Gambar 7, 8 dan 9 menjelaskan bahwa dari hubungan antara kerapatan pohon per hektar dengan kelas diameter memperlihatkan bentuk struktur tegakan
jenis pohon torem dan non torem pada berbagai tingkat kerapatan yang berbeda. Untuk kelompok jenis torem umumnya bentuk struktur tegakan menyerupai pola
sebaran diameter yang tidak beraturan pada setiap tingkat kerapatan vegetasi. Sedangkan untuk jenis non torem pada setiap tingkat kerapatan vegetasi bentuk
struktur tegakan menyerupai pola sebaran J-terbalik. Hal ini, menurut UNESCO 1978 yang diacu dalam Suhendang 1985 bahwa bentuk struktur tegakan hutan
untuk semua jenis pohon mengikuti bentuk kurva J-terbalik, tetapi bentuknya sangat bervariasi apabila dibuatkan untuk setiap jenisnya.
5.2. Model Penduga Struktur Tegakan Berdasarkan Sebaran Diameter Pohon
Prosedur pemilihan famili sebaran terbaik untuk menerangkan bentuk struktur tegakan hutan berdasarkan sebaran diameter pohon dilakukan melalui dua
tahapan. Tahap pertama dilakukan dengan cara fungsi kemungkinan maksimum, yaitu dengan memilih satu famili sebaran yang memiliki nilai fungsi kemungkinan
maksimum tertinggi, diantara nilai fungsi kemungkinan maksimum dari semua famili sebaran yang dicobakan pada masing-masing petak contoh.
Tahap kedua dilakukan dengan melihat kemungkinan penerimaan famili sebaran tertentu oleh petak contoh lain berdasarkan urutan fungsi kemungkinan
maksimum dan selisihnya dengan nilai fungsi kemungkinan maksimum tertinggi dengan klasifikasi tebaran data berupa kelompok jenis pohon torem dan non torem
yang terdapat dalam petak contoh. Hasil perhitungan nilai fungsi kemungkinan maksimum dari semua famili
sebaran yang dicobakan pada masing-masing petak contoh untuk kelompok jenis pohon torem dan non torem dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai fungsi kemungkinan maksimum L dari tiap famili sebaran untuk kelompok jenis pohon torem dan non torem dinyatakan dalam :
- Log L
Petak Contoh
Kelompok Jenis
Nilai Fungsi Kemungkinan Maksimum Famili
Terpilih Eksponensial
Gamma Lognormal Weibull
KVT Torem
56,216 54,878
54,889 55,340 Lognormal
Non Torem 1255,671 1147,263
1122,461 1181,508 Lognormal KVS
Torem 33,575
32,250 31,716
32,647 Lognormal Non Torem
776,394 718,393
708,614 730,435 Lognormal
KVR Torem
63,058 55,856
56,777 54,485 Weibull
Non Torem 405,127
346,714 343,528
354,172 Lognormal
Sumber : Data Primer Diolah dengan MATLAB 7.7.0.471
Keterangan : KVT = kerapatan vegetasi tinggi, KVS = kerapatan vegetasi sedang, KVR = kerapatan vegetasi rendah.
Tabel 4 menjelaskan bahwa apabila penentuan fungsi sebaran terpilih hanya dilakukan berdasarkan nilai fungsi kemungkinan maksimum, maka untuk
kelompok jenis torem pada areal dengan kerapatan vegetasi tinggi diterima oleh famili sebaran gamma, areal dengan kerapatan vegetasi sedang diterima oleh
famili sebaran lognormal dan untuk areal dengan kerapatan vegetasi rendah diterima oleh famili sebaran weibull. Sedangkan untuk kelompok jenis non torem,
diterima secara konsisten oleh famili sebaran lognormal tanpa pengecualian. Namun dengan melihat kecenderungan penerimaan famili sebaran oleh
ketiga petak contoh, ternyata famili sebaran lognormal merupakan famili sebaran yang lebih sering dipilih dalam satuan percobaan. Sebagai contoh, pada areal
dengan kerapatan vegetasi tinggi, sebenarnya diterima oleh famili sebaran gamma L = 10
-54,878
karena famili sebaran ini memiliki nilai fungsi kemungkinan maksimum tertinggi dibandingkan dengan famili sebaran lain yang dicobakan.
Sedangkan famili sebaran lognormal L = 10
-54,889
menempati urutan kedua terbesar sehingga selisih dengan nilai fungsi kemungkinan maksimum tertinggi
sangat kecil dan dapat diabaikan nilainya dianggap sama. Atas dasar pertimbangan ini, maka dapat dikatakan bahwa famili sebaran lognormal
merupakan famili sebaran terbaik untuk menerangkan model struktur tegakan jenis pohon torem pada areal dengan kerapatan vegetasi tinggi. Prosedur penilaian
seperti ini digunakan dalam penentuan famili sebaran terbaik dalam setiap petak contoh untuk kelompok jenis pohon torem dan non torem.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka dapat diduga bahwa famili sebaran terbaik untuk menerangkan model struktur tegakan
jenis pohon torem dan non torem pada areal penelitian adalah famili sebaran lognormal, oleh karena famili sebaran ini adalah famili sebaran yang paling sering
dipilih oleh satuan percobaan dibandingkan famili sebaran yang lain. Model struktur tegakan dari kelompok jenis pohon torem dan non torem untuk famili
sebaran terpilih yang dibentuk berdasarkan besarnya nilai dugaan bagi penduga titik dari setiap famili sebaran Lampiran 10 dan besarnya nilai fungsi
kemungkinan maksimum dari setiap petak contoh adalah sebagai berikut : Areal dengan kerapatan vegetasi tinggi
Kelompok jenis pohon torem :
2 0,~
1 ln - 0,828
ex p -0, 5 3,846
3,846 2 x
f x I
x x
π
=
L = 10
-54,889
Kelompok jenis pohon non torem
2 0,~
1 ln - 0, 478
ex p -0, 5 3,113
3,113 2 x
f x I
x x
π
=
L = 10
-1122,461
Areal dengan kerapatan vegetasi sedang Kelompok jenis pohon torem
2 0,~
1 ln - 0, 669
ex p -0, 5 3, 585
3, 585 2 x
f x I
x x
π
=
L = 10
-31,716
Kelompok jenis pohon non torem
2 0,~
1 ln - 0, 522
ex p -0, 5 3,193
3,193 2 x
f x I
x x
π
=
L = 10
-708,614
Areal dengan kerapatan vegetasi rendah Kelompok jenis pohon torem
2,422 3,422
0,~
- 0, 066
exp 52, 458
52, 458 x
x f x
I x
=
L = 10
-54,485
Kelompok jenis pohon non torem
2 0,~
1 ln - 0, 383
ex p -0, 5 3, 017
3, 017 2 x
f x I
x x
π
=
L = 10
-343,528
Apabila persamaan model struktur tegakan pada setiap petak contoh untuk kelompok jenis torem dan non torem ini Lampiran 13 dibuatkan grafiknya akan
diperoleh kurva struktur tegakan seperti terlihat pada Gambar 10, 11 dan 12.
a b
Gambar 10 Bentuk fungsi kepekatan sebaran eksponensial, gamma, lognormal dan weibull untuk kelompok jenis pohon torem a dan non torem b
di areal dengan kerapatan vegetasi tinggi.
a b
Gambar 11 Bentuk fungsi kepekatan sebaran eksponensial, gamma, lognormal dan weibull untuk kelompok jenis pohon torem a dan non torem b
di areal dengan kerapatan vegetasi sedang.
a b
Gambar 12 Bentuk fungsi kepekatan sebaran eksponensial, gamma, lognormal dan weibull untuk kelompok jenis pohon torem a dan non torem b
di areal dengan kerapatan vegetasi rendah. Gambar 10, 11 dan 12 memperlihatkan bahwa secara umum bentuk kurva
struktur tegakan dari kelompok jenis torem dan non torem pada setiap petak contoh menyerupai lonceng telungkup, yaitu mendekati sebaran normal. Bentuk
sebaran seperti ini akan dapat dipakai sebagai petunjuk bagi penentuan dapat tidaknya tegakan tersebut diadakan pemanenan Suhendang 1985.
Secara keseluruhan kurva struktur tegakan dari kedua kelompok jenis pohon yaitu torem dan non torem pada setiap petak contoh memperlihatkan bahwa
bentuk kurva cenderung menjulur ke kanan Gambar 10, 11 dan 12. Hal ini mengindikasikan bahwa areal hutan sebagian besar terdiri dari pohon-pohon
dengan sebaran kelas diameter yang kecil yaitu kurang dari 50 cm, sehingga dapat dikatakan bahwa pada areal hutan tersebut tidak layak untuk dilakukan
pemanenan. Meskipun demikian, apabila dipandang dari aspek ekologis maka dengan melakukan tindakan regenerasi terhadap tegakan yaitu dengan
mempertahankan kondisi struktur tegakan dan kegiatan pengayaan enrichment planting maka diharapkan akan diperoleh proporsi jumlah pohon tiap hektar yang
dapat ditebang setiap tahun adalah sama. Selanjutnya dari kurva struktur tegakan ini dapat dibentuk histogram
kerapatan pohon berdasarkan kelas diameter untuk setiap famili sebaran yang dicobakan dan dipilih untuk kelompok jenis torem pada areal kerapatan vegetasi
tinggi dan areal kerapatan vegetasi rendah seperti tertera pada Gambar 13 dan 14. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan famili sebaran terbaik lognormal
dan famili sebaran lainnya yaitu weibull terhadap data pengamatan yang sebenarnya pada areal penelitian.
Gambar 13 dan 14 menjelaskan bahwa perbandingan histogram model struktur tegakan yang dibuat dengan data pengamatan yang sebenarnya dan
berdasarkan famili sebaran yang dicobakan dapat dilihat bahwa bentuk struktur tegakan dengan memakai famili sebaran terpilih yaitu lognormal pada areal
dengan kerapatan vegetasi tinggi dan famili sebaran lainnya yaitu weibull pada areal dengan kerapatan vegetasi rendah relatif lebih mendekati bentuk yang
sebenarnya bila dibandingkan dengan famili sebaran lain yang dicobakan.
Gambar 13 Perbandingan bentuk histogram kerapatan pohon kelompok jenis torem dengan famili sebaran terbaik lognormal di areal dengan
kerapatan vegetasi tinggi.
Gambar 14 Perbandingan bentuk histogram kerapatan pohon kelompok jenis torem dengan famili sebaran terbaik weibull di areal dengan
kerapatan vegetasi rendah. Dalam penelitian ini, selain penentuan famili sebaran terbaik yang dilakukan
pada setiap petak contoh untuk kelompok jenis torem dan non torem, juga diadakan pemilihan famili sebaran berdasarkan pengamatan pada seluruh petak
contoh, yang selanjutnya disebut sebagai petak contoh gabungan. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan hasil pemilihan famili sebaran dari setiap
petak contoh dengan hasil pemilihan famili sebaran dari petak contoh gabungan yang selanjutnya dapat dianggap sebagai pengujian konsistensi penerimaan famili
sebaran. Hasil perhitungan nilai fungsi kemungkinan maksimum dari semua famili
sebaran yang dicobakan pada petak contoh gabungan untuk kelompok jenis pohon torem dan non torem dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai fungsi kemungkinan maksimum L dari tiap famili sebaran untuk kelompok jenis pohon torem dan non torem pada petak contoh gabungan
dinyatakan dalam : - Log L
Kelompok Jenis
Nilai Fungsi Kemungkinan Maksimum Famili
Terpilih Eksponensial
Gamma Lognormal
Weibull Torem
153,139 145,920
145,130 146,767
Lognormal Non Torem
146,240 142,324
139,812 143,699
Lognormal
Sumber : Data Primer Diolah dengan MATLAB 7.7.0.471
Dari Tabel 5 terlihat bahwa famili sebaran lognormal diterima secara konsisten tanpa pengecualian apabila seluruh petak contoh digabungkan, akan
tetapi bila dibuatkan untuk setiap petak contoh maka penerimaan famili sebaran dari kedua kelompok jenis ini akan berbeda.
Untuk kelompok jenis pohon torem diterima dengan famili sebaran lognormal sebesar 66,67, dan famili sebaran weibull sebesar 33,33.
Sedangkan untuk kelompok jenis non torem diterima dengan famili sebaran lognormal sebesar 100. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk kelompok jenis
pohon torem famili sebaran lognormal konsisten di areal kerapatan vegetasi tinggi dan sedang, namun tidak konsisten di areal dengan kerapatan vegetasi rendah.
Sedangkan untuk kelompok jenis pohon non torem terlihat bahwa adanya konsistensi penerimaan famili sebaran lognormal di ketiga petak contoh.
Adanya penerimaan famil sebaran yang tidak konsisten ini diduga karena pada kenyataannya ketiga petak contoh dengan tingkat kerapatan vegetasi yang
berbeda saling bebas satu sama lain, sedangkan pada penyusunan petak contoh gabungan dianggap sebagai satu kesatuan. Oleh karena ketiga petak contoh saling
bebas satu sama lain, maka kebebasan bentuk struktur tegakan dalam setiap petak contoh akan terjamin, akibatnya ketiga petak contoh tersebut tidak dimungkinkan
untuk digabungkan sebagai satu kesatuan. Hal ini menunjukkan bahwa keabsahan pembandingan yang dilakukan tidak terjamin, sebab yang dibandingkan adalah
ketiga petak contoh yang memiliki kondisi kerapatan vegetasi yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya penerimaan atau penolakan model struktur
tegakan bukan disebabkan oleh adanya variasi luas dari satuan percobaan karena pada dasarnya faktor homogenitas dan keterwakilan individu dalam populasi
merupakan dasar dalam pemilihan luas petak contoh dalam penelitian ini, melainkan karena adanya kekhasan bentuk struktur tegakan untuk setiap petak
contoh. Histogram kerapatan pohon untuk setiap kelas diameter dengan jumlah
pohon per hektar untuk kelompok jenis pohon torem dan non torem pada petak contoh gabungan dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.
Gambar 15 Sebaran diameter jenis pohon torem untuk petak contoh gabungan.
Gambar 16 Sebaran diameter jenis pohon non torem untuk petak contoh gabungan.
Dari Gambar 15 dan 16 terlihat bahwa bentuk struktur tegakan jenis pohon torem dan non torem cenderung memiliki pola yang berbeda. Untuk kelompok
jenis pohon torem bentuk struktur tegakan menyerupai pola sebaran diameter yang tidak beraturan, dimana kerapatan pohon akan meningkat pada kelas
diameter yang rendah kemudian turun dan meningkat lagi pada kelas diameter tertentu dan turun pada kelas diameter yang lebih besar. Sedangkan untuk
kelompok jenis non torem bentuk struktur tegakan menyerupai kurva J-terbalik, dimana kerapatan pohon meningkat pada kelas diameter rendah dan cenderung
menurun secara drastis pada kelas diameter yang lebih besar.
Menurut UNESCO 1978 yang diacu dalam Suhendang 1985 bahwa kecenderungan penurunan kerapatan pohon pada kelas diameter yang lebih tinggi
seperti ini ternyata tidak sama untuk semua jenis, tergantung sifat toleransinya terhadap naungan. Dijelaskan pula bahwa untuk jenis pohon yang tidak tahan
terhadap naungan intoleran, maka kerapatan pohonnya tidak akan secara drastis berkurang dengan bertambah tingginya kelas diameter, bahkan bisa terjadi
kerapatan pohonnya akan rendah pada kelas diameter yang rendah, kemudian naik sampai pada kelas diameter tertentu tetapi selanjutnya turun kembali pada kelas
diameter yang lebih besar. Untuk jenis pohon yang tahan terhadap naungan toleran, kerapatan pohon akan menurun secara drastis dengan bertambah
tingginya kelas diameter. Gambar 15 menjelaskan bahwa rata-rata kerapatan pohon terbesar untuk
kelompok jenis torem berada pada selang kelas diameter 40-50 cm yaitu 2,3 pohonha atau sekitar 0,23 dan terkecil berada pada kelas diameter
30-40 cm, 110-120 cm dan 160-170 cm yaitu masing-masing 0,3 pohonha atau sekitar 0,03. Untuk kelompok jenis non torem, rata-rata kerapatan pohon
terbesar berada pada kelas diameter 10-20 cm yaitu 91 pohonha atau sekitar 0,48 dan terkecil berada pada kelas diameter 90-100 cm dan 170-180 cm yaitu
masing-masing 0,33 pohonha atau sekitar 0,002 Gambar 16.
5.3 Penerapan Struktur Tegakan dalam Menduga Dimensi Tegakan Hutan