PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT PENGUKURAN KINERJA PADA PT. KERETA API INDONESIA DAOP VII MADIUN.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Siska Indah Wardhani

0513010216/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN”

JAWA TIMUR

2010


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyatan

Dalam Memperoleh Gelar Sarjanah Ekonomi

Jurusan Akuntansi

Diajukan Oleh:

Siska Indah Wardhani

0513010216/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN”

JAWA TIMUR

2010


(3)

Oleh:

Siska Indah Wardhani

Abstrak

Pengukuran kinerja merupakan bagian dalam sistem pendukung keputusan manajemen

dengan membandingkan antara rencana yang dibuat dan hasil yang dicapai, menganalisa

penyimpangan yang terjadi, dan melakukan perbaikan.Pengukuran kinerja yang hanya

didasarkan atas pengukuran finansial saja,dirasa sudah tidak lagi memadai. Perusahaan juga

harus melakukan pengukuran kinerjanya tidak hanya melalui pengukuran finansial saja tetapi

juga melalui pengukuran non finansial, seperti tingkat kepuasan pelanggan, inovasi produk,

pengembangan perusahaan dan pengembangan karyawannya.Pengukuran kinerja dengan

mmenggunakan Balanced Scorecard memandang perusahaan bisnis atau jasa diukur dari 4

perspektif yaitu: Keuangan (Financial), Pelanggan (Customer), Proses Bisnis Internal (Internal

Bussines Proces) serta proses Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth).Sebagai

alat pengukuran kinerja, Balanced Scorecard dapat memberikan kerangka kerja yang

komprehensif untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran

kinerja yang terpadu dari waklu ke waktu. Empat perspektif dalam Balanced Scorecard dapat

menyeimbangkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang, serta meningkatkan umpan balik

dan pembelajaran strategi.

Penelitan ini menggunakan data primer yang diperoleh secara langsung dari obyek

penelitian, dengan metode kuesioner atau dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah

terstruktur. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif.

Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan

tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil, karena

peneliti tidak bermaksud membuat generalisasi.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa balanced scorecard dapat menterjemahkan

visi, misi ke dalam srategi perusahaan sehingga perusahaan dapat meningkatkan kinerja.


(4)

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini setiap perusahaan menghadapi perubahan lingkungan yang serba cepat (kompetitif), perubahan ini harus dapat direspon oleh perusahaan dengan tepat dan cepat pula. Dalam lingkungan bisnis yang semakin berkembang serta cepatnya perubahan lingkungan perusahaan telah menjadikan sebuah informasi menjadi harta yang berharga bagi perusahaan serta berguna untuk mengukur kinerja perusahaan.

Pengukuran kinerja merupakan bagian dalam sistem pendukung keputusan manajemen dengan membandingkan antara rencana yang dibuat dan hasil yang dicapai, menganalisa penyimpangan yang terjadi, dan melakukan perbaikan. (Kaplan dan Norton, 2001:2-3)

Menurut Mulyadi (2001:293), jika perusahaan ingin terus maju danan berhasil dalam dunia kompetisi, maka perusahaan tersebut harus menggunakan sistem pengukuran dan manajemen yang diambil dari strategi dan kemampuan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pendekatan sistem pengukuran kinerja yang dapat menerjemahkan visi, misi, dan strategi perusahaan menjadi alat ukur kinerja yang komprehensif yang memberikan kerangka untuk manajemen strategis.

Pengukuran kinerja yang hanya didasarkan atas pengukuran finansial saja,dirasa sudah tidak lagi memadai. Perusahaan juga harus melakukan


(5)

pengukuran kinerjanya tidak hanya melalui pengukuran finansial saja tetapi juga melalui pengukuran non finansial, seperti tingkat kepuasan pelanggan, inovasi produk, pengembangan perusahaan dan pengembangan karyawannya. Kemampuan perusahaan untuk memenuhi tingkat kepuasan konsumennya, melakukan inovasi produk dan pengelolaan sumber daya manusia tersebut akan mamberikan keuntungan kompetitif yang kuat bagi perusahaan yang bersangkutan. (Monika, 2000:21-35)

Pemikiran untuk menyeimbangkan pengukuran kinerja aspek keuangan dengan aspek non keuangan melahirkan suatu alat pengukuran kinerja baru yang dinamakan Balanced Scorecard. Alat pengukuran kinerja yang unik ini diperkenalkan pertama kali oleh Kaplan dan Norton untuk diterapkan pada perusahaan bisnis yang bertujuan mencari laba. (Ali M., 2002:245-264).

Menurut Mulyadi (2001:2-3) pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard memandang perusahaan bisnis atau jasa diukur dari 4 perspektif yaitu: Keuangan (Financial), Pelanggan (Customer), Proses Bisnis Internal (Internal Bussines Proces) serta proses Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth). Dalam Balanced Scorecard tujuan suatu unit usaha tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran financial, melainkan dijabarkan lebih lanjut dalam pengukuran bagaimana unit usaha tersebut menciptakan nilai tambah bagi pelanggan atau customer perspektif (non keuangan). Dengan Balanced Scorecard perusahaan dapat menerima


(6)

umpan balik mengenai strategi yang diterapkan, memonitor dan menyesuaikan implementasi dari strategi yang telah direncanakan.

Sebagai alat pengukuran kinerja, Balanced Scorecard dapat memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu dari waklu ke waktu. Empat perspektif dalam Balanced Scorecard dapat menyeimbangkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang, serta meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategi.

PT. Kereta Api adalah perusahaan umum milik negara yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa angkutan atau transportasi. PT. Kereta Api Indonesia juga harus meningkatkan kinerjanya dari tahun ke tahun agar dapat memberikan pelayanan dan menyediakan fasilitas sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh para konsumen.

Perusahaan penyedia jasa transportasi merupakan salah satu perusahaan yang memilki tingkat persaingan yang tinggi, mengingat jasa transportasi dibutuhkan oleh masyarakat setiap saat dan banyaknya alternatif pilihan kendaraan. Kompetisi tidak hanya terjadi antar moda darat tetapi juga berdampak pada perusahaan transportasi udara dan laut.

Atmosfer persaingan juga dirasakan oleh PT. Kereta Api dengan alat transportasi lainnya, apalagi saat ini terdapat banyak promosi yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan dengan tarif penerbangan murah sehingga PT. Kereta Api tidak hanya bersaing dengan alat transprortasi darat saja tetapi juga transportasi udara dan laut. Pada tahun 2000 PT. Kereta Api


(7)

mengandalkan pendapatan dari angkutan penumpang khususnya di Jawa, tetapi sekarang tidak lagi mengandalkan aspek tersebut.

Peristiwa kecelakaan kereta api sering dijadikan ”potret’ baik buruknya kinerja PT. Kereta Api. Dari hasil catatan akhir tahun 2008 PT. Kereta Api Daop VII Madiun, terdapat 8 kali kecelakaan kereta api yang mengakibatkan 45 orang korban meninggal dunia dan 119 orang korban luka-luka. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya terjadi penurunan angka kecelakaan kereta api sebab pada tahun 2007 terjadi 12 kali kecelakaan. Sedangkan pada tahun 2006 terjadi 4 kali kecelakaan kereta api. Dengan adanya fenomena tersebut, maka PT. Kereta Api Daop VII Madiun harus selalu meningkatkan kinerja dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan karena perusahaan harus peka terhadap kebutuhan konsumen yang bukan hanya membeli produk,tetapi juga menuntut pelayanan yang memuaskan. Jika kepuasan pelanggan tercapai, maka tidak sulit untuk menimbulkan loyalitas pelanggan yang nantinya akan mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan agar dapat terus bertahan dalam jangka waktu yang lama.

Adapun laba yang diperoleh oleh PT. Kereta Api Daop VII Madiun hampir setiap tahun mengalami fluktuatif karena beban usaha yang dimiliki oleh perusahaan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat ditunjukkan oleh laporan laba/rugi PT. Kereta Api Daop VII Madiun.


(8)

Tabel 1.1

Jumlah Perolehan Laba Bersih PT Kereta Api DAOP VII Madiun

No Tahun Laba/Rugi

1 2005 16.047.466.343,00

2 2006 9.126.209.276,00

3 2007 15.273.137.591,00

4 2008 13.568.037.879,00

PT. Kereta Api Daop VII Madiun pada tahun 2005 memperoleh total laba sebesar Rp 16.047.466.343,00. Pada tahun 2006 mengalami penurunan laba sehingga memperoleh laba sebesar Rp 9.126.209.276,00. Pada tahun 2007 mengalami kenaikan laba sehingga laba yang diperoleh sebesar Rp.15.273.137.591,00. Pada tahun 2008 mengalami penurunan laba sehingga memperoleh total laba sebesar Rp 13.568.037.879,00.

Untuk dapat meningkatkan laba dan kinerja perusahaan, PT. Kereta Api Daop VII Madiun ingin melakukan perbaikan terhadap sistem yang selama ini berjalan di perusahaan.

PT Kereta Api Daop VII Madiun membutuhkan pengukuran kinerjanya yang menyeluruh ditinjau dari segi keuangan dan nonkeuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi dan meningkatkan kinerja perusahaan serta pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Balanced Scorecard dapat digunakan sebagai alat ukur kinerja yang tepat dan sesuai dengan kondisi perusahaan.

Balanced scorecard menyimpan potensi luar biasa dalam mendongkrak kemampuan organisasi untuk melipatgandakan kinerja


(9)

keuangan, sebab Balaanced Scorecard sebagai alat manajemen kontemporer memiliki keunggulan dalam mengevaluasi kinerja keuangan dan non keuangan. Perspektif keuangan diintegrasikan dengan pengukuran atas ketiga perspektif lainnya yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis inrternal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sehingga menghasilkan basis analisis yang lebih lengkap daripada menggunakan data keuangan saja.

Berdasarkan uraian diatas peneliti melakukan penelitian dengan judul

"Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Pada PT. Kereta Api Daop VII Madiun ".

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahan:

Bagaimana kinerja PT. Kereta Api Daop VII Madiun menurut konsep

Balanced Scorecard yang meliputi empat perspektif, yaitu perspektif

keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

Untuk mengetahui bagaimana kinerja PT. Kereta Api Daop VII Madiun menurut konsep Balanced Scorecard yang ditinjau dari empat perspektif,


(10)

yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi perusahaan

a. Memberikan informasi yang sangat akurat mengenai kinerja yang telah dicapai oleh perusahaan.

b. Sebagai bahan pertimbangan untuk dapat lebih meningkatkan kinerja perusahaan agar lebih efisien dan efektif.

2. Bagi Penulis

Sebagai perbandingan antara teori yang didapatkan selama studi dengan kenyataan yang ada di perusahaan, khususnya tentang konsep Balanced

Scorcard yang digunakan sebagai alat sistem penilaian kinerja

manajemen suatu perusahaan yang komprehensif, koteren dan terintegrasi.

3. Bagi Pembaca

Sebagai bahan masukan dalam memenuhi Balanced Scorcard dan dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah ada mengenai Balanced Scorecard pernah dilakukan oleh:

1. Sigit Hermawan, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Judul :

Penerapan Balanced Scorecard sebagai alat implementasi strategi dalam upaya meningkatkan kinerja PTS “X” Sidoarjo.

Permasalahan :

Apakah pengukuran kinerja yang dilakukan dengan perspektif Balanced Scorecard dapat menterjemahkan visi dan misi sebuah organisasi seperti PTS, yang nantinya dengan adanya penerjemahan visi dan misi tersebut akan dioperasionalkan menjadi program kerja yang dapat meningkatkan kinerja pada PTS “X” Sidoarjo?

Hasil penelitian :

Penyusunan kerangka Balanced Scorecard dapat membantu dalam menerjemahkan visi dan misi juga dalam tujuan, tolak ukur, target, dan inisiatif strategis. Hal ini dapat memberikan langkah-langkah berupa program kerja yang dapat meningkatkan kinerja PTS “X” Sidoarjo secara menyeluruh dalam mencapai visi, misi dan tujuan strategis PTS “X” Sidoarjo.


(12)

2. Ravilla El Maghfiroh Judul :

Evaluasi kinerja dengan kerangka Balanced Scorecard pada Foreign Exchange Trading Business unit Bank “X” cabang Surabaya.

Permasalahan :

Bagaimana kinerja FETB Bank “X” cabang Surabaya bila diukur dengan menggunakan kerangka Balanced Scorecard.

Hasil penelitian :

1. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan :

Pemberdayaan karyawan hasilnya kurang baik bila dibandingkan dengan kriteria yang ada.

2. Perspektif proses bisnis internal :

Fakta yang didapat atas kualitas pelayanan adalah baik, artinya sesuai dengan kriteria yang ada.

3. Perspektif pelanggan :

Dalam hal ini kepuasan nasabah sudah baik sesuai dengan standart yang ditetapkan tentang kualitas pelayanan.

4. Perspektif keuangan :

FETB belum bisa memenuhi target karena sistem penentuan targetnya yang topdown tanpa memprhatikan prospek bisnis valuta asing pada tahun anggaran pada setiap cabang metropolitan branches dengan potensi pasar yang relatif sama.


(13)

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Sistem Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja perusahaan yang terlalu ditekankan pada sudut pandang financial sering menghilangkansudut pandang lain yang tentu saja tidak kalah pentingnya. Seperti, pengukuran kepuasan pelanggan dan proses adaptasi dalam suatu perubahan sehingga dalam suatu pengukuran kinerja, diperlukan suatu keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dengan pengukuran kinerja non finansial.

Keseimbangan antara pengukuran kinerja finansial dengan non finansial ini akan dapat membantu perusahaan dalam mengetahui dan mengevaluasi kinerjannya secara keseluruhan. (Monika, 2000:21-35)

2.2.1.1. Kinerja

Secara etimologi dapat disamakan dengan performance yang berasal dari bahasa Inggris. Performance atau kinerja merupakan ukuran kesuksesan seseorang atau organisasi dalam melaksanakan tugas, fungsi atau pekerjaan. Menurut Mulyadi (2001:415-416), kinerja dapat diartikan sebagai efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan. Karena pada dasarnya organisasi dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan penilaian manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan di dalam organisasi.


(14)

Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang dimainkan dalam mencapai tujuan organisasi. Tetapi kinerja operasi perusahaan merupakan kinerja perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya dalam rangka untuk mendapatkan besarnya. (Mulyadi, 2001:415)

2.2.1.2 Pengertian Sistem Pengukuran Kinerja

Menurut Mulyadi (2001:415), Pengukuran kinerja merupakan salah satu yang amat penting bagi organisasi, karena pada dasarnya pengukuran kinerja merupakan perilaku anggota organisasi dalam melaksanakan perannya untuk mencapai tujuan organisasi. Sistem pengukuran kinerja mengukur aspek paling penting dari suatu organisasi sebagai sebuah kemampuan unik yang dapat digunakan untuk memenuhi visi dan misi organisasi.

Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas opersional suatu organisasi sebagai bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas pengendalian.

Pengukuran kinerja suatu perusahaan selalu diperlukan oleh unit-unit bisnis dalam perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui kinerja perusahaan


(15)

pengukuran kinerja suatu perusahaan berkaitan dengan kemampuan perusahaan membayar barang-barang yang dipasoknya. (Monik, 2000:21-35)

Sedangkan menurut Vincent Gaspersz (2003:68) pengukuran kinerja adalah kemampuan mengamati, mengukur, menganalisa, dan menggunakan informasi itu untuk membawa ke arah perubahan yang lebih baik.

Selain itu menurut Monika (2000:21-35), pengukuran kinerja memberikan umpan balik dalam pengendalian strategi, yang mendorong para manajer untuk mengevaluasi dan meningkatkan profitabilitas perusahaan dan organisasi sesuai dengan tujuan dan strategi perusahaan.

Sistem pengukuran yang digunakan oleh suatu perusahaan memiliki dampak yang besar terhadap findakan unsur-unsur di dalam perusahaan tersebut, baik internal maupun eksternal.

Selama ini sistem pengukuran kinerja perusahaan bersifat keuangan (finansial). Sistem akuntansi perusahaan mencatat detil transaksi setiap periodenya dari waktu ke waktu, serta memberikan pelaporan kondisi keuangan perusahaan sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh pihak manajemen (Kaplan dan Norton, 2000:19).

Suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif memuat indikator-indikator pengukuran kinerja yang kritis dirumuskan oleh Atkinson dkk, (1995:51) yaitu:

1. Memikirkan organisasi dan masing-masing aktivitas dari customer perspektif.


(16)

2. Mengevaluasi aktivitas-aktivitas berdasarkan ukuran kinerja customer yang telah dijalankan.

3. Memikirkan segala aktivitas kinerja yang mempengaruhi konsumen oleh karena itu bersifat luas (meliputi banyak hal).

4. Memberikan umpan balik untuk membantu anggota organisasi yang mengidentifikasi masalah serta kesempatan perbaikan.

Program pengukuran kinerja yang efektif akan bermanfaat bagi para pemakainya apabila menyediakan umpan balik yang membantu manajemen perusahaan dalam mengidentifikasi masalah yang timbul, mengevaluasi dan memecahkannya sehingga berguna untuk perbaikan operasi dan kinerja badan usaha. Hal ini sesuai dengan pernyataan Atkinson dkk. (1995:53).

Desain pengukuran kinerja harus mencerminkan asumsi dasar organisasi apabila organisasi berubah sedangkan sistem pengukuran kinerja tidak, maka menjadi akan efektif atau tidak produktif lagi. Dalam pengukuran kinerja terdapat dua kriteria informasi yaitu: (Monika, 2000:21-35)

1. Pengukuran kinerja finansial. 2. Pengukuran kinerja nonfinansial.

Pengukuran kinerja finansial menjabarkan indikasi kineria dalam jumhh uang yang merupakan hasil akhir dari kegiatan dan keputusan manajer, sedangkan informasi nonfinansial dan keputusan manajer lebih menunjuk pada kinerja sebagai suatu proses.

Perkembangan badan usaha menuntut yang lebih komplek, karenanya pengukuran kinerja finansial saja tidak layak digunakan dalam kompetisi


(17)

global. Sedangkan pengukuran tradisional hanya meninjau segi finansial tidak dapat memberikan informasi secara terus menerus. Pemilihan dan penggunaan salah satu sistem pengukuran kinerja saja dapat memberikan informasi yang menyesatkan karena antara pengukuran finansial dan pengukuran nonfinansial saling terkait dan saling melengkapi, karenanya kedua sistem tersebut harus digunakan secara seimbang.

2.2.1.3 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja

Tujuan dari pengukuran kinerja adalah: (Mulyadi, 1993:416)

1. Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap organisasi secara keseluruhan.

2. Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam berorganisasi.

3. Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal) menjalankan bagiannya dengan tujuan pokok perusahaan secara keseluruhan.

2.2.1.4 Manfaat Sistem Pengukuran Kinerja

Manfaat dari Pengukuran Kinerja adalah: (Mulyadi, 2001)

1. Perusahaan dapat melakukan pengamatan terhadap trend perubahan lingkungan makro dan lingkungan industri yang diperkirakan akan berdampak terhadap perusahaan.


(18)

2. Perusahaan dapat merumuskan visi dan tujuan ke dalam sistem perumusan strategi ke dalam sasaran-sasaran yang komprehensif dan koheren.

3. Dapat menyediakan sistem untuk mewujudkan rencana yang bersifat kualitatif melalui sistem pengelolaan sumber daya.

2.2.2 Balanced Scorecard

2.2.2.1 Pengertian Balanced Scorecard

Menurut Kaplan dan Norton (2000:7) Balanced Scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran scorecad diturunkan dari visi dan strategi perusahaan dengan memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Empat perspektif ini memberikan kerangka kerja bagi Balanced Scorecard.

Menurut Mulyadi (2001:1) Balanced Scorecard merupakan

contempory management tool yang digunakan untuk mendongkrak

kemampuan organisasi dalam melipatgandakan kinerja keuangan. Balanced

Scorecard sebagai alat manajemen kontemporer semakin dibutuhkan oleh

perusahaan karena beberapa fektor yaitu: (Mulyadi, 2001:24)

1. Lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan sangat kompetitif dan turbulen.


(19)

2. Sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidf lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.

Dengan menggunakan Balanced Scorecard, sekarang organisasi dapat mengukur bagaimana berbagai unit bisnis mereka menciptakan nilai bagi para pelanggan (customer value) perusahaan untuk saat ini serta bagaimana perusahaan harus meningkatkan kemampuan bisnis internal investasi sumber daya manusia, sistem dan prosedur yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja yang akan datang.

2.2.2.2 Konsep Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2001:1), Alat pengukuran kinerja Balanced Scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk mengevaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan.

Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena itu, jika kartu skor personel digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan nonkeuangan, antara kinerja jangka


(20)

pendek dan kinerjajangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat intern dan kinerja yang bersifat ekstern.

2.2.2.3. Tujuan Balanced Scorecard

Menurut Mulyadi (2001:kata pengantar), tujuan dari Balanced Scorecard adalah untuk menghasilkan outstanding financial returns dalam jangka panjang.

2.2.2.4. Manfaat Balanced Scorecard

Manfaat dari Balanced Scorecard adalah: (Mulyadi, 2001:15)

1. Mampu menafsirkan dampak trend perubahan lingkungan bisnis yang kompleks terhadap misi, visi, dan tujuan perusahaan.

2. Manajemen dapat secara komprehensif memperoleh gambaran kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan di masa depan.

3. Dapat menerjemahkan strategi ke dalam sasaran-sasaran strategik yang komprehensif, koheren, seimbang, dan terukur.

4. Dapat menghasilkan rencana jangka panjang yang komprehensif. 5. Dapat digunakan untuk menjabarkan program ke dalam anggaran. 6. Dapat memperluas kinerja eksekutif.


(21)

2.2.2.5 Keunggulan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard sebagai inti sistem manajemen strategik memiliki keunggulan - keunggulan sebagai berikut (Mulyadi, 2001:19-24):

1. Komprehensif

Balanced Scorecard memotivasi personel untuk mengarahkan usahanya kepada sasaran strategik yang dapat meningkatkan kinerja keuangan. Produk dan jasa yang dapat menghasilkan value terbaik bagi pelanggan dengan biaya rendah dan proses yang produktif merupakan respon yang tepat dan memadai bagi perusahaan yang menghadapi iklim usaha yang semakin kompleks dan tidak menentu, seperti yang dapat dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1: Perbedaan Sistem Manajemen Strategik pada Manajemen Tradisional dengan Manajemen Kontemporer

Sumber: Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan (Mulyadi, 2001:19)

2. Koheren

Balanced Scorecard membangun hubungan kausal (sebab-akibat) antara perspektif nonkeuangan dengan keuangan, baik secara langsung

Sistem Manajemen Strategik dalam Manajemen Tradisional

Sistem Manajemen Strategik dalam Manajemen Kontemporer • Hanya berfokus ke perspek

keuangan • Tidak koheren

• Mencakup perspektif yang komprehensif: keuangan,

pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan

petumbuhan • Koheren • Terukur • Seimbang


(22)

maupun tidak langsung. Meskipun semua .perspektif nonkeuangan pada akhimya akan bermuara pada perspektif keuangan, dengan demikian kekoherenan perspektif nonkeuangan dengan keuangan akan menghasilkan kinerja keuangan yang baik.

3. Seimbang

Melalui empat perspektifnya, Balanced Scorecard akan menyeimbangkan antara perspektif yang berfokus pada intern perusahaan (perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan) dengan perspektif yang berfokus ekstra (perspektif keuangan dan perspektif pelanggan), sehingga keempatnya akan mendukung perencanaan strategik perusahaan.

4. Terukur

Perencanaan strategik yang didukung oleh perspektif keuangan dan nonkeuangan akan dapat tercapai apabila ukuran-ukuran tersebut dapat diukur, yang dilandasi oleh keyakinan (Mulyadi, 2001:23):

If we can measureit, we can manage it. If we can manage it, we can achieve it.

Balanced Scorecard dapat mengukur perspektif nonkeuangan yang sulit untuk diukur, sehingga dapat melengkapi perspektif keuangan.

2.2.3. Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard

Balanced Scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun ke dalam empat perspektif:


(23)

keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. (Kaplan dan Norton, 2000:7).

2.2.3.1 Perspektif Keuangan

Menurut Kaplan dan Norton (2000:41), dalam Balanced Scorecard tujuan keuangan menjadi fokus tujuan dan ukuran di semua perspektif scorecard lainnya. Tujuan dan ukuran keuangan harus memainkan peran ganda, menentukan kinerja keuangan yang diharapkan dari strategi, dan menjadi sasaran akhir tujuan dan ukuran perspektif scorecard lainnya (pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan).

Terdapat tiga tahapan siklus hidup bisnis suatu perusahaan (Kaplan dan Norton, 2000:42) yaitu:

1. Bertumbuh (growth)

Pada tahap ini perusahaan mengawali siklus kehidupannya dengan menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensial pertumbuhan, dengan melibatkan suraber daya yang cukup banyak. Mereka berusaha mengembangkan dan meningkatkan berbagai lini produk mereka, membangun kemampuan operasi, menambahkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global serta memelihara dan mengembangkan hubungan dengan erat dengan pelanggan. Tujuan keseluruhan keuangan dalam tahap bertumbuh adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat


(24)

pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah.

2. Bertahan (sustain)

Pada tahap ini perusahaan menghadapi situasi dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang telah dimiliki perusahaan pada saat ini dan secara bertahap tumbuh seiring dengan perjalanan perusahaan. Proyek investasi akan lebih diarahkan untuk mengatasi berbagai kemacetan, perluasan kapasitas, dan peningkatan aktivitas perbaikan yang berkelanjutan, dibanding investasi yang memberikan pengembalian modal dan pertumbuhan jangka panjang seperti yang dilakukan pad atahap pertumbuhan. Perusahaan pada tahap ini akan menetapkan tujuan keuangan yang terkait dengan profitabilitas. Tujuan seperti ini dapat dinyatakan dengan memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi seperti laba operasi dan margin kotor yang diselaraskan dengan tingkat investasi yang ditanamkan dengan ukuran- ukuran seperti:

a. Return On Investment (ROI)

Menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan netto (Bambang Riyanto, 1997:261).

Rumus:

100% aktiva

Jumlah

pajak sesudah netto

Keuntungan


(25)

Contoh:

100% 3.000.000

240.000

 = 0,08

b. Profit Margin on Sales (PMoS)

Menunjukkan besaraya laba bersih setiap rupiah penjualan bersih. Jika tingkat profitabilitas diukur dengan menggunakan rasio laba bersih atas penjualan bersih maka peningkatan profit dapat dicapai dengan melakukan penjualan, atau meningkatkan efisien operasi badan usaha. Rumus: 100% netto Penjualan pajak sesudah netto Keuntungan  Contoh: 0,06 100% 4.000.000 240.000  

c. Sales Growth

Berfungsi untuk mengukur kemampuan badan usaha untuk meningkatkan penjualan dari tahun ke tahun. Bila Sales Growth terus meningkat dari tahun ke tahun maka akan semakin baik sebab produk yang akan dihasilkan oleh badan usaha semakin diminati oleh konsumen. Rumus: 100% Penjualan bersih Laba 


(26)

Contoh:

100% 865.803

1.725.686.

481.404 1.628.076.

Serta ukuran-ukuran lain seperti nilai tambah ekonomis dan lain-lain yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja unit-unit bisnisnya.

3. Menuai (harvest)

Perusahaan pada tahap ini mulai menikmati investasi yang ditanamkan pada dua tahap sebelumnya. Perusahaan sudah tidak memerlukan lagi investasi yang besar, namun cukup dengan pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan perluasan atau pembangunan kapabilitas baru. Setiap proyek investasi harus memiliki tingkat pengembalian investasi yang definitif dan singkat.

Tujuan utamanya adalah memaksimalkan arus kas kembali perusahaan. Tujuan keuangan keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai adalah aras kas operasi (sebelum depresiasi) dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja. Ukuran keuangan menunjukkan apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba suatu organisasi.

2.2.3.2 Perspektif Pelanggan

Menurut Mulyadi (2001:224), Customer adalah siapa saja yang menggunakan keluaran pekerjaan seseorang atau suatu tim. Dalam perspektif pelanggan Balanced Scarecard, perusahaan melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akao dimasuki. Segmen pasar merupakan


(27)

sumber yang menjadi komponen penghasilan tujuan keuangan perusahaan. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan yang penting, seperti kepuasan, loyalitas, retensi, akuisisi dan profitabilitas dengan pelanggan dan segmen pasar sasaran.

Di masa lalu, perusahaan dapat memusatkan diri pada kapabilitas internal, dengan mengandalkan kinerja produk dan inovasi teknologi. Tetapi perusahaan yang tidak memahami kebutuhan pelanggan akan memudahkan para pesaing untuk menyerang melalui penawaran produk dan jasa yang lebih baik sesuai dengan preferensi pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan lebih baik memfokuskan pada eksternal perusahaan yaitu kepada pelanggan. Jika ingin mencapai kinerja keuangan jangka panjang yang baik, setiap unit bisnis harus menciptakan dan memberikan produk dan jasa yang bernilai bagi pelanggan. (Kaplan dan Norton, 2000:55)

Perusahaan harus mengidentifikasi berbagai segmen pasar, baik dalam populasi pelanggan yang ada saat ini maupun pelanggan otensial dan kemudian memilih segmen mana yang akan mereka masuki. Mengidentifikasi proporsi yang akan diberikan kepada segmen sasaran menjadi kunci dalam pengembangan tujuan dan perspektif pelanggan. Dengan demikian, perspektif pelanggan dalam balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan yang spesifik berkenaan dengan pelanggan dan segmen untuk dikomunikasikan ke seluruh perusahaan. (Kaplan dan Norton, 2000:56).


(28)

Balanced Scorecard sebagai suaru deskripsi strategi perusahaan harus mengidentifikasi setiap tujuan pelanggan dalam semua segmen sasaran (Kaplan dan Norton, 2000:56).

Setelah mengidentifikasi dan menentukan sasaran pada pasar, unit bisnis perusahaan dapat menetapkan tujuan dan ukuran untuk segmen sasaran tersebut. Ukuran pelanggan pada umumnya sama untuk semua jenis perusahaan. Kelompok pengukuran ini terdiri dari ukuran: (Kaplan dan Norton, 2000:59)

1. Product and Service

Product and Service atributes mencakup fungsi servis, produk, harga dan kualitas. Disini harus ditemukan apa yang benar-benar diinginkan oleh pelanggan, sehingga perusahaan dapat melakukan yang terbaik.

2. Customer Relationship

Dimensi ini mencakup pengiriman barang atau pelayanan kepada pelanggan, termasuk waktu tanggap dan dimensi waktu pengiriman dan bagaimana perasaan konsumen setelah membeli produk maupun jasa dari perusahaan tersebut. Perusahaan itu harus dapat mengidentifikasi tujuan dari Customer Relationship ini dengan baik.

3. Image and Reputation

Menggambarkan faktor-faktor tak berwujud yang membuat pelanggan tertarik kepada perusahaan. Juga menggambarkan seberapa bagus kinerja perusahaan dalam memberikan nilai bagi pelanggan


(29)

(customers value) akan menentukan Image Product maupun jasa. Pelanggan yang memiliki image bagus akan setia (loyalitas) terhadap produk maupun jasa perusahaan.

4. Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction)

Pengukuran customer satisfaction memberikan umpan balik bagi perusahaan untuk mengetahui seberapa baiknya perusahaan dalam melakukan usaha.

5. Pangsa Pasar

Menggambarkan proposisi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis dipasar tertentu dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.

6. Retensi Pelanggan (customer retention)

Mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan sasaran, yang diawali dengan mempertahankan pelanggan yang ada pada segmen tersebut.

7. Akuisisi Pelanggan (customer acquisition)

Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut, keberhasilan unit bisnis dalam menarik/memenangkan pelanggan baru.

8. Profitabilitas pelanggan (customer profitability)

Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.


(30)

Untuk lima ukuran terakhir mungkin terlalu umum untuk semua jenis perusahaan, karena itu untuk menghasilkan ukuran yang diharapkan harus disesuaikan dengan kelompok pelanggan sasaran yang diharapkan memberi pertumbuhan dan profitabilitas yang paling besar.

2.2.3.3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Pada perspektif proses bisnis internal, para manajer melakukan identifikasi berbagai proses penting yang sangat penting untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif keuangan (finansial) dan perspektif pelanggan. Urutan ini memungkinkan perusahaan memfokuskan pengukuran proses bisnis internal kepada proses yang akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan dan para pemegang saham. Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil yang bait (Kaplan dan Norton, 2000:80).

Menurut Kaplan dan Norton (2000:83) dalam perspektif proses bisnis internal, kondisi perusahaan dapat disesuaikan model rantai generic.


(31)

Gambar 2: Perspektif Proses Bisnis Internal - Model Rantai Nilai Generik

Inovasi Operasi Layanan Purna Jual

Sumber: The Balanced Scorecard: Translating Strategy Into Action (Kaplan and Norton, 1996:84)

Menurut Kaplan dan Norton (2000:83), tiga proses utama pada perspektif proses bisnis internal adalah :

1. Inovasi

Proses inovasi terdiri atas dua komponen. Dalam komponen yang pertama para manajer melaksanakan penelitian pasar untuk mengenai ukuran pasar, bentuk preferensi pelanggan, dan tindakan harga produk dan jasa sasaran. Pada komponen selanjutnya adalah penerapan peluang dari informasi yang didapat dari langkah pertama.

2. Operasi

Operasi perusahaan cenderung respektif sehingga teknik yang manajemen ilmiah dapat segera diterapkan untuk mengendalikan dan penerimaan dan pemrosesan pesanan pelanggan, serta vendor, produksi dan penyimpanan produk atau jasa. Perusahaan dapat melengkapi ukuran biaya dan finansial tradisional dengan pengukuran mutu, lama siklus biaya operasi, karakteristik produk atau jasa sehingga dapat terfokus dan memberikan perhatian kepada produk atau jasa dan pelanggan.

Kebutuhan Pelanggan Diidentifikasi Kebutuhan Pelanggan Terpuaskan Kenali Pasar Ciptakan Produk Jasa Bangun Produk/ Jasa Luncurkan produk/ jasa Layani pelanggan


(32)

3. Layanan Purna Jual

Layanan purna jual mencakup garansi dan berbagai aktivitas perbaikan, penggantian produk yang rusak dan yang dikembalikan, serta proses pembayaran, seperti administrasi kartu kredit.

2.2.3.4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Menurut Kaplan dan Norton (2000:109), tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai. Balanced Scorecard menekankan pentingnya menanamkan investasi bagi masa datang, dan bukan dalam bidang investasi tradisional saja, seperti peraktan baru, riset, dan pengembangan produk maupun jasa baru. Investasi peralatan dan litbang jelas sangat penting, tetapi tampaknya tidak cukup hanya dengan itu saja. Perusahaan juga harus melakukan investasi dalam infrastruktur para pekerja, sistem dan prosedur jika ingin mencapai tujuan pertumbuhan keuangan jangka panjang yang ambisius.

Menurut Kaplan dan Norton (2000:110), tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan:

1. Kapabilitas Pekerja

Peningkatan kinerja yang dicapai dengan melaksanakan prosedur standar yang telah ditetapkan oleh para elit perusahaan atau Top Management belum cukup. Gagasan untuk meningkatkan proses dan kinerja untuk pelanggan harus datang dari pekerja Uni depan yang paling


(33)

dekat dengan proses internal dan pelanggan perusahaan. Standar proses internal dan tanggapan pelanggan yang telah dilaksanakan pada masa lalu dapat menjadi dasar peningkatan yang harus senantiasa dilakukan. Standar tersebut tidak dapat menjadi standar untuk kinerja saat ini maupun masa yang akan datang. Terdapat tiga kelompok utama pekerja, yaitu:

a. Kepuasan pekerja

Tujuan kepuasan pekerja menyatakan bahwa moral pekerja dan kepuasan kerja secara keseluruhan saat ini dipandang sangat penting oleh sebagian besar perusahaan. Pekerja yang puas merupakan pra-kondisi bagi meningkatnya produktivitas, daya tanggap, mutu, dan layanan pelanggan.

b. Retensi pekerja

Tujuan retensi pekerja adalah untuk mempertahankan selama mungkin para pekerja yang telah bekerja dalam jangka yang lama dan loyal membawa nilai perusahaan, pengetahuan tentang berbagai proses organisasional serta diharapkan sensivitasnya terhadap kebutuhan para pelanggan. Hal ini diukur dengan persentase keluarnya pekerja.

c. Produktivitas pekerja

Produktivitas pekerja adaiah suatu ukuran hasil, dampak keseluruhan usaha peningkatan moral dan keahlian pekerja, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah membandingkan keluaran yang dihasilkan oleh para pekerja dengan


(34)

jumlah pekerja yang dikerahkan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Hal ini diukur dengan pendapatan per pekerja.

2. Kapabilitas Sistem Informasi

Motivasi dan keahlian para pekerja memang diperlukan untuk mecapai sasaran yang luas dalam tujuan pelanggan dan proses internal, tetapi dengan itu saja tidaklah cukup, jika ingin agar para pekerja bekerja efektif dalam lingkungan kompetitif dunia bisnis dewasa ini, perlu didapat banyak informasi mengenai pelanggan, proses bisnis internal, dan konsekuensi finansial keputusan perusahaan. Ukuran yang digunakan adalah employee training.

3. Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan

Meskipun pekerja yang trampil dilengkapi akses kepala informasi yang luas, tidak akan memberi kontribusi bagi keberhasilan perusahasn jika mereka tidak termotivasi bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan, atau jika mereka tidak diberikan kebebasan membuat keputusan dan mengambil tindakan. Oleh karena itu, fokus ketiga pada perspektif pembelajaran dan pertunbuhan kepada iklim perusahaan yang mendorong timbulnya motivasi dan inisiatif pekerja. Ukuran yang digunakan adalah absenteeisme.


(35)

2.2.4. Hubungan antara Pengukuran Balanced Scorecard dengan Strategi Perusahaan

Balanced Scorecard yang berhasil adalah Balanced Scorecard yang berhasil mengkomunikasikan strategi melalui sekelompok ukuran finansial dan non finansial yang terpadu.

Terdapat tiga prinsip yang memungkinkan Balanced Scorecard dikaitkan dengan strategi perusahaan (Kaplan dan Norton, 2000:129):

1. Hubungan sebab-akibat

Startegi adalah sekumpulan hipotesis tentang hubungan sebab-akibat. Hubungan sebab-akibat dapat dinyatakan dengan suatu pernyataan jika-maka (if-then). Setiap ukuran yang dipilih untuk Balanced Scorecard harus menjadi unsur suatu rantai hubungan sebab-akibat yang mengkomunikasikan arti strategi unit bisnis kepada seluruh perusahaan.

2. Faktor pendorong kinerja

Semua balanced Scorecard menggunakan ukuran generik tcrtcntu. Ukuran generik ini cenderung menjadi ukuran utama hasil, yang mencerminkan tujuan bersama berbagai strategi, dan strukturnya serupa di semua industri dan perusahaan. Ukuran-ukuran hasil generik ini cenderung menjadi lag indicator seperti profitabilitas, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, retensi pelannggan dan keahlian pekerja. Faktor pendorong kinerja, lead indicator, adalah faktor-faktor khusus yang


(36)

terdapat pada unit bisnia tertentu. Faktor pendorong kinerja mencerminkan keunikan dari strategi unit bisnis.

3. Keterkaitan dengan masalah finansial

Sebuah Balanced Scorecard harus tetap menitikberatkan kepada hasil, terutama yang bersifat finansial. Banyak manajer gagal menggantikan program seperti manajemen mutu total, penurunan waktu siklus, rekayasa ulang dan pemberdayan pekerja, dengan hasil yang secara langsung mempengaruhi para pelanggan dan yang menghasilkan kinerja finansial yang handal pada masa yang akan datang.

2.2.5. Balanced Scorecard sebagai Sistem Manajemen Stratgeis

Balanced Scorecard lebih dari sekedar sisiem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan scorecard sebagai scbuah sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi jangka panjang (Gambar 2.3) (Kaplan dan Norton, 2000:9).

Pengukuran yang merupakan fokus dari Scorecard bertujuan untuk memperkenalkan empat proses manajemen yang baru, yaitu (Kaplan dan Norton, 2000:9):

1. Memperjelas dan Menerjemahkan Visi dan Srategi

2. Mengkomunikasikan dan Mengaitkan Tujuan serta Ukuran Startegis

3. Merencanakan, Menetapkan Sasaran dan Menyelaraskan Berbagai Inisiatif Strategi.


(37)

Gambar 2.3

Balanced Scorecard Sebagai Suatu Kerangka Kerja Tindakan Strategis

Sumber: Robert S. Kaplan dan David P. Norton, ”Using The Balanced Scorecard as a Strategic Management System”, Harvard Business Review (Januari-Februari 1996:77) dicetak ulang

2.2.5.1 Memperjelas dan Menerjemahkan Visi dan Strategi

Proses scorecard dimulai dengan tim manajemen eksekutif senior yang bersama-sama bekerja menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan stirategis yang spesifik. Untuk menetapkan berbagai tujuan finansial,

Balanced Scorecard

Umpan balik dan pembelajaran strategi - Mengartikulasikan visi bersama - Memberikan umpan balik strategi - Memfasilitasi tinjauan ulang dan

pembelajaran strategis

Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi:

- Memperjelas visi - Menghasilkan konsensus

Merencanakan dan menetapkan sasaran:

- Menetapkan sasaran - Memadukan inisiatif strategik - Mengalokasikan sumber daya - Menetapkan tonggak-tonggak

penting Mengkomunikasikan dan

menghubungkan

- Mengkomunikasikan dan mendidik - Menetapkan tujuan

- Mengaitkan imbalan dengan ukuran kinerja tonggak


(38)

tim ini harus mempertimbangkan apakah akan menitikberatkan kepada pertumbuhan peridapatan dan pasar, profitabilitas atau menghasilkan arus kas (cash flow). Khusus untuk perspektif pelanggan, tim manajemen harus menyatakan dengan jelas pelanggan dan segmen pasar mana yang diputuskan untuk dimasuki. Setelah tujuan finansial dan pelanggan ditetapkan, perusahaan kemudian mengidentifikasi berbagai tujuan dan ukuran proses bisnis internal.

Keterkaitan yang terakhir, tujuan pembelajaran dan pertumbuhan, memberi alasan logis terhadap adanya kebutuhan investasi yang besar untuk melatih ulang para pekerja, dalam teknologi dan informasi, serta dalam meningkatkan berbagai prosedur organisasional. Karena dikembangkan oleh sekelompk eksekutif senior, sebagai suatu proyek tim, scorecard menciptakan sebuah model bersama dari bisnis keseluruhan dimana setiap orang memberikan kontribusi. Scorecard menghasilkan konsensus dan kerjasama tim diantara semua eksekutif senior, tanpa memandang pengalaman kerja atau kelebihan fungsionalnya (Kaplan dan Norton, 2000:9).

2.2.5.2. Mengkomunikasikan dan Mengaitkan Tujuan serta Ukuran Strategis

Tujuan dan ukuran Strategis yang sudah ditetapkan dalam Balanced Scorecard harus diinformasikan ke semua tingkatan yang ada dalam perusahaan melalui media cetak atau elektronik, misalnya komputer atau alat-alat pendistribustan informasi internal lainnya. Komunikasi tersebut memberi


(39)

informasi kepada semua pekerja mengenai berbagai tujuan penting yang harus dicapai agar strategi organisasi berhasil (Kaplan dan Norton, 2000:11).

2.2.5.3. Mereucanakan, Menetapkan Sasaran dan Menyeleraskan Berbagai Inisiatif Strategis

Balanced Scorecard akan memberikan dampak atau pengaruh yang sangat besar dalam suatu perusahaan, bahkan dapat menciptakan perbuatan pada perusahaan tersebut. Melalui Balanced Scorecard akan mampu mcndorong perusahaan untuk mengintegrasikan perencanaan strategis dan proses penganggaran untuk membantu memastikan bahwa anggaran yang dibuat dapat mendukung strategi yang ada.

Balanced Scorecard akan dapat mempengaruhi manajer dalam menentukan strategi yang akan ditetapkan, sehingga melalui strategi tersebut diharapkan dapat mensukseskan tujuan dari perusahaan. Selanjutnya melalui proses perencanaan dan kemudian penentuan target, manajer juga dapat menentukan tujuan jangka panjang yang harus dicapai serta menemukan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. (Kaplan dan Norton, 2000:12).

2.2.5.4. Mengaitkan Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis

Proses ini merupakan proses teakhir dari empat proses manajemen, namun proses ini juga tidak kalah penting karena dalam proses ini diberikan informasi-informasi yang tidak dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja


(40)

perusahaan. Dalam proses ini akan dapat mengetahui strategi yang perlu untuk dilanjutkan, diperbaiki atau bahkan diganti dengan strategi yang baru untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. (Kaplan dan Norton, 2000:13).

Balanced Scorecard seharusnya mentranslasikan misi dan strategi unit bisnis pada ukuran dan sasaran yang lebih nyata atau berwujud (tangible). Pengukuran tersebut harus menunjukkan keseimbangan antara pengukuran eksternal untuk stakeholder dan kcnsumen serta pengukuran internal dan proses bisnis, inovasi dan pertumbuhan dari perusahaan tersebut. (Mulyadi, 2001:64).

2.2.6. Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja

Menurut Hansen dan Mowen (2003:509), pembangunan Balanced Scorecard bagi perusahaan dapat dilakukan dengan menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuan dan ukuran operasional. Menurut Kaplan dan Norton, strategi merupakan implementasi tujuan organisasai atau badan usaha, oleh karena itu sistem penilaian kinerja yang baik harus dapat memotivasi manajer dan pekerja untuk menciptankan strategi bisnis organisasi atau badan usaha sehingga visi dan strategi perusahaan akan tercapai.

Pengukuran kinerja yang baik adalah pengukuran yang dapat memberikan gambaran kinerja organisasi atau badan usaha secara keseluruhan Balanced Scorecard sebagai pengukuran yang memberikan


(41)

penekanan untuk seimbang antara aspek keuangan dan non keuangan dapat memenuhi kriteria tersebut dan sekaligus memberikan gambaran kinerja organisasi atau badan usaha dari empat sudut pandang, yaitu: financial

perspective, customer perspective, internal bussines perspective, learning and growth perspective (Kaplan dan Norton, 2000:9). Langkah-langkah penerapan Balanced Scorecard dapat dilakukan dengan (Kaplan dan Norton, 2000:41):

1. Menerjemahkan atau mengklarifikasi visi dan strategi perusahaan. 2. Mengkomunikasikan strategi korporasi.

3. Melaksanakan strategi lintas berita, dan

4. Mendorong setiap unit bisnis perusahaan yang mengembangkan strateginya masing-masing, yang konsisten dengan strategi perusahaan.

2 2.7. Teori-teori yang Melandasi

2.2.7.1. Teori yang Melandasi Hubungan antara Perspektif Keuangan dengan Kinerja Perusahaan

Saat ini, badan usaha seharusnya tidak lagi melihat bisnis hanya dari sudut pandang keuangan atau kepentingan jangka pendek saja, sebab dengan mengadakan peningkatan-peningkatan pada operasionalnya, maka angka-angka keuangan akan meningkat dengan sendirinya. Pengukuran kinerja keuangan mengidentikasikan apakah strategi perusahaan, penerapannya dan pelaksanannya rremberikan distribusi pada peningkatan yang mendasar.


(42)

Tujuan keuangan badan usaha yang tipikal adalah yang berhubungan dengan profitabilitas, pertumbuhan stakeholder value. (Imelda, 2004:106-122)

Teori Keynes adalah kaitannya dengan ekonomi moneter mengemukakan (Nopirin, 1992:77):

1. Pentingnya kebijaksanan stabilitas harga. Perubahan harga mempunyai efek berbeda terhadap tiga golongan yang utama pcnduduk, yakni: investor, pengusaha dan penerima uang. Secara umum, inflasi akun menyulitkan investor dan deflasi akan menyulitkan pengusaha dan penerima uang, kebijaksanan stabilitas harga diperlukan untuk mengatasi kesulitan yang timbul dari inflasi maupun deflasi.

2. Dua tingkat bunga, yakni natural rate dan market rate. Apabila pengusaha moneter menetapkan market rate lebih rendah dari natural rate. Pengusaha akan melihat bahwa investasi akan menguntungkan dan mereka akan meminjam uang sehingga mengakibatkan investasi meningkat, harga akan naik (tanpa batas) dan sebaliknya. Adanya campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk mencegah depresiasi dan stagnasi ekonomi, yang nantinya juga ikut mempengaruhi kelancaran aktivitas operasional perusahaan. Semakin stabil keadaan berarti semakin lancar tingkat operasional perusahaan sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.


(43)

2.2.7.2. Teori yang Melandasi Hubungan antara Perspeklif Pelanggan dengan Kinerja Pemsahaan

Pada perspektif pelanggan, manajemen perusahan mengidentifikasi dan mendefinisikan pelanggan dan segrnen pasarnya. Perspektif ini memiliki beberapa pengukuran utama dari outcome yang sukses dengan formulasi dan penerapan strategi yang baik. (Kaplan dan Norton, 2000:55).

Menurut Robins Stephen P. (1994:84) Assimilation-contrast theory berpegang bahwa terjadinya efek asimilasi atau efek kontras merupakan fungsi dari kinerja aktual. Apabila kesenjangan besar, konsumen akan memperbesar dan gap tersebut, sehingga produk dipersepsikan jauh lebih bagus atau buruk dibandingkan kenyataannya (contras theory). Namun, jika kesenjangannya tidak terlampau besar assimilation theory yang berlaku. Dengan kata lain, jika rentang deviasi yang bisa diterima dilewati, maka kesenjangan antara ekspektasi dan kinerja akan menjadi signifikan disitulah efek kontras berlaku.

Perspektif pelanggan berperan penting dalam usaha untuk memenangkan persaingan global. Keberhasilan dalam mempengaruhi emosi pelanggan secara tidak langsung berpenagruh terhadap kinerja perusahaan.

2.2.7.3. Teori yang, Melandasi Hubungan antara Perspektif Proses Bisnis Internal dengan Kinerja Perusahaan

Fokus pada perspektif proses bisnis internal adalah proses internal dari manajemen perusahaan yang harus dilakukan. Proses ini memungkinkan


(44)

unit bisnis untuk memberikan proposisi nilai yang akan menarik dan mempertahankan pelanggan pada segmen pasar dengan mengidentifikasi apa saja nilai tambah yang dapat ditawarkan dan memuaskan ekspektasi pemegang saham pada ROI yang sangat baik. (Kaplan dan Norton, 2000:80)

Menurut Kaplan dan Norton (2000:80-83), aktivitas yang dilakukan pada perspektif proses bisnis internal ikut berperan dalam mencapai tingkatan pertumbuhan perusahaan. Suatu perusahaan yang mampu mengembangkan satu manfaat yang kompetitif memungkinknnya untuk mengumpulkan surplus bagi sumber-sumber keuntungan perusahaan yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kesuksesan kinerja perusahaan.

2.2.7.4. Teori yang Melandasi Hubungan antara Perspektif Pembelajarau dan Pertumbuhan dengan Kinerja Perusahaan

Menurut Kaplan dan Norton (2000:109), tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumhuhan adalah untuk menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif yang lain dapat tercapai. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari tiga prinsip: people, system dan organizational procedure. Seseorang akan mempunyai motivasi yang tinggi dalam organisasi kalau ia berkeyakinan bahwa dari prestasinya itu ia dapat mengharapkan imbalan yang lebih besar. Seseorang yang tidak mempunyai harapan bahwa prestasinya tidak akan dihargai lebih tinggi, tidak akan berusaha meningkatkan prestasinya.


(45)

Sehingga apabila imbaian atas prestasi yang diterima seseorang dirasa sesuai dengan harapannya atau bahkan lebih besar maka akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaannya dan akan menumbuhkan rasa keterkaitan seseorang terhadap organisasi. Dari persepsi inilah akan dapat mempengaruhi tingkat kapabilitas dan perputaran karyawan pada perusahaan.

Semakin loyal karyawan terhadap perusahaan akan semakin sedikit jumlah karyawan yang absensi apalagi berpikir untuk pindah ke perusahaan lain yang nantinya juga turut meningkatkan produktvitasnya sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. (Mulyadi, 2001:418).


(46)

3.1.

Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

3.1.1.

Definisi Operasional

Definisi operasional dan pengukuran veriabel berisi tentang

pendefinisian konsep-konsep penelitian menjadi variabel-veriabel penelitian

termasuk penetapan cara dan satuan pengukuran variabelnya. Dalam

penelitian ini tidak ada variabel terikat (Y) yang ada hanya variabel bebas

(X). Karena tujuan dari penelitian ini tidak mencari hubungan atau

menjelaskan hubungan dan tidak menguji hipotesis.

Definisi dari variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:

1.

Perspektif keuangan (X1)

Kinerja perusahaan berdasarkan kinerja keuangan PT. Kereta Api

Indonesia Daop VII Madiun dalam mengelola keuangan untuk

memperoleh laba.

2.

Perspektif pelanggan (X

2

)

Perspektif pelanggan dititikberatkan pada sisi pelanggan yang dapat

dianalisis dari jumlah komplain pelanggan dan jumlah pelanggan tiap

tahun. Perspektif pelanggan juga dianalisis berdasarkan penilaian dari

pelanggan. Kualitas pelayanan kepada pelanggan akan dinilai dari tingkat

pelanggan dan akuisisi pelanggan.


(47)

memungkinkan perusahaan mampu memenuhi kebutuhan pengguna jasa.

Proses ini dilakukan dengan memberikan pelayanan yang berkualitas

yang disusun untuk menjawab apa yang dibutuhkan oleh pengguna jasa.

4.

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (X4)

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup kemampuan PT.

Kereta Api Indonesia Daop VII Madiun dalam menigkatkan dan

memenuhi kebutuhan pelanggan atau pengguna jasa yang berkaitan secara

langsung dengan kemampuan karyawan.

3.1.2.

Pengukuran Variabel

Teknik penyusunan skala dalam penelitian ini adalah skala Likert,

skala ini mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif

(Sugiyono, 2001:74). Pengukuran skala interval yang digunakan dalam

penelitian ini dimulai dari angka 1 2 3 4 5 yang menunjukkan angka

tertinggi.

3.2.

Teknik Penentuan Sampel

3.2.1.

Populasi

Populasi merupakan kelompok subyek atau obyek yang memiliki

ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok


(48)

dan para pelanggan atau pengguna jasa.

3.2.2.

Sampel

Sampel adalah bagian dari sebuah populasi, yang mempunyai ciri dan

karakteristik yang sama dengan populasi tersebut, karena itu sebuah sampel

harus merupakan representatif dari sebuah populasi (Sumarsono, 2004:44).

Penentuan sampel ini dengan metode purposie sampling yaitu teknik

penarikan sampel non probabilitas yang menyeleksi responden-responden

berdasarkan ciri-ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh sampel dan sampel

tersebut merupakan representatif dari populasi (Sumarsno, 2004:52).

Sampel dalam penelitian ini adalah 38 karyawan tetap dan pengguna

jasa PT. Kereta Api Indonesia Daop VII Madiun yang mempunyai tingkat

pendidikan S1.

3.3.

Teknik Pengumpulan Data

3.3.1.

Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data primer.

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek

penelitian, dengan metode kuesioner atau dengan menggunakan daftar

pertanyaan yang telah terstruktur. (Nazis, 1988:212).


(49)

yaitu 38 karyawan tetap dan pengguna jasa PT. Kereta Api Indonesia Daop

VII Madiun yang mempunyai tingkat pendidikan S1.

3.3.3.

Pengumpulan Data

Dalam penilitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

sebagai berikut:

a.

Dokumenter

Mengadakan kutipan catatan data yang diperoleh dari PT. Kereta Api

Indonesia Daop VII Madiun untuk memperkuat penulisan skripsi.

b.

Kuisioner

Mengadakan daftar pertanyaan terstruktur yang ditujukan pada 38

karyawan dan pengguna jasa PT. Kereta Api Indonesia Daop VII Madiun

yang mempunyai tingkat pendidikan S1.

3.4.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Sumarsono

(2004:8) penelitian deskriptif tidak mencari atau menjelaskan hubungan,

tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi, tetapi hanya sekedar

memaparkan suatu peristiwa atau situasi. Penelitian deskriptif menjelaskan

variabel-veriabel dan pada hakikatnya penelitian deskriptif adalah


(50)

dan terperinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah

atau memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, melakukan

perbandingan dan evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam

masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan

rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. (Sumarsono, 2004:9)

Penelitian deskriptif sangat berguna melahirkan teori-teori tentatif,

dan perbedaannya dengan metode penelitian yang lain adalah metode

dskriptif mencari teori bukan menguji teori ; hypothesis-generating bukan

hypothesis-testing ; dan heuristic bukan verikatif.

Penelitian deskriptif menitik beratkan pada observasi dan penelitian

hanya melakukan pengamatan dan membuat karegori perilaku, mengamati

gejala dan mencatatnya. Peneliti terjun langsung ke lapangan dan tidak

berusaha untuk memanipulasi variabel serta kehadirannya di lapangan tidak

mempengaruhi perilaku objek yang diamati.

Penelitian deskriptif muncul karena kebutuhan dan dapat pula muncul

karena suatu peristiwa yang menarik perhatian peneliti, tetapi belum ada

kerangka teoritis yag menjelaskannya. (Sumarsono, 2004:10)


(51)

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah

statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku

untuk umum atau generalisasi. (Sugiono, 2006:169)

Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin

mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang

berlaku untuk populasi dimana sampel diambil, karena peneliti tidak

bermaksud membuat generalisasi, sehingga tidak ada kesalahan generalisasi.

(Sugiono, 2006:170).

Dalam statistik deskriptif ini, akan dikemukakan dengan cara-cara

penyajian data, dengan tabel biasa maupun distribusi frekuensi; grafik garis

maupun batang; diagram lingkaran; pictogram; penjelasan kelompok melalui

modus, median, mean, dan variasi kelompok melalui rentang dan simpangan

baku. (Sugiono, 2007:21)

Modus, median dan mean, merupakan teknik statistik yang digunakan

untuk menjelaskan kelompok yang didasarkan atas gejala pusat (tendency

central) dari kelompok tersebut, namun dari tiga macam teknik tersebut, yang

menjadi ukuran gejala pusatnya berbeda-beda. (Sugiono, 2007:40)


(52)

dalam kelompok tersebut.

Untuk menghitung modus data yang telah disusun keadaan distribusi

frekuensi / data bergolong, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Mo = b + p ( b1 )

b

1

+ b

2

Dimana :

Mo

= Modus

b

= Batas klas interval dengan frekuensi terbanyak

p

= Panjang klas interval dengan frekuensi terbanyak

b1

= Frekuensi pada klas modus (frekuansi pada klas interval

yang terbanyak)

b

2

= Frekuensi klas modus dikurangi frekuensi klas interval

berikutnya.

2.

Median adalah salah satu teknik penjelasan kelompok yang didasarkan

atas nilai tengah dari kelompok data yang telah disusun urutannya dari

yang terkecil sampai yang terbesar, atau sebaliknya dari yang terbesar

sampai yang terkecil.

Untuk menghitung dari data yang telah disusun kedalam distribusi

frekuensi / data bergolong, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Md = b + p ( 1/2n-F )

f


(53)

n

= Banyak data / jumlah sampel

F

= Jumlah semua frekeunsi sebelum klas median

f

= Frekuensi klas median

3.

Mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai

rata-rata dari kelompok tersebut. Rata-rata (mean) ini didapat dengan

menjumlahkan data seluruh individu dalam kelompok itu, kemudian

dibagi dengan jumlah individu yang ada pada kelompok tersebut. Hal ini

dapat dirumuskan seperti rumus berikut:

Me =

Σ

X

i

n

Dimana :

Me

= Mean (rata-rata)

Σ

= Epsilon (baca jumlah)

X

i

= Nilai X ke I sampai ke n

n

= Jumlah individu

untuk menghitung mean dari data yang telah disusun kedalam distribusi

frekuensi / data bergolong, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Me =

Σ

f

i

X

i

n

Dimana :

Me

= Mean untuk data bergolong

f

i

= Jumlah data / sampel


(54)

(55)

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1

Sejarah singkat PT. Kereta Api (Persero)

Dibawah ini akan dikemukakan sejarah singkat awal berdirinya PT.

Kereta Api (Persero) sampai dengan sekarang :

a. Pada jaman kolonial Belanda.

Perkeretaapian di Indonesia dimulai tanggal 17 juni 1864 dengan

pemasangan rel pertama kali di Semarang, dilaksanakan oleh NISM

(Nederlands Indische Speerweg Maatschappij) dan pencangkulannya

dilakukan oleh Gubernur Jendral Bloet Van Beele. Pemasangan lintas

pertama ini nampaknya bermotif komersial dan bermotif positif. Pada

tahun 1866 pemasangan lintas ini selesai dan beroperasi dari Semarang ke

tanggul sepanjang 26 km. Pada tahun 1870 selesai dipasang dan dibuka

untuk umum lintas Semarang - Gundih - Surakarta. Tahun 1871

dilakukan pemasangan Surakarta - Yogyakarta - Lempuyangan dan

selesai tahun 1873. Tanggal 10 April 1869 juga dipasang oleh NISM

lintas Jakarta - Bogor selesai tahun 1873. Lintas ini kemudian dianibil

alih oleh pemerintah yang mendirikan perusahaan kereta api yang

dinamakan SS (Staatsspoorwegen).

Karena melihat keuntungan NISM

maka muncul kereta api swasta lainnya yang berjumlah 10 perusahaan.


(56)

kereta api di Sumatra dan Sulawesi, selain di Jawa dan Madura. Pertama

kali kereta api dijalankan lokomotif uap dan batu bara sebagai bahan

bakarnya. Tahun 1917 dibuat rencana pengelektifikasian lintas jalan rel.

Lintas pertama dioperasikan pada tanggal 6 April 1925, yaitu lintas

Jakarta kota sampai Tanjung Priok. Perusahaan kereta api mengenyam

masa keemasannya sampai tiba saatnya wilayah Hindia-Belanda diduduki

angkatan perang Jepang pada tahun 1942.

b. Pada jaman Jepang

Selama masa pendudukan Jepang, aset perkeretaapian Belanda

diambil alih Jepang. Seluruh jaringan kereta api yang ada di Jawa

dikuasai oleh pemerintah angkatan darat (rikugun)

selama perusahaan

kereta api dilebur dengan nama Rituku Kyoku.

Seluruh jaringan kereta api di Sumatra dibawah pemerintah

angkatan laut Jepang (kaigun)

dengan nama Tutsedo Tai dengan pusat di

Bukitinggi.

c. Pada jaman Republik Indonesia

Tanggal 28 September 1945 secara resmi lahirlah Djawatan Kereta

Api (DKARI) berpusat tetap di Bandung yang meliputi perusahaan kereta

api di Jawa dan Madura. Saat itu Sumatra masih dibawah pendudukan

Belanda.

Pada Januari 1950, DKARI dan SS digabung menjadi perusahaan

dengan nama Djawatan Kereta Api, yang kemudian dikukuhkan dengan


(57)

tanggal 6 Januari 1950. Penguasaannya diatur berdasarkan Indische

Bedrijiven Wet 1972 No.419 serta perubahan dan tambahannya. Tempat

kedudukan DKA berada di Bandung.

Berdasarkan UU No. 19 dengan peraturan pemerintah No.22 tahun

1963, terhitung 22 Mei 1963 status kereta api di Indonesia berubah

menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) sedangkan di Sumatera,

Deli Spoorweg My terhitung 1957 dinasionalisasikan dan masuk dibawah

perusahaan kereta api pemerintah pada saat itu dan kemudian bergabung

menjadi PNKA.

Dengan adanya penetapan melalui PP No. 61 tahun 1971 status

perkeretaapian kita berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api

(PJKA) dan berdasarkan PP No.57 tahun 1990 PJKA berubah menjadi

Perusahaan Umum (Perum), yang berlaku efektif mulai tanggal 1 Januari

1991. pada tanggal 1 Januari 1991 PERUMKA alih status dari Perum

menjadi Persero. Dasar pertimbangannya adalah untuk meningkatkan

pelayanan jasa angkutan pada masyarakat dan mendorong perkembangan

usaha dalam menunjang pembangunan. Kemudian alih status PERUMKA

menjadi Persero sesuai dengan UU No.31 tahun 1998.


(58)

Madiun

Daerah operasi (Daop) merupakan unit organisasi dalam lingkungan

wilayah usaha PT. Kereta Api (Persero) yang dipimpin oleh Kepala Daop

Usaha. Daop mempunyai tugas mengendalikan pelaksanaan kegiatan jasa

angkutan kereta api di daerahnya.

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Daop mempunyai fungsi

sebagai berikut:

a. Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian pelaksanaan tata administrasi,

personalia, keuangan dan umum.

b. Pelaksanaan, pembinaan dan pengendalian pelaksanaan rehabilitasi jalan

dan bangunan, pembangunan dan rehabilitasi sinyal dan telekomunikasi.

c. Mengawasi dan mengendalikan unit pelaksanaan teknis.

Adapun tugas dari masing-masing rungsi di PT. Kereta Api (Persero)

Daop VII Madiun, yaitu:

1. Kepala Admin Daop VII Madiun

Tugas:

Mengepalai seluruh dinas Admin Daop VII Madiun, juga sebagai

penanggungjawab baik intern atau ekstern dan merupakan sumber

pemegang kekuasaan.

Sub bagian dari Admin Daop VII Madiun: Urusan Personalia,

Urusan Keuangan, Urusan Anggaran Akuntansi dan Urusan Sarana.


(59)

Tugas :

Melaksanakan pembinaan teknis dan pengendalian kinerja

angkutan penumpang, barang serta pengamanan angkutan barang dan

penumpang. Seksi Traksi terdiri dari: Sub Seksi Lokomotif, Sub Seksi

Kereta, Sub Seksi Listrik, Sub Seksi Operasi Sarana.

3. Kepala Seksi Operasi

Tugas :

Melaksanakan pembinaan teknis dan pengendalian kinerja

angkutan penumpang, barang serta pengamanan angkutan dan

penumpang. Seksi Operasi terdiri dari: Sub Seksi Operasi Teknis, Sub

Seksi Operasi Kereta Api, Sub Seksi Perjalanan Kereta Api.

4. Kepala Seksi Niaga

Tugas :

Melaksanakan program pemasaran angkutan penumpang dan

barang. Seksi Niaga terdiri dari: Sub Seksi Pemasaran Angkutan

Penumpang, Sub Seksi Pemasaran Angkutan Barang, Sub Seksi Bina

Pelanggan, Sub Seksi Restorka Unit 3

5. Kepala Seksi Sinyal, Telekomunikasi & Elektronika

Tugas:

Menyusun rencana dan program pemeliharaan peralatan sinyal

Telekomunikasi & Elektronika.


(60)

Sub Seksi Sinyal, Sub Seksi Telekomunikasi & Elektronika, Sub Seksi

Listrik.

6. Kepala Seksi Jalan dan Bangunan

Tugas:

Mengkoordinasi, mengatur dan menyusun rencana program

pemeliharaan jalan kereta api, sepur simpang bangunan, jembatan dan

rumah dinas serta mengevaluasi hasil penyalahgunaan. Seksi Jalan &

Bangunan terdiri dari: Sub Seksi Program, Sub Seksi Konstruksi, Sub

Seksi Jembatan.

a. Pengawas Teknis (Wastek)

Tugas :

Mengawasi, memeriksa dan memantau kegiatan teknis jalan &

bangunan, sinyal, telekomunikasi, traksi, jembatan & operasi.

Pengawas Teknis terdiri dari:

1. Wastek Jalan Rel, jembatan dan Bangunan (Wastejab)

Tugas :

Bertanggung jawab atas segala kegiatan yang berhubungan

dengan bidang jalan, jembatan dan bangunan di Daop VII

Madiun.


(61)

Tugas :

Bertanggung jawab atas segala kegiatan yang berhubungan

dengan sinyal, telekomunikasi dan listrik di Daop VII Madiun.

3. Wastek Traksi

Tugas :

Bertanggung jawab tentang pengawas bidang Traksi.

4. Wastek Operasi

Tugas :

Bertanggung jawab tentang pengawas bidang pelaksanaan

operasi di Daop VII Madiun.

b. Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Tugas :

Melaksanakan segala kegiatan operasi yang telah diperintahkan oleh

Kepala Daop dimana UPT ini dalam melaksanakan tugasnya dibantu

oleh Kepala Stasiun (KS).

7. Kepala Balai Hyperkes

Tugas :

Bertanggung jawab mengenai masalah kesehatan karyawan di wilayah

Daop VII Madiun.


(62)

Sebagai perusahaan Perseroan, PT. Kereta Api bertugas membina dan

mengawasi angkutan dijalan rel dalam wilayah usaha Kereta Api Indonesia.

Adapun jenis jasa yang ditawarkan meliputi:

a. Angkutan Penumpang

1. Khusus.

2. Kelas 1 (Eksekutif)

3. Kelas 2 (Bisnis)

4. Kelas 3 (Ekonomi)

5. Suplisi.

6. Penunjang Angkutan Penumpang (resterka, sewa kereta makan,

bagasi, tuslag, bea stasiun)

b. Angkutan Barang terdiri dan :

1.

Barang biasa (pupuk, batu, kayu, semen kantong)

2.

Barang cepat (bensin, minyak tanah)

c. Jasa Operasi Lainnya

Persewaan kendaraan bermotor, halanian parkir, kos stasiun, buffet

stasiun, gudang ruang stasiun.


(63)

1. Visi Perusahaan:

Penyediaan jasa Kereta Api sebagai pilihan utama dengan:

a.

Seluruh lapisan masyarakat adalah pelanggan

b.

Berkembang dan terdepan dalam keselamatan dan keandalan

c.

Pelopor dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan

d.

Karyawan bangga dan sejahtera

e.

Keuangan perusahaan sehat

2. Misi Perusahaan:

a.

Mewujudkan transportasi yang bersifat massal untuk pertumbuhan

ekonomi serta menunjang pembangunan sektor lain dan pemerataannya

b.

Mampu menghidupkan diri sendiri dan memupuk keuntungan untuk

meningkatkan kualitas dan pelayanan

3. Tujuan Perusahaan:

a.

Turut serta melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan pemerintah di

bidang ekonomi dan pembangunan nasional khususnya di bidang

transportasi.

b.

Mendukung penyediaan barang atau jasa di bidang perkeretaapian yang

bermutu tinggi dan berdaya saing kuat di pasar domestik maupun manca

negara.

c.

Meningkatkan

kemampuan

perawatan

prasarana dan sarana

perkeretaapian, serta menyelenggarakan usaha penunjang di bidang


(64)

menerapkan prinsip-prinsip perseroan terbatas.

4.

Sasaran Perusahaan:

a.

Kuantitatif,

secara terus menerus dan bertahap meningkatkan kinerja

pelayanan dan keuangan melalui berbagai strategi pertumbuhan, antara

lain peningkatan produktifitas, efektifitas, efisiensi serta investasi secara

selektif.

b.

Kualitatif, memproyeksikan pertumbuhan angkutan penumpang rata-rata

4,68% per tahun dan memproyeksikan pertumbuhan angkutan barang

rata-rata 4,29% per tahun.


(65)

4.2.1 Deskripsi Karakteristik responden

Dalam penelitian ini peneliti menyebarkan kuesioner kepada

karyawan dan kepada pelanggan. Sebanyak 38 kuesioner disebarkan kepada

karyawan dan sebanyak 47 kuesioner disebarkan kepada pelanggan. Berikut

ini dapat dijelaskan mengenai karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin dan usia.

a.

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Identitas responden berikut ini disajikan tabel frekuensi tentang

jenis kelamin responden :

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : data diolah

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui jumlah responden laki-laki untuk

karyawan sebanyak 29 orang responden (76,32%) dan untuk pelanggan

sebanyak 17 orang responden (36,17%), sedangkan responden yang berjenis

kelamin perempuan untuk karyawan sebanyak 9 orang (23,68%) dan untuk

pelanggan sebanyak 30 orang responden (63,83%).

Jenis kelamin

Karyawan

Pelanggan

Laki-laki

29

76,32%

17

36,17%

Perempuan

9

23,68%

30

63,83%


(66)

Identitas responden berikut ini disajikan tabel frekuensi tentang usia

responden:

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia

Karyawan

Pelanggan

21 – 30 tahun

9

23,69%

30

63,83%

31 – 40 tahun

8

21,05%

10

21,28%

> 40 tahun

21

55,26%

7

14,89%

Jumlah

38

100%

47

100%

Pada tabel 4.2 di atas menunjukan bahwa dapat diketahui bahwa

responden yang berumur antara 21 – 30 tahun, yaitu sebanyak 9 orang

(23,69%) untuk karyawan dan 30 orang (63,83%) untuk pelanggan.

Sedangkan responden yang berumur antara 31 – 40 tahun adalah sebanyak 8

orang (21,05%) untuk karyawan dan 10 orang (21,28%) untuk pelanggan, dan

responden yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 21 orang (55,26%)

untuk karyawan dan 7 orang (14,89%) untuk pelanggan.

4.2.2 Deskripsi Variabel Penelitian

Sebagai perusahaan jasa yang menyediakan pelayanan transportasi PT.

Kereta Api Daop VII Madiun memerlukan pengukuran kinerja guna

mengetahui efektivitas dan efisiensi seluruh program kerja dan penggunaan

dana yang nantinya menjadi laporan pertanggung jawaban kepada dewan


(67)

secara berkesinambungan. Dalam hal ini Balanced Scorcard adalah alat yang

dapat digunakan untuk mengukur seluruh kinerja PT. Kereta Api baik secara

finansial maupun non finansial.

Balanced scorecard memiliki peran pengukuran yang berbeda pada

PT. Kereta Api Daop VII Madiun. Hal ini didasarkan atas misi perusahaan

untuk menjadikan sarana transportasi utama. Berikut ini disajikan deskripsi

dari kinerja PT. Kereta Api Daop VII Madiun berdasarkan teori Balanced

Scorcard.

a.

Tanggapan responden terhadap variabel perspektif keuangan (X

1

)

Item-item pertanyaan dan tanggapan responden dapat diketahui sebagai

berikut :

Tabel 4.3

Tanggapan Responden terhadap variabel perspektif keuangan

No Pernyataan

Tanggapan

1 2 3 4 5

1 Menurut anda, laporan keuangan

yang dibuat sudah berdasarkan PSAK yang berlaku.

0 0% 0 0% 1 2,6% 9 23,7% 28 73,7%

2 Menurut anda, laporan keuangan

dibuat secara jelas dan terperinci penggunaannya. 0 0% 0 0% 0 0% 18 47,4% 20 52,6%

3 Menurut anda, PT. Kereta Api

mampu meningkatkan pendapatan tiap tahun. 0 0% 0 0% 1 2,6% 13 34,2% 24 63,2%

4 Menurut anda, PT. Kereta Api

dapat meningkatkan laba tiap tahun. 0 0% 0 0% 8 21% 15 39,5% 15 39,5%


(1)

karyawan tentang tujuan pelaksanaan pekerjaan agar tidak menimbulkan penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan.

8. Anda puas dengan kejelasan informasi yang diberikan pimpinan tentang tujuan pelaksanaan yang diberikan.

Sebanyak 33 orang responden (86,8%) merasa puas dengan kejelasan informasi yang diberikan pimpinan tentang tujuan pelaksanaan yang diberikan, dan sebanyak 5 orang responden (13,2%) yang masih merasa ragu-ragu dengan dengan kejelasan informasi yang diberikan pimpinan tentang tujuan pelaksanaan yang diberikan.

Sebagian besar karyawan menyatakan puas dengan kejelasan informasi yang diberikan pimpinan tentang tujuan pelaksanaan yang diberikan,

9. Anda puas dengan pendidikan dan pelatihan kerja yang diberikan perusahaan.

Seluruh responden penelitian merasa puas dengan pendidikan dan pelatihan kerja yang diberikan perusahaan. Hal ini terbukti dengan adanya program pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetensi karyawan yang dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun.

10.Menurut anda, pimpinan memberikan dorongan pada karyawan untuk melakukan inisiatif dan kreatifitas.

Sebanyak 25 orang responden (65,8%) merasa bahwa pimpinan telah memberikan dorongan pada karyawan untuk melakukan inisiatif dan


(2)

kreatifitas, sebanyak 2 orang responden (5,3%) merasa bahwa selama ini pimpinan belum pernah memberikan dorongan pada karyawan untuk melakukan inisiatif dan kreatifitas, dan ada 11 orang reponden (28,9%) yang masih ragu-ragu bahwa pimpinan telah memberikan dorongan kepada setiap karyawan untuk melakukan inisiatif dan kreatifitas.

Sebagian besar responden merasa pimpinan selalu memberikan dorongan dan motivasi pada karyawan agar dapat bekerja dengan baik dan dapat melakukan inisiatif dan kreativitas. Hal ini terbukti

11.Anda puas dengan peran pimpinan dalam menolong kesulitan karyawan.

Sebagian responden yaitu 35 orang responden (79,4%) merasa puas dengan peran pimpinan dalam menolong kesulitan karyawan, sebanyak 2 orang responden (5,3%) merasa kurang puas dengan peran pimpinan dalam menolong kesulitan karyawan, dan sebanyak 2 orang responden yang masih ragu-ragu dengan peran pimpinan dalam menolong kesulitan karyawan.

Sebagian besar responden merasa puas dengan peran pimpanan dalam menolong kesulitan karyawannya. Hal ini terbukti meski pimpinan mempunyai jadwal yang padat dan tingkat tekanan atas pekerjaan namun pimpinan selalu dapat meluangkan waktu untuk membantu karyawannya yang merasa kesulitan dalam hal


(3)

pekerjaannya, sehingga setiap fungsi dapat bekerja dengan baik untuk meningkatkan kinerjanya.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan

Laporan keuangan yang yang dibuat oleh PT. Kereta Api sudah berdasarkan pada PSAK yang berlaku. Laporan keuangan yang dibuat oleh PT. Kereta Api sudah jelas dan terperinci penggunaannya. PT. Kereta Api sudah mampu meningkatkan pendapatan tiap tahun, dan PT. Kereta Api mempunyai kemampuan dalam meningkatkan laba tiap tahun. 2. Perspektif Pelanggan

Pengguna jasa menyatakan puas atas ketepatan keberangkatan dan waktu tiba kereta api. Pengguna jasa merasa puas atas pelayanan personel yang ramah dan selalu siap menolong. Pengguna jasa merasa puas atas kemampuan perusahaan untuk cepat tanggap dalam menghadapi masalah yang timbul dan menangani keluhan yang disampaikan pengguna jasa. Pengguna jasa merasa puas atas pengetahuan dan kecakapan staf dengan memberikan informasi tentang kereta api pada calon penumpang. Pengguna jasa merasa puas atas perhatian personel dan tanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan penumpang. Sebagian besar pengguna jasa menyatakan tidak puas atas kebersihan kereta api dan juga kondisi fisik kereta


(5)

api. Sebagian besar pengguna jasa masih belum puas dengan fasilitas yang telah disediakan oleh PT. Kereta Api. Sebagian besar pengguna jasa merasa tidak puas dengan menu makanan yang disediakan kereta api. Sebagian besar responden kurang sering menggunakan jasa kereta api. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Karyawan menyatakan bahwa PT. Kereta Api harus selalu melakukan inovasi baru untuk menarik pelanggan agar pelanggan tetap menggunakan jasa kereta api. Karyawan beranggapan bahwa selama berada atau bekerja di PT. Kereta Api mereka diberikan kebebasan dalam menyalirkan aspirasinya secara terbuka. Sebagian besar responden beranggapan bahwa perusahaan memberikan jaminan pada penumpang yang merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan perusahaan. Seluruh responden penelitian beranggapan bahwa apabila terjadi kecelakaan kereta api perusahaan telah memiliki bagian penanganan khusus untuk masalah tersebut.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Karyawan merasa puas atas kesempatan yang diberikan untuk memberikan pendapat atau masukan. Karyawan merasa puas atas sistem penghargaan yang diberikan PT. KA. Karyawan merasa sangat puas atas tingkat gaji yang diberikan. Sebagian besar karyawan merasa puas atas ketersediaan arena dan prasarana untuk mengakses informasi. Karyawan juga merasa puas atas kecepatan, ketepatan dan keakuratan informasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Sebagian besar karyawan merasa puas atas


(6)

dorongan dari pimpinan untuk melakukan inisiatif dan kreativitas. Tentang pendidikan dan pelatihan karyawan merasa puas, hal ini disebabkan masih kurangnya pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kompetensi karyawan. Karyawan merasa puas atas peran pimpinan dalam menolong kesulitan karyawan.

5.2 Saran

1. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dari Perspektif Pelanggan masih banyak pelanggan yang merasa tidak puas atas kebersihan kereta api, juga kondisi fisik kereta api dan fasilitas yang ada di PT. Kereta Api. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kebersihan dan kondisi kereta api tidak layak untuk digunakan sehingga diharapkan PT. Kereta Api untuk lebih memperhaatikan masalah tersebut dan lebih meningkatkan lagi kebersihan dan pengadaan fasilitas fisik yang lebih memadai.

2. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa PT. Kereta Api Indonesia masih mempunyai permasalahan pada Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan seperti kurang puasnya karyawan atas kesempatan yang diberikan untuk memberikan pendapat atau masukan. Sehingga perusahaan diharapkan untuk lebih memberikan kebebasan pada karyawan untuk menyalurkan pendapat dan anspirasinya, sehingga karyawan merasa selalu diikut sertakan dalam keputusan yang berhubungan dengan kebijakan perusahaan.