Tabel 4.1 Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik No
Nama Informan
Umur Tahun
Jenis Kelamin
Pendidikan Status
Perkawinan
1. ES
29 Lk
SLTP Belum kawin
2. SA
32 Lk
DIII Belum kawin
3. AD
26 Lk
S1 Belum kawin
4. AP
25 Lk
S1 Belum kawin
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa informan berjumlah 4 orang. Informan keseluruhannya berusia produktif dan seluruh informan berjenis kelamin laki-laki. Dari 4
informan terdapat 2 orang informan yang berpendidikan S1, 1orang informan berpendidikan DIII dan 1 orang informan berpendidikan SLTP. Dilihat dari segi status
perkawinan, seluruh informan berstatus belum kawin.
4.3.Gambaran Perilaku Komunitas GWL Gay, Waria dan Lelaki Seks Lelaki
dalam Memeriksakan Diri ke Pelayanan Kesehatan Khusus IMS dan HIVAIDS di Kota Medan Tahun 2012.
4.3.1 PengetahuanKesadaran Diri Informan terhadap Homoseksual.
Adapaun hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 4 orAang informan yaitu sejak kapan mereka mengetahuimenyadari dirinya seorang Gay, Waria
dan Lelaki Seks Lelaki, didapatlah hasil bahwa seluruh informan mengetahui dirinya seorang homoseksual semenjak duduk di bangku SMP.
“Hmhmhmhm waktu pertama kali aku sadar aku bencong itu yah waktu SMP… Trus jadi mulai tertarik sama cowok…” ES, 29 tahun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“…Hehehehehe aku udah sukak cowok sejak SMP sihhh…” SA, 32 tahun
“…Ehmmmm udah lupah nek sejak kapan sadarnya, tapi kalo gak salah udah sejak SMP gitu deh…” AD, 26 tahun
“Jujur deh yah dek, abang udah mulai ngerasa sukak sama cowok itu yah sejak SMP…” AP, 25 tahun
Homoseksual atau penyuka sesama jenis sudah tidak asing lagi di masyarakat modern ini dan bahkan fenomena ini sekarang sudah tampak nyata dan kasat mata
bermunculan di tempat-tempat umum. Sangat berbeda dengan tahun-tahun silam dimana para penyuka sesama jenis hanya berani tampil di tempat-tempat tertentu yang
diperuntukkan khusus bagi kalangan mereka. Kebanyakan individu berfikir bahwa tingkah laku heteroseksual dan homoseksual
adalah pola yang berbeda dan dapat mudah didefenisikan. Kenyataannya, kecenderungan akan pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama tidaklah selalu merupakan
keputusan yang tetap dapat dibuat sekali dan mengikat untuk selamanya. Sebagai contoh, tidaklah jarang bagi seorang individu, terutama laki-laki untuk melakukan eksperimen
homoseksual dimasa remaja, namun tidak melakukan tingkah laku homoseksual dimasa dewasa. Sementara beberapa individu melakukan tingkah laku heteroseksual dimasa
remaja, namun kemudian melakukan tingkah laku homoseksual dimasa dewasa.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.2. Gambaran Pengetahuan Informan Mengenai IMS dan HIVAIDS
Dari hasil wawancara tentang gambaran pengetahuan informan mengenai IMS dan HIVAIDS, dapat dilihat bahwa seluruh informan sudah pernah mendengar dan
mengetahui mengenai IMS dan HIVAIDS. Seluruh informan juga menjelaskan tentang IMS dan HIVAIDS sesuai dengan pengetahuan informan masing-masing. Keseluruhan
informan ini memiliki gambaran pengetahuan yang tidak jauh berbeda, rata-rata seluruh informan sudah tau apa itu IMS dan HIVAIDS serta apa saja penyebabnya dan beberapa
pencegahannya.
“Ohhh…tau deh dikit-dikit cinnn, kalo AIDS itu kann penyakit menular gitu kann…kalo kita main sama pacar kita musti pakek kondom gitu, biar gak
ketularan… Soalnya kan blom ada obatnya cinnn…kalo IMS taunya cuman sifilis sama raja singa doang…” ES, 29 tahun
”HIVAIDS itu kan penyakit karena lemah sistem kekebalan tubuh kita, penyakit menular dan mematikan karena belum ada obatnya kannn…kalo IMS
kan banyak kayak raja singa, herpes sama sifilis kann… Kan itu nular karena ngeseks yang gak aman nekkk. Makanya harus setia sama satu pasangan ajaa.
Trus kalo mau ngesek yah pakek kondom donggg…” SA, 32 tahun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“…kan banyak itu macam-macam IMS, raja singa, sifilis, herpes sama ada katanya namanya kutu kelamin kannnn. Trus kalo HIVAIDS yah juga
penyakit menular karena suka main sembarangan, gak pakek kondom sihhh, trus sukak main sana sini sama sembarangan orang. Bahaya banget lhoo kan
itu belum ada obatnya…” AD, 26 tahun
“…Kalo HIV itu kan virus yang menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS yah penyakit yang ditimbulkan virus HIV, itu kan penyakit yang menyerang sistem
imun. Penyebabnya yah karena berhubungan suka gonta-ganti pasangan, “jajan” sembarangan gituuu, trus gak pake kondom lagi. Kalo IMS yah
penyakit menular seksual kayak GO, sifilis trus banyak lagi macamnya…” AP, 25 tahun
IMS atau Seksually Transmitted Infection adalah suatu gangguan atau penyakit yang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. PMS
yang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling terbesar diantaranya adalah AIDS, karena dapat mengakibatkan kematian pada penderitanya.
AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik Zohra dan Raharjo, 1999. Dianawati 2003 menyatakan bahwa masalah-masalah IMS yang sering timbul
adalah: 1.
Gonorhoe Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini
adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang selaput
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lender, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang membawa penyakit ini dinamakan Gonococcus.
2. Sifilis
Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau penggunaan barang-barang dari seseorang yang tertular Misalnya: baju, handuk, dan
jarum suntik. Penyebab timbulnya penyakit ini adalah adanya kuman Treponema pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainnya seperti selaput lendir, anus,
bibir, lidah dan mulut. 3.
AIDS Sebuah singkatan Acquired Immuno Deficiency Syndrom artinya suatu gejala
menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada dasarnya setiap orang mempunyai sistem kekebalan tubuh yang dapat melindunginya dari berbagai serangan seperti virus,
kuman, dan penyakit lainnya. 4.
HIV Singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus yang
menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lemah.
4.3.3. Persepsi Informan tentang Hubungan Seksual Sesama Jenis Berisiko Tinggi dalam Menularkan IMS dan HIVAIDS.
Dari hasil wawancara tentang persepsi informan mengenai hubungan seksual sesama jenis dapat berisiko tinggi dalam menularkan IMS dan HIVAIDS dapat dilihat
bahwa seluruh informan mengatakan bahwa berhubungan seksual dengan sesama jenis memang dapat berisiko tinggi dalam menularkan IMS dan HIVAIDS. Kemudian 1 orang
informan mengatakan tetap melakukan hubungan seksual yang berisiko demi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mendapatkan uang untuk biaya kehidupan sehafri-hari. Sementara itu 3 informan lainnya juga melakukan hubungan seksual berisiko, namun hanya dengan pasangan tetapnya saja
dan menggunakan kondom.
” Emang sihh yah cinnn, paling berisiko kitanya, apalagi kita bencong2 gini kannn banyak yang gonta ganti pelanggan. Yahh mau gimana lagi kalo gak
nungging yah gak makan kan cinnn”. ES, 29 tahun
“Hemmm udah pasti berisiko sih nek…dulu sebelum punya laki aku gak mau main sembarangan nek, paling cuman ciuman peluk gitu doang…”
SA, 32 tahun
“Duhhhh ya iyalah, apalagi kalo yang sukak gonta ganti pasangan trus gak pakek kondom…gak sembarangan orang juga itupun harus pake kondom…”
AD, 26 tahun “Hahahah ya udah pastilah dek, komunitas kami ini kan satu kelompok
berisiko IMS dan HIVAIDS. Makanya kami biasanya kalo mau ML pakek kondom sama pelicin, trus sama pasangan tetap kita aja dong”.
AP, 25 tahun
Menurut CDC 2009, faktor-faktor yang meningkatkan risiko penularan HIVAIDS dikalangan GWL adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Prevalensi HIV yang tinggi.
Perilaku seksual yang berisiko diantara kalangan gay dan biseksual menyebabkan tingginya prevalensi HIV yang berarti mereka menghadapi risiko
lebih besar terkena infeksi. 2.
Kurangnya pengetahuan tentang status HIV. Peneltian menunjukkan bahwa orang yang sudah mengetahui dirinya
terinfeksi mengambil langkah-langkah untuk melindungi pasangan mereka. Namun, banyak GWL yang tidak menyadari status mereka dan mungkin tanpa
sadar akan menularkan virus kepada orang lain. 3.
Kekurangpedulian terhadap risiko. Sikap kurang peduli terhadap risiko HIV, kemungkinan memainkan peran
kunci dalam risiko HIV. Tantangan lain juga mencakup kemampuan GWL untuk menjaga perilaku yang aman secara konsisten dari waktu ke waktu, sikap
menganggap remeh risiko pribadi, dan keyakinan keliru bahwa karena kemajuan pengobatan, HIV bukan lagi merupakan ancaman kesehatan yang serius.
4. Sosial diskriminasi dan isu-isu budaya.
Untuk beberapa GWL, faktor sosial dan ekonomi, termasuk homophobia, stigma dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan dapat meningkatkan perilaku
berisiko atau menjadi penghalang untuk menerima layanan pencegahan HIV.
4.3.4. Informan Yang Pernah Melakukan Hubungan Seksual Berisiko dengan Pasangan Sesama Jenis.