Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
7 Memperluas jangkauan
pendidikan konservasi orangutan kepada masyarakat melalui
jaringan pendidikan lingkungan JPL, pertemuan rutin dengan
masyarakat, pendekatan kepada kelompok-kelompok keagamaan
dan aliran kepercayaan serta, kelompok-kelompok sosial
remaja, perempuan 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Pemda, Lembaga
Keagamaan, Organisasi Sosial
Lokal : WCU,
BBKSDA-SU, SOCP, OIC
1. Memasukkan isu konservasi orangutan ke dalam jaringan
pendidikan lingkungan Pendidikan lingkungan
di beberapa daerah spt Langkat, Bahorok,
Batang Toru 5
Adanya dukungan dari pemerintah dan dunia
pendidikan -
2. Pertemuan berkala tentang konservasi orangutan kepada
berbagai kelompok sasaran Pertemuan tidak secara
berkala 3
Banyaknya LSM dengan aktivitas yang tersebar di
banyak wilayah Kurangnya Koordinasi
di antara pihak dan bekerja orientasi proyek
8 Memasukkan pendidikan
konservasi orangutan kedalam muatan lokal kurikulum di SD,
SMP 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Pemda
Lokal : SOCP
1. Diterbitkannya buku-buku yang memiliki muatan lokal
konservasi orangutan Diterbitkan buku ajar
Leuser dan Ayat-Ayat Konservasi
5 Adanya tenaga ahli yang
mendukung pelaksanaan program
- 2.
Pelatihan konservasi orangutan kepada para guru SD
dan SMP Adanya kegitan Visit
to School dan PLH di sekolah SD dan SLTP
3 Adanya tenaga ahli serta
adanya dukungan dari pihak pemerintah dan
dunia pendidikan Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
Meningkatkan dan mempertahankan dukungan pemangku kepentingan untuk konservasi orangutan 9
Memberikan penghargaan kepada individu, masyarakat dan
organisasi yang berkontribusi nyata mendukung konservasi
orangutan 2008-2017
Nasional : PHKA, Pemda
Lokal : BBKSDA-SU
1. Tersusunnya kriteria pemberian penghargaan
konservasi orangutan Belum terlaksana
1 Adanya semangat yang
meningkat terhadap aksi- aksi konservasi
Kurangnya kesadaran akan pentingnya
apresiasi 2. Adanya pemberian
penghargaan konservasi orangutan
Belum terlaksana 1
Adanya semangat yang meningkat terhadap aksi-
aksi konservasi Kurangnya
kesadaran akan pentingnya
apresiasi
E. STRATEGI DAN PROGRAM PENDANAAN UNTUK MENDUKUNG KONSERVASI ORANGUTAN
E.1. Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, lsm serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan Indonesia Peran pemda dalam konservasi orangutan di setiap wilayah dengan menyediakan dana konservasi di dalam APBD
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Pemda memasukkan upaya
konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan
dalam anggaran pendapatan belanja daerah APBD
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
Pemda Lokal :
BBKSDA-SU, CII
1. Lima 5 kabupaten memasukkan konservasi
orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam
anggaran pendapatan belanja daerah APBD
Pengusulan dan realisasi anggaran
untuk 1 kabupaten Tapanuli Selatan
3 Adanya kesadaran yang
meningkat di kalangan pemerintah tentang
Konservasi orangutan. Keterbatasan
kewenangan dan masih adanya perbedaaan cara
pandang antara para pihak mengenai
konservasi Orangutan.
Komitmen pendanaan orangutan 2
Membangun dana abadi untuk konservasi orangutan
2009- 2017
Nasional : PHKA, LSM
1. Lokakarya pengembangan dana abadi untuk konservasi
Belum terlaksana 1
Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi
Kurangnya koordinasi
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Lokal : OCSP, Forum
Multipihak orangutan
berkelanjutan 2. Tersusunnya konsep
pengelolaan dana abadi Tersusunnya konsep
pengelola dana abadi oleh OCSP dan Forum
Multipihak 4
Adanya sumber daya financial di pihak swasta
dan sumber dana serta manajemen keuangan
yang efektif di pihak LSM
Masih adanya stigma resisten terhadap dan
dari investorprivate sector
3. Terkelolanya dana abadi untuk konservasi orangutan
Belum terlaksana 1
Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi
berkelanjutan -
3 Mencari dana pengelolaan dari
pembayaran jasa lingkungan untuk perlindungan habitat orangutan
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
Swasta Lokal :
OCSP, Forum Multipihak, CII
1. Tersedianya dana yang diperoleh dari pengelolaan jasa
lingkungan Belum terlaksana
1 Adanya SDA yang
potensial sebagai sumber jasa lingkugan
Kurangnya kemampuan dalam mengelola
4 Mencari dukungan pendanaan dari
swasta antara lain melalui CSR 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Swasta,
Lokal : OCSP, Forum
Multipihak 1. Adanya alokasi dana CSR
untuk mendukung konservasi orangutan
Adanya alokasi dana CSR dari PT Musim
Mas 3
Memiliki sumber daya financial
Komitmen perusahaan untuk mendukung
kelestarian lingkungan Masih adanya stigma
resisten terhadap dan dari investorprivate
sector
5 Mencari dukungan dari lembaga
internasional seperti GRASP 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Donor
Lokal : OCSP, Forum
Multipihak 1. Adanya alokasi dana dari
GRASP untuk mendukung konservasi orangutan di
Indonesia Donasi tidak langsung
3 Adanya lembaga
internasional yang siap berpartisipasi dalam aksi
konservasi Lemahnya jaringan
pemerintah dan koordinasi
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
iii
ABSTRAK
AKHIRUL HIJRY : Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2008-2014 untuk Orangutan Sumatera Pongo
abelii, dibimbing oleh : Pindi Patana dan Rahmawaty.
Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi. Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah
menurun secara terus-menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan
penurunan populasi orangutan terus meningkat. Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang dapat menjadi panduan dalam penyelamatan
orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan. Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK
Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan
semua pihak dan para pemangku kepentingan.
Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap
usaha-usaha konservasi orangutan. Oleh karena itu strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan
implementasinya serta tingkat keberhasilan dari program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 Kata kunci : Monitoring, Evaluasi, Strategi, Orangutan Sumatera
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRACT
AKHIRULHIJRY: MonitoringandEvaluationStrategyandAction Plan2008-2014for theIndonesianOrangutanConservationSumatran OrangutanPongo
abelii, guidedby: PindiPatanaandRahmawaty.
InlegislationIndonesia, orangutansare included in theprotected
speciesstatus. It is knownthat thenumberof wild populationshave declinedsteadily inrecent decades due tothe loss oflowland forest, but inrecent yearsthe pace of
declinein orangutan populationscontinue to increase. In response,then draftedadocumentthatcanserve as a guideinthe Sumatran orangutanrescueas
wellas areference forthose workingfor theconservationof orangutans. DeterminationConservationStrategy and Action PlanSRAK
OrangutanIndonesia2007-2017usefulasunitaryframeworkthat combinesthe handling ofpriorityconservation,
integrated, andinvolveall
partiesandstakeholders. After morethanhalf ofthe current year, a strategyand action planthathas
beenplannedandimplementednot sopositive effect onorangutanconservationefforts. Therefore,strategiesand action plansneed to bemonitoredandevaluatedtoseethe
extent to whichthe implementation of theimplementationand the level ofsuccessofsuch programsas containedindocumentConservationStrategy and
Action PlanSRAK OrangutanIndonesia2007-2017 Keywords: Monitoring, Evaluation, Strategy, SumatransOrangutan
Universitas Sumatera Utara
10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan Sumatera Pongoabelii dan orangutan Kalimantan
Pongopygmaeus adalah dua jenis satwa parimata yang menjadi bagian penting dari kekayaan keanekaragaman hayati kita, dan merupakan satu-satunya kera
besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya yaitu gorila, chimpanze, dan bonobo hidup di benua Afrika. Orangutan dianggap sebagai suatu
‘flagshipspecies’ yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan kesadaran konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi.
Orangutan juga merupakah ‘umbrella species’elestarian orangutan di habitatnya juga menjamin kelestarian hutan dan kelestarian makhluk hidup lainnya. Dari sisi
ilmu pengetahuan, orangutan juga sangat menarik, karena mereka menghadirkan suatu cabang dari evolusi kera besar yang berbeda dengan garis turunan kera besar
yang terdapat di Afrika Caldecott dan Miles, 2005. Orangutan sumatera Pongo abelii merupakan kera besar endemik Pulau
Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu
penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini menyebabkan orangutan berada di ambang kepunahan, serta menjadi
langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional
11 orangutan adalah satwa yang
termasuk dalam kategori genting endangeredspecies IUCN International Union for Conservation of Nature and
NaturalResources dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES Convention on International Trade in Endangered Spesies.
Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan yaitu konservasi
Meijaard et al., 2001. Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status
jenis satwa yang dilindungi. Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 orangutan dikategorikan Critically Endangered, artinya sudah sangat terancam kepunahan.
Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus- menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah,
namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat.Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang
dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan.
Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang
memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para pemangku kepentingan.
Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap
usaha-usaha konservasi orangutan. Buktinya dari tahun ke tahun, beberapa pelanggaran terhadap perlindungan orangutan dan pengurangan populasi
12 orangutan terus saja terjadi, khususnya untuk orangutan sumatera. Oleh karena itu
strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari
program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017
Tujuan
1. Mengevaluasi pelaksanaan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
SRAK Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk orangutan sumatera. 2.
Menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat yang berpengaruh terhadap program-program Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk Orangutan sumatera Pongo abelii
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan kualitas aksi dan implementasi program-program Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi SRAK Orangutan Indonesia, khususnya untuk konservasi orangutan sumatera, yaitu berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan program, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan program, serta mengetahui tindakan yang dapat memberikan
dorongan dalam pelaksanaan aksi konservsi orangutan sumatera Ponggoabelii.
13
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi Orangutan
Orangutan adalah kera besar, oleh karena itu memiliki ciri-ciri khas dasar yang sama dengan saudara-saudara mereka dari Afrika. Pada saat ini, orangutan,
kera besar satu-satunya yang masih ada di Asia, hanya dapat ditemukan di pedalaman hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut anggapan beberapa
ahli taksonom, ada satu spesies dengan dua sub-spesies orangutan, satu pada tiap pulau atau dua spesies, yaitu spesies Sumatera Pongo abelii dan spesies
Kalimantan Pongo pygmaeus. Ironisnya nama “Orangutan” jarang sekali disebut oleh penduduk di sekitar habitat alami orangutan. Di Sumatera digunakan julukan
“Mawas”. Di Kalimantan, berbagai nama digunakan, termasuk “Maias” atau “Kahiyu” Rijksen dan Meijaard, 1999 dalam Schaik, 2006.
Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu, yaitu “orang” dan “hutan”, yang dapat diartikan sebagai orang yang berasal dari hutan. Selain itu juga dalam
berbagai bahasa Orangutan dikenal juga dengan nama Mawas Sumatera Utara dan Maweh Aceh. Orangutan merupakan hanya ditemui di Asia Tenggara atau
tepatnya di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan jenis kera besar lainnya, yaitu gorila Pan gorilla, simpanse Pan troglodytes, dan bonobo Pan paniscus
berada di benua Afrika Galdikas, 1978.
Klasifikasi dan Anatomi Orangutan
14 Menurut Jones et al., 2004, primata diklasifikasikan berdasarkan tiga
tingkatan taksonomi yaitu : 1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang
disahkan secara terang-terangan. 2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di
daerah tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali secara terpisah kemungkinan benar.
3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti dan memerlukan investigasi lebih lanjut.
Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan Sumatera diklasifikasikan menjadi:
Kelas : Mammalia
Bangsa : Primata
Anak bangsa : Anthropoidea Famili
: Hominoidea Subfamili
: Pongidae Genus
: Pongo Jenis
: Pongo abelii. Orangutan sumatera Pongo abelii memiliki penampilan rambut yang
lebih terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan Pongo pygmaeus, warna rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang Supriatna dan Edy, 2000,
dan jika dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat
ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya Meijaard et al., 2001.
15 Pada bagian wajah orangutan sumatera Pongo abelii terkadang memiliki rambut
putih, rambut orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan rambut orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus yang kasar dan jarang-jarang
Galdikas, 1978. Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang
berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh
orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina Supriatna dan Edy, 2000. Berat badan betina orangutan sumatera Pongo abelii maupun orangutan
kalimantan Pongo pygmaeus rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan jantan orangutan sumatera Pongo abelii rata-rata 66 kg dan orangutan
kalimantan Pongo pygmaeus rata-rata 73 kg Galdikas, 1978. Menurut Supriatna dan Edy 2000, pada jantan mempunyai kantung suara yang berfungsi
mengeluarkan seruan panjang longcall. Seruan panjang ialah suara orangutan yang dikeluarkan dan dapat terdengar dari jarak-jarak jauh yang berfungsi untuk
merangsang perilaku seks pada betina yang artinya seruan panjang memiliki peranan penting dalam reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan
kalimantan. Pongo pygmaeus terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta terdengar memukau dan menakutkan Galdikas, 1978.
Ancaman Kelestarian Orangutan
Pertemuan yang diselenggarakan di Berastagi dan Pontianak telah mengidentifikasi berbagai ancaman yang berpotensi meningkatkan risiko
kepunahan orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Ringkasan jenis dan tingkatan
16 ancaman yang teridentifikasi oleh para pihak yang hadir di pertemuan Berastagi
dan Pontianak dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 1. Analisis keterancaman orangutan sumatera
No. Ancaman
Tingkat Ancaman
Dampak Utama Kemungkinan
Pengelolaan
1. Tekanan populasi penduduk
Sedang Degradasi
sumberdaya, kepunahan spesies
khususnya akibat perburuan,
peningkatan erosi, gangguan siklus
hidrologi - Mencegah migrasi
ke Taman Nasional -
Membatasi mengatur
pemanfaatan sumberdaya,
- Membuat insentif untuk pindah keluar
-
Mengurangi perambahan
2. Perubahan Landuse – tata
guna lahan Tinggi
Degradasi dan kerusakan
sumberdaya, kepunahan spesies,
kehilangan fungsi hutan
- Melarang
perubahan lahan landuse yang jadi
habitat orangutan -
Penyediaan alternatif mata
pencaharian -
Mendorong ada perda yang
mengakomodir ttg habitat orangutan,
dengan membangun kawasan konservasi
daerah di APL
3. Kebakaran hutan
Tinggi Degradasi habitat,
kematian orangutan -
Pendidikan konservasi
- Pencegahan dan penanggulangan
kebakaran -
Rescue dan
translokasi 4.
Pertambangan Sedang
Perubahan dan degradasi habitat
- Mendorong adanya aturan yang melarang
pertambangan pada kawasan yang
menjadi habitat orangutan
5. Penegakan aturan yang lemah
Sedang Penebangan hutan
dan perburuan tinggi - Ada forum yang
akan memonitor kegiatan penegakan
aturan - Ada aturan dan
kebijakan pengelolaan
orangutan di luar kawasan konservasi
6. Penebangan hutan
Tinggi Habitat orangutan
berkurang, perubahan vegetasi dan
penurunan populasi - Menyusun pedoman
penebangan di areal yang ada orangutan
- Pengembangan
kawasan konservasi daerah
7. Perburuan Perdagangan illegal
Tinggi Kepunahan spesies,
perubahan struktur komunitas
- Melarang perburuan - Patroli pengamanan
- Pendidikan -
Penyediaan alternatif ekonomi
- Penegakan aturan
17 Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap
lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Hutan Indonesia telah banyak berkurang akibat konversi menjadi
lahan pertanian, perkebunan, permukiman, kebakaran hutan serta praktek pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan
penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada tahun 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia
Dephut, 2009. Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap
lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi
pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab Pembukaan peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan
dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan.
Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi
orangutan. Semenjak desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya pada tahun 2001, sebagian tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada
pemerintah daerah. Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan HPH 100 hektar yang terjadi pada tahun 2001-2002 dengan pola tebang habis menyebabkan
pengelolaan hutan semakin sulit. Sementara itu perencanaan tata guna lahan seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi
sumberdaya alam Dephut, 2009.
18
Gambar 1. Peta tingkat keterancaman habitat oragutan sumatera Pongoabelii
Status Konservasi
Orangutan Pongo abelii merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang
oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini
menyebabkan orangutan berada diambang kepunahan, serta menjadi langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh
19 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional orangutan adalah
satwa yang termasuk dalam kategori genting Endangered Species IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources dan
tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES Convention on International Trade in Endangered Spesies. Keadaan orangutan
yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan berupa kegiatan konservasi Meijaard et al.,
2001.
Monitoring
Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi data dan fakta dan pengambilan keputusan – keputusan yang diambil dalam pelaksanaan
program dengan maksud untuk menghindari terjadinya keadaan – keadaan kritis yang akan mengganggu pelaksanaan program sehingga program tersebut tetap
dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan Mardikanto, 1993 .
Dalam kaitannya dengan program, monitoring diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan –
kegiatan program yang sedang berjalan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan objektif. Monitoring meliputi kegiatan mengamatimeninjau
kembalimempelajari kegiatan mengawasi yang dilakukan secara terus – menerus atau berkala oleh pengelola proyek setiap tingkatan pelaksanaan kegiatan, untuk
20 memastikan bahwa pengadaanpenggunaan input, jadwal kerja, hasil yang
ditargetkan dan tindakan – tindakan lainnya yang diperlukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan Sinar Tani, 2001 .
Dengan melaksanakan monitoring, berarti ingin diketahui secara tepat dan pasti mengenai pengamatan atas bukti dan fakta tentang proses dan pencapaian
tujuan yang diharapkan dan penemuan hambatan – hambatan maupun factor pendorong mencapai keberhasilan Ginting, 2000 .
Evaluasi
Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat. Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat
berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata
organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang
bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan
menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana,
memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di
samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas serta kebijakan program. Hasugian, 2013
21 Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering
melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat
menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu
agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara
penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik Van den Bad dan Hawkins, 1999 .
Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk
itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan
sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan
tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana van den ban
Hawkins, 1999 . Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,
efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan
pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan
balik bagi pengelola proyek, menyempurnakan rencana operasional proyek, dan
22 mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan
hambatan Sinar Tani, 2001 .
Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017
Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku
kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya.
Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan
Habitat Population Habitat and Viability Analysis di Jakarta pada 2004, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara,
pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005, serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula
pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan
pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan
serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk melestarikan orangutan Forina, 2013.
Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ditjen PHKA bekerjasama dengan Asosiasi
Peneliti dan Ahli Primata Indonesia APAPI, serta didukung oleh Orangutan
23 Conservation Services Program OCSP- USAID, telah mensintesis semua butir
rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui pembahasan diskusi kelompok terfokus FGD di Jakarta 6 Novermber 2007,
FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam
suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan
serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target
konservasi sejak rekomendasi aksi dicanangkan, selain sebagai upaya memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses
ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan
dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari saat ini Forina, 2013
Visi SRAK OU 2007-2017
Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui kemitraan para pihak.
Maksud SRAK OU 2007-2017
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian
rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
Tujuan dan Sasaran SRAK OU 2007-2017
24 Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak
mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin
dicapai sampai tahun 2017 adalah : 1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat
dipertahankan atau dalam kondisi stabil. 2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat
diselesaikan pada 2015. 3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan
kalimantan pada habitat alamnya meningkat 4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan
menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan dan sumberdaya alam.
5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan orangutan di alam meningkat
Wilayah Kerja SRAK OUS
Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling
selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi
orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat 2.508 individu dan
25 Leuser Timur 1.052 individu, serta Rawa Singkil 1.500 individu. Data ukuran
populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah sumber: Wich, dkk draft.
Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera 2004
No. Unit Habitat
Perkiraan Jumlah
Orangutan Blok Habitat
Hutan Primer
km2 Habitat
Orangutan km2
1. Seulawah
43 Seulawah
103 85
2. Aceh Tengah Barat
103 Beutung Aceh Barat
Inge 1297
352 261
10 3.
Aceh Tengah Timur 337
Bandar-Serajadi 2117
555 4.
Leuser Barat 2508
Kluet Highland Aceh Barat Daya G. Leuser Barat
Rawa Kluet G. Leuser Demiri Timur
Mamas-Bengkung 1209
1261 125
358 1727
934 594
125 273
621
5. Sidiangkat
134 Puncak Sidiangkat Bukit Ardan
303 186
6. Leuser Timur
1052 Tamiang
Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala
Sikundur-Langkat 1056
592 680
1352 375
220 198
674
7. Rawa Tripa
280 Rawa Tripa Babahrot
140 140
8. Trumon-Singkil
1500 Rawa Trumon-Singkil
725 725
9. Rawa Singkil Timur
160 Rawa Singkil Timur
80 80
10. Batang Toru Barat
400 Batang Toru Barat
600 600
11. Sarulla Timur
150 Sarulla Timur
375 375
Total 6667
14452 7031
Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan
perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan
hanya sekitar 43 individu. Wich, 2004
26
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi; Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area.
Dengan pertimbangan bahwa semua pemangku kepentinganterkait pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia
2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu pelaksanaan penelitian Juli-September 2014.
Alat dan Bahan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis, kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017
Metode Penelitian
27 Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan
menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK 2007-2017.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi
dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan.
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : a.
Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan.
b. Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan
dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017.
c. Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang
diketahui dari para pemangku kepentingan.
Analisis Data Analisis Medan Kekuatan
Force Field Analysis
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan kekuatan force field analysis, yaitu metode untuk menganalisis kekuatan faktor
yang mempengaruhi suatu perubahan misal : implementasi kebijakan, mengetahui sumber kekuatannya, dan memahami apa yang bisa kita lakukan
28 terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut Lewin, 1951. Adapun tahapan yang
dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut, 1.
Tentukan program yang akan dianalisis 2.
Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan.
3. Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis
dalam kolom di sebelah kiri mendorong perubahan ke depan, 4.
Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam kolom di sebelah kanan penghambat perubahan.
5. Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai
dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu lemah hingga skor lima kuat. Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang dimasing-
masing sisi. 6.
Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi kekuatan- kekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara
meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi kekuatan penghambat yang kuat.
7. Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah
menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari kekuatan-
kekuatan pendorong.
29
Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan Force Field Analysisis
Skala Likert
Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan
menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono 2004; 84, skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel
dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur. Komponen- komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi
responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan
analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3
dibawah ini, yaitu :
Tabel 3.Pembobotan Skala Likert
PencapaianProgram Bobot
Sangat Baik 5
30 Baik
4 Cukup
3 Buruk
2 Sangat Buruk
1
Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan
impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel.
Batasan Penelitian
Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal
yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap setiap variable yang diteliti.
1. Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan
keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan
secara berkala melalui metode yang tepat. 3.
Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia
31 2007 – 2017 untuk orangutan sumatera Pongoabelii melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya.
Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut.
1. Daerah penelitian adalah kota Medan.
2. Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah
pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK
Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 3.
Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 4.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2014.
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi SRAK OU 2007-2014
Sesuai dengan panduan nasional, strategi dan rencana aksi konservasi orangutan memiliki rentang waktu selama sepuluh tahun, yaitu terhitung dari
tahun 2008 hingga tahun 2017. Hingga sekarang 2014 sudah lebih dari setengah periode berjalan. Oleh karena itu sebagian besar program-program aksi yang
direncanakan seharusnya sudah terlaksana, mengingat sebagian besar program memiliki rentang kerja dari 2008-2014, dan hanya sebagian kecil program yang
direncanakan tahun 2015-2017. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan data impelementasi kerja yang
dihimpun dari stakeholder yang bertanggungjawab atas program aksi yang direncanakan. Sebagian besar data diperoleh dari Forum Komunikasi Stakeholder
Orangutan Sumatera FOKUS yang mewadahi stakeholder dalam program aksi SRAK OUS. Data kinerja dari seluruh stakeholder yang dihimpun kemudian di
sesuaikan dengan indikator kesuksesan yang terdapat dalam panduan nasional untuk menilai apakah program aksi yang dilaksanakan sesuai dengan panduan
nasional sekaligus mengukur tingkat pencapaian program aksi. Berdasarkan data kinerja yang dihimpun, seluruhnya berjumlah 230
program aksi yang telah dilaksanakan oleh stakeholder orangutan sumatera. Data kineja yang dihimpun tersebut kemudian dilakukan monitoring sesuai sasaran
nasional dan dievaluasi tingkat keberhasilannya berdasarkan indikator yang telah ditetapkan, dan hasilnya dijabarkan pada tabel 4. berikut
33
Tabel 4. Evaluasi Pelaksanaan Program Aksi SRAK OUS 2008-2014
NO. Kategori
∑ Program ∑ Indikator
Capaian Total
Skala Likert Persentase
1 2
2 3
3 4
5 5
1 2
3 4
5
1 Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai
kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya A1
8 18
4 3
3 4
4 22,22
16,67 16,67
22,22 22,22
100 2
Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan A2
10 27
11 5
3 7
1 40,74
18,52 11,11
25,93 3.70
100 3
Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan A3
8 24
2 6
15 1
8,33 -
25,00 62,50
4,17 100
4 Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya
kawasan koservasi daerah berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan
kearifan masyarakat B1 7
11 1
3 3
2 2
9.08 27,27
27,27 18,19
18,19 100
5 Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai
peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan B2
12 23
16 1
2 3
1 69,57
4,35 8,69
13,04 4,35
100 6
Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan
masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia C1
6 13
4 1
1 3
4 30,77
7,69 7,69
23,08 30,77
100
7 Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan
masyarakat C2 6
12 3
- 2
4 3
25.00 -
16,67 33.33
25.00 100
8 Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas
dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia C3
3 9
6 -
1 1
1 66,67
- 11,11
11,11 11,11
100 9
Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen
mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia D1
9 20
10 1
4 2
3 50,00
5,00 20,00
10,00 15,00
100
10 Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah,
pemda, LSM, serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan
E1 5
7 3
- 3
1 -
42,86 -
42,86 14,28
- 100
Total 74
164 60
14 28
42 20
36,59 8,54
17,07 25,61
12,19 100
Ket : 1 Sangat Buruk; 2. Buruk; 3. Cukup; 4. Baik; 5.Sangat Baik
34
Dari 74 program aksi dan 164 indikator keberhasilan program yang terdapat dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Nasional,
keseluruhannya terbagi dalam 10 sepuluh kategori aksi utama, yaitu strategi peningkatan konservasi insitu, strategi mengembangkan konservasi eksitu, strategi
meningkatkan penelitian, strategi pengembangan kawasan konservasi, Strategi implementasi dan penyempurnaan perundangan, strategi meningkatkan kemitraan,
strategi pemberdayaan masyarakat, strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi,
strategi meningkatkan penyadartahuan, dan strategi pendanaan 1.
Strategi Peningkatan Konservasi Insitu
Pada kategori aksi ini terdapat 8 delapan program aksi dengan 18 delapan belas indikator keberhasilan. Berdasarkan skala Likert, program aksi yang dievaluasi
yang memiliki penilaian Baik dan Sangat Baik yaitu masing-masing sebanyak 4 indikator, yaitu keduanya sebesar 44,44. Ditambah dengan 3 indikator program yang
bernilai Cukup sebesar 16,67, sehingga bila dijumlahkan secara keseluruhan indikator aksi yang bernilai Cukup sampai dengan Sangat Baik berjumlah 61,11 . Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan cukup dapat memenuhi indikator keberhasilan program.
2. Strategi Mengembangkan Konservasi Eksitu