerja bulanan pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 128.470.083,- dengan biaya rata-rata per bulannya yaitu sebesar Rp 10.705.840,25,-. Rata-rata gaji tenaga kerja bulanan pada tahun 2007 mengalami kenaikan, penetapan kenaikan gaji ini ditetapkan atas dasar kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan pusat. Total biaya tetap per bulannya dapat dilihat pada Lampiran 3.


(58)

2. Biaya Tidak Tetap (variable cost)

Biaya tidak tetap merupakan biaya yang secara langsung berkaitan dengan jumlah tanaman yang diusahakan dan input variabel yang dipakai. Sesuai dengan penjelasan dalam Hernanto (1991; 179) mengenai penggolongan biaya, yang termasuk kedalam biaya tidak tetap dalam penelitian ini antara lain biaya tenaga kerja harian, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya peralatan, biaya pengangkutan, dan biaya lain-lain. Sumber dana untuk setiap penggunaan komponen dalam produksi pucuk teh yang digunakan di Kebun Percobaan Pasir Sarongge berasal dari perusahaan pusat di Gambung. Sedangkan untuk bibit, perusahaan tidak mengeluarkan biaya karena bibit yang digunakan berasal dari pohon induk teh yang ada di kebun. Komponen dan biaya tidak tetap pucuk teh disajikan pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Komponen dan Biaya Tidak Tetap Pucuk Teh Bulan Juli-Desember Tahun 2006

2006 No. Komponen

Biaya Tidak Tetap Jumlah (Rp)

Rata-rata/bulan

(Rp) (%)

1 Tenaga kerja harian 210.644.899 35.107.483,17 89,19

2 Pupuk 187.575 31.262,50 0,08

3 Pestisida 12.640.173 2.106.695,50 5,35

4 Peralatan 2.947.750 491.291,67 1,25

5 Pengangkutan 9.405.276 1.567.546 3,98

6 Lain-lain 350.000 58.333,33 0,15

Total Biaya Tidak Tetap 236.175.673 39.362.612,17 100

Sumber: Laporan Manajemen Bulanan Keuangan dan Umum PPTK Kebun Percobaan Pasir Sarongge (diolah), 2006


(59)

Berdasarkan Tabel 8 di atas, biaya tenaga kerja harian yang dikeluarkan oleh perusahaan pada bulan Juli sampai bulan Desember tahun 2006 adalah sebesar Rp 210.644.899,- atau 89,19 % dari total biaya tidak tetap dengan jumlah biaya rata-rata per bulannya sebesar Rp 35.107.483,17,-. Tenaga kerja harian ini berasal dari bagian pembibitan dan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (PTBM), pemeliharaan kebun induk, pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM), serta pemetikan. Dari beberapa bagian tersebut, pemetikan mempunyai jumlah pengeluaran yang paling besar yaitu sebesar Rp 150.786.935,- atau 71,58 % dari total biaya tenaga kerja harian dengan jumlah biaya rata-rata per bulannya Rp 25.131.155,83,- seperti yang terlihat pada Lampiran 6. Besarnya pengeluaran tersebut sesuai dengan penjelasan dalam Ghani (2002; 71) yang menyebutkan bahwa dalam budidaya teh, tenaga kerja pemetikan menyerap biaya yang paling banyak begitupun dengan jumlah tenaga kerjanya. Jumlah tenaga kerja pemetikan di Kebun Percobaan Pasir Sarongge adalah 58 orang atau 74.35 % dari total tenaga kerja perkebunan sebanyak 78 orang. Rata-rata standar upah pemetikan tahun 2006 untuk tenaga kerja harian tetap adalah Rp 434,096,- dan untuk tenaga kerja harian musiman sebesar Rp 378,750,-.

Pada pupuk, biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 187.575,- atau 0,08 % dari total biaya tidak tetap dengan jumlah biaya rata-rata per bulannya sebesar Rp 31.262,50,-. Pengeluaran biaya pupuk ini digunakan untuk bagian pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM). Pemupukan yang diberikan melalui tanah sudah diberikan pada bulan April, dan bulan Mei (semester awal) tahun 2006 dan dilakukan sebanyak dua kali. Pemupukan tanah pada bulan Januari dan


(60)

bulan Juli yang digunakan berasal dari sisa dana yang ada. Pengeluaran biaya pupuk tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8. Kecilnya biaya pupuk yang dikeluarkan perusahaan dikarenakan tidak adanya biaya untuk pemupukan tanah pada bulan Juli sampai bulan Desember (semester dua), sedangkan idealnya pupuk diberikan sebanyak empat kali aplikasi. Selain tidak ada dana pemupukan, karena pada bulan Juli sudah memasuki musim kemarau, maka perusahaan menggunakan pupuk daun yang diberikan untuk blok-blok tanaman tertentu saja agar lebih ekonomis. Dalam Ghani (2002; 60) dijelaskan, pupuk daun ekonomis digunakan sebagai pengganti apabila tidak memungkinkan diberi pupuk melalui tanah.

Pengeluaran perusahaan untuk pestisida adalah sebesar Rp 12.640.173,- atau 5,35 % dari total biaya tidak tetap dengan jumlah biaya rata-rata per bulannya sebesar Rp 2.106.695,50,-. Pestisida ini digunakan untuk pembibitan, pemeliharaan kebun induk, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan. Pengaplikasian pestisida banyak digunakan pada bagian pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM) yaitu sebesar Rp 11.876.739,- dengan biaya rata-rata per bulannya sebesar Rp 1.979.456,50,-. Adimulya (2006; 32) menjelaskan, serangan hama terhadap tanaman akan meningkat pada musim kemarau karena angin membantu penyebaran hama. Sedangkan penyakit akan menyerang tanaman pada musim hujan karena ketika musim hujan, maka kelembaban akan meningkat sehingga memicu pertumbuhan jamur yang menimbulkan penyakit. Pada Lampiran 10 terlihat di bulan Juli sampai bulan September pembelian pestisida untuk pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM) lebih besar dibandingkan


(61)

dengan bulan Oktober sampai bulan Desember, hal tersebut dikarenakan musim kemarau sehingga menyebabkan serangan hama yang lebih banyak dari bulan- bulan sebelumnya.

Biaya peralatan yang dikeluarkan pada bulan juli sampai bulan Desember tahun 2006 dalam penelitian ini terdiri dari plastik sungkup, paku, bambu, kawat, tali rapia, plastik polibag, bilik carang, waring, sarung tangan, dan buku untuk pencatatan. Jumlah biaya peralatan yang dikeluarkan perusahaan adalah sebesar Rp 2.947.750,- atau 1,25 % dengan biaya rata-rata per bulannya Rp 491.291,67,-. Pada bulan Agustus perusahaan banyak mengeluarkan biaya untuk pembelanjaan peralatan keperluan pembibitan. Biaya peralatan yang dikeluarkan dapat dilihat pada Lampiran 12.

Di samping itu, biaya pengangkutan yang dikeluarkan perusahaan adalah RP 9.405.276,- atau 3,98 % dengan jumlah biaya rata-rata per bulan yaitu Rp 1.567.546,-. Biaya pengangkutan dikeluarkan untuk pengangkutan pucuk teh dari kebun ke pabrik. Komponen yang termasuk kedalam biaya pengangkutan di penelitian ini adalah biaya upah pengemudi, bahan bakar, dan biaya pemeliharaan kendaraan. Pada bulan Desember biaya pengangkutan yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah pengeluaran yang paling besar yaitu sebesar Rp 2.570.874,-. Hal ini dikarenakan besarnya biaya untuk pemeliharaan truk sebesar Rp 1.331.667,-. Secara lebih rinci, biaya pengangkutan dapat dilihat pada Lampiran 14. Sedangkan jumlah biaya lain-lain dalam penelitian ini adalah sebesar Rp 350.000,- atau 0,15 % dengan jumlah biaya rata-rata per bulan sebesar


(62)

Rp 58.333,33,-. Biaya lain-lain yang dikeluarkan merupakan biaya dari bagian pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM).

Komponen dan biaya tidak tetap pucuk teh bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2007 terdiri dari biaya tenaga kerja harian, pupuk, pestisida, peralatan, pengangkutan, dan biaya lain-lain sesuai pada Tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9. Komponen dan Biaya Tidak Tetap Pucuk Teh Bulan Januari-Desember Tahun 2007

2007 No. Komponen Biaya Tidak Tetap Jumlah

(Rp)

Rata-rata/bulan

(Rp) (%)

1 Tenaga kerja harian 487.346.537 40.612.211,42 84,12

2 Pupuk 25.033.242 2.086.103,50 4,32

3 Pestisida 38.064.520 3.172.043,33 6,57

4 Peralatan 1.883.682 156.973,50 0,33

5 Pengangkutan 25.131.023 2.094.251,92 4,34

6 Lain-lain 1.872.975 156.081,25 0,32

Total Biaya Tidak Tetap 579.331.979 48.277.664,92 100

Sumber: Laporan Manajemen Bulanan Keuangan dan Umum PPTK Kebun Percobaan Pasir Sarongge (diolah), 2007

Berdasarkan Tabel 9 di atas, pada tahun 2007 biaya tenaga kerja harian yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 487.346.537,- atau 84,12 % dari total biaya tidak tetap dengan jumlah biaya rata-rata per bulannya adalah sebesar Rp 40.612.211,42,-. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan tersebut adalah untuk bagian pembibitan dan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (PTBM), pemeliharaan kebun induk, pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM), serta bagian pemetikan. Sama seperti dengan tahun 2006, pada tahun 2007 ini komponen biaya tenaga kerja harian bagian pemetikan memiliki jumlah pengeluaran yang paling besar yaitu Rp 353.938.959,- atau 72,62 % dari total


(63)

biaya tenaga kerja hariannya dengan biaya rata-rata per bulannya sebesar Rp 29.494.913,25,-. Pada tahun 2007, rata-rata standar upah pemetikan untuk tenaga kerja harian tetap mengalami kenaikan menjadi Rp 620.758,- dan upah tenaga kerja harian musiman menjadi Rp 570.750,-. Penetapan kenaikan standar upah ini ditetapkan atas dasar kebijakan perusahaan pusat. Jumlah tenaga kerja bagian pemetikan pada tahun 2007 berkurang menjadi 55 orang atau 76,38 % dari total tenaga kerja di perkebunan sebanyak 72 orang. Persentase jumlah tenaga kerja pemetikan tahun 2007 mengalami kenaikan karena diikuti dengan berkurangnya tenaga kerja perkebunan dari bagian pembibitan menjadi tiga orang dan bagian pemeliharaan menjadi 14 orang. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 selama satu tahun, berkurangnya jumlah tenaga kerja pemetikan tahun 2007 menyebabkan biaya tenaga kerja pemetikan yang dikeluarkan menjadi berkurang juga. Biaya dari komponen tenaga kerja harian ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

Total pengeluaran biaya pupuk tahun 2007 sebesar Rp 25.033.242,- atau 4,32 % dari total biaya tidak tetap dengan jumlah biaya rata-rata per bulan sebesar Rp 2.086.103,50,-. Biaya pupuk tersebut digunakan pada pemeliharaan kebun induk dan paling banyak digunakan pada tanaman menghasilkan (PTM). Penggunaan pupuk yang diberikan melalui tanah pada bulan Maret merupakan pengeluaran yang paling besar, pupuk tersebut merupakan gabungan dua aplikasi pemupukan dengan bulan sebelumnya. Pemupukan urea pada bulan Oktober yang diberikan untuk tanaman menghasilkan berasal dari sisa dana yang ada saja. Sama seperti dengan bulan Juli sampai bulan Desember (semester dua) tahun 2006, pada bagian tanaman menghasilkan tidak diberikan pupuk tanah dikarenakan tidak


(64)

adanya dana untuk membeli pupuk sehingga perusahaan menggunakan pupuk daun untuk blok-blok tanaman tertentu saja. Biaya pupuk daun bagian pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM) pada tahun 2007 lebih besar dari tahun 2006, karena harga pupuk daun tahun 2007 mengalami kenaikan. Biaya pupuk tahun 2007 dapat dilihat di Lampiran 9.

Di samping itu, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pembelian pestisida adalah sebesar Rp 38.064.520,- atau 6,57 % dari total biaya tidak tetap dengan biaya rata-rata per bulannya sebesar Rp 3.172.043,33,-. Biaya pestisida yang dikeluarkan untuk bagian pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM) mulai bulan Oktober sampai bulan Desember lebih besar dibandingkan dengan bulan- bulan sebelumnya, hal ini dikarenakan pada bulan tersebut sudah memasuki musim hujan yang menyebabkan kelembaban meningkat sehingga memicu pertumbuhan jamur yang menimbulkan penyakit dan menyerang tanaman produksi. Pengaplikasian pestisida diterapkan pada pembibitan, pemeliharaan kebun induk dan paling banyak dilakukan pada pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM) karena tanaman menghasilkan merupakan tanaman produksi. Rincian pengeluaran biaya pestisida dapat dilihat pada Lampiran 11.

Pada tahun 2007 perusahaan mengeluarkan biaya untuk pembelian peralatan seperti plastik sungkup dan polibag yang digunakan di bagian pembibitan. Sedangkan paku, sprayer, alat kompa, sarung tangan, masker, buku pencatatan, dan lain-lain digunakan di bagian pemeliharaan tanaman menghasilkan (PTM). Total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.883.682,- atau 0,33 % dari total biaya tidak tetap dengan jumlah biaya rata-rata per bulannya


(1)

No. Uraian

Jumlah (Juli- Desember)

1 Total Penerimaan 360,353,500 2 Total Biaya Produksi 346,559,248

3 Total Pendapatan 13,794,252

4 Rata-rata Pendapatan 2,299,042

Lampiran 21. Pendapatan Pucuk Teh Tahun 2007

No. Uraian Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total

1 Total Penerimaan 65,913,900 103,677,600 65,538,200 112,015,800 105,457,300 66,757,600 76,115,000 38,474,800 19,100,900 46,208,500 101,461,100 78,993,200 879,713,900 2 Total B. Produksi 48,327,132 59,952,850 77,388,324 60,677,519 61,422,449 53,474,540 56,661,690 50,805,902 54,047,374 52,414,910 66,430,040 66,199,332 707,8 2,062

Total

Pendapatan 17,586,768 43,724,750 -11,850,124 51,338,281 43,034,851 13,283,060 19,453,310 -12,331,102 -34,946,474 -6,206,410 35,031,060 12,793,868 171,911,838

Keterangan:

No. Uraian Jumlah (Januari-Juni)

1 Total Penerimaan 519,360,400 2 Total Biaya Produksi 361,242,814

3 Total Pendapatan 158,117,586


(2)

Lampiran 22. Perhitungan Nilai Titik Impas Bulan Juli-Desember Tahun 2006

BEP ( penjualan) =

=

FC

1 −VC

S

Rp50,323,572

1−Rp 236,175,673

Rp 297,938,400

= Rp 242,756,841.4

= Rp 242,756,841 (dibulatkan)

BEP ( produksi) = FC

P V

= Rp 50,323,572

Rp1,200 −Rp 951.24 = 202,297.6845 Kg = 202,298 Kg (dibulatkan)


(3)

Lampiran 23. Perhitungan Nilai Titik Impas Bulan Januari- Desember Tahun 2007

BEP ( penjualan) =

=

FC

1 −VC

S

Rp128,470,083

1Rp579,331,979

Rp879,713,900

= Rp 376,244,074.1

= Rp 376,244,074 (dibulatkan)

BEP ( produksi) =

=

FC

P V

Rp128,470,083

Rp1,300 −Rp 808.11

= 261,176.448 Kg


(4)

Lampiran 24. Perhitungan Marjin Keamanan Bulan Juli-Desember Tahun 2006

Marjin Keamanan = Penerimaan – Titik Impas (penjualan)

= Rp 297,938,400 - Rp 242,756,841

= Rp 55,181,559

Persentase MOS = M arg in of Safety x 100%

Penjualan

Rp 55,181,559

= x 100%

Rp 297,938,400


(5)

Lampiran 25. Perhitungan Marjin Keamanan Bulan Januari-Desember Tahun 2007

Marjin Keamanan = Penerimaan – Titik Impas (penjualan)

= Rp 879,713,900 - Rp 376,244,074

= Rp 503,469,826

Persentase MOS = M arg in of Safety x 100%


(6)

Rp 503,469,826

= x 100%

Rp 879,713,900