Efektivitas Sterilisasi Autoklaf Pada Penggunaan Instrumen Medis Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari – Maret 2015

(1)

EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA

PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FKG USU PERIODE

JANUARI – MARET

2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AYESHA ADISTI ASBI NIM: 110600048

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial

Tahun 2015

Ayesha Adisti Asbi

Efektivitas Sterilisasi Autoklaf Pada Penggunaan Instrumen Medis di Departemen Bedah Mulut FKG USU Periode Januari – Maret 2015

x + 48 halaman

Sterilisasi merupakan tindakan untuk membunuh dan menghilangkan segala bentuk mikroorganisme termasuk spora dengan prosedur fisik atau kimia. Salah satu tujuan sterilisasi di bidang kesehatan adalah untuk mencegah terjadinya infeksi silang melalui mikroorganisme yang terdapat pada darah, saliva dan plak gigi yang dapat mengkontaminasi instrumen. Instrumen bedah yang sering secara langsung berkontak dengan bagian dalam tubuh manusia memiliki risiko menularkan penyakit oleh mikroorganisme yang sangat tinggi sehingga sangat penting untuk menjaga sterilitas dari instrumen tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas sterilisasi melalui perbedaan jumlah bakteri pada instrumen medis di Departemen Bedah Mulut FKG USU dengan menggunakan autoklaf.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dengan cara memberikan perlakuan terhadap sampel yang akan digunakan yaitu terhadap instrumen medis sebelum digunakan, perlakuan terhadap instrumen medis setelah digunakan, dan perlakuan terhadap instrumen medis setelah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri meningkat setelah selesai digunakan dan mengalami penurunan kembali setelah disterilisasi dengan autoklaf. Berdasarkan analisis statistik didapatkan perbedaan yang bermakna. Dari hasil penelitian yang didapat oleh peneliti disimpulkan bahwa


(3)

tindakan sterilisasi instrumen medis dengan menggunakan autoklaf efektif dalam menurunkan jumlah bakteri pada instrumen.


(4)

EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA

PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FKG USU PERIODE

JANUARI – MARET

2015

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AYESHA ADISTI ASBI NIM: 110600048

Pembimbing:

RAHMI SYAFLIDA, drg., Sp.BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 April 2015

Pembimbing : Tanda Tangan

Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM ……….


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 24 April 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Abdullah, drg

ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM 2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes 3. Ahyar Riza, drg., Sp.BM


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah atas segala rahmat dan karunia yang tak terhingga yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tersayang, Ayahanda Edy Effendy dan Ibunda Indrati Asbi, yang senantiasa menyayangi, mendoakan dan mendukung penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, motivasi, saran-saran serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis

2. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah berbaik hati meluangkan banyak waktu, tenaga dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG USU.

4. M. Zulkarnain, drg., M.Kes., selaku Pembantu Dekan I FKG USU yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian


(8)

5. Abang – adik yang disayangi, Ardiansyah Asbi dan Aisha Anindi Asbi serta keluarga besar Syahrial dan Asbi yang selalu menghibur dan membantu dengan penuh keikhlasan.

6. Terima kasih kepada seluruh teman yang sudah memberi dukungan selama penulis menjalani pendidikan dan selama menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki, namun penulis mengharapkan kiranya hasil karya sederhana ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 24 April 2015 Penulis,

Ayesha Adisti Asbi NIM : 110600048


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN………. ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……… iii

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR GAMBAR………... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..……… 1

1.2 Rumusan Masalah……..………... 3

1.3 Tujuan Penelitian……...………... 3

1.4 Manfaat Penelitian………...………. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan………... 5

2.2 Infeksi Silang dalam Kedokteran Gigi………..……. 5

2.2.1 Jalur Penyebaran Infeksi………….…….……… 5

2.2.2 Kontrol Infeksi di Kedokteran Gigi…..……….. 7

2.2.3 Instrumen Kedokteran Gigi...……….. 7

2.3 Sterilisasi Dalam Kedokteran Gigi……...……….. 9

2.3.1 Definisi Sterilisas.…..……….. 9

2.3.2 Metode Sterilisasi……...……… 9

2.3.2.1 Autoklaf…...……… 10

2.3.2.2 Dry-heat ...……….. 11

2.3.2.3 Khemiklaf……….. 11

2.3.2.4 Etilen Oksida ... 12


(10)

2.5 Mikroorganisme dalam Rongga Mulut... 15

2.5.1 Streptokokus mutans ………....………... 16

2.5.2 Stafilokokus sp... ………....………... 16

2.5.3 Laktobasilus sp …...………....………... 17

2.5.4 Kandida albikans.... ………....………... 17

2.6 Kerangka Teori ...………....………... 18

2.7 Kerangka Konsep ...………....………... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Rancangan Penelitian……….……… 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………..……… 20

3.2.1 Lokasi…...…………..……… 20

3.2.2 Waktu Penelitian………...……… 20

3.3 Sampel Penelitian…...………... 20

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………. 21

3.5 Alat dan Bahan Penelitian...………... 22

3.5.1 Alat...………... 22

3.5.2 Bahan Penelitian...………...…………... 23

3.6 Prosedur Penelitian...………. 23

3.6.1 Prosedur Pengambilan Sampel...……….………. 23

3.6.2 Prosedur Pembuatan Media PCA...……...………. 27

3.6.3 Prosedur Pembuatan Garam Fisiologis...…..………. 28

3.6.4 Sterilisasi Petri...………...….………. 29

3.6.5 Pengenceran dan Persiapan Media...……….………. 29

3.6.6 Perhitungan Jumlah Mikroorganisme. …..……….………. 33

3.6.7 Pembuatan Biakan Murni... ……….………. 33

3.6.8 Pewarnaan dan Pengamatan Bakteri... 34

3.7 Alur Penelitian...……….………. 36

3.8 Analisis Data...……….………. 36

BAB 4 HASIL PENELITIAN……… 38

BAB 5 PEMBAHASAN………... 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan….……… 44

6.2 Saran….……….. 44

DAFTAR PUSTAKA……..……….. 45


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kelebihan dan kekurangan metode sterilisasi ………... 13

2. Jumlah koloni bakteri sebelum dan sesudah autoklaf... 39

3. Sterilitas sampel instrumen bedah mulut dengan autoklaf... 39

4. Hasil perhitungan uji normalitas... 40


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Jalur penularan infeksi yang dapat terjadi di klinik... 6

2. Instrumen yang digunakan sebagai sampel ... 24

3. Bulyon dimasukkan kedalam pot sebanyak 10ml... 24

4. Instrumen dicelup ke bulyon sebelum digunakan ... 25

5. Bulyon diberi label A... ... 25

6. Instrumen yang selesai digunakan dicelup ke bulyon ... 25

7. Bulyon diberi label B ... ... 25

8. Instrumen dicuci bersih ... 26

9. Instrumen dibungkus rapat di medi-pack... 26

10.Instrumen disterilkan menggunakan autoklaf... 26

11.Instrumen dikeluarkan dari medi-pack... 26

12.Instrumen dicelup ke bulyon setelah diautoklaf... 27

13.Bulyon diberi label C... 27

14.PCA dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk... 27

15.Penimbangan NaCl... 28

16.Pelarutan bubuk NaCl... 28

17.Penuangan Nacl ke masing-masing tabung reaksi... 28

18.Tabung reaksi setelah ditutup kapas dan plastic wrap... 28

19.Sterilisasi bahan di autoklaf... 29

20.Cawan petri dibungkus kertas ... 29

21.Sterilisasi cawan petri menggunakan oven... 29

22.Pengambilan sampel... 30

23.Sampel dicampur ketabung rekasi... 30


(13)

25.Tabung reaksi dengan pengenceran 10-1, 10-2, 10-3... 31

26.Ujung petri dibakar dengan spiritus... 31

27.Masukkan 10ml sampel kedalam petri... 31

28.Tuang media PCA kedalam petri... 32

29.Petri digerak melingkar perlahan agar tercampur rata... 32

30.Petri yang sudah diberi label... 33

31.Petri dibungkus rapat dengan menggunakan plastic-wrap... 33

32.Petri di inkubasi didalam inkubator selama 24 jam... 33

33.NA... 34

34.Pengambilan bakteri menggunakan ose... 34

35.Hasil biakan murni dengan teknik goresan ... 34

36.Pembuatan preparat ulas... 35

37.Pemberian Kristal Violet... 35

38.Pemberian Iodin... 35

39.Pembilasan dengan Aseton Alkohol... 35

40.Pemberian Safranin... 35

41.Koloni bakteri pada instrumen... 38

42.Bakteri gram negatif... 43


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup 2. Biaya Penelitian 3. Jadwal Kegiatan

4. Gambar Hasil Penelitian 5. Hasil Analisis Statistik


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penularan infeksi dapat terjadi melalui kontak langsung dengan pasien maupun tidak langsung. Udara merupakan salah satu agen infeksi yang menyebabkan infeksi silang.1 Infeksi silang dalam kedokteran gigi secara tidak langsung dapat melalui mikroorganisme yang terdapat pada darah, saliva, dan plak gigi yang dapat mengkontaminasi tangan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi. Mikroorganismeini juga dapat mengkontaminasi instrumen dan menyebabkan infeksi silang pada peralatan kedokteran gigi yang telah digunakan, akan tetapi instrumen tersebut disterilisasi dengan cara yang tidak tepat dan digunakan kembali.2,3

Dalam penggunaannya instrumen dental sering berkontaminasi dengan saliva maupun darah.4 Selain itu dalam menjalankan profesinya dokter gigi juga tidak terlepas dari kemungkinan untuk berkontak secara langsung maupun tidak langsung dengan mikroorganisme dan saliva dalam darah penderita.5 Instrumen bedah yang sering secara langsung berkontak dengan bagian dalam tubuh manusia memiliki resiko menularkan penyakit oleh mikroorganisme yang sangat tinggi sehingga sangat penting untuk menjaga sterilitas dari instrumen tersebut.6,7 Setiap instrumen dan peralatan kedokteran gigi yang telah digunakan sebaiknya disterilisasi setiap selesai melakukan prosedur perawatan.3

Sterilisasi merupakan tindakan untuk membunuh dan menghilangkan segala bentuk mikroorganisme termasuk spora dengan prosedur fisik atau kimia.3Salah satu tujuan sterilisasi di bidang kesehatan adalah untuk mencegah terjadinya infeksi silang. Dalam kedokteran gigi, hal itu penting untuk mencegah infeksi silang terkait dengan proses sterilisasi instrumen yang digunakan kembali diantara perawatan.8 Instrumen dental dikategorikan sebagai kritis, semi kritis dan non kritis, tergantung


(16)

pada potensi risiko infeksi yang terkait dengan tujuan penggunaannya.Instrumen kritis yang digunakan menembus jaringan lunak atau tulang memiliki risiko terbesar penularan infeksi dan harus disterilisasi dengan panas. Sedangkan instrumen semikritis yang menyentuh selaput lendir atau kulit memiliki risiko penularan yang lebih rendah sehingga minimal dapat diproses dengan disinfeksi tingkat tinggi.9 Semua instrumen gigi terdiri dari tiga bagian yaitu pegangan, tangkai dan sisi aktif alat. Dimana bagian yang berpaparan langsung pada jaringan lunak ataupun selaput yaitu pada bagian aktif alat seperti beak pada tang ataupun blade pada elevator.10

Menurut Schrock pada tahun 1991, metode lengkap suatu sterilisasi dengan penggunaan luas hanya gas dengan tekanan (autoklaf), pemanasan kering dan gas etilen oksida. Perebusan serta perendaman dalam antiseptika dapat dilakukan bila alat-alat tak dapat disterilkan dengan autoklaf, pemanasan kering, dan sterilisasi dengan gas.11 Pertimbangan dalam memilih metode pembersihan dan peralatan mencakup efisiensi metode, proses, dan peralatan, kompatibilitas dengan barang yang akan dibersihkan dan pekerjaan kesehatan dan risiko terpapar.9

Proses sterilisasi dan penyimpanan alat yang digunakan untuk perawatan gigi penting untuk diperhatikan. Perlu dilakukan uji sterilitas secara berkala untuk melihat terdapatnya kontaminasi pada instrumen yang sudah disterilisasi terutama yang digunakan berulang kali. Instrumen yang sudah disterilisasi dapat dikatakan benar-benar steril jika dilakukan uji sterilitas yang menunjukkan bahwa proses sterilisasi dapat membunuh seluruh bakteri dan spora.12

Beberapa penelitian berpendapat bahwa autoklafmerupakan metode sterilisasi yang banyak dipilih oleh tenaga kesehatan karena memberikan hasil yang paling baik dalam menghilangkan segala bentuk mikroorganisme. Penelitian yang dilakukan oleh Anggia di Universitas Indonesia tahun 2012 mengenai efektivitas berbagai metode sterilisasi menunjukkan bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi terbaik karena memberikan hasil dengan jumlah bakteri yang paling minimal.13 Selain itu dalam penelitian yang dilakukan oleh Florence dalam sterilisasi alat bedah mulut di bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menunjukkan semua spora mati setelah diautoklafisasi.14Berdasarkan penelitian Karla, metode


(17)

sterilisasi dengan menggunakan autoklaf masih memiliki kelemahan seperti membuat korosi alat yang terbuat dari logam non stainless steel serta tidak bisa membunuh bakteri berukuran lebih kecil yang melekat di alat kedokteran gigi. Dibutuhkan penggunaan sinar gamma untuk membunuh mikroorganisme yang berukuran lebih kecil dan resisten terhadap panas seperti nanobakteri.15

Departemen Bedah Mulut FKG USU memiliki tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter gigi spesialis, dokter gigi umum, dan ko-as. Instrumen yang digunakan merupakan alat yang dapat dipakai berulang kali. Sebagai suatu tindakan kontrol infeksi, alat-alat tersebut harus disterilisasi sebagai prosedur standard precaution

setiap selesai digunakan. Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas sterilisasi autoklaf pada penggunaan instrumen medis di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Januari - Maret 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahanyaitu apakah ada perbedaan efek sterilisasi pada instrumen medis yang digunakan di Departemen Bedah Mulut FKG USU sebelum dan setelah menggunakan autoklaf.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas sterilisasi melalui perbedaan jumlah bakteri pada instrumen sebelum digunakan dan setelah digunakan yang kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf.


(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui perbedaan efek sterilisasi autokklaf pada instrumen medis yang digunakan di Departemen Bedah Mulut FKG USU, maka diharapkan:

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya kepada Departemen Bedah Mulut FKG-USU mengenai efektivitas dari sterilisasi dengan autoklaf.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam ilmu pengetahuan sebagai usaha pencegahan infeksi silang di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

3. Dapat memberikan manfaat perlindungan bagi pasien dan tenaga medis untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

4. Dapat menambah wawasan bagi peneliti pada khususnya bagi para dokter gigi dan instansi lainnya berkaitan dengan berbagai macam teknik sterilisasi alat kedokteran gigi.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Adanya penyakit infeksi yang disebabkan mikroorganisme tentunya menimbulkan keinginan manusia untuk meneliti dan berusaha mencegah atau mengurangi angka kejadiannya, salah satu cara yang dikembangkan adalah melalui prosedur sterilisasi. Prosedur ini merupakan suatu kewajiban dirumah sakit. Melalui prosedur ini diharapkan mikroorganisme yang terdapat pada alat-alat kedokteran gigi yang digunakan dapat dihilangkan atau diminimalkan jumlahnya.11 Sehingga, hal ini dapat menjadi salah satu usaha pencegahan infeksi silang di bidang medis.

2.2 Infeksi Silang dalam Kedokteran Gigi

Infeksi dapat timbul dikarenakan beberapa penyebab salah satunya mikroorganisme yang bersifat patogen seperti bakteri, virus, jamur, dan lain-lain. Mikroorganisme sebagai makhluk hidup harus terus berkembang biak, dan berpindah tempat untuk bertahan hidup.16 Infeksi silang adalah transmisi dari agen infeksi dan operator dalam lingkungan klinis. Infeksi silang dapat terjadi melalui jalur sebagai berikut yaitu antara pasien, dokter gigi beserta staf, instrumen dan udara. Mikroorganisme banyak sekali terdapat dirumah sakit atau klinik, karena disanalah pusat orang sakit yang mungkin saja membawa mikroorganisme yang membahayakan. Rumah sakit sebagai unit pelayanan medis tentu tak lepas dari pengobatan dan perawatan bagi pasien penderita infeksi, dengan kemungkinan mikroorganisme sebagai penyebabnya.13


(20)

2.2.1 Jalur Penyebaran Infeksi

Apabila tindakan kontrol infeksi tidak dilakukan maka akan terjadi penularan infeksi melalui jalur penularan infeksi sebagai berikut:

Gambar 1.Jalur penularan infeksi yang dapat terjadi di klinik3

Cara penularan infeksi seperti pada gambar:3

1. Kontak langsung dari jaringan dengan cairan atau darah 2. Droplets yang mengandung mikroorganisme infeksi

3. Terkontaminasi benda tajam dan instrumen yang disterilkan dengan cara yang tidak benar.

Transmisi bisa terjadi dari kontak antar orang atau melalui objek yang terkontaminasi.3 Umumnya suatu infeksi terjadi apabila terdapat inang yang sensitif, adanya mikroorganisme patogen dengan daya infeksi yang cukup dan jalur masuk yang sesuai.3 Menurut Miller dan Palenik pada tahun 2010, infeksi tidak akan terjadi bila daya tahan tubuh tinggi, virulensi dan jumlah bakteri rendah. Penularan mikroorganisme penyebab infeksi terbagi tiga yaitu infeksi silang yang disebabkan karena mikroorganisme yang didapat dari orang lain secara langsung atau tidak langsung (cross infection), infeksi lingkungan (environmental infection) yang


(21)

disebabkan oleh bakteri dari benda atau instrumen di lingkungan klinik serta air yang digunakan dan infeksi dari diri sendiri ( self infection).1

2.2.2 Kontrol infeksi di kedokteran gigi

Dokter gigi dan semua tenaga kesehatan di bidang kedokteran gigi diharapkan selalu mengasumsikan bahwa setiap pasien yang datang berpotensi membawa suatu infeksi.12 Rongga mulut pasien merupakan sumber utama penyebab infeksi. Berbagai jenis bakteri, virus dan jamur berpotensi ditularkan dalam prosedur perawatan gigi. Cara yang paling aman untuk mencegah penyebaran infeksi adalah dengan melakukan tindakan standard precautions untuk kontrol infeksi. Kontrol infeksi adalah semua cara yang dilakukan untuk mencegah penularan mikroorganisme yang berpotensi patogen.12

Pelaksanaan pencegahan infeksi ini dilakukan dengan prosedur:3 1. Evaluasi pasien

2. Perlindungan pribadi

3. Membersihkan perlengkapan 4. Penggunaan barang sekali pakai f5. Disinfeksi

6. Pembuangan sampah dengan aman

7. Teknik asepsis dalam menangani pasien dan pekerjaan di laboratorium 8. Pelatihan staff

Terjadinya infeksi berbahaya dapat dicegah dengan cara melakukan suatu tindakan pencegahan dan kontrol infeksi.3Tujuan kontrol infeksi adalah untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah jumlah mikroorganisme antar-individu atau antara individu dengan permukaan yang terkontaminasi. Salah satu upaya kontrol infeksi adalah dengan mensterilisasi alat atau instrumen serta tindakan asepsis selama perawatan hingga mencegah dapat terjadinya infeksi silang. Mensterilisasi instrumen akan menghilangkan dan mengurangi jumlah mikroba yang dapat menyebar dari satu pasien pada pasien berikutnya. Sterilisasi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.13


(22)

2.2.3 Instrumen kedokteran gigi

Beberapa alat pencabutan gigi meliputi: tiga serangkai (sonde, pinset dan kaca mulut), elevator bein, tang, jarum suntik dan karpul. Untuk menentukan tingkat sterilisasi yang sesuai, maka alat pencabutan gigi tersebut digolongkan sesuai dengan penggunaannya. Berikut ini merupakan penggolongan alat-alat tersebut:17

1. Peralatan kritis

Alat-alat yang langsung berkontak dengan daerah steril tubuh seperti semua struktur atau jaringan yang tertutup mukosa atau kulit, karena daerah tersebut rawan infeksi, contohnya jarum suntik. Sebaiknya peralatan yang termasuk dalam peralatan kritis disterilisasi dengan autoklaf sebelum dibuang.

2. Peralatan semikritis

Peralatan yang bisa bersentuhan akan tetapi tidak sampai menembus membran mukosa,contohnyasonde, pinset, kaca mulut, tang, elevator bein, kuret dan karpul. Peralatan yang termasuk dalam alat-alat semikritis dapat disterilisasi dengan menggunakan sabun yang mengandung detergen, kemudian direndam dengan menggunakan Chloroxylenol 0,5% selama 10 menit dan bilas dengan air mengalir. Setelah dilap dengan menggunakan kain steril, alat kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf.

3. Peralatan nonkritis:

Peralatan medis dan peralatan perawatan yang digunakan untuk kontak dengan kulit saja, contohnya stetoskop. Peralatan ini cukup didesinfeksi dengan desinfeksi tingkat menengah atau tingkat rendah.16

Instrumen-instrumen yang terkontaminasi atau berkontak dengan saliva dan darah harus segera dibersihkan (pre-cleaning) atau direndam (pre-soaking) dalam larutan jika instrumen tidak dapat langsung dibersihkan. Setelah itu tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan sterilisasi atau disinfeksi.18


(23)

Terdapat beberapa cara untuk dekontaminasi alat-alat bekas pakai yaitu :3

1. Sterilisasi adalah proses membunuh dan menghilangkan semua mikroorganisme dan spora dalam suatu material atau objek

2. Desinfeksi yaitu proses membunuh atau menghilangkan sel-sel vegetatif yang menyebabkan infeksi namun tidak mematikan sporanya

3. Antiseptis yaitu merupakan pengaplikasian bahan kimia secara eksternal pada permukaan benda hidup (kulit atau mukosa) untuk menghancurkan mikroorganisme atau menghambat pertumbuhannya, oleh karena itu semua agen antiseptik dapat digunakan untuk desinfeksi, tetapi tidak semua desinfektan dapat digunakan sebagai antiseptik karena toksisitasnya. Prinsip pekerjaan aseptik adalah dengan meminimalkan jumlah mikroorganisme patogen atau oportunistik dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang aman untuk jaringan hidup.

2.3 Sterilisasi dalam Kedokteran Gigi

Banyak penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, dan mikroorganisme yang bersifat patogen. Jika terdapat mikrorganisme pada daerah bekas pencabutan, maka luka bekas pencabutan akan bertambah parah dan proses penyembuhan menjadi tertunda. Dokter gigi umumnya mencegah terjadinya komplikasi pasca pencabutan ini dengan mengunakan teknik aseptik dan dengan melakukan sterilisasi pada instrumen yang digunakan selama operasi.19

2.3.1 Definisi Sterilisasi

Sterilisasi merupakan tindakan untuk membunuh dan menghilangkan segala bentuk mikroorganisme dan spora yang melekat pada peralatan medis dengan prosedur fisik atau kimia.3,18Secara fisika sterilisasi di kedokteran gigi dapat dilakukan dengan pemanasan. Sedangkan secara kimia sterilisasi dilakukan dengan menggunakan bahan yang bersifat bakteriostatik dan bakterisid seperti etilena oksida, detergen, formaldehid, alkohol dan sodium hipoklorit.3

Langkah-langkah presterilisasi sendiri terdiri dari membersihkan instrumen dengan air mengalir untuk menghilangkan debris, dilanjutkan dengan debridement


(24)

dengan ultrasonic cleaner untuk menghilangkan debris yang telah lengket dan darah yang mengering, setelah itu menggunakan disinfektan yaitu cairan pembersih enzym-based dan selanjutnya dikeringkan di udara yang panas atau dengan spons di bawah udara yang mengalir, langkah ini penting untuk menghindari kerusakan instrumen selama proses sterilisasi.18

2.3.2 Metode Sterilisasi

Ada 3 macam proses sterilisasi yang digunakan di kedokteran gigi yaitu sterilisasi panas, sterilisasi gas dan sterilisasi dengan cairan kimia. Metode sterilisasi fisika terdiri dari metode yang melibatkan pemanasan dan paling sering digunakan. Metode sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang tahan panas. Metode sterilisasi kimia dilakukan untuk bahan-bahan yang rusak bila disterilkan pada suhu tinggi, misalnya bahan-bahan yang terbuat dari plastik.Metode sterilisasi gas yaitu metode sterilisasi yang akurat terutama untuk benda-benda yang dapat rusak akibat panas dan cairan.20

Semua tindakan sterilisasi harus dilakukan menggunakan alat-alat sterilisasi yang didesain khusus untuk mensterilisasi instrumen dental. Frekuensi dilakukannya sterilisasi, temperatur dan parameter operasi lainnya harus dilakukan sebagaimana direkomendasikan (disarankan) oleh produsen alat tersebut.9

2.3.2.1 Autoklaf (Pemanasan dengan menggunakan uap bertekanan)

Sterilisasi uap adalah sterilisasi dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu pada suhu dan waktu tertentu terhadap suatu objek sehingga terjadi pelepasan energi laten uap yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversibel akibat denaturasi atau koagulasi protein sel.18 Sterilisasi dapat dilakukan pada suhu 121oCelcius pada 15psi selama 15 menit atau 132oC pada 30psi selama 3-7 menit untuk mensterilkan instrumen yang tidak dibungkus, serta tambahan 5 menit untuk instrumen yang dibungkus.2Selama proses sterilisasi, dilakukan pengaturan suhu dan waktu disesuaikan dalam suatu tahap yang disebut siklus sterilisasi. Siklussterilisasipada autoklaf dapat dibagimenjadi tigaperiodeyaitu heating-up


(25)

period, holding period dan cooling period.3 Selama waktu sterilisasi dilakukan alat tidak boleh dibuka walaupun untuk mengambil atau menambahkan instrumen. Gangguan yang terjadi selama siklus sterilisasi akan menyebabkan instrumen menjadi tidak steril yang akan membahayakan jika digunakan kepada pasien nantinya.20,21

Penggunaan autoklaf merupakan metode yang paling efektif dilakukan karena bersifat nontoksik, mudah diperoleh, dan relatif mudah dikontrol. Selain itu autoklaf juga merupakan pembawa energi termal paling efektif dan semua lapisan pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakkan, sehingga memungkinkan terjadinya koagulasi. Kebanyakan jenis mikroorganisme pada alat kedokteran gigi tidak tahan panas terhadap suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme tersebut akan mati bila melalui proses sterilisasi menggunakan autoklaf. Agar sterilisasi berjalan efektif, uap yang dihasilkan harus bisa mendorong keluar udara yang ada didalam ruang sterilisasi.3

2.3.2.2 Sterilisasi panas kering (dry-heat)

Pada sterilisasi panas kering pembunuhan mikroorganisme terjadi melalui mekanisme oksidasi hingga terjadinya koagulasi protein sel. Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diserap oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kering biasa digunakan pada alat-alat yang tidak mudah menyerap uap, atau pada peralatan yang terbuat dari kaca.18

Pada sterilisasi panas kering menggunakan temperature 160oC (320oF) selama 1 hingga 2 jam untuk mencegah terjadinya korosi untuk alat logam dan alat gelas.18,22 Temperatur yang lebih tinggi memungkinkan waktu sterilisasi yang lebih singkat dari waktu yang ditentukan oleh peraturan. Sebaliknya temperatur yang lebih rendah membutuhkan waktu yang lebih lama.

Sterilisasi panas kering digunakan untuk mensterilkan bahan yang mungkin akan rusak oleh panas lembab. Meskipun panas kering memiliki keuntungan dari


(26)

biaya operasional yang rendah dan tidak berkarat. Penggunaan jangka panjang dan suhu tinggi tidak baik untuk perawatan pada pasien tertentu.9

2.3.2.3 Sterilisasi menggunakan uap kimia (khemiklaf)

Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton dan uap pada tekanan 138 kPa menghasilkan agen sterilisasi yang efektif. Secara umum, penggunaan uap kimia mensterilkan lebih lambat dari autoklaf(30 menit dibandingkan 15-20 menit), tetapi lebih cepat dari dry-heat. Temperatur dan kombinasi tekanan yang biasa yaitu 127-132°C pada138-176 kPa selama 30 menit.3

Proses sterilisasi ini tidak dapat digunakan untuk bahan atau benda yangdapat dirusak oleh bahan kimia ataupun yang terbuat dari bahan yang peka terhadap panas. Umumnya karat tidak terjadi jika instrumen telah dikeringkan sebelum sterilisasi dilakukan karena kelembaban yang relatif rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Keuntungan utama dari khemiklaf adalah membutuhkan proses sterilisasi yang lebih cepatdibandingkan sterilisasi dry-heat, tidak menimbulkan korosi pada instrumen atau bur dan instrumen langsung kering segera setelahsiklus sterilisasi berakhir. Instrumen harus dikeringkanuntuk menghilangkan asap sisa pada pembukaan ruanganpada akhir siklus.3Pembungkusan instrumen yang dianjurkan pada metode ini adalah kain muslin, kertas dan plastik yang dapat menembus uap atau nilon.2

2.3.2.4 Sterilisasi dengan Etilen Oksida

Sterilisasi ini adalah alternatif lain untuk alat yang sensitif terhadap panas. Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk membunuh mikroorganisme dan sporanya.23

Etilen oksida merupakan senyawa organik kelompok epoksida dari golongan eter. Beberapa parameter untuk sterilisasi dengan etilen oksida :

a. Konsentrasi, makin tinggi konsentrasi gas, waktu yang diperlukan makin tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam mg/liter ruang chamber.

b. Semakin tinggi suhu, waktu yang diperlukan makin rendah, biasanya menggunakan suhu 47-60oC


(27)

c. Kelembaban untuk meningkatkan daya penetrasi gas d. Waktu siklus 2-6 jam tergantung suhu dan konsentrasi.

Adapun keuntungan dari metode ini adalah menggunakan temperatur rendah dan memiliki kemampuan penetrasi gas yang baik. Sedangkan kerugiannya adalah agen kimia yang digunakan bersifat karsinogenik dan mutagenik. Metode sterilisasi gas biasa diaplikasikan untuk mensterilkan materi yang sensitif terhadap panas seperti sediaan enzim, antibiotik, obat-obatan lain, serta alat-alat endoskopi yang terbuat dari kaca atau kateter.23

Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Metode Sterilisasi26

Metode Sterilisasi Kelebihan Kekurangan

Autoklaf - Dapat digunakan untuk alat-alat

dari logam, kain, gelas dan karet - Efektif menghancurkan semua bentuk mikroorganisme

- Menyebabkan karat pada alat yang terbuat dari instrumen baja karbon yang tidak terlindung

- Diperlukan perawatan khusus

Dry-heat - Tidak menyebabkan korosi - Harga relatif murah

- Tidak mengakibatkan alat-alat tajam menjadi tumpul

- Penggunaan jangka panjang dan suhu tinggi tidak cocok untuk pasien dan perangkat tertentu

Khemiklaf - Korosi minimal

- Proses sterilisasi lebih cepat dibandingkan dry-heat

- Tidak dapat digunakan pada instrumen yang sensitif terhadap panas

- Instrumen harus benar-benar kering sebelum pemrosesan

Etilen Oksida - Kemampuan penetrasi gas yang

baik

- Tidak merusak bahan yang rentan terhadap panas

- agen kimia yang digunakan bersifat karsinogenik dan mutagenik

- membutuhkan waktu yang lama


(28)

2.4. Prosedur Sterilisasi

Prosedur sterilisasi atau desinfeksi instrumen dalam kedokteran gigi terdiri dari beberap tahapan, yaitu:12

1. Penerimaan, pembersihan dan dekontaminasi

Instrumen yang digunakan ulang, perlengkapan dan peralatan harus diterima, disusun, dibersihkan dan didekontaminasi dalam satu bagian pada suatu area. Pembersihan harus melalui semua proses desinfeksi dan proses sterilisasi harus mengeliminasi debris. Kontaminasi dicapai baik dengan menggosok menggunakan surfaktan, deterjen, air atau dengan proses otomatis dengan menggunakan bahan kimia. Jika debris masih terlihat, baik materi organik atau anorganik, tidak disingkirkan maka akan menggangu inaktivasi mikroba dan dapat membahayakan proses desinfeksi dan sterilisasi.

Setelah dibersihkan instrumen harus dibilas dengan air untuk menghilangkan residu kimia atau deterjen. Percikan harus diminimalisasi sewaktu pembersihan dan pembilasan. Sebelum desinfeksi akhir atau sterilisasi, instrumen harus ditangani seolah-olah instrumen terkontaminasi.9

Terdapat dua sistem pembersihan kedokteran gigi yang telah disetujui oleh

Food and Drug Administration (FDA) karena keamanan dan keefektifannya yaitu pembersih ultrasonik dan instrument washer.Penggunaan pembersih ultrasonik dapat mengurangi kontak langsung dengan instrumen yang terkontaminasi dibandingkan dengan menyikat instrumen dengan tangan. Pembersih ultrasonik menghasilkan gelembung gelembung yang menghasilkan turbulensi tinggi pada permukaan instrumen sehingga dapat melunturkan debris yang terdapat dalam instrumen atau melarutkannya dalam larutan.24

Prosedur pembersihan awal juga dapat dilakukan tanpa menggunakan kedua alat sebelumnya, yaitu dengan melakukan penyikatan manual. Metode dengan penyikatan juga dapat efektif jika dilakukan dengan benar. Gunakan sikat dengan gagang yang panjang untuk menjaga tangan sejauh mungkin dari instrumen yang tajam.9


(29)

Jika instrumen tidak dapat langsung dibersihkan, instrumen tersebut harus dimasukkan kedalam larutan penahan (holding solution). Tujuannya adalah untuk mencegah saliva atau darah mengering. Prosedur perendaman instrumen didalam larutan penahan yang terlalu lama dapat menyebabkan korosi pada beberapa instrumen sehingga hal ini tidak direkomendasikan. Larutan penahan dapat berupa detergen yang biasa digunakan untuk prosedur pembersihan, air, atau larutan enzimatik.24Perendaman instrumen yang terlalu lama tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan karat pada beberapa instrumen. Larutan desinfektan yang digunakan untuk merendam harus diganti sekurang-kurangnya sehari sekali atau apabila larutan deterjen terlihat kotor.25Setelah dilakukan perendaman peralatan dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan air mengalir, kemudian dibilas lalu dikeringkan.26

2. Pengemasan

Pemrosesan instrumen yang baik tidak hanya sterilisasi instrumen tetapi juga pengambilan instrumen steril dari sterilisator ke kursi pasien yang dirawat. Untuk ini petugas harus dapat mempertahankan sterilitas instrumen setelah diproses melalui sterilisator. Pengemasan alat sebelum diproses dalam sterilisator mencegah terkontaminasi instrumen ketika didistribusikan ke kursi perawatan. Instrumen yang tidak dikemas akan langsung terpapar oleh debu atau aerosol di udara. Sebelum dikemas instrumen terlebih dahulu harus dicek kembali apakah masih terdapat debris.24

Setelah dilakukan sterilisasi instrumen harus tetap dalam keadaan steril hingga digunakan kembali. Instrumen steril harus ditempatkan dalam tempat yang kering, tertutup dan terlindung dari debu dan sumber kontaminasi lainnya. Penyimpanan instrumen sangat penting seperti halnya proses sterilisasi. Hal ini dikarenakan penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan instrumen tidak steril lagi.24


(30)

2.5 Mikroorganisme dalam rongga mulut

Berbagai spesies mikroorganisme yang terdapat dalam rongga mulut dapat digolongkan menjadi flora normal dan sementara. Flora normal adalah sekumpulan mikroorganisme yang hidup pada kulit dan selaput lendir/mukosa manusia yang sehat maupun sakit. Pertumbuhan flora normal pada bagian tubuh tertentu dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, nutrisi dan adanya zat penghambat. Keberadaan flora normal pada bagian tubuh tertentu mempunyai peranan penting dalam pertahanan tubuh karena menghasilkan suatu zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Adanya flora normal pada bagian tubuh tidak selalu menguntungkan, dalam kondisi tertentu flora normal dapat menimbulkan penyakit, misalnya bila terjadi perubahan substrat atau berpindah dari habitat yang semestinya.27

Flora normal dalam rongga mulut terdiri dari Streptokokus mutans/ Streptokokus viridans, Stafilokokus sp. dan Laktobasilus sp. Meskipun sebagai flora normal dalam keadaan tertentu bakteri-bakteri tersebut bisa berubah menjadi patogen karena adanya faktor predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut.

2.5.1 Streptokokus mutans/Streptkokus viridans

Streptokokus adalah bakteri yang heterogen, selain dapat digolongkan berdasarkan sifat pertumbuhan koloni, juga dapat dibedakan dari susunan antigen pada zat dinding sel yang spesifik untuk golongan tertentu, dan reaksi-reaksi biokimia.16

Morfologi sel berbentuk kokus, susunan berderet, tidak berflagel, tidak berspora, tidak berkapsul, Gram positif.

Morfologi koloni pada media agar darah berbentuk koloni bulat, ukuran 1 - 2 mm, tidak berwarna/jernih, permukaan cembung, tepi rata, membentuk hemolisa α ( disekitar koloni terdapat zona hijau ), dibedakan dengan Streptokokus pneumoni dengan optokin dan kelarutannya dalam empedu, Streptokokus viridans resisten terhadap optokin dan tidak larut dalam empedu sedangkan Streptokokus pneumoniasensitif terhadap optokin dan larut dalam empedu.16


(31)

Fisiologi bersifat anaerob fakultatif, tumbuh baik pada suasana CO2 10 % dan suhu 370C, resisten terhadap optokin, sel tidak larut dalam empedu. Contoh spesies Streptokokus yang lain adalah Streptokokus β hemolitikus dan Streptokokus γ hemolitikus.

2.5.2 Stafilokokus sp.

Stafilokokus dapat menimbulkan penyakti melalui kemampuan berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler, seperti enzim dan toksin.Stafilokokus aureus dapat menyebabkan infeksi pada kulit dan infeksi secara sistemik. Beberapa penyakit yang dapat disebabkan oleh Stafilokokus aureus diantaranya abses, konjungtivitis, sindroma syok toksis, osteomielitis dan pneumonia.3

Morfologi sel berbentuk kokus, susunan bergerombol, tidak berflagel, tidak berspora, tidak berkapsul, Gram positif.

Morfologi koloni pada media agar darahberbentuk koloni bulat, ukuran 2 – 4 mm, membentuk pigmen kuning emas (Stafilokokus aureus), pigmen kuning jeruk dibentuk oleh Stafilokokussaprofitikus dan pigmen putih porselin dihasilkan oleh Stafilokokus epidermis, permukaan cembung, tepi rata dan hemolisa bervareasi alfa, beta dan gama.

Fisiologi bersifat aerob, tumbuh optimal pada suhu 370oC dan pembentukan pigmen paling baik pada suhu 200oC, memerlukan NaCl sampai 7,5 %, resisten terhadap pengeringan dan panas.

2.5.3Laktobasilus sp

Morfologi sel berbentuk batang pendek, tidak berspora, tidak berflagel, tidak berkapsul, Gram positif.

Morfologi koloni pada media agar darahberbentuk koloni bulat kecil, warna putih susu, cembung, tepi rata, permukaan mengkilap.

Fisiologi bersifat anaerob fakultatif, dengan suhu optimal 450oC, mereduksi nitrat menjadi nitrit, mengfermentasi glukosa, laktosa dan sakarosa, tidakmempunyai


(32)

enzim katalase. Contoh spesiesnya adalah Laktobasilus bulgarius, Laktobasilus laktis, Laktobasilus kasei.

2.5.4 Kandida albikans

Kandida albikans merupakan flora normal yang terdapat pada mukosa saluran pernapasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Jamur ini dapar menyebabkan infeksi dalam rongga mulut seperti kandidiasis oral dan denture stomatitis. Kandida albikans biasanya menimbulkan infeksi ketika sudah bermultipikasi dan pada host dengan imun yang lemah.3


(33)

2.6 Kerangka Teori

Standard Precaution

Metode

Sterilisasi

• Perendaman • Pembersihan

Awal

• Pengemasan Kimia

Fisika

• Etilen Oksida • Autoklaf

• Pemanasan Kering (dry-heat)

• Khemiklaf

Prosedur Infeksi Silang


(34)

2.7 Kerangka Konsep

Kontaminasi: • Bakteri • Jamur • Virus Instrumen bedah mulut

Bakteri Pre-sterilisasi

Dekontaminasi→ Jumlah bakteri ↓

Sterilisasi

Bakteri Autoklaf


(35)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 JenisRancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu penelitian yang didalamnya melibatkan perlakuan pada kondisi subjek yang diteliti serta diikuti usaha kontrol yang ketat pada faktor-faktor luar.28

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel penelitian di Departemen Bedah Mulut FKG USU, sterilisasi dengan autoklaf dilakukan di Rumah Sakit Pelabuhan Belawan dan pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA USU.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 12Januari 2015 – 10 Maret 2015

3.3 Sampel Penelitian

Jumlah sampel yang digunakan ditentukan besarnya dengan rumus Federer yaitu:

(t – 1) (n – 1) > 15, dimana t= perlakuan dan n = jumlah sampel ( t – 1 ) ( n – 1 ) > 15

( 3– 1 ) ( n – 1 ) > 15 ( 2 ) ( n - 1 ) > 15 2n - 2 > 15 2n> 17


(36)

n > 8.5 n> 9

Dalam penelitian ini jumlah perlakuan adalah 3 yaitu perlakuan terhadap instrumen medis sebelum digunakan yang telah dilakukan sterilisasi dengan perendaman di larutan disinfektan, perlakuan terhadap instrumen medis setelah digunakan untuk pencabutan dan perlakuan terhadap instrumen medis setelah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Sehingga didapatkan sampel yang diperlukan untuk eksperimen ini sebanyak 9 buah instrumen. Untuk menghindari terjadinya error maka sampel ditambahkan menjadi 13. Sampel pada penelitian ini adalahinstrumen pencabutan gigi yang dipergunakan pada Departemen Bedah Mulut FKG USU.

3.4 Variabel Penelitiandan Definisi Operasional

NNo. Variabel Definisi Operasional 1 2. 3 Tindakan Sterilisasi Instrumen Instrumen Medis Autoklaf

Suatu cara untuk membunuh semua mikroorganisme dan spora yang melekat pada peralatan medis yang meliputi prosedur sterilisasi seperti mencuci instrumen dengan air dan sabun yang mengandung detergen dan alat-alat seperti autoklaf dan dry-heat.

Alat-alat yang digunakan dalam pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut FKG USU.

Alat untuk mensterilisasi instrumen kedokteran gigi dengan menggunakan air yang dipanaskan didalam ruang bertekanan yang menghasilkan uap


(37)

4 Jumlah Bakteri pada

Instrumen

bersuhu 121oC dalam waktu 15 menit

Banyaknya bakteri baik gram positif maupun gram negatif yang terdapat pada instrumen bedah mulut yang diukur menggunakan Bacteria Colony Counter

3.5Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat

-Instrumen bedah mulut -Autoklaf

-Handuk steril -Label

-Pot 10 ml -Lampu spiritus -Spuit 10 ml -Erlenmeyer

-Neraca analitik -Hotplate -Plastic Wrap

-Alumunium Foil

-Kapas -Mikropipet -Pit

-Oven -Petri -Inkubator -Spidol -Fortex


(38)

-Object Glass

-Bacteria Colony Counter

-Mikroskop digital

3.5.2 Bahan :

-Bulyon steril -Plate Count Agar

-NaCl

-Alkohol 97% -Cairan desinfektan -Aquadest

-Spiritus -Nutrient Agar

-Kristal violet -Iodine

-Aseton Alkohol -Safranin

3.6Prosedur Penelitian

3.6.1 Prosedur Pengambilan Sampel

Instrumen yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Sampel didapatkan dari mikroorganisme yang berasal dari instrumen medis yang ditempatkan kedalam bulyon cair. Sebanyak 10 ml cairan bulyon dimasukkan kedalam pot yang telah diberi label. Label A untuk mikroorganisme (m.o) pada instrumen sebelum dilakukan pencabutan yang telah dicuci bersih dan direndam dalam cairan desinfektan, label B untuk m.o pada instrumen yang telah digunakan untuk pencabutan dan label C untuk m.o pada instrumen setelah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

Instrumen yang akan digunakan untuk pencabutan sebelumnya dicelupkan terlebih dahulu pada bagian sisi aktifnya selama 15 detik pada bulyon berlabel A agar bakteri yang terdapat pada instrumen dapat lepas ke bulyon. Setelah instrumen selesai digunakan untuk pencabutan, bagian sisi aktif instrumen dicelupkan kembali kedalam


(39)

bulyon yang berlabel B. Instrumen dibersihkan dengan menggunakan cairan desinfektan dan dibilas dibawah air mengalir. Setelah kering instrumen dimasukkan kedalam medi-pack dan dikemas rapat.

Instrumen disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Instrumen yang telah steril dikeluarkan dari medi-packdengan hati-hati, kemudian dengan menggunakan bantuan penjepit alat bagian sisi aktif instrumen kembali dicelupkan kedalam bulyon pada pot berlabel C. Semua pot berisi cairan bulyon ditutup rapat untuk menghindari kontaminasi dari luar.

Gambar 2. Instrumen yang digunakan sebagai sampel


(40)

Gambar 4. Instrumen dicelup Gambar 5. Bulyon diberi label A kedalam bulyon sebelum

digunakan

Gambar 6. Instrumen yang telah Gambar 7. Bulyon diberi label B selesai digunakan dicelupkan


(41)

Gambar 8. Instrumen dicuci bersih Gambar 9. Instrumen dibungkus rapat di medi-pack

Gambar 10. Instrumen disterilkan Gambar 11. Instrumen dikeluarkan menggunakan autoklaf dari medi-pack


(42)

Gambar 12. Instrumen kembali Gambar 13. Bulyon diberi label C dicelupkan kedalam bulyon

3.6.2 Prosedur Pembuatan Media PCA

Semua alat dan bahan disiapkan. Tangan operator dan meja kerja disterilkan dengan menggunakan alkohol 97% lalu dikeringkan. PCA (Plate Count Agar)

ditimbang pada neraca analitik sehingga didapat berat 4,4 gr. PCAdilarutkan kedalam 250 ml aquadest pada tabung erlenmeyer. Campuran dihomogenkan sambil dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk sehingga tidak ada gumpalan. Media ditutup rapat dengan menggunakan plastic wrap. Kemudian dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan pada suhu 121oC selama 1 jam.


(43)

3.6.3 Prosedur Pembuatan Garam Fisiologis

NaCl ditimbang pada neraca analitik sehingga didapat berat 2,2 gr. NaCl dilarutkan kedalam 250 ml aquadest pada beaker glass. Aduk dengan menggunakan spatel. Masukkan 10 ml kedalam masing-masing tabung reaksi dengan menggunakan gelas ukur. Mulut tabung reaksi ditutup dengan menggunakan kapas dan plastic wrap.

Kemudian dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan pada suhu 121oC selama 1 jam.

Gambar 15. Penimbangan NaCl Gambar 16. Pelarutan bubuk NaCl

Gambar 17. Penuangan NaCl Gambar 18. Tabung reaksi ke tabung reaksi ditutup kapas dan plastic-wrap


(44)

Gambar 19. Sterilisasi bahan denganautoklaf

3.6.4 Strerilisasi Petri

Petri dipastikan telah bersih dan kering. Petri kemudian dibungkus rapat dengan menggunakan kertas. Petri dimasukkan kedalam oven selama lebih kurang 3 jam untuk disterilkan.

Gambar 20. Cawan petri dibungkus kertas Gambar 21. Sterilisasi cawan petri menggunakan oven

3.6.5 Pengenceran dan Persiapan Media

Tujuan daripada pengenceran adalah untuk memperluas bidang hidup sampel sehingga memudahkan saat perhitungan mikroorganisme. Untuk setiap sampel


(45)

dilakukan pengenceran sampai dengan 10-3. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml bulyon dari sampel untuk dimasukkan kedalam tabung pertama dengan menggunakan mikropipet. Kemudian tabung reaksi diforteks. Dari tabung pertama diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam tabung kedua. Kemudian tabung reaksi diforteks. Dari tabung kedua diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam tabung ketiga. Kemudian tabung reaksi diforteks. Sampel dengan pengenceran 10-3diambil sebanyak 1 ml untuk dimasukkan kedalam petri yang berisi medium PCA dengan metode agar tuang. Tutup petri tidak boleh dibuka terlalu lebar karena akan menimbulkan masuknya bakteri dari luar kedalam media. Semua tahap dilakukan didekat bunsen dan dengan menggunakan pipet ukur yang berbeda agar pengenceran tidak saling tercampur atau terkontaminasi satu sama lain. Cawan petri kemudian digoyangkan perlahan agar media merata diseluruh permukaan, selanjutnya petri didiamkan hingga media membeku (10-15 menit). Kemudian petri dilapis dengan plastic-wrap agar tertutup rapat. Petri selanjutnya diinkubasi dalam inkubator selama 1 hari pada suhu 37oC

Gambar 22. Pengambilan sampel Gambar 23. Sampel dicampur ke tabung reaksi


(46)

Gambar 24. Tabung reaksi Gambar 25. Tabung reaksi dengan diforteks pengenceran 10-1, 10-2, 10-3

Gambar 26. Ujung petri dibakar Gambar 27. Masukkan 10ml sampel dengan spiritus sampel kedalam petri


(47)

Gambar 28. Tuang media PCA Gambar 29. Petri digerak melingkar Kedalam petri perlahan agar sampel tercampur

rata

Gambar 30. Petri yang sudah diberi label Gambar 31. Petri dibungkus rapat dengan menggunakan plastic-wrap


(48)

Gambar 32. Petri di inkubasi didalam inkubator selama 24 jam

3.6.6 Perhitungan Jumlah Mikroorganisme

Koloni yang ada ditandai dengan menggunakan spidol dan kemudian dihitung dengan menggunakan bacteria colony counter. Jumlah bakteri yang ada dikalikan 1000 CFU/ml.

3.6.7 Pembuatan Biakan Murni

Siapkan sebuah cawan petri steril, kemudian dituang media NA kedalam petri lalu dibiarkan memadat. Diambil 1 ose bakteri yang telah ditentukan dari biakan campuran, kemudian diinokulasikan ke dalam media NA yang telah memadat dengan cara digores. Lalu diinkubasi selama 1x24 jam didalam inkubator.


(49)

Gambar 35. Hasil biakan murni dengan teknik goresan

3.6.8 Pewarnaan dan Pengamatan Bakteri

Preparat ulas dibuat dengan mengambil kultur biakan 1-2 ose steril ke permukaan objek glass. Dengan ose disebarkan merata membentuk bujur sangkar. Slide tersebut difiksasi hingga terlihat kering. Setelah kering diberi zat warna kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, bilas dengan aquades lalu dikeringanginkan. Diberi iodine 1-2 tetes selama 30 detik, bilas dengan menggunakan aseton alkohol selama 15 detik, lalu dibilas dengan aquades. Diberi 1 tetes larutan safranin selama 1 menit, bilas dengan aquades dan dikeringkan. Setelah itu preparat bisa diamati dibawah mikroskop.

Gambar 36. Pembuatan preparat Gambar 37. Pemberian Crystal


(50)

Gambar 38. Pemberian Iodin Gambar 39. Pembilasan dengan

aseton alkohol


(51)

3.7 Alur Penelitian

Pengambilan Sampel

Perhitungan jumlah bakteri Pembuatan media PCA

Pembuatan garam fisiologis

Sterilisasi alat dan bahan

Pengenceran

Persiapan media

Pembuatan biakan bakteri

Pewarnaan dan pengamatan bakteri

Analisis data Sterilisasi Autoklaf


(52)

3.8 Analisis Data

Data hasil penelitian diperoleh dari perhitungan jumlah bakteri yang telah diberi perlakuan dengan media Plate Count Agar.

Data hasil dianalisis dengan memakai uji statistik sebagai berikut :

- Uji yang digunakan adalah uji analisis Wilcoxon, karena uji ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar dua pengamatan sebelum dan sesudah serta untuk mengetahui efektivitas dari suatu perlakuan.29


(53)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas sterilisasi autoklaf pada penggunaan instrumen medis di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Subjek penelitian yang digunakan adalah instrumen bedah mulut yang digunakan untuk pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Instrumen yang digunakan untuk pencabutan gigi diberi tiga perlakuan yaitu pemeriksaan bakteri sebelum instrumen digunakan, pemeriksaan bakteri setelah instrumen digunakan untuk pencabutan dan pemeriksaan bakteri setelah instrumen disterilisasi dengan melalui penurunan jumlah koloni bakteri yang dilihat melalui media plate count agar.Penurunan jumlah koloni bakteri plak dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan metode hitungan cawan dalam satuan colony forming unit per mililiter

(CFU/ml). Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel sebagai berikut

A B C

Gambar 41.Koloni bakteri pada instrumen sebelum digunakan untuk pencabutan (A), setelah digunakan untuk pencabutan (B) dan setelah dilakukan sterilisasi dengan autoklaf (C).


(54)

Tabel 2.Jumlah koloni bakteri sebelum dan sesudah penggunaan autoklaf

A B C

1 Kaca mulut 0 7 . 103 0

2 Sonde 2 . 103 13 . 103 0

3 Pinset 1 . 103 29 . 103 0

4 Tang C (RB) 0.5 . 103 264 . 103 2 . 103 5 Tang P (RA) 11 . 103 121 . 103 1 . 103

6 Bein 0 32 . 103 0

7 Bein 56 . 103 71. 103 2 . 103

8 Tang I (RB) 2 . 103 82 . 103 14 . 103

9 Kaca mulut 0 9. 103 0

10 Sonde 27 . 103 26 . 103 0

11 Tang M (RB) 15 . 103 96 . 103 9 . 103

12 Pinset 0 0 0

13 Bein 13 . 103 102 . 103 0

Tabel 2 memperlihatkan penurunan jumlah koloni bakteri yang terdapat pada instrumen bedah mulut.Kolom A menunjukkan jumlah bakteri pada instrumen bedah sebelum dilakukan pencabutan dan telah didesinfeksi dengan menggunakan cairan desinfektan.Kolom B menunjukkan jumlah bakteri pada instrumen bedah setelah digunakan untuk pencabutan.Kolom C menunjukkan jumlah bakteri pada instrumen bedah setelah dilakukan sterilisasi dengan autoklaf.

Tabel 3. Sterilitas sampel instrumen bedah mulut dengan penggunaan autoklaf

Autoklaf

Sampel Hasil

Kaca mulut -

Sonde -

Pinset -

Tang C (RB) +

Tang P (RA) +

Bein -

Bein +

Tang I (RB) +

Kaca mulut -

Sonde -

Tang M (RB) +

Pinset -


(55)

Tabel 3 memperlihatkan bahwa tidak didapatkan bakteri pada semua instrumen semi kritis, sedangkan ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada 5 buah instrumen kritis yang telah disterilisasi dengan autoklaf.

Data penurunan jumlah bakteri sebelum dan sesudah perlakuan di uji normalitasnya menggunakan Uji Shapiro-Wilk.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Normalitas

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

Sebelumdigunakan ,675 13 ,000

Sesudahdigunakan ,803 13 ,007

Sesudahautoclave ,579 13 ,000

Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk,diperoleh distribusi data jumlah bakteri pada kelompok perlakuan tidak normal (p<0,05). Sebaran data yang tidak normal ini diusahakan menjadi normal dengan melakukan transformasi data dengan menggunakan uji Wilcoxon.

Tabel 5. Hasil perhitungan Uji Wilcoxon

Sesudah digunakan– sebelum digunakan

Sesudahautoclave– sesudah digunakan

Z -2,981a -3,059b

Asymp. Sig. (2-tailed) ,003 ,002

Hasil uji Wilcoxon, diperoleh nilai p<0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada seluruh kelompok perlakuan. Hal ini berarti sterilisasi dengan penggunaan autoklaf memiliki efek sterilitas yang baik terhadap penurunan jumlah bakteri di instrumen bedah mulut.


(56)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian untuk mengetahui efektivitas sterilisasi menggunakan autoklafdengan cara membandingkan jumlah bakteri sebelum dan sesudah digunakan.Penggunaan autoklaf merupakan metode yang dianggap paling efektif karena dapat merusak spora-spora yang resisten serta jamur.Penggunaan panas yang lembab dengan tekanan tinggi menghasilkan kekuatan penghancur bakteri yang efektif terhadap semua bentuk mikroorganisme.Penelitian yang dilakukan oleh Anggia telah menunjukkan bahwa autoklafmerupakan metode sterilisasi yang terbaik karena memberikan hasil dengan jumlah bakteri yang paling minimal.14

Penelitian ini menggunakan sampel dari instrumen medis yang digunakan di Departemen Bedah Mulut FKG USU. Terdapat 3 kelompok perlakuan pada penelitian ini yaitu kelompok A pada instrumen medis sebelum digunakan untuk pencabutan yang telah didesinfeksi menggunakan cairan desinfektan, kelompok B pada instrumen medis setelah dilakukan untuk pencabutan dan kelompok C pada instrumen medis yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

Data deskriptif yang dapat dilihat dari penelitian ini pada instrumen sebelum digunakan dijumpai jumlah bakteri minimal sebesar 0 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 56.103 CFU/ml. Jumlah bakteri pada instrumen setelah digunakan untuk pencabutan paling minimal adalah 0 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 264.103CFU/ml. Sedangkan jumlah bakteri pada instrumen yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf paling minimal adalah 0 CFU/ml sedangkan maksimal sebesar 14.103 CFU/ml. Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan jumlah bakteri pada instrumen setelah digunakan dan penurunan bakteri pada instrumen setelah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Anggia di Jakarta (2012) dengan hasil penelitian


(57)

dijumpai jumlah bakteri minimal pada molar band sebelum digunakan adalah 0 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 2 CFU/ml. Jumlah bakteri pada molar band sebelum digunakan adalah sebesar 32 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 49 CFU/ml. Sedangkan jumlah bakteri pada molar band setelah disterilisasi dengan autoklafpaling minimal adalah 0 CFU/ml dan maksimal adalah 7 CFU/ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri pada instrumen sebelum dan setelah disterilisasi.

Pada kelompok A terlihat jumlah bakteri minimal yaitu 0 CFU/ml didapatkan pada kaca mulut, tang, dan pinset. Sedangkan jumlah bakteri maksimal dari kelompok A terdapat pada Bein yaitu 56.103 CFU/ml. Pada kelompok B terlihat jumlah bakteri minimal didapatkan pada pinset yaitu 0 CFU/ml dan bakteri maksimal sebanyak 264.103CFU/ml pada tang. Pada kelompok C terlihat jumlah bakteri pada seluruh instrumen semi-kritis yaitu 0 CFU/ml sedangkan jumlah bakteri maksimal didapatkan pada isntrumen kritis tang yaitu sebanyak 14. 103 CFU/ml.

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan Wilcoxon signed rank testmenunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada jumlah bakteri di instrumen sebelum dan setelah perlakuan yang menunjukkan efektivitas penggunaan autoklaf sebagai alat sterilisasi untuk menurunkan jumlah bakteri pada instrumen bedah mulut.

Dapat disimpulkan bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi yang efektif dalam penurunan jumlah bakteri. Hal ini berkaitan dengan beberapa penelitian yang berpendapat bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi yang banyak digunakan oleh tenaga kesehatan karena memberikan hasil yang paling baik dalam menghilangkan segala bentuk mikroorganisme.14

Dalam penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan untuk melihat jenis bakteri yang terdapat pada instrumen bedah apakah bakteri tersebut gram positif atau negatif.Setelah dilihat menggunakan mikroskop hasil yang diperoleh dari 6 sampel adalah 1 sampel berwarna merah dan 5 sampel berwarna biru. Warna merah terjadi karena bakteri mengikat cairan sel safranin yang artinya jenis bakteri tersebut adalah bakteri gram negatif.


(58)

Gambar 42. Bakteri gram negatif setelah dilakukan pewarnaan dengan cairan safranin

Sedangkan warna biru terjadi karena bakteri mengikat cairan kristal violet yang artinya jenis bakteri tersebut adalah bakteri gram positif seperti Streptokokus mutans, Stafilokokus sp. dan Laktobasilus sp.Berdasarkan sampel penelitian ini terlihat mayoritas jenis bakteri merupakan bakteri gram positif.

Gambar 43. Bakteri gram positif setelah dilakukan pewarnaan dengan kristal violet


(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Tindakan sterilisasi instrumen pencabutan gigi dengan menggunakan autoklaf efektif dalam menurunkan jumlah bakteri pada instrumen.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri pada instrumen sebelum dan setelah penggunaan autoklaf.

3. Pada instrumen kritis masih ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada 5 instrumen, sedangkan pada instrumen semi kritis tidak ada sama sekali pertumbuhan bakteri atau dengan kata lain semuanya sudah steril

4. Mayoritas bakteri gram positif yang terdapat pada instrumen pencabutan gigi. Dimana pada pemeriksaan menggunakan mikroskop diperoleh 5 sampel berwarna biru dan 1 sampel berwarna merah.

6.2Saran

Masih banyak terdapat kekurangan pada penelitian ini :

1. Diharapkan adanya penelitian selanjutnya tentang efektivitas masing-masing teknik sterilisasi.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk tenaga medis agar mengaplikasikan proses sterilisasi pada aktifitas sehari-hari di bidang medis.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wray D, Stenhouse D, Lee D, and Clark AJE. Textbook of general and oral surgery. Churchill. Livingstone, 2003: 46-47.

2. Sunoto RI. Tindakan pencegahan penularan penyakit infeksi pada praktek dokter gigi. Jurnal PDGI, 55th ed.2004:12.

3. Samaranayake, L.P. Essential microbiology for dentistry, 3rd ed.,Churchill. Livingstone.,2006: 337-339.

4. Australian Dental Association Inc. Guidelines for infection control. 2nd ed.,Australian Dent Assoc Inc, 2012: 10.

5. Wibowo T, Parisihni K, Haryanto D. Proteksi dokter gigi sebagai pemutus rantai infeksi silang. Jurnal PDGI 209;58(2):6-7.

6. Rahardja F, Widura, Suryadarma DA. Uji sterilitas instrumen bedah terhadap bakteri aerob penyebab infeksi di rumah sakit Immanuel Bandung. JKM. 2004;3(2): 71.

7. Meliawaty F. Efisiensi sterilisasi alat bedah mulut melalui inovasi oven dengan ozon dan infrared. JKM. Vol.11 2012; 148: 147-167.

8. Mallick A, Khaliq SA, Nasir M, Qureshi R. Practices of sterilization techniques at dental clinics of Karachi, Pakistan. Int J Pharm 2014; 4(1): 108-109

9. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for infection control in dental health-care settings . MMWR, 2003;52(No. RR-17):21.

10.Ridha F. Instrumentasi.

(April 14, 2014)

11.Rahman R. Gambaran pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran universitas sumatera utara tentang sterilisasi peralatan bedah minor. Skripsi. Medan: Departemen Ilmu Bedah FK USU, 2012: 13-5.


(61)

12.Viana AC, Gonzalez BM, Buono VT, Bahia MG. Influence of sterilization on mechanical properties and fatigue resistance of nickel-titanium rotary endodontic instruments.International Endodontic J 2006: 709-712.

13.Tridianti A. Efektivitas berbagai metode sterilisasi molar band yang terkontaminasi pasca proses fitting band (uji hitung bakteri). Tesis. Jakarta: Program spesialis ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi UI, 2012: 13-14.

14.Florence M. Efisiensi sterilisasi alat bedah mulut melalui inovasi oven dengan ozon dan infrared. JKM. Vol. 11 2012: 147.

15.Karla MW, Rinezia RN, Kurniasari RN. Pemanfaatan sinar gamma sebagai solusi sterilisasi efektif alat kedokteran gigi.

http://www.bimkes.org/pemanfaatan-sinar-gamma-sebagai-solusi-sterilisasi-efektif-alat-kedokteran-gigi/ (Maret 20, 2014)

16.Darmadi. Infeksi nosokomial : Problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2008: 77-81.

17.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoesono. Jakarta: EGC, 1996: 2-3.

18.Nurhasanah. Tindakan sterilisasi alat pencabutan gigi dan dental unit oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen bedah mulut FKG USU tahun 2012. Skripi. Medan: Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, 2012: 10.

19.Saheeb BDO, Offor E, Okojie OH. Cross infection control methods adopted by medical and dental practitioner in Benin City, Nigeria. Vol.2., Nigeria: Annals of African Medicine., 2003: 72.

20.Sumawinata N. Senarai istilah kedokteran gigi. Jakarta: EGC, 2004: 44. 21.Eve C, Helene B. Instrument sterilization in dentistry. RDH. Vol.27. 2007:

67-75.

22.American Dental Association. Sterilization and disinfection of dental instruments. America’s leading advocate for oral health, 2009: 6-10.


(62)

23.Sultana Y, Hamdard J,Nagar H. Pharmaceuticalmicrobiology and biotechnology sterilization methods and principles. New Delhi: Department of Pharmaceutics Faculty of Pharmacy, 2007: 5.

24.Miller CH, Palenik CJ. Infection control and management of hazardous materials for the dental team. 4th ed., Philadelphia: Elsevier's., 2010: 175-180 25.Mulyanti S, Putri MH. Pengendalian infeksi silang di klinik gigi. Jakarta:

EGC, 2011: 1-4.

26.Departemen Kesehatan R.I. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, kesiapan menghadapi emerging infectius disease. Cetakan kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008: 3-2, 4-25-31.

27.Brooks GF,Butel JS,Morse SA.Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa. Mudihardi E, Kuntaman,WasitoEB et al. Jakarta: Salemba Medika,2005: 124. 28.Budiharto. Metodologi penelitian kesehatan (dengan contoh bidang ilmu

kesehatan gigi.Jakarta: EGC, 2008: 46.

29.Anwar H. Wilcoxon signed rank test dengan spss /2014/08/wilcoxon-signed-rank-test-dengan-spss.html/ (Maret 21, 2014)


(1)

dijumpai jumlah bakteri minimal pada molar band sebelum digunakan adalah 0 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 2 CFU/ml. Jumlah bakteri pada molar band sebelum digunakan adalah sebesar 32 CFU/ml, sedangkan maksimal sebesar 49 CFU/ml. Sedangkan jumlah bakteri pada molar band setelah disterilisasi dengan autoklafpaling minimal adalah 0 CFU/ml dan maksimal adalah 7 CFU/ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri pada instrumen sebelum dan setelah disterilisasi.

Pada kelompok A terlihat jumlah bakteri minimal yaitu 0 CFU/ml didapatkan pada kaca mulut, tang, dan pinset. Sedangkan jumlah bakteri maksimal dari kelompok A terdapat pada Bein yaitu 56.103 CFU/ml. Pada kelompok B terlihat jumlah bakteri minimal didapatkan pada pinset yaitu 0 CFU/ml dan bakteri maksimal sebanyak 264.103CFU/ml pada tang. Pada kelompok C terlihat jumlah bakteri pada seluruh instrumen semi-kritis yaitu 0 CFU/ml sedangkan jumlah bakteri maksimal didapatkan pada isntrumen kritis tang yaitu sebanyak 14. 103 CFU/ml.

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan Wilcoxon signed rank testmenunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada jumlah bakteri di instrumen sebelum dan setelah perlakuan yang menunjukkan efektivitas penggunaan autoklaf sebagai alat sterilisasi untuk menurunkan jumlah bakteri pada instrumen bedah mulut.

Dapat disimpulkan bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi yang efektif dalam penurunan jumlah bakteri. Hal ini berkaitan dengan beberapa penelitian yang berpendapat bahwa autoklaf merupakan metode sterilisasi yang banyak digunakan oleh tenaga kesehatan karena memberikan hasil yang paling baik dalam menghilangkan segala bentuk mikroorganisme.14

Dalam penelitian ini juga dilakukan pemeriksaan untuk melihat jenis bakteri yang terdapat pada instrumen bedah apakah bakteri tersebut gram positif atau negatif.Setelah dilihat menggunakan mikroskop hasil yang diperoleh dari 6 sampel adalah 1 sampel berwarna merah dan 5 sampel berwarna biru. Warna merah terjadi karena bakteri mengikat cairan sel safranin yang artinya jenis bakteri tersebut adalah bakteri gram negatif.


(2)

Gambar 42. Bakteri gram negatif setelah dilakukan pewarnaan dengan cairan safranin

Sedangkan warna biru terjadi karena bakteri mengikat cairan kristal violet yang artinya jenis bakteri tersebut adalah bakteri gram positif seperti Streptokokus mutans, Stafilokokus sp. dan Laktobasilus sp.Berdasarkan sampel penelitian ini terlihat mayoritas jenis bakteri merupakan bakteri gram positif.

Gambar 43. Bakteri gram positif setelah dilakukan pewarnaan dengan kristal violet


(3)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Tindakan sterilisasi instrumen pencabutan gigi dengan menggunakan autoklaf efektif dalam menurunkan jumlah bakteri pada instrumen.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah bakteri pada instrumen sebelum dan setelah penggunaan autoklaf.

3. Pada instrumen kritis masih ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada 5 instrumen, sedangkan pada instrumen semi kritis tidak ada sama sekali pertumbuhan bakteri atau dengan kata lain semuanya sudah steril

4. Mayoritas bakteri gram positif yang terdapat pada instrumen pencabutan gigi. Dimana pada pemeriksaan menggunakan mikroskop diperoleh 5 sampel berwarna biru dan 1 sampel berwarna merah.

6.2Saran

Masih banyak terdapat kekurangan pada penelitian ini :

1. Diharapkan adanya penelitian selanjutnya tentang efektivitas masing-masing teknik sterilisasi.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk tenaga medis agar mengaplikasikan proses sterilisasi pada aktifitas sehari-hari di bidang medis.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wray D, Stenhouse D, Lee D, and Clark AJE. Textbook of general and oral surgery. Churchill. Livingstone, 2003: 46-47.

2. Sunoto RI. Tindakan pencegahan penularan penyakit infeksi pada praktek dokter gigi. Jurnal PDGI, 55th ed.2004:12.

3. Samaranayake, L.P. Essential microbiology for dentistry, 3rd ed.,Churchill. Livingstone.,2006: 337-339.

4. Australian Dental Association Inc. Guidelines for infection control. 2nd ed.,Australian Dent Assoc Inc, 2012: 10.

5. Wibowo T, Parisihni K, Haryanto D. Proteksi dokter gigi sebagai pemutus rantai infeksi silang. Jurnal PDGI 209;58(2):6-7.

6. Rahardja F, Widura, Suryadarma DA. Uji sterilitas instrumen bedah terhadap bakteri aerob penyebab infeksi di rumah sakit Immanuel Bandung. JKM. 2004;3(2): 71.

7. Meliawaty F. Efisiensi sterilisasi alat bedah mulut melalui inovasi oven dengan ozon dan infrared. JKM. Vol.11 2012; 148: 147-167.

8. Mallick A, Khaliq SA, Nasir M, Qureshi R. Practices of sterilization techniques at dental clinics of Karachi, Pakistan. Int J Pharm 2014; 4(1): 108-109

9. Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for infection control in dental health-care settings . MMWR, 2003;52(No. RR-17):21.

10.Ridha F. Instrumentasi.

(April 14, 2014)

11.Rahman R. Gambaran pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran universitas sumatera utara tentang sterilisasi peralatan bedah minor. Skripsi. Medan: Departemen Ilmu Bedah FK USU, 2012: 13-5.


(5)

12.Viana AC, Gonzalez BM, Buono VT, Bahia MG. Influence of sterilization on mechanical properties and fatigue resistance of nickel-titanium rotary endodontic instruments.International Endodontic J 2006: 709-712.

13.Tridianti A. Efektivitas berbagai metode sterilisasi molar band yang terkontaminasi pasca proses fitting band (uji hitung bakteri). Tesis. Jakarta: Program spesialis ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi UI, 2012: 13-14.

14.Florence M. Efisiensi sterilisasi alat bedah mulut melalui inovasi oven dengan ozon dan infrared. JKM. Vol. 11 2012: 147.

15.Karla MW, Rinezia RN, Kurniasari RN. Pemanfaatan sinar gamma sebagai solusi sterilisasi efektif alat kedokteran gigi.

http://www.bimkes.org/pemanfaatan-sinar-gamma-sebagai-solusi-sterilisasi-efektif-alat-kedokteran-gigi/ (Maret 20, 2014)

16.Darmadi. Infeksi nosokomial : Problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 2008: 77-81.

17.Pedersen GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoesono. Jakarta: EGC, 1996: 2-3.

18.Nurhasanah. Tindakan sterilisasi alat pencabutan gigi dan dental unit oleh mahasiswa kepaniteraan klinik di departemen bedah mulut FKG USU tahun 2012. Skripi. Medan: Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, 2012: 10.

19.Saheeb BDO, Offor E, Okojie OH. Cross infection control methods adopted by medical and dental practitioner in Benin City, Nigeria. Vol.2., Nigeria: Annals of African Medicine., 2003: 72.

20.Sumawinata N. Senarai istilah kedokteran gigi. Jakarta: EGC, 2004: 44. 21.Eve C, Helene B. Instrument sterilization in dentistry. RDH. Vol.27. 2007:

67-75.

22.American Dental Association. Sterilization and disinfection of dental instruments. America’s leading advocate for oral health, 2009: 6-10.


(6)

23.Sultana Y, Hamdard J,Nagar H. Pharmaceuticalmicrobiology and biotechnology sterilization methods and principles. New Delhi: Department of Pharmaceutics Faculty of Pharmacy, 2007: 5.

24.Miller CH, Palenik CJ. Infection control and management of hazardous materials for the dental team. 4th ed., Philadelphia: Elsevier's., 2010: 175-180 25.Mulyanti S, Putri MH. Pengendalian infeksi silang di klinik gigi. Jakarta:

EGC, 2011: 1-4.

26.Departemen Kesehatan R.I. Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, kesiapan menghadapi emerging infectius disease. Cetakan kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008: 3-2, 4-25-31.

27.Brooks GF,Butel JS,Morse SA.Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa. Mudihardi E, Kuntaman,WasitoEB et al. Jakarta: Salemba Medika,2005: 124. 28.Budiharto. Metodologi penelitian kesehatan (dengan contoh bidang ilmu

kesehatan gigi.Jakarta: EGC, 2008: 46.

29.Anwar H. Wilcoxon signed rank test dengan spss /2014/08/wilcoxon-signed-rank-test-dengan-spss.html/ (Maret 21, 2014)


Dokumen yang terkait

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Bell’s Palsy Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Desember 2014 – Januari 2015

4 62 54

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Trigeminal Neuralgia Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari 2015-Februari 2015

2 108 70

Tingkat Pengetahuan penggunaan Antibiotik Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU Periode september 2013 – maret 2014

4 77 84

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

2 58 54

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015

0 6 66

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

0 0 10

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

0 0 3

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Trigeminal Neuralgia Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari 2015-Februari 2015

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Efektivitas Sterilisasi Autoklaf Pada Penggunaan Instrumen Medis Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari – Maret 2015

0 0 16

Efektivitas Sterilisasi Autoklaf Pada Penggunaan Instrumen Medis Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari – Maret 2015

0 0 14