keadaan mula-mula dalam hal struktur, fungsi dan dinamikanya. Areal dengan tingkat kerapatan vegetasi sedang merupakan hutan sekunder yang terbentuk
akibat proses suksesi yang terjadi secara alami, sehingga kondisi hutannya akan membentuk komposisi dan struktur hutan yang baru sampai pada tahap
klimaksnya. Sedangkan areal dengan tingkat kerapatan vegetasi rendah merupakan hutan bekas tebangan, yang kalaupun di biarkan tumbuh secara alami
akan membentuk kondisi hutan yang mendekati kondisi awalnya. Perlu dijelaskan di sini bahwa keberadaan ketiga kondisi petak contoh yang
dipilih berdasarkan tingkat kerapatan vegetasi merupakan areal hutan produksi yang sebelumnya diperuntukan sebagai areal pengusahaan hutan. Perbedaan
kondisi hutan jelas terlihat dari perlakuan yang dialami pada masing-masing petak contoh sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
5.1.2 Struktur tegakan
Hasil pengamatan struktur tegakan di areal penelitian yang dicirikan oleh sebaran jumlah pohon berdasarkan kelas diameter pada berbagai tingkat kerapatan
vegetasi disajikan pada Lampiran 7, 8 dan 9. Gambaran struktur tegakan untuk kelompok jenis torem dan non torem pada berbagai kelas diameter dapat dilihat
pada Tabel 3. Tabel 3 Sebaran jumlah pohon Nha untuk kelompok jenis torem dan non torem
menurut kelas diameter pada berbagai tingkat kerapatan vegetasi
Kelas Diameter
cm Jumah Pohon Nha
KVT KVS
KVR Torem
Non Torem Torem
Non Torem Torem
Non Torem 10-20
2 144
1 73
1 56
20-30 1
77 2
46 2
25 30-40
34 1
27 14
40-50 2
22 1
16 4
3 50-60
1 10
1 7
2 1
60-70 2
3 4
70-80 4
5 4
80-90 1
2 90-100
1 100
1 1
1 Total
11 296
7 179
13 99
Keterangan : KVT = kerapatan vegetasi tinggi, KVS = kerapatan vegetasi sedang, KVR = kerapatan vegetasi rendah
Tabel 3 menjelaskan bahwa pada berbagai tingkat kerapatan vegetasi sebaran jumlah pohon untuk kelompok jenis torem bervariasi menurut kelas
diameter. Total jumlah pohon per hektar mulai dari yang terendah sampai tertinggi adalah 7 pohonha sampai 13 pohonha. Apabila dilihat dari sebaran
kelas diameter maka jenis torem masih ditemukan pada kelas diameter 100 cm untuk areal vegetasi tinggi dan sedang, sedangkan untuk areal vegetasi rendah
jenis torem hanya ditemukan pada kelas diameter 60 – 70 cm. Jika dibandingkan dengan kedua tingkat kerapatan vegetasi tinggi dan sedang, maka jumlah pohon
torem terbanyak ditemukan pada areal dengan kerapatan vegetasi rendah. Hal ini diduga disebabkan jenis ini tidak ditebang pada saat kegiatan penebangan.
Untuk areal dengan kerapatan vegetasi tinggi jumlah pohon terbesar berada pada kelas diameter 70 - 80 cm yaitu 4 pohonha atau sekitar 36,4. Jumlah poho
terkecil berada pada kelas diameter 20-30 cm, 50-60 cm dan 100 cm, yakni masing-masing 1 pohonha atau sekitar 9,1. Areal dengan kerapatan vegetasi
sedang, jumlah pohon terbesar berada pada kelas diameter 20-30 cm, yakni 2 pohonha atau sekitar 28,6. Jumlah pohon terkecil berada pada kelas diameter
10-20 cm sampai dengan 50-60 cm dan 100 cm, yakni masing-masing 1 pohonha atau sekitar 14,3. Sedangkan areal dengan kerapatan vegetasi
rendah, jumlah pohon terbesar berada pada kelas diameter 40-50 cm dan 60-70 cm, yakni masing-masing sebesar 4 pohonha atau sekitar 30,8. Jumlah
pohon terkecil berada pada kelas diameter 10-20 cm, yakni sebesar 1 pohonha atau sekitar 7,7.
Selanjutnya untuk jenis non torem secara keseluruhan jumlah pohon terbesar berada pada kelas diameter yang kecil dan menurun pada kelas diameter
besar. Total jumlah pohon per hektar mulai dari yang terendah sampai tertinggi adalah 99 pohonha sampai 296 pohonha. Apabila dilihat dari sebaran kelas
diameter maka jenis non torem masih ditemukan pada kelas diameter 90 cm untuk areal dengan kerapatan vegetasi tinggi dan sedang, sedangkan untuk areal
dengan kerapatan vegetasi rendah jenis non torem hanya ditemukan pada kelas diameter 50 – 60 cm.
Sebagai gambaran struktur tegakan pada berbagai tingkat kerapatan vegetasi maka berikut ini disajikan grafik hubungan antara kerapatan pohonha dan kelas
diameter cm jenis torem dan non torem berdasarkan data pada Tabel 3. Bentuk struktur tegakan jenis torem dan non torem dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9.
a b
Gambar 7 Bentuk struktur tegakan kelompok jenis pohon torem a dan non torem b pada areal dengan kerapatan vegetasi tinggi.
a b
Gambar 8 Bentuk struktur tegakan kelompok jenis pohon torem a dan non torem b pada areal dengan kerapatan vegetasi sedang.
a b
Gambar 9 Bentuk struktur tegakan kelompok jenis pohon torem a dan non torem b pada areal dengan kerapatan vegetasi rendah.
Gambar 7, 8 dan 9 menjelaskan bahwa dari hubungan antara kerapatan pohon per hektar dengan kelas diameter memperlihatkan bentuk struktur tegakan
jenis pohon torem dan non torem pada berbagai tingkat kerapatan yang berbeda. Untuk kelompok jenis torem umumnya bentuk struktur tegakan menyerupai pola
sebaran diameter yang tidak beraturan pada setiap tingkat kerapatan vegetasi. Sedangkan untuk jenis non torem pada setiap tingkat kerapatan vegetasi bentuk
struktur tegakan menyerupai pola sebaran J-terbalik. Hal ini, menurut UNESCO 1978 yang diacu dalam Suhendang 1985 bahwa bentuk struktur tegakan hutan
untuk semua jenis pohon mengikuti bentuk kurva J-terbalik, tetapi bentuknya sangat bervariasi apabila dibuatkan untuk setiap jenisnya.
5.2. Model Penduga Struktur Tegakan Berdasarkan Sebaran Diameter Pohon