commit to user
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejalan dengan derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta arus globalisasi dimana masyarakat melakukan mobilitas
secara cepat dan efisien, transportasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dewasa ini impian akan transportasi publik yang nyaman, dapat diandalkan di tengah padatnya
kemancetan lalu lintas dengan biaya yang terjangkau masih sulit untuk diraih oleh masyarakat.
Terlebih di daerah kota-kota besar di pulau Jawa seperti kota Jakarta dan kota Surabaya. Antara kota Jakarta yang merupakan ibukota
Indonesia dan Surabaya sebagai kota kedua terbesar dengan jarak 685 km selama ini dihubungkan dengan moda angkutan jalan, angkutan kereta api dan
angkutan udara. Kebutuhan akan transportasi semakin meningkat, untuk angkutan jalan memerlukan waktu lebih dari 18 jam. Demikian juga dengan
angkutan kereta api, setidaknya diperlukan waktu 14 jam, sedangkan udara walaupun cepat namun tarifnya cukup tinggi Media Kereta Api, 2010:39.
Salah satu alternatif yang banyak dipilih adalah kereta api, yang mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar dan massal,
commit to user
xiii
energi, hemat bahan dan mengurangi kemancetan. Dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian dijelaskan, bahwa :
“Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi nasional yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara
massal dan keunggulan tersendiri, yang tidak dapat dipisahkan dari moda transportasi lain, perlu dikembangkan potensinya, dan ditingkatkan
peranannya sebagai penghubung wilayah, baik nasional maupun internasional, untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional
guna meningkatkan kesejahteraan rakyat”.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No. 23 tahun 2007 tersebut di atas, kereta api sebagai moda angkutan umum yang diminati
masyarakat diharapkan dapat mengurangi waktu tempuh antar kota dengan harga yang cukup terjangkau oleh masyarakat. Dengan kata lain, kereta api
diharapkan dapat meningkatkan mobilitas penumpang antar kota dan mengurangi polusi udara yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor. Oleh
karena itu, PT. KAI mengembangkan kereta api kecepatan tinggi High Speed Train untuk menjawab tantangan tersebut. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Bapak Hermanto Dwiatmoko selaku Direktur Keselamatan dan Teknik Sarana dalam Media Kereta Api 2010:39, bahwa dengan kereta api cepat ini
diharapkan dapat meningkatkan mobilitas penumpang antara kedua kota dan kota-kota diantaranya, mengurangi polusi udara yang diakibatkan oleh
kendaraan bermotor. Namun, hingga kini kualitas layanan bagi pengguna jasa kereta api
menjadi sorotan publik, kurangnya pemeliharaan sarana dan prasarana, terbatasnya gerbong dan infrastruktur, masalah kecelakaan kereta api, serta
permasalahan lainnya. Selama ini, PT KAI cenderung mengejar kecepatan
commit to user
xiv
waktu untuk mengatasi jadwal keterlambatan yang banyak dikeluhkan konsumen, sehingga seringkali mengabaikan sisi pelayanan dan keselamatan
penumpang. Permasalahan ini menjadi tantangan utama bagi PT KAI untuk meningkatkan daya saingnya dengan sejumlah pasar transportasi yang lain dan
sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat dari aspek keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan K3L.
Masalah tingginya kecelakaan kereta api salah satunya, sangat mengganggu dan mengusik perhatian kita. Data KNKT Komite Nasional
Keselamatan Transportasi menyebutkan 50 orang tewas dari 59 kasus kecelakaan KA selama periode tahun 2005-2010. Paling akhir kecelakaan KA
Logawa jurusan Purwokerto-Jember di Saradan-Madiun, 29 Juni 2010 yang menelan korban tewas sebanyak 6 orang dan puluhan orang luka-luka.
Data lainnya dari Direktorat Perkeretaapian menunjukkan soal korban kecelakaan dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif. Pada tahun 2003
jumlah korban mencapai 298 orang dengan rincian meninggal sebanyak 72 orang, luka berat 104 orang dan luka ringan sebanyak 122 orang. Pada tahun
2004 korban turun menjadi 198 orang dan pada tahun 2007 korban kembali meningkat menjadi 320 orang dengan rincian meninggal 31 orang, luka berat
21 orang dan luka ringan 168 orang. Sedangkan, data angka kasus kecelakaan kereta api di Indonesia dari tahun ke tahun dapat digambarkan sebagai berikut:
commit to user
xv
Tabel 1. 1 Data Jumlah Kecelakaan Kereta Api di Indonesia
Periode Jumlah Kasus Kecelakaan
2004 128 kali 7 kali tabrakan antar kereta, 30 kali
kereta dengan kendaraan bermotor, dan 91 kali anjlok dari rel kereta api
2005 91 kali
2006 102 kali
2007 140 kali
2008 147 kali
2009 90 kali
2010 32 kali sejak 1 Januari – 31 Juli
Sumber: Data Direktorat Perkeretaapian dari berbagai sumber
Mencermati kondisi di atas, hal tersebut sebagaimana pernyataan Hermanto Dwiatmoko selaku Direktur Keselamatan dan Teknik
Sarana Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dalam laporan Ishomuddin wartawan Tempo bahwa empat faktor lain yang menjadi
penyebab kecelakaan kereta api adalah faktor sarana, prasarana, alam, dan faktor eksternal. Faktor sarana menempati urutan kedua yang dominan.
Selama 2008, faktor sarana mencapai 25 persen dan tahun 2009 mencapai 24 persen. www.tempointeraktif.comhgkesra20100805.
Kecelakaan kereta api yang beruntun tersebut mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam pengelolaan perkeretaapian di negara kita.
Manajemen sarana dan prasarana perkeretaapian yang kurang optimal salah satunya dijadikan alasan penyebab faktor teknis kecelakaan kereta api di
Indonesia. Manajemen merupakan suatu usahan proses yang dilakukan
dengan menggunakan sumber daya organisasi yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
commit to user
xvi
hingga pengawasan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, yang tidak dapat
dilakukan secara individual namun dengan bantuan dari orang lain. Manajemen merupakan kekuatan utama dalam pelaksanaan suatu kegiatan
demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Manajemen dibutuhkan untuk mengkoordinir sumber daya
manusia dan manajerial dalam suatu organisasi. suatu sistem dapat bekerja dengan baik, dibutuhkan adanya perencanaan dan pengorganisasian yang baik
dan teratur. Semua manusia yang terlibat didalamnya harus terorganisasi melalui perencanaan terlebih dahulu sehingga mereka mempunyai tanggung
jawab dan wewenang serta hak dan kewajiban, sesuai dengan kedudukan dan fungsinya masing-masing. Dalam kegiatan manajemen juga diperlukan pula
adanya koordinasi dan pengawasan atau supervisi yang baik. Keempat kegiatan tersebut merupakan fungsi pokok dari manajemen. Dengan kata lain
jika keempat fungsi tersebut bisa diterapkan dengan baik dalam manajemen sarana dan prasarana, maka semua proses yang ada dapat berjalan dengan
baik. Kondisi sarana dan prasarana perkeretaapian kita memang sudah
sangat memprihatinkan akibat puluhan tahun dilalaikan dan diabaikan. Namun, tanggung jawab sebagai pelayan angkutan publik tetap harus
diberikan. Rehabilitasi, perbaikan dan improvement terhadap sarana dan prasarana serta pembuatan kebijakan dan implementasi keselamatan yang
lebih terintegratif dapat dilakukan oleh manajemen dengan komitmen dan
commit to user
xvii
semangatbaru.http:els.bappenas.go.iduploadotherMengkaji20Keselamat an.htm
Manajemen sarana dan prasarana seperti pengaturan sepur, persinyalan, sistem komunikasi, time-schedule, standar kecepatan agar tidak
terjadi over-speed kecepatan tinggi belum dapat terkendali secara baik oleh PT. KAI, sebab 3 tiga jenis penataan speed KA, yakni di bawah 60kmjam,
60-80km jam dan 80-120km jam disesuaikan dengan kondisi sarana seperti lokomotif, gerbong dan prasarana seperti rel, bantalan, lebar sepur, dan lain.
Persoalan lain yang sangat menentukan dalam manajemen sarana
dan prasarana perkeretaapian adalah pendanaan. IMO adalah pengeluaran
wajib oleh pemerintah untuk operasional infrastruktur seperti rel yang dibangun pemerintah sebagai public goods barang publik. Perawatan rutin
rel yang sampai tahun 2009 sepanjang 4.780 km, membutuhkan biaya besar termasuk pergantian bantalan kayu menjadi beton. Sementara PT KAI sebagai
operator bertanggung jawab atas maintenance kereta, gerbong, stasiun dan lain. Kenyataan, PT KAI masih backlog pemeliharaan atas kurangnya alokasi
anggaran dan perawatan sarana dan prasarana Bappenas, 2009, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas sarana-prasarana bahkan operasional. Selain
itu, tidak dipisahkan pembiayaan untuk pelayanan serving dengan tujuan bisnis, menunjukkan kontrak antara PT KAI dan Kementerian Perhubungan
tidak wajar. http:isjd.pdii.lipi.go.idadmin jurnal20110816491662.pdf Daop VII merupakan daerah Operasi PT. Kereta Api Indonesia
Persero yang memiliki daerah operasional cukup luas. Dengan daerah
commit to user
xviii
operasional yang cukup luas tersebut ternyata masalah yang dihadapi juga cukup kompleks. Berdasarkan data yang ada pada 3 tahun terakhir kecelakaan
kereta masih sering terjadi. Kecelakaan kereta api lebih dominan disebabkan karena faktor sarana dan prasarana nya. Tingkat kecelakaan kereta api di
wilayah Daop VII Madiun berdasarkan faktor-faktor penyebab kecelakaan dapat dilihat dalam tabel di berikut :
Tabel 1. 2 Penyebab Kecelakaan KA di DAOP VII Madiun Jan08 sd Desember 2010
Penyebab
2008 2009
2010 Total
K M
LB K
M LB K
M LB K
M LB
Faktor Manusia 2
2 3
2 4
4 -
- -
4 6
7 Eksternal
Faktor Manusia 1
- 2
- -
- 1
3 1
2 3
3 Internal
Sarana 3
- -
6 -
3 2
- -
11 -
3 Prasarana
8 1
5 4
- 4
6 -
7 18
1 16
Keterangan : K = jumlah kasus, M = jumlah meninggal, LB = luka berat
Sumber : Data Kecelakaan KA Daop VII Madiun tahun 2010 Terkait dengan data diatas, semua korban kecelakaan tersebut akan
mendapatkan ganti rugi asuransi. Setiap penumpang sah dari alat angkutan penumpang umum yang mengalami kecelakaan diri, yang diakibatkan oleh
penggunaan alat angkutan umum, selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut, yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan
sampai turun di tempat tujuan maka korban kecelakaan tersebut akan mendapatkan asuransi kecelakaan berdasarkan kriteria penggantian asuransi
kecelakaan yang ada. Bagi korban yang termasuk cacat total dengan kriteria apabila korban kecelakaan mengalami kehilangan fungsi atas : kedua tangan,
commit to user
xix
atau kedua kaki kedua mata, atau satu tangan dan satu kaki, atau satu tangan dan satu mata, atau satu kaki dan satu mata. berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan RI No 36PMK.0102008 dan 37PMK.0102008 tanggal 26 Februari 2008 menyebutkan bahwa santunan untuk korban kecelakaan yang
mengalami cacat total adalah Rp.25.000.000,-. Untuk korban yang meninggal dunia mendapaykan santunan yang sama yaitu Rp.25.000.000,-.
Dari data diatas juga bisa dilihat bahwa tingkat kecelakaan kereta api di Daop VII, 3 tahun terakhir masih cukup tinggi terutama karena
diakibatkan oleh faktor sarana dan prasarana perkeretaapian. Kasus terakhir yang terjadi di wilayah Daop VII Madiun adalah terjadinya kecelakaan KA
Logawa jurusan Purwokerto–Jember di daerah Saradan–Madiun pada tanggal 29 Juni 2010. Anggota Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi KNKT
Whosep Muktamar di dalam laporan berita mengatakan, kecelakaan KA Logawa di wilayah Kecamatan Saradan, Madiun, Jawa Timur, menjelang
masuk Stasiun Wilangan akibat masinis melajukan kereta api melebihi batas kecepatan yang 70 kilometer per jam. Laju kecepatan KA Logawa saat itu
sampai 80 km per jam. Akibatnya, rangkaian KA limbung saat melewati tikungan radius 500 meter. Pelanggaran masinis terhadap rambu atas
kecepatan maksimum di jalur track KA merupakan salah satu penyebab kecelakaan KA Logawa di Madiun. Pernyataan Komisi Nasional Kecelakaan
Transportasi KNKT dinilai masih terlalu dini ungkap wartawan kompas Hendrowijono Nasional.compas.com, 16072010, jika melihat kondisi
lokasi kejadian dan kondisi rel di PT KAI tidak sebaik yang diharapkan. Jalur
commit to user
xx
KA antara Stasiun Madiun dan Wilangan dan sekitarnya, meski sudah menggunakan rel UIC 54 yang merupakan rel terbesar di Indonesia, masih
menggunakan penambat rel KAClip, penambat yang sejak awal abad ini dilarang digunakan. Konon masalahnya, penambat yang didesain PT. Kereta
Api Indonesia Persero itu dari pelat tipis dan terlalu lentur, minim dalam daya puntir, dan tidak mengikat kuat rel ke bantalan. Tanpa terikat kuat, rel
mudah bergeser sehingga kalau bergeser satu sentimeter atau beberapa milimeter saja bisa membuat roda kereta tidak memijak rel dan anjlok. Gaya
sentrifugal memperbesar kemungkinan pergeseran rel, dan ini yang diperkirakan terjadinya kecelakaan KA.
Dalam kutipan artikel di atas, bisa dilihat bahwa kecelakaan yang terjadi sering kali disebabkan karena faktor sarana dan prasarana kereta api.
Hal itu menandakan bahwa buruknya sistem manajemen sarana dan prasarana kereta api menstimulasi terjadinya kecelakaan KA.
Oleh karena itu, PT. Kereta Api Indonesia Persero Daop VII sebagai instansi terkait langsung dalam penyelenggaraan perkeretaapian di
wilayah Daop VII perlu meningkatkan kemampuannya dalam manajemen sarana dan prasarana perkeretaapian untuk menghindari resiko terjadinya
kecelakaan kereta api, maka perlu manajemen sarana dan prasarana yang baik. Sebagaimana yang dijelaskan H.M.N. Nasution dalam bukunya Manajemen
Transportasi 1996:70, bahwa perkiraan kebutuhan angkutan kereta api agar dapat dicapai sesuai sasaran dalam kurun waktu tertentu perlu menerapkan
commit to user
xxi
fungsi-fungsi manajemen utama, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan atau pengendalian.
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa PT KAI sebagai pihak utama pemegang operator pengelolaan kereta api hendaknya dapat
menjalankan fungsi manajemen perkeretaapian tersebut dengan baik. Hal ini dilakukan agar pengelolaan sarana dan prasarana perkeretaapian dapat
terkelola dengan tepat sasaran sehingga dapat meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerata api. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin
mengetahui bagaimana manajemen sarana dan prasarana yang ada di Daop VII Madiun .Suatu hal yang cukup menarik ketika penulisan karya ilmiah ini
mengambil judul “Manajemen Sarana dan Prasarana Perkeretaapian di PT. Kereta Api Indonesia Persero Daerah Operasi VII Madiun”.
Penelitian ini akan membahas mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam sarana dan prasarana yang dilaksanakan di PT. Kereta Api
Indonesia Persero Daerah Operasi VII Madiun.
B. Perumusan Masalah