1. Prevalensi HIV yang tinggi.
Perilaku seksual yang berisiko diantara kalangan gay dan biseksual menyebabkan tingginya prevalensi HIV yang berarti mereka menghadapi risiko
lebih besar terkena infeksi. 2.
Kurangnya pengetahuan tentang status HIV. Peneltian menunjukkan bahwa orang yang sudah mengetahui dirinya
terinfeksi mengambil langkah-langkah untuk melindungi pasangan mereka. Namun, banyak GWL yang tidak menyadari status mereka dan mungkin tanpa
sadar akan menularkan virus kepada orang lain. 3.
Kekurangpedulian terhadap risiko. Sikap kurang peduli terhadap risiko HIV, kemungkinan memainkan peran
kunci dalam risiko HIV. Tantangan lain juga mencakup kemampuan GWL untuk menjaga perilaku yang aman secara konsisten dari waktu ke waktu, sikap
menganggap remeh risiko pribadi, dan keyakinan keliru bahwa karena kemajuan pengobatan, HIV bukan lagi merupakan ancaman kesehatan yang serius.
4. Sosial diskriminasi dan isu-isu budaya.
Untuk beberapa GWL, faktor sosial dan ekonomi, termasuk homophobia, stigma dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan dapat meningkatkan perilaku
berisiko atau menjadi penghalang untuk menerima layanan pencegahan HIV.
4.3.4. Informan Yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Berisiko dengan Pasangan Sesama Jenis.
Dalam wawancara tentang apakah informan pernah melakukan hubungan seksual dengan pasangan sesama jenis, dapat dilihat bahwa 4 informan mengatakan pernah
melakukan hubungan sesama jenis. Kemudian 1 informan mengatakan bahwa melakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hubungan seks dengan sesama jenis ke setiap pelanggannya tanpa menggunakan kondom. Dari ke 4 informan terdapat 1 orang informan yang pernah melakukan hubungan seks
dengan wanita dengan kata lain 1 orang informan ini adalah seorang biseksual, sementara 2 informan lainnya mengatakan hanya melakukan hubungan seks dengan laki-laki.
“Pernah dooonnnggg….Mmmhhh sambil mikir yah gimana lagi namanya tiap malam jualan kann…dapet pelanggan jarang yang pake kondom sihhh…”
ES, 29 tahun
“Hahahhaha…kan aku udah punya laki cinn, yaudinlahhhh…Pas 3 bulan pacaran baru deh pecah perawan gue…sekarang kami malah safety selalu
pakek kondom sama pelicin…” SA, 32 tahun
“Pernahlah dong nek… Tapi tetep slalu pakek pengaman nek…” AD, 26 tahun
“Pernah dong dek, tapi lebih seringnya sama cowok sih…awalnya dulu jarang pakek kondom tapi sekarang abang slalu pake kondom dek”.
AP, 25 tahun
Perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.
Wahyudi, 2000. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk perilaku
ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bercumbu dan senggama. Perilaku seksual yang dilakukan sebelum waktunya dapat memiliki dampak psikologis yang sangat serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah
dan lain sebagainya. Salah satu resiko melakukan hubungan seksual yang berisiko adalah kemungkinan
untuk terkena IMS. Faktor risiko tersebut meliputi, tanpa penggunaan pengaman dalam berhubungan seksual, perilaku seks pada usia dini dan berganti-ganti pasangan.
4.3.5. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Informan dalam Memeriksakan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIVAIDS di Kota Medan
Dari hasil wawancara apakah informan pernah mendengar dan mengetahui tentang adanya pelayan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS di Kota Medan serta
apakah mereka sudah pernah memeriksakan diri kesana dapat dilihat bahwa seluruh informan mengatakan bahwa mereka sudah pernah dengar dan mengetahui bahwa
terdapat pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIV AIDS gratis yang ada di Kota Medan. Namun terdapat 3 informan yang belum pernah memeriksakan diri mereka ke pelayanan
kesehatan tersebut, hal ini disebabkan karena mereka takut dan tidak berani apabila hasil dari pemeriksaan nanti menunjukkan mereka positif terkena IMS atau mengidap
HIVAIDS. Sementara itu, 1 orang informan lain menyatakan bahwa ia sudah pernah sekali
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS, dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ia negatif terkena IMS dan HIVAIDS dikarenakan ia
selalu memakai pengaman saat berhubungan seksual dengan pasangannnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Pernah denger sih cinnn, temen-temen banyak yang kasih info. Pernah dikasih tau namanya Klinik Veteran, katanya disitu gratis ya kan cinnn…
cuman belum berani aja meriksa kesana, takut boooo. Tar kalo tau kita kenak penyakit begituan malah stress, belum siap mental cinnn sambil bergidik
ngeri”. ES, 29 tahun
“Pernah dong cinnn, dikasih tau temen gitu ada tempat periksa gretongnya, cuman masih belum berani aja meriksain diri karena takut cinnn. Belum siap
aja, ngeri bayanginnya”. SA, 32 tahun
“…pernah deh nek, ada tau gitu kalo ada klinik buat periksa IMS sama HIVAIDS, dikasih tau temen-temen yang G jugak, cuman belum pernah
periksa, pengen sihh tapi gak sempat nek…” AD, 26 tahun
“Pernah dong dek…abang pernah sekali periksa kesana, ke klinik veteran, alhamdulillah dek abang masih bersih dan gak kenapa-kenapa karena abang
selalu pakek pengaman…” AP, 25 tahun
Seperti yang kita ketahui salah satu upaya pemerintah untuk menanggulangi permasalahan IMS dan HIVAIDS di kalangan GWL Gay, Waria, dan Lelaki Seks
Lelaki adalah dengan meningkatkan ketersediaan layanan pemeriksaan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS bagi kalangan GWL Gay, Waria, dan Lelaki
Seks Lelaki. Namun dengan adanya stigma dan diskriminasi memperkecil akses GWL Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki terhadap informasi dan berbagai layanan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibutuhkan terkait penanggulangan HIV dan AIDS. Hal inilah yang mengakibatkan komunitas ini sering enggan bahkan tidak mau mengakses dan memanfaat informasi serta
pelayanan kesehatan yang ada.
4.3.6. Gambaran Perilaku Informan dalam Melakukan Konseling Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIVAIDS
Dari hasil wawancara apakah informan pernah datang ke pelayanan kesehatan
khusus IMS dan HIVAIDS untuk melakukan konseling, maka dapat dilihat bahwa 3 informan mengatakan belum pernah melakukan konseling ke pelayanan kesehatan khusus
IMS dan HIVAIDS di Kota Medan. Sementara itu 1 informan lain mengatakan sudah pernah melakukan konseling sekali disaat ia memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan
IMS dan HIVAIDS.
“Gimana mau konseling cinn, periksa aja gak pernah booo…” ES, 29 tahun
“Gak pernah nekkk…malu ahhh ngomongin aib sendiri…” SA, 32 tahun “Gak pernah dek, malu sama gak berani aja…” AD, 26 tahun
“Konseling abang pernah dek, yah waktu sekali meriksain diri kepelayan kesehatan itu…” AP, 25 tahun
Salah satu cara agar komunikasi di dalam sebuah konseling dapat terjalin dengan baik yaitu seorang konselor harus mengenal baik klien yang akan menjadi sasaran
konseling. Jika kita tidak mengenal klien, maka komunikasi yang akan kita lakukan tidak akan efektif. Begitu juga dengan klien, ia juga harus mengenal sang konselor terlebih
dahulu, karena apabila ia tidak mengenal secara baik maka ia akan enggan dan malu untuk memulai pembicaraan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.7. Gambaran Perilaku Informan dalam Mendapatkan Kondom dan Pelicin Gratis di Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIVAIDS.
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada informan mengenai darimanakah biasanya informan mendapatkan kondom dan pelicin gratis, apakah ia mendapatkannya
dari pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS atau tidak, maka dapat dilihat bahwa seluruh informan tidak pernah mengambil kondom dan pelicin gratis yang tersedia
di pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS. Sementara itu 3 orang informan lainnya mengatakan bahwa mereka mendapatkan kondom dan pelicin gratis dari temean-
teman mereka yang menjadi outlet kondom gratis.
“Aku jarang banget yah pakek kondom cinnn, itupun kalo dapet pelanggan yang pengen pakek kondom biasanya dia bawak sendiri jadi gak pernah tau
mau ngambil gretongan dimana”. ES, 29 tahun
“Wuiiiihhhh, temen aku ada suka bagi-bagiin kondom sama pelicin gretong gitu nekkk, katanya dari pemerintah kannn, aku suka ngambil gitu…kalo yang
dipelayanan kesehatan gak pernah ambil…” SA, 32 tahun
“Kalo yang di pelayanan kesehatan gak pernah nek…tapi ada temen yang suka ngebagiin gratis gitu, yah aku ambil aja nekk…”
AD, 26 tahun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Ohhhhh, ada tuh temen abang yang jadi outlet kondom dan pelicin gratis dari pemerintah…jadinya sekarang abang kalo perlu kondom selalu minta dari dia.
Gak pernah abang ambil langsung di pelayanan kesehatannya”. AP, 25 tahun
Dengan adanya cakupan program HIVAIDS bagi komunitas Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki lainnya GWL antara Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
KPAN bersama dengan Jaringan GWL-INA beserta beberapa pelayanan kesehatan diatas, maka dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh komunitas GWL Gay,
Waria, dan Lelaki Seks Lelaki secara gratis.
Adapun beberapa fasilitas kesehatan gratis yang disediakan oleh beberapa pelayanan kesehatan salah satunya adalah aksesibilitas kondom dan pelicin gratis.
Aksesibilitas ini tidak hanya dilakukan di pelayanan kesehatan saja. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional KPAN bersama dengan Jaringan GWL-INA juga
mengajak siapa saja orang yang mau dan memang bisa dijadikan role model untuk menjadi outlet kondom dan pelicin gratis bagi kawan-kawan sekomunitas yang ada
dilingkungannya.
4.3.8. Persepsi Informan Mengenai Pentingnya Memeriksakan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIVAIDS.
Dari hasil wawancara kepada seluruh informan mengenai pentingnya memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS, maka dapat
dilihat`bahwa seluruh informan mengatakan bahwa memeriksakan diri kepelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS itu sangatlah penting. Adapun 3 orang informan
yang belum pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan khusus IMS dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HIVAIDS yang tersedia dikarenakan mereka masih belum siap dan takut akan hasil dari pemeriksaan tersebut jika mereka dinyatakan positif mengidap IMS dan HIVAIDS.
“Penting sih cinnn, biar kita tau gimana kondisi kesehatan, cuman masih belum siap aja sama hasilnya kalo ketauan gimana-gimana nanti cinnn”.
ES, 29 tahun
“Pentinglah nekkkk, cuman masih takut mau meriksa kesana, takut kenapa- kenapa”. SA, 32 tahun
“Penting, cuman malu sama takut aja, hehehehe”. AD, 26 tahun
“Ohh penting kalilah itu dek, biar kita tau sama kondisi kesehatan kita karena kan perilaku seksual kita berisiko tinggi. Emang sih awalnya takut kali.
Hahahhaha”. AP, 25 tahun
Salah satu tujuan dari dilaksanakannya program ini adalah untuk meningkatkan cakupan layanan konseling dan testing HIV pada GWL Gay, Waria, dan Lelaki Seks
Lelaki, meningkatkan kualitas layanan konseling dan testing HIV yang mampu melayani GWL Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki, memastikan bahwa setiap GWL Gay,
Waria, dan Lelaki Seks Lelaki yang terdiagnosis positf HIV mendapat akses ke layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS, mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap
ODHA GWL Gay, Waria, dan Lelaki Seks Lelaki , serta meningkatkan kualitas layanan perawatan dan pengobatan HIV dan AIDS.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.9. Persepsi Informan Terhadap Teman-Teman Sekomunitas yang Belum Pernah Memeriksakan Diri Ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan
HIVAIDS Dari hasil wawancara kepada para informan mengenai tanggapan mereka
terhadap teman-teman sekomunitas yang belum pernah memeriksakan diri kepelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS dapat dilihat bahwa seluruh informan mengatakan
alasan teman-teman sekomunitas lain yang belum pernah meemriksakan diri kepelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS dikarenakan mereka masih belum siap akan hasil
pemeriksaan tersebut, apabila hasil menunjukkan positif mengidap IMS dan HIVAIDS maka mereka akan mendapatkan beban mental yang luar biasa serta mendapatkan
diskriminasi dari sekitar lingkungannya
.
“Yahhh, alasan utama kawan-kawan belum mau periksa yah pastinya malu dong cinnn, sama belum siap aja gitu tau hasilnya kalo misalnya positif”. ES,
29 tahun
“Samalah sama aku dong nekkk, belum siap mental aja kaliii. Kalo nanti tau hasilnya benereran AIDS dianya malah frustasi trus gak semangat ngapa-
ngapain lagi”. SA, 32 tahun
“Ihhh cin, yaiyalah pastinya juga takut, nanti kalo misalnya beneran deh IMS sama AIDS dianya malah dikucilin, kan gak enak bangetttt”.
AD, 26 tahun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Hmmm, bagi kami dan kawan-kawan sekomunitas punya beban mental yang berat dek buat periksa kesana, karena kami kan melakukan perilaku seksual
berisiko…kalo suatu saat mereka periksa dan ternyata ada kenapa-kenapa kan jadi beban yang berat dek”.AP, 25 tahun
Berdasarkan hasil wawancara dengan seluruh informan, mereka mngungkapkan alasan teman-teman sekomunitas belum pernah atau belum mau memeriksakan diri
kepelayanan kesehatan khusus IMS dan HIVAIDS hampir sama dengan alasan mereka. Mereka belum siap untuk memikul beban psikis dan sosial apabila hasil dari pemeriksaan
tersebut mereka dinyatakan positif mengidap IMS atau HIVAIDS, terutama terhadap stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Hal inilah yang mengakibatkan komunitas ini
sering enggan bahkan tidak mau mengakses dan memanfaat informasi serta pelayanan kesehatan yang ada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V PEMBAHASAN