36
sebesar 69,57. Sedangkan untuk indikator aksi dengan predikat Buruk sejumlah 1 indikator evaluasi sebesar 4,35. Sehingga apabila dijumlah antara indikator aksi dengan
predikat Sangat Buruk dan Buruk yaitu sebesar 73,92. Dan hanya 26,08 dari keseluruhan indikator keberhasilan dengan predikat Cukup, Baik, dan Sangat Baik.
6. Strategi Meningkatkan Kemitraan
Rencana aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 6 enam program, dan indikator evaluasi program berjumlah 13 tiga belas indikator.
Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, pada kategori ini memiliki penilaian Sangat Baik tertinggi dibandingkan kategori aksi lainnya,
yaitu 4 indikator evaluasi bernilai sangat baik sebesar 30,77. Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan
masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia telah berjalan dengan baik. Walaupun demikian masih ada beberapa indikator keberhasilan
program yang masih belum tercapai.
7. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Pada kategori aksi ini terdapat 6 enam program aksi dengan 12 dua belas indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, tidak ada
indikator evaluasi program yang bernilai Buruk, namun ada 3 indikator yang berpredikat Sangat Buruk sebesar 25. Sedangkan untuk indikator aksi yang berpredikat Cukup,
Baik, dan Sangat Baik, seluruhnya berjumlah 9 indikator sebesar 75 Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar program dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan
dapat memenuhi indikator keberhasilan program.
8. Strategi Penguatan Komitmen Pelaksana Konservasi
Kategori strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi merupakan kategori aksi dengan jumlah program aksi paling sedikit, yaitu hanya memiliki 3 tiga program
aksi. Sedangkan untuk indikator evaluasi program aksi berjumlah 9 indikator indikator
37
keberhasilan. Ini sekaligus menunjukkan bahwa masalah komitmen belum menjadi perhatian utama dalam strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Nasional.
Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, pada kategori aksi ini sebanyak 6 indikator aksi memiliki penilaian Sangat Buruk, yaitu sebesar 66,66. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan tidak mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjalanan
implementasi program aksi pada kategori penguatan komitmen adalah sangat buruk.
9. Strategi Meningkatkan Penyadartahuan
Program aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 9 sembilan program, dan memiliki 20 dua puluh indikator evaluasi program.
Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, 10 indikator keberhasilan program berpredikat Sangat Buruk, dan 1 indikator dengan
predikat Buruk. Sisanya hanya 4 indikator dengan predikat Cukup, 2 indikator dengan predikat Baik, dan 3 indikator dengan predikat Sangat Baik. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya
konservasi orangutan Sumatera telah berjalan cukup baik, walau masih banyak indikator keberhasilan program yang tidak tercapai.
10. Strategi Pendanaan
Pada kategori strategi pendanaan ini terdapat 5 lima program aksi, dan dengan jumlah indikator evaluasi program paling sedikit dibandingkan kategori aksi lainnya,
yaitu hanya memiliki 7 tujuh indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Sangat
Buruk; 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Cukup; dan hanya 1 indikator dengan penilaian Baik. Tidak ada indikator evaluasi yang berpredikat sangat baik.
Bahkan hingga saat ini masih ada program kerja yang masih belum dapat dilaksanakan,
38
yaitu mencari dana pengelolaan dari pembayaran jasa lingkungan untuk perlindungan habitat orangutan.
Analisis Implementasi Program SRAK OUS 2007-2014
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa program dalam rencana aksi konservasi orangutan berjumlah 74 program, dan dirincikan ke dalam 164
indikator pencapaian untuk melihat kesuksesan pelaksanaan program. Keseluruhan program tersebut masing-masing dikelompokkan berdasarkan
kategori program aksi menjadi 10 sepuluh kategori. Dari keseluruhan kategori aksi, strategi implementasi dan
menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan memiliki jumlah program aksi terbanyak
sebanyak 12 dua belas program. Hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya perhatian yang besar terhadap aturan yang melindungan populasi dan habitat
orangutan, baik dari segi implementasi aturan maupun penerapan perundangan yang menindak segala bentuk pelanggaran terhadap orangutan. Namun disisi lain,
strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan sekaligus memiliki
peniliaian terburuk, yaitu 16 indikator dari 23 indikator bernilai 1 sangat buruk dalam skala likert, yaitu sebesar 69,57 Hal ini menandakan bahwa masih
lemahnya perhatian terhadap adanya aturan perundangan yang melindungi habitat dan populasi orangutan sekaligus juga menandakan bahwa lemahnya
impelementasi aturan yang diberlakukan. Kondisi ini tentunya juga meruapakan imbas dari lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang menjadi pelaksanan
penegakan hukum. Sesuai dengan hasil evaluasi pelaksanaan program, bahwa program aksi pelatihan penegekan hukum kepada pihak berwenang untuk
39 meningkatan kapasitas lembaga terkait dalam penanganan orangutan juga tidak
terlaksana. Ditambah dengan lemahnya diseminasi aturan larangan memelihara, memperdagangkan orangutan.
Terkait dengan kategori aksi strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi
orangutan, program aksi upaya untuk memfasilitasi perubahan lampiran PP 7 Tahun 1999 terkait dengan status taksonomi orangutan sejauh ini juga belum
terlaksana terlaksana, padahal Orangutan Sumatera Pongo abelii belum tercatat dalam lampiran PP. No.71999, tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah tidak terlaksananya pemantauan dan evaluasi baik dan berkelanjutan terhadap implementasi komitmen dan konvensi
Internasional yang telah diratifikasi GRASP, CBD, CITES, sehingga komitmen untuk konservasi orangutan terkesan hanya setengah-setengah dan hanya
berprospek proyek semata. Sedangkan pada kategori strategi mengembangkan konservasi eksitu
sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan yang memiliki indikator aksi terbanyak yaitu sebanyak 27 indikator untuk mengukur
keberhasilan program. Hal ini menunjukan bahwa ada banyak hal yang harus diperhatikan dan dibenahi untuk mengembangkan pelaksanaan konservasi eksitu
agar benar-benar dapat mendukung pelaksanaan aksi konservasi orangutan. Namun banyaknya indikator evaluasi tidak serta merta menjadikan program
mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan berjalan baik. Dari 27 indikator yang ada, penilaian
terbanyak masih memiliki nilai 1 pada skala likert yang berarti sangat buruk atau
40 program tidak terlaksana, yaitu sebanyak 11 indikator sebesar 40,74. Program
aksi yang menjadi perhatian penting dalam kategori ini adalah ini adalah tidak adanya studbook orangutan, sehingga tidak adanya data tentang jumlah serta
kondisi orangutan yang dikelola di kawasan konservasi eksitu. Keterampilan teknis konservasi orangutan yang kurang memadai serta tidak adanya peningkatan
kapasitas pengelola orangutan di kebun binatang ditambah dengan evaluasi kinerja kebun binatang yang tidak berjalan maksimal menjadi faktor yang
menyebabkan terjadinya kematian pada orangutan di kebun binatang, di kebun binatang Medan misalnya. Hal ini membuktikan bahwa masih lemahnya
pengawasan pengelolaan orangutan di eksitu. Hal lain yang menjadi perhatian dalam strategi mengembangkan
konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan adalah tidak adanya interaksi dan kerjasama antara kebun binatang dengan
sekolah untuk melaksanakan program aksi pendidikan konservasi. Tentunya jika adanya MoU kerjasama antara kebun binatang, taman safari, dengan sekolah
sesuai dengan program rencana aksi tentu akan dapat meningkat kunjungan terhadap kebun binatang, terutama di kalangan pelajar . Serta keberadaan
informasi yang disediakan kebun binatang tentang konservasi orangutan yang memadai dan berifat edukasi juga dapat menjadi pemancing untuk meningkat
kepedulian sekolah dan pelajar terhadap konservasi orangutan. Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah,
swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia memiliki penilaian sangat baik, yaitu 4
indikator dari 13 indikator memiliki nilai 5 sangat baik dari skala likert,
41 sehingga bernilai 30,77. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran yang
meningkat di kalangan pemerintah tentang konservasi orangutan serta adanya dorongan yang kuat dari pemerintah terhadap agenda-agenda koservasi. Hal ini
terbukti dengan adanyanya payung hukum di bidang konservasi yang dikeluarkan pemerintah yang mengatur tentang Tim Penanggulangan Konflik Satwa PP No.
48 Tahun 2008, Permenhut P.53Menhut-12007, Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44535KPTS2011 tanggal 28 April 2011, Surat
Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44536KPTS2011 tanggal 28 April 2011. Dalam hal penguatan forum komunikasi antar pakar serta para pihak
yang berkepentingan terhadap konservasi, juga telah dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara Nomor :
SK.277BBKSDASU-12009, untuk memberikan legalitas kepada FOKUS Forum Komunikasi Orangutan Sumatera yang berfungsi sebagai wadah
multistakeholder. Kerjasama dan kemitraan antar sesama lembaga konservasi juga berjalan baik. Hal ini terbukti dengan adanya kerjasama antara sesama NGO
Lokal maupun dengan lembaga konservasi Internasional dalam pelaksanaan program aksi yang lebih efektif dan efisien.
Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa perjalanan SRAK OU dari tahun 2008-2014 masih belum dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dengan
masih banyaknya program aksi yang tidak terlaksana dan indikator keberhasilan program aksi yang tidak tercapai. Hal yang menjadi penyebab adalah lemahnya
pendanaan yang mendukung pelaksanaan program-program aksi konservasi. Hal ini sesuai dengan evaluasi pencapaian program aksi bahwa belum adanya
pengelolaan dana abadi untuk konservasi orangutan dan belum adanya dana yang
42 diperoleh dari pengelolaan jasa lingkungan. Dari pihak swasta, sejauh ini baru ada
satu perusahaan PT. Musim Mas yang ada mengalokasikan dana untuk mendukung aksi konservasi orangutan. Sistem monitoring terhadap dampak dari
proyek atau program masih juga lemah. Hal ini dibuktikan dengan tidak rutinnya laporan impelementasi program yang disampaikan stakeholder dan pertemuan
yang tidak berjalan sesuai target evaluasi per tahun. Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai juga berpengaruh terhadap kesuksesan
pelaksanaan aksi konservasi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya program yang tidak terlaksana dikarenakan SDM yang tidak mendukung. Serta masih adanya
perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan menjadikan rencana aksi konservasi orangutan masih terhambat.
Analisis Medan Kekuatan Force Field Analysis
Faktor Pendukung
Analisis data dengan metode analisis medan kekuatan Force Field Analysis bertujuan untuk mengevaluasi perjalanan pelaksanaan SRAK OU untuk
orangutan sumatera, sekaligus memberikan masukan berupa strategi untuk memperkuat faktor pendukung dan melemahkan faktor penghambat yang
mempengaruhi pelaksanaan program. Secara umum metode FFA memiliki beberapa persamaan dengan analisis SWOT, namun kelebihannya penggunaan
metode analisis medan kekuatan dapat memberikan rekomendasi untuk peningkatan kualitas program kedepannya. Terlebih dahulu faktor pendukung dan
faktor penghambat dianalisis dengan menggunakan analisis medan kekuatan. Analisis ini dilakukan dengan memberikan nilai terhadap faktor pendukung dan
43 faktor penghambat mulai dari faktor sangat berpengaruh hingga faktor tidak
berpengaruh yang diperoleh berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program. Berikut merupakan analisis terhadap faktor pendukung SRAK OUS,
Tabel 5. Faktor pendukung pelaksanaan SRAK OUS
Faktor Pendukung Skor
Keterangan Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan
pemerintah tentang Konservasi orangutan. 3
Dikatakan cukup berpengaruh, karena pemerintah dalam beberapa hal telah menunjukan komitmen untuk
mendukung konservasi orangutan, seperti pemberian payung hukum terhadap aksi-aksi konservasi. Namun
dalam hal pendanaan, seperti pengalokasian APBD masih terkendala
Tersedianya lembaga konservasi dan tenaga ahli peneliti yang mendukung konservasi orangutan
5 Dikatakan sangat berpengaruh, karena aksi-aksi konservasi
yang bersifat lokal lebih didominasi oleh lembaga-lembaga konservasi, termasuk turunan dari program pemerintah.
Disamping juga lembaga konservasi banyak tersebar di beberapa wilayah dan memiliki jaringan yang kuat.
Diterapkannya kebijakan mendorong peningkatan populasi orangutan sebesar 3
4 Dikatakan berpengaruh, karena kebijakan mendorong
peningkatan populasi orangutan sebesar 3 persen merupakan kebijakan yang menguntungkan untuk
pelaksanaan aksi-aksi konservasi.
Komitmen perusahaan untuk mendukung kegiatan konservasi
4 Dikatakan berpengaruh, karena perusahaan yang
bersinggungan dengan wilayah konservasi sudah menampakkan kepedulian terhadap konservasi orangutan,
seperti komitmen untuk mendukung kelestarian dengan kebun lestari, ikut berperan dalam pengelolaan habitat dan
penanganan satwa, adanya kebijakan alokasi lahan konservasi, adanya divisi khusus untuk lingkungan, serta
adanya dukungan financial.
Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman, dan adanya tenaga peneliti
muda di Medan dan Aceh. 4
Dikatakan berpegaruh, karena ketersediaan tenaga peneliti berpengalaman yang banyak bekerja sama dengan LSM
dengan beberapa kegiatan penelitian sedang berjalan dan sebagian lokasi penelitian telah selesai, ditambah dengan
tersedianya tenaga peneliti-peneliti muda di tingkat universitas Sumut dan Aceh. Potensi ini merupakan
peluang untuk kesuksesan pelaksanaan agenda SRAK OUS, terutama dalam bidang penelitian.
Menguatnya isu perubahan lingkungan yang diimplementasikan dalam berbagai kebijakan terkait
dengan konservasi orangutan 5
Dikatakan sangat berpengaruh, karena isu perubahan lingkungan yang dampaknya tidak hanya pada orangutan,
tapi pada semua makhluk hidup dapat menguatkan alasan untuk mensukseskan agenda konservasi
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada dua faktor yang sangat berpengaruh mendukung pelaksananaan impelementasi program aksi yang
tertuang dalam SRAK OU. Pertama, adanya lembaga konservasi dan tenaga ahli peneliti yang mendukung konservasi orangutan. Lembaga konservasi NGO
umumnya memiliki komitmen yang jelas terhadap upaya-upaya konservasi, hal ini dibuktikan bahwa aksi-aksi lokal lebih didominasi oleh LSM yang bergerak di
44 bidang konservasi. Aktivitas-aktivitas lembaga konservasi yang tersebar di
beberapa wilayah juga merupakan hal yang mendorong pelaksanaan agenda konservasi yang efektif dari segi sasaran dan efisien dari segi waktu. Dalam
pelaksanaan program aksi, lembaga konservasi memiliki beberapa koalisi yang dapat saling memperkuat, disamping juga memiliki akses kepada pihak-pihak
kunci di dunia konservasi. Termasuk adanya partisipasi aktif dari beberapa LSM dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus kejahatan terhadap
orangutan, seperti pengumpulan data perdagangan orangutan. Kedua, adanya isu perubahan lingkungan yang mendorong berbagai pihak
untuk tergabung dalam aksi konservasi. Hal ini dikatangan sangat berpengaruh dalam mendorong kesukesan implementasi SRAK OU karena isu perubahan
lingkungan tidak hanya mempengaruh kelangsungan populasi orangutan, tapi juga berdampak pada semua makhluk hidup termasuk manusia sebagai pengelola
sumber daya alam.Perubahan iklim sebagai fenomena global merupakan tantangan lingkungan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Isu global ini mulai
menjadi topik perbincangan sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil dua puluh tahun yang lalu sampai dengan KTT Rio+20
tahun 2012. Konferensi internasional terkait isu perubahan iklim terus berlangsung dari waktu ke waktu. Tahun 2012 sudah mencapai penyelenggaraan
COP 18 Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change di Doha, Afrika Selatan, yang pada dasarnya mencari berbagai
upaya terbaik dalam mengurangi emisi karbon untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.
45
Faktor Penghambat
Sedangkan untuk faktor penghambat program juga didapatkan 6 kondisi yang menyebabkan tidak berjalannya implementasi program SRAK OU secara
baik. Analsis faktor penghambat dijabarkan pada tabel 6 berikut
Tabel 6. Faktor Penghambat Program Aksi SRAK OUS
Faktor Penghambat Skor
Keterangan SRAK OU yang belum tersosialisasi dengan baik
kepada seluruh pemangku kepentingan 4
Dikatakan berpengaruh, karena masih adanya pihak berkepentingan yang belum berpartisipasi dalam aksi
konservasi terutama beberapa konsesi yang bersinggungan dengan habitat orangutan, dikarenakan belum adanya
sosialisasi yang baik kepada seluruh stakeholder
Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan 5
Dikatakan sangat berpengaruh, karena merupakan salah satu penyebab utama adanya program aksi yang tidak
sempat terlaksana disebabkan karena tidak adanya dukungan pendanaan.
Ketersediaan SDM untuk mendukung kesuksesan program terbatas dan tidak merata, baik secara kualitas
maupun kuatitas 3
Dikatakan cukup berpengaruh, karena lemahnya kualitas SDM yang berdampak pada lemahnya pelaksanaan
program aksi serta dampaknya, seperti terbatasnya kemampuan staf dan manajemen dari unit pengelola
kawasan untuk menterjemahkan hasil penelitian ke dalam manajemen kawasan
Koordinasi di antara pihak masih kurang, baik di antara pemerintahan sendiri mau pun dengan institusi-institusi
di luar pemerintahan. 4
Dikatakan berpengaruh, ambatnya koordinasi internal di Kementrian Kehutanan, bahkan hal ini turut melahirkan
konflik pengelolaan antara sesama pelaku konservasi , seperti konflik pengelolaan stasiun riset orangutan di
Ketambe – TNGL, antara Pemerintah Aceh diera BPKEL dengan BBTNGL
Sistem monitoring dan evaluasi terhadap dampak program atau kebijakan masih lemah.
4 Dikatakan berpengaruh, karena evaluasi yang tidak
berjalan baik dan terhadap program aksi yang telah dilakukan, sehingga tidak ada pembelajaran efektifitas
program aksi Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para
pihak mengenai konservasi Orangutan. 4
Dikatakan berpengaruh, karena pemahaman yang salah terhadap konservasi orangutan hanya sebagai aksi
penyelamatan spesies, bukan habitatnya, serta panilaian pihak terhadap potensi habitat hanya sebagai sumber
pendapatan daerah ekonomi
Untuk faktor penghambat juga memiliki faktor yang sangat berpengaruh,
yaitu kendala dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebagian besar program aksi yang tidak atau belum sempat
dilaksanakan adalah terkendala pada dana. Begitu juga dengan pengadaan sarana prasarana pendukung aksi-aksi konservasi yang hingga saat ini masih terkendala.
46 Pemda yang berdasarkan SRAK OU diharapkan dapat memasukkan upaya
konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah APBD, belum terlaksana dengan baik. Disamping itu
pengelolaan dana abadi untuk konservasi orangutan, masih berada pada tataran konsep. Sedangkan dana yang tersedia dari pengelolaan jasa lingkungan sejauh ini
belum tersedia. Sehingga keterbatasan dana yang dianggarkan untuk aksi konservasi turut berdampak pada terbatasnya aksi-aksi konservasi yang dilakukan.
Kebijakan pendanaan yang dilakukan oleh manajemen sangat terkait dengan besarnya sumber dana yang digunakan dalam operasional pelaksanaan
program. Lambert 2001 menyatakan bahwa dalam hubungan “principal – agent”, pihak manajemen agen melakukan aktivitas yang meliputi keputusan
operasional, kebijakan pendanaan atau keputusan investasi lainnya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pendanaan merupakan salah satu aktivitas
action yang dilakukan oleh manajemen sesuai dengan perencanaan program. Maka sudah seharusnya dalam pelaksanaan impelementasi program SRAK OU
harus didahului dengan perencanaan pendanaan yang baik dan memadai, untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan program aksi konservasi.
Setiap program dan rencana kerja memerlukan dana yang memadai untuk dapat mencapai kondisi maupun tujuan yang diinginkan. Dana tersebut dapat
diperoleh dengan cara dan dari sumber yang berbeda. Masalah pendanaan ini harus diputuskan dengan hati–hati karena setiap kebijakan pendanaan memiliki
konsekuensi financialyang berbeda. Keputusan pendanaan akan berkaitan dengan sumber dana dan penggunaan dana yang telah diperoleh. Sumber dana dapat
berasal dari dalam internal ataupun dari luar eksternal pemangku kepentingan
47 dalam program aksi. Kedua sumber pendanaan ini sedikit banyak tentu akan
mempengaruh arah jalannya program aksi. Keputusan pendanaan keuangan juga akan mempengaruhi kemampuan operasional dari impelementasi rencana aksi
konservasi orangutan.
Strategi Penguatan Implementasi SRAK OUS 2007-2017
Faktor pendukung, faktor penghambat dan strategi untuk memperkuat faktor pendukung dan melemahkan faktor penghambat dapat dilihat pada tabel
berikut, Tabel 7. Strategi penguatan implementasi program SRAK OUS
Faktor Pendukung Faktor Penghambat
Strategi Penguatan Faktor Pendukung dan Pelemahan Faktor Penghambat
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan
pemerintah tentang Konservasi orangutan.
SRAK OU yang belum tersosialisasi dengan baik
kepada seluruh pemangku kepentingan
Memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunkasi aktif dan membebankan kepada
semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana
kelola dan mengimplementasikannya
Tersedianya lembaga konservasi dan tenaga ahli
peneliti yang mendukung konservasi orangutan
Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan
Mengidentifikasi pelaku industry di kawasan habitat orangutan dan merangkulnya dalam aksi koservasi serta
mengkultivisasi dan menggalang dana dari sektor swasta.
Diterapkannya kebijakan mendorong peningkatan
populasi orangutan sebesar 3
Ketersediaan SDM untuk mendukung kesuksesan
program terbatas dan tidak merata, baik secara kualitas
maupun kuatitas Pengembangan pengelolaan pengetahuan konservasi
orangutan dengan melaksanakan pelatihan bagi perguruan tinggi, akademisi, peneliti dan staf UPT
pengelola kawasan konservasi mengenai : monitoring populasi, penanganan konflik yang benar, rehabilitasi
yang bermafaat, dsb.
Komitmen perusahaan untuk mendukung kegiatan
konservasi Koordinasi di antara pihak
masih kurang, baik di antara pemerintahan sendiri mau
pun dengan institusi-institusi di luar pemerintahan.
Mendorong agar fungsi forum, baik di tingkat nasional maupun regional sebagai media bersama para pihak
pelaku konservasi orangutan lebih aktif sehingga memberikan manfaat pada konservasi orangutan dan
para pihak yang terlibat sehingga singkronisasi kebiakan antara pusat dan daerah, terkait konservasi
orangutan dan habitatnya dapat tercapai
Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki
tenaga yang berpengalaman, dan adanya tenaga peneliti
muda di Medan dan Aceh. Implementasi, sistem
monitoring dan evaluasi terhadap program atau
kebijakan serta dampaknya masih lemah.
Perlu dibentuk tim khusus yang secara spesifik ditugaskan untuk melakukan monitoring dan evaluasi
rencana aksi, serta penekanan pada UPT bahwa rencana kelola bukan hanya sekedar kewajiban administrasi,
tapi yang lebih utama untuk diimplementasikan
Menguatnya isu perubahan lingkungan yang
diimplementasikan dalam berbagai kebijakan terkait
dengan konservasi orangutan Masih adanya perbedaaan
cara pandang antara para pihak mengenai konservasi
Orangutan. Kementrian Kehutanan perlu mendukung kebijakan
daerah yang berpihak pada penyelamatan orangutan, serta program kampanye penyadartahuan perlu
digalakan di sekitar habitat orangutan dengan menekankan pada konservasi orangutan, bukan hanya
pada spesies, tapi termasuk habitatnya
Dari analisis tersebut kemudian dapat diambil kesimpulan berupa strategi bagaimana faktor pendukung dapat diperkuat dan faktor penghambat dapat
dilemahkan. Faktor pendukung merupakan hal yang diharapakan dapat memicu
48 kesuksesan pelaksanaan program aksi konservasi yang tertuang dalam SRAK OU,
untuk itu diperlukan suatu perencanaan strategi untuk meningkatkan faktor tersebut. Faktor penghambat merupakan hal yang menjadi kendala dalam
implementasi serta pencapaian dari program aksi, sehingga diperlukan perencanaan strategi untuk melemahkannya.
Tabel diatas menjelaskan bagaimana strategi untuk meningkatkan impelementasi program aksi SRAK OU. Strategi terpenting yang perlu
direncanakan adalah memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunkasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki
populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana kelola dan mengimplementasikannya. Dengan memaksimalkan forum multistakeholder
dan menggandeng seluruh pihak terkait, maka kesuksesan impelementasi dapat disinergiskan dengan seluruh pemangku kepentingan. Sehingga tidak ada lagi
konflik kepentingan yang menghambat pelaksanaan program-program konservasi. Begitu juga halnya dengan permasalahan dana yang seringkali
menghambat pelaksanaan agenda konservasi. Mengidentifikasi pelaku industry di kawasan habitat orangutan dan merangkulnya dalam aksi koservasi serta
mengkultivisasi dan menggalang dana dari sektor swasta, bilateral, multilateral, serta yayasan filantropi. Hal ini diharapkan dapat berjalan lebih mudah, seiring
dengan mulai tampaknya komitmen perusahaan swasta untuk mendukung kelestarian lingkungan terkait dengan kebun lestari, ekolabeling, dan lain-lain.
Umumnya perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan mempunyai divisi khusus untuk lingkungan. Termasuk juga perusahaan ikut berperan dengan
bekerja sama dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa khususnya
49 orangutan, seperti adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada areal konsesi
HGUPerkebunan. Adanya dibentuk tim khusus yang secara spesifik ditugaskan untuk
melakukan monitoring dan evaluasi rencana aksi juga merupakan bagian dari rekomendasi penting untuk kesukesan program aksi SRAK OU. Dengan adanya
tim khusus, diharapkan perjalanan evaluasi progam dapat berjalan dengan baik dan berlangsung secara rutin, sehingga dapat digambarkan sejauhmana agenda
SRAK OU berimbas pada baiknya populasi serta habitat orangutan serta dapat mengukur tingkat efektifikas program. Dengan demikian program-program yang
terlaksana diharapkan dapat terukur dan terus mengalami peningkatan dari segi implementasi dan pencapaian.
50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa perjalanan SRAK OUS dari
tahun 2008-2014 masih belum dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya program aksi yang tidak terlaksana dan indikator
keberhasilan program aksi yang tidak tercapai. 2.
Strategi terpenting untuk mendukung pelaksanaan agenda SRAK OUS adalah memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum
komunikasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat
rencana kelola dan mengimplementasikannya. Dengan memaksimalkan forum multistakeholder dan menggandeng seluruh pihak terkait, maka
kesuksesan impelementasi dapat disinergiskan dengan seluruh pemangku kepentingan.
Saran
1. Diperlukan adanya lembaga khusus yang dibentuk untuk melaksanakan
monitoring dan evaluasi impelementasi program aksi yang tertuang dalam SRAK OUS, untuk melihat sejauhmana efektifitas program mampu
berdampak baik terhadap kondisi orangutan baik ditinjau dari segi populasi maupun habitat.
51 2.
Diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk mengevaluasi perkembangan pelaksanaan program aksi, karena rencana aksi SRAK OUS masih akan
terus berjalan hingga 2017.
52
DAFTAR PUSTAKA
Caldecott J, dan Lera Miles. 2005. World Atlas of Great Apes and Their
Conservation. California : University of California Press. Departemen Kehutanan,2007. Strategi dan Rencana Aksi konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta.
Departemen Kehutanan, 2009. Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala IHMB pada
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.33Menhut-II2009.
Forina. 2013. Panduan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia. Bogor
Galdikas BMF. 1978. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting KalimantanTengah. UI Press. Jakarta
Ginting, M. 2000. Program Monitoring untuk Evaluasi Proyek Pembangunan Fakultas Pertanian USU. Medan
Hasugian, H. 2013. monitoring Dan Evaluasi Eksistensi Dan Kinerja BalaiPenyuluhan Pertanian BPP Kabupaten Pakpak Bharat. Skripsi.
Medan Jones,D.B.,A.A.Eudey,T.Geissmann,C.P.Groves,D.J.Melnick,J.C.Morales,M.She
kelle, dan C.B.Steward.2004.Asian Primate Classification.International Journal Of Primatology 25:99-164
Lewin. K. 1951. “Field Theory in Social Science: Selected Theoretical Papers”.New York Harper.
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembanguna Pertanian. Sebelas MaretUniversiy Press. Surakarta
Meijard, E., et al. 2001. Diambang Kepunahan Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Cetakan Pertama. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta
Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatera Orangutan Pongo Abelii Lesson 1827. Ecology, Behaviour and Conservation. Wageningen. The
Netherlands.
53 Semeru. Force Field Analysis FFA Tools for Policy Impact : A Handbook for
Researchers. Melalui http:www.semeru.or.id [diakses pada
3192014 9:41 AM] Sinar Tani, 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar
Tani.Jakarta Sugiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta.
Supriatna, Jatna dan Edy Hendras W. 2000. Panduan Lapang Primata
Indonesia. Buku obor: Jakarta
Vandenban dan Hawskins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Jakarta
Van Schaik, C. P. 2006. Di Antara Orangutan. Kera Merah dan Bangkitnya Kebudayaan Manusia. Penerjemah Soetami-Jakarta;
Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo BOS. 262 hlm.
Wich, S.A., dkk. 2004. Life History of Wild Sumatran Orangutans Pongo abelii.
54
LAMPIRAN
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI ORANGUTAN INDONESIA 2008-2014
A. STRATEGI DAN PROGRAM PENGELOLAAN KONSERVASI ORANGUTAN
A.1. Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya Program dan rencana aksi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Membantu setiap pengelola hutan
unit manajemen usaha kehutanan dan perkebunan untuk menyusun
dan mengimplementasikan rencana kelola orangutan di areal
kerjanya 2008-
2010 Nasional :
BPK, LSM, Kebun,
Universitas, HPH, HTI,
Tambang Lokal :
CII, OCSP, BBKSDA-SU,
SOCP, Litbang Kehutanan
Sumatera Aek Nauli, Pemkab
Taput, YES 1. Ada minimal 10 HPH, 5 HTI
dan 10 perkebunan yang punya rencana kelola orangutan di
areal kerjanya. Adanya rencana kelola
PT. Astra Grup, PT. TPL, G-Resources, PT.
Teluk Nauli, PTPN II 3
Meningkatnya kesadaran konservasi
dikalangan pemerintah dan swasta
Koordinasi antar pihak masih kurang
2. Ada laporan pelaksanaan implementasi rencana kelola
dari unit manajemen secara periodik setiap tahun
Unit manajemen
melaksanakan pertemuan regional
secara periodik per tahun.
3 Memiliki program dan
divisi khusus untuk konservasi
Sistem monitoring terhadap dampak dari
proyek atau program masih lemah
3. Jumlah populasi orangutan di unit manajemen tidak
berkurang Data terakhir masih
tahun 2007 1
Beberapa kawasan hutan yang
menjadi habitat Orangutan relatif masih
terjaga Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas
2 Meningkatkan kapasitas unit
pengelola kawasan konservasi KSA dan KPA dan hutan
lindung dalam melakukan konservasi orangutan
2008- 2010
Nasional : PHKA, LSM,
Masyarakat, Pemda
Lokal : CII, BBKSDA-
SU, OCSP, Litbang
Kehutanan Sumatera Aek
Nauli, SOCP. 1. Semua UPT yang ada
orangutan mempunyai rencana kelola orangutan
UPT yang memiliki populasi orangutan
memiliki rencana kelola
3 Meningkatnya kesadaran
konservasi dikalangan pemerintah dan swasta
Masih adanya pandangan terhadap
rencana kelola sebatas kewajiban administrasi.
2. Ada laporan pelaksanaan implementasi rencana kelola
dari unit manajemen secara periodik setiap tahun
Unit manajemen
melaksanakan pertemuan regional
secara periodik setiap tahun
4 Memiliki program dan
divisi khusus untuk agenda konservasi
Sistem monitoring terhadap dampak dari
proyek atau program masih lemah
3. Pelatihan monitoring orangutan dan habitatnya 2 kali
setahun Tidak terlaksana
1 Adanya keterampilan
teknis yang belum memadai
Dukungan pendanaan yang tidak
berkelanjutan 3
Membantu penyusunan SOP penanganan dan pengamanan
orangutan dan habitatnya termasuk tindakan
pertolonganpenyelamatan, mitigasi konflik dan termasuk
2008- 2010
Nasional : PHKA, LSM,
Masyarakat, HPH, HTI,
Kebun, Tambang 1. SOP penanganan dan
pengamanan orangutan dan habitatnya sudah disahkan oleh
Departemen Kehutanan Adanya SOP
pengamanan satwa liar di area konsesi dan
penanganan konflik permenhut no.48
tahun 2008 5
Adanya komitmen untuk mendukung kelestarian
lingkungan Lemahnya dukungan
dari pemerintah
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
keterlibatan masyarakat Lokal :
OCSP, Konsorsium
Pusaka, Konsorsium
Alive, SOCP 2. Sosialisasi dan distribusi
dokumen SOP kepada pemangku kepentingan
Adanya sosialisasi SOP di Pakpak Barat,
Dairi, Langkat, Karo, Tapsel
4 Adanya komitmen untuk
mendukung kelestarian lingkungan
-
4 Membangun dan mengelola
koridor antar habitat orangutan yang sudah terfragmentasi
2008- 2012
Nasional : PHKA,
Universitas, HPH, HTI,
Kebun, Tambang, LSM,
Masyarakat Lokal :
CII, BBKSDA- SU, SOCP, YES,
Lonsum 1. Ada 20 koridor antar habitat
orangutan yang terfragmentasi Masih pada tahap
pemetaan koridor, khususnya di Batang
Toru 2
Legitimasi kelola kawasan habitat
orangutan Habitat Orangutan tidak
hanya di dalam kawasan hutan tetapi
juga ada di luar kawasaan hutan.
2. Ada rencana pengelolaan dan pemantauan koridor
Adanya rencana pengelolaan dan
pemetaan potensi koridor yang terpisah
4 Legitimasi kelola
kawasan habitat orangutan
-
3. Populasi orangutan di habitat alami di sekitar koridor paling
sedikit tetap Populasi orangutan
cenderung berkurang 1
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan
pemerintah tentang Konservasi orangutan
ada beberapa ancaman yang belum dapat
dihilangkan. 5
Membentuk kawasan perlindungan baru bagi orangutan
di kawasan budidaya non kehutanan dalam bentuk kawasan
konservasi daerah 2010-
2015 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM
Lokal : BBKSDA-SU
1. Ada 5 peraturan daerah yang menetapkan Kawasan
Konservasi Daerah di areal KBNK sebagai habitat
orangutan 1 Perda, penetapan CA
Sibual-buali 2
Legitimasi kelola kawasan habitat
orangutan Masih adanya
perbedaaan cara pandang antara para
pihak mengenai konservasi Orangutan.
6 Mendorong habitat prioritas
konservasi orangutan masuk ke dalam RTRW Nasional, Provinsi
dan KabupatenKota 2008-
2010 Nasional :
PHKA, BAPPENAS,
Pemda, LSMOrnop,
Ditjen Tata Ruang, PU
Lokal : CII, OCSP,
Konsorsium YEL, BBKSDA-
SU, SOCP 1. Ada indikator habitat dalam
penentuan revisi dan penyusunan tata ruang
KabupatenKota, Propinsi dan Nasional
Adanya indikator habitat yang menjadi
pertimbangan dalam workshop tata ruang di
Aceh Selatan dan usulan tata ruang
provinsi 5
Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan
pemerintah tentang Konservasi orangutan
-
Rehabilitasi habitat orangutan, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan konservasi 7
Merehabilitasi dan merestorasi kawasan habitat orangutan yang
potensial di dalam dan di luar kawasan konservasi
2008- 2015
Nasional : PHKA, LSM,
Universitas, Masyarakat, BP
DAS Lokal :
1. Ada 5 kawasan habitat orangutan yang direhabilitasi
Adanya rehabilitasi di Besitang, Simpur Jaya,
Sekoci, Bahorok, Tenggulun, Bakongan
dan Kluet Selatan, Sei Lepan, Sikundur, dll
5 Perusahaan ikut berperan
dengan bekerja sama dalam pengelolaan
habitat orangutan -
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
SOS-OIC, BBKSDA-SU,
Litbang Kehutanan
Sumatera Aek Nauli
2. Ada 1 kawasan restorasi untuk menjadi habitat
orangutan Dua unit suaka
margasatwa terestorasi secara bertahap di SM
Sirangas dan SM Barumun untuk habitat
orangutan 5
Adanya sumber pendanaan baru untuk
konservasi habitat OU -
8 Mendorong unit pengelola
mencari pilihan terbaik bagi perlindungan orangutan dan jika
perlu melakukan translokasi orangutan maka ini menjadi
tanggungjawab pengelola unit manajemen. Translokasi menjadi
pilihan terakhir jika rehabilitasi kawasan habitat orangutan di unit
manajemen tidak bisa dilakukan 2008-
2015 Nasional :
PHKA, Industri Tambang, HPH,
HTI, kebun Lokal :
BBKSDA-SU dan Mitra
Teknis, SOCP 1. Ada kantong perlindungan
orangutan di areal unit manajemen
lain Alokasi untuk kawasan
lindung 3.813 Ha, dengan lokasi terpisah-
pisah di areal unit manajemen
4 Adanya kebijakan alokasi
lahan konservasi pada areal konsesi
HGUPerkebunan. Masih adanya
perbedaaan cara pandang antara para
pihak mengenai konservasi Orangutan.
2. Ada koridor dari kawasan kelola ke kawasan konservasi
Adanya pemetaan koridor ke kawasan
konservasi 2
Adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada
areal konsesi HGUPerkebunan.
Masih adanya perbedaaan cara
pandang antara para pihak mengenai
konservasi Orangutan. 3. Tidak ada translokasi
orangutan ke habitat Translokasi orangutan
dari luar kawasan ke dalam kawasan
konservasi CA Jantho dan TN Bukit
Tigapuluh 1
- Adanya pengrusakan
kawasan habitat
A.2. Strategi mengembangkan konservasi Eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi in-situ orangutan Kapasitas dan kapabilitas taman safari, kebun binatang dan pusat rehabilitasi dalam konservasi orangutan
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Menyusun stud book orangutan di
kebun binatang dan taman safari yang ada di Indonesia dan Luar
negeri 2008-
2010 Nasional :
PHKA, LSM, PKBSI,
DitKesWan, Pusat Karantina
Hewan Lokal :
SOCP 1. Stud book orangutan sudah
selesai disusun dan setiap 3 bulan diperbaharui
Tidak terlaksana 1
Kurangnya informasi mengenai habitat dan
populasi orangutan Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
2. Stud book orangutan dibangun di PHKA dengan
dukungan dari pemangku kepentingan
Tidak terlaksana 1
Komitmen perusahaan untuk mendukung
kelestarian lingkungan Koordinasi di antara
pihak masih kurang, baik di antara
pemerintahan sendiri mau pun dengan
institusi-institusi di luar pemerintahan.
3. Stud book ini terbuka untuk public
Tidak terlaksana 1
Kurangnya informasi mengenai habitat dan
populasi orangutan Rumitnya prosedural
untuk mendapatkan informasi
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
2 Mendorong peningkatan kapasitas
pengelolaan orangutan di kebun binatang untuk memenuhi standart
PKBSI dan aturan terkait lainnya 2008-
2015 Nasional :
PHKA, LSM, PKBSI
Lokal : BBKSDA-SU,
SOCP 1. Ada pelatihan pengelolaan
orangutan di kebun binatang minimal sekali setahun
Sejauh ini tidak belum terlaksana
1 Keterampilan teknis
konservasi orangutan belum memadai
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 2. Tersedianya informasi
pengelolaan orangutan di kebun binatang yang memadai
Sejauh ini tidak belum terlaksana
1 Kurangnya informasi
tentang orangutan dan keterampilan teknis
konservasi orangutan belum memadai
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas.
3. Evaluasi kinerja kebun binatang dalam pengelolaan
orangtan setiap tahun Evaluasi tidak secara
rutin 2
Kapasitas SDM yang masih belum merata di
semua lembaga. Koordinasi di antara
pihak masih kurang 3
Meningkatkan pengawasan implementasi peraturan
pengelolaan orangutan di eksitu oleh tim pengawas dari PHKA
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
PKBSI Lokal :
BBKSDA-SU, SOCP
1. PHKA membentuk tim pengawas untuk implementasi
peraturan pengelolaan orangutan di eksitu
Belum bekerja
maksimal 3
Adanya forum multistakeholder yang
dapat berfungsi sebagai pengawas.
Kurangnya komuniksi dan lemahnya
koordinasi 2. Ada pemeriksaan berkala
tentang implementasi aturan pengelolaan orangutan oleh tim
pengawas setiap tahun Belum
bekerja maksimal
3 Adanya pertemuan
regional untuk laporan implementasi
Kurangnya komuniksi dan lemahnya
koordinasi 3. Terdokumentasikannya hasil
pemantauan implementasi aturan
Hasil dokumentasi tidak terdokumentasi
baik 3
Adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas
program aksi Kurangnya tertib
administrasi 4
Mewajibkan semua pusat rehabilitasi, kebun binatang dan
taman safari melakukan pelaporan ke PHKA setiap tiga bulan tentang
status terakhir orangutan di lembaganya
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
PKBSI Lokal :
BBKSDA-SU, SOCP
1. Ada laporan setiap 3 tiga bulan ke PHKA.
Tidak rutin terlaksana setiap 3 bulan
2 Komitmen dan kesadaran
untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi
Sistem monitoring terhadap dampak dari
proyek atau program masih lemah.
2. Melakukan presentasi laporan perkembangan
orangutan setiap tahun Sejauh ini tidak
terlaksana dengan baik 2
Diperlukannya data dan laporan terkait kondisi
terkini orangutan Sistem monitoring
terhadap dampak dari proyek atau program
masih lemah. Peran kebun binatang dan taman safari sebagai bagian pendidikan konservasi orangutan
5 Meningkatkan interaksi kebun
binatang dan taman safari dengan sekolah dengan memberikan
kemudahan untuk pendidikan konservasi orangutan
2008- 2017
Nasional : PHKA, PKBSI,
Sekolah Lokal :
BBKSDA-SU, SOCP
1. Ada MoU kerjasama antara kebun binatang, taman safari
dengan sekolah Belum terlaksana
1 Banyaknya sekolah-
sekolah membutuhkan kegiatan ekstra
Kurangnya SDM pelaksanana
2. Jumlah kunjungan anak sekolah meningkat 50
Belum terlaksana 1
Banyaknya sekolah- sekolah membutuhkan
kegiatan ekstra Kurangnya SDM
pelaksanana 6
Mewajibkan kebun binatang dan taman safari berperan dalam
melakukan kegiatan pendidikan konservasi orangutan dan sarana
pendukungnya 2008-
2012 Nasional :
PHKA, LSM, PKBSI
Lokal : BBKSDA-SU,
1. Ada informasi tentang konservasi orangutan yang
memadai dan bersifat edukasi Tidak terlaksana
1 Diperlukannya informasi
mengenai habitat dan populasi orangutan
Bekerja dengan orientasi proyek atau
program 2. Ada paket pendidikan
konservasi orangutan Tidak terlaksana
1 Memiliki akses kepada
pihak-pihak kunci di dunia konservasi dan
Bekerja dengan orientasi proyek atau
program
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
SOCP banyaknya ktivitas-
aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah
3. Ada kunjungan berkala dari sekolah ke kebun binatang dan
taman safari Tidak terlaksana
1 Adanya jaringan antara
dunia pendidikan dengan dunia konservasi
Bekerja dengan orientasi proyek atau
program Pengembalian orangutan ke habitat alam
7 Melakukan pelepasliaran
orangutan ke habitat alami berdasarkan data genetik,
sehingga dapat dijamin keaslian dan tidak terjadi pencemaran
genetik 2008-
2015 Nasional :
PHKA, LSM, Universitas
Lokal : BBKSDA-SU,
OCSP, SOCP 1. Jumlah orangutan yang
berhasil dilepasliarkan Dilaksanakan
pelepasliaran 73 individu orangutan
selama periode 2011- 2013
5 Kuatnya dukungan
ditambah dengan adanya payung hukum, serta
beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat
Orangutan relatif masih terjaga
-
2. Ada data genetik dari orangutan yang dilepasliarkan
Adanya data genetic dari orangutan yang
dilepasliarkan 4
Banyaknya penelitian yang membutuhkan data
Tidak konsistennya kebijakan yang
mengatur konservasi orangutan, termasuk
kaitannya dengan kebijakan yang
mengatur tentang penelitian-penelitian.
8 Menyusun panduanguideline
reintroduksi dan pelepasliaran orangutan ke habitat aslinya
termasuk penilaian kelayakan habitat
2008 Nasional :
PHKA, LSM, Universitas
Lokal : BBKSDA-SU,
OCSP, SOCP 1. Tersusunan Pedoman SOP
pelepasliaran orangutan Belum adanya SOP
yang baku dan bisa dijadikan pedoman
resmi dari pemerintah 2
Tumbuhnya komitmen untuk upaya-upaya
konservasi Keterbatasan
kewenangan yang dimiliki, baik pada
tingkatan provinsi mau pun kabupaten-
kabupaten.
2. Ada sosialisasi dan pelatihan implementasi SOP
Tidak terlaksana 1
Adanya divisi khusus serta banyaknya
aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa
wilayah Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
9 Mencari dan menentukan adanya
satu kawasan yang kompak dan aman untuk lokasi pelepasliaran
orangutan di setiap wilayah habitat orangutan sumatera dan
Kalimantan sehingga 2015 tidak ada lagi pusat rehabilitasi
orangutan di Sumatera dan Kalimantan
2008- 2015
Nasional : PHKA, LSM,
Universitas, Swasta,
Masyarakat AdatLokal
Lokal : SOCP,
BBKSDA Jambi, TNBT
1. Diperoleh adanya minimal 3 kawasan yang aman dan
kompak sebagai areal pelepasliaran
Kawasan pelepasliaran di Jantho dan Bukit
Tiga Puluh 4
Beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat
Orangutan relatif masih terjaga
Penataan batas untuk kawasan-kawasan hutan
belum seluruhnya dilakukan oleh instansi
terkait BPKH 2. Ditetapkan dan
difungsikannya lokasi pelepasliaran orangutan di
Sumatera dan Kalimantan Kawasan pelepasliaran
di Jantho dan Bukit Tiga Puluh
4 Beberapa kawasan hutan
yang menjadi habitat Orangutan relatif masih
terjaga Penataan batas untuk
kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya
dilakukan oleh instansi terkait BPKH
3. Sosialisasi program di sekitar lokasi pelepasliaran di
Sumatera dan Kalimantan Adanya sosialisasi
program mengenai konservasi orangutan
4 Adanya divisi khusus
serta banyaknya aktivitas-aktivitas yang
Kurangnya koordinasi dan masih adanya
perbedaaan cara
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
tersebar di beberapa wilayah
pandang antara para pihak mengenai
konservasi Orangutan. 4. Semua pusat rehabilitasi
berhenti beroperasi setelah tahun 2015
Belum memungkinkan 2
- -
10 Meningkatkan monitoring dan
evaluasi pasca released pelepasliaran dan melakukan
evaluasi terhadap pelaksanaannya 2008-
2017 Nasional :
PHKA, NGO, Pusat
Reintroduksi, Universitas,
Lembaga Penelitian
Lokal : BBKSDA-SU,
SOCP, BKSDA Jambi, TNTB
1. Tersusunnya program monitoring orangutan yang
dilepasliarkan Terlaksananya
monitoring OU yang sudah dilepasliarkan di
Jantho dan Bukit Tiga Puluh
4 Perusahaan ikut berperan
dengan bekerja sama dalam pengelolaan
habitat dan penanganan satwa khususnya
orangutan -
2. Laporan monitoring secara berkala
Adanya laporan monitoring dalam
pertemuan regional 4
- -
3. Evaluasi tahunan hasil monitoring
Adanya evaluasi tahunan dalam
pertemuan regional 4
Keinginan untuk meningkatkan kualitas
aksi-aksi konservasi Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
A.3. Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan Sistem informasi orangutan Indonesia
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Pengembangan sistem pangkalan
data database system tentang genetika, pakan, penyakit,
perburuan dan perdagangan orangutan Indonesia; data dasar
ini akan menjadi acuan pemantauan orangutan Indonesia,
baik di insitu, eksitu, relokasi, pelepasliaran, dan sebagainya
2008- 2010
Nasional : PHKA,
Universitas Lokal :
BBKSDA-SU, SOCP, OCSP,
1. Pangkalan data selesai disusun dan setiap 3 bulan
diperbaharui Adanya database, tapi
tidak rutin diperbaharui
3 Adanya divisi khusus
yang bertanggungjawab untuk pembuatan
database Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
2. Pangkalan data dibangun di PHKA dengan bantuan
pemangku kepentingan Terlaksana
3 Komitmen perusahaan
untuk mendukung kelestarian lingkungan
terkait dengan kebun lestari, ekolabeling, dan
lain-lain Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
3. Pangkalan Data orangutan menjadi dokumen public
Public dapat mengakses dengan
prosedural 4
Banyaknya penelitian yang berjalan dan
berkesinambungan Rumitnya prosedural
untuk mendapatkan izin 2
Meningkatkan keterlibatan laboratorium acuan orangutan
yang sudah ada baik dalam penelitian maupun kebutuhan
medis dan forensik 2008-
2017 Nasional :
Universitas, laboratorium,
LSM, Genetika dan Virus : PSSP
IPB, Fisiologi : 1. Ada MoU antara Departemen
Kehutanan dengan laboratorium acuan
Adanya kerjasama dengan stasiun
konservasi Orangutan seperti Stasiun
Karantina SOCP, Rumah Sakit Gleni,
4 Banyaknya penelitian,
dan tumbuhnya jaringan antara sesama akademisi
dan peneliti -
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
FKH IPB; Parasit : FKH UGM,
Malaria : Lab Eijkman dan
NAMRU Nutrisi Pakan : LIPI
Lokal : SOCP
IPB-PSSP, LIPI Herbarium, UGM-
FKH, USU-MIPA, Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan, Eijkman-Jakarta, dan
Zurich University.
2. Jumlah peneliti yang terlibat di laboratorium meningkat 50
Belum terlaksana terdata
1 Banyaknya tenaga
peneliti muda untuk kawasan sumut dan aceh
Kurangnya dana bantuan penelitian
3. Tersusunnya data base dan sistem jaringan antar
laboratorium Belum terlaksana
1 Kebutuhan untuk
meningkatkan kualitas aksi dengan adanya data
Kurangnya komunikasi dan koordinasi
Penelitian orangutan 3
Melakukan penelitian ekologi dan perilaku, distribusi, genetik,
pakan, reproduksi, orangutan di dalam dan diluar kawasan
konservasi KPAKSA; diperlukan untuk meminimalisasi
konflik orangutan-manusia dan mendorong pengelolaan orangutan
yang efektif di dalam hutan produksi dan perkebunan
2008- 2017
Nasional : PHKA,
Universitas, LSM, Swasta
Lokal : SOCP
1. Tersedianya laporan hasil penelitian
Adanya laporan hasil penelitian
4 Banyaknya
tenaga peneliti-peneliti muda,
khususnya di tingkat universitas Sumut dan
Aceh -
2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA
Beberapa laporan penelitian
terdokumentasi dengan baik
3 Adanya database
informasi untuk memudahkan penelitian
lanjutan dan jangka panjang
Kurang kesadaran untuk diseminasi
informasi hasil-hasil penelitian
3. Laporan dapat diakses oleh public
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4 Banyaknya
tenaga peneliti-peneliti muda,
khususnya di tingkat universitas Sumut dan
Aceh Rumitnya prosedural
untuk mendapatkan izin
4 Melakukan penelitian tentang
medis orangutan; sehingga tidak terjadi penularan penyakit antar
orangutan, dan juga menjadi acuan bagi pelepasliaran orangutan
2008- 2012
Nasional : PHKA,
Universitas, LSM
Lokal : SOCP,
BBKSDA-SU 1. Tersedianya laporan hasil
penelitian Adanya laporan hasil
penelitian tentang medis orangutan di
Stasiun Karantina Sibolangit
4 Banyaknya
tenaga peneliti-peneliti muda,
khususnya di tingkat universitas Sumut dan
Aceh -
2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA
Beberapa laporan penelitian
terdokumentasi dengan baik
3 Adanya database
informasi untuk memudahkan penelitian
lanjutan dan jangka panjang
Kurang kesadaran untuk diseminasi
informasi hasil-hasil penelitian
3. Laporan dapat diakses oleh public
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4 Banyaknya
tenaga peneliti-peneliti muda,
khususnya di tingkat universitas Sumut dan
Aceh Rumitnya prosedural
untuk mendapatkan izin
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
5 Survei dan monitoring populasi
dan habitat orangutan di dalam kawasan dan diluar kawasan
konservasi 2008-
2010 Nasional :
PHKA, Universitas,
LSM Lokal :
CII, SOCP 1. Tersedianya laporan hasil
penelitian Adanya laporan hasil
penelitian di Jantho, Tripa, Langkat, TNGL,
SM Rawa Singkil 5
Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah
memiliki tenaga yang berpengalaman.
-
2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA
Beberapa laporan terdokumentasi dengan
baik 4
Banyaknya tenaga
peneliti-peneliti muda,
khususnya di tingkat universitas Sumut dan
Aceh Kurang kesadaran
untuk diseminasi informasi hasil-hasil
penelitian
3. Laporan dapat diakses oleh public
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4 Adanya database
informasi untuk memudahkan penelitian
lanjutan dan jangka panjang
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
4. Tersedianya informasi sebaran dan besaran populasi
serta habitat potensial orangutan
Adanya informasi tentang sebaran dan
besaran populasi serta habitat potensial
orangutan 4
Banyaknya tenaga
peneliti-peneliti muda yang membutuhkan
informasi, khususnya di tingkat universitas Sumut
dan Aceh Habitat Orangutan tidak
hanya di dalam kawasan hutan tetapi
juga ada di luar kawasaan hutan dan
data belum terintegrasi baik
6 Melanjutkan penelitian jangka
panjang yang sudah dilakukan di beberapa stasiun penelitian
orangutan yang data dan hasil penelitiannya dikelola dengan baik
2008- 2017
Nasional : PHKA,
Universitas, LSM, Swasta
Lokal : SOCP
1. Tersedianya laporan hasil penelitian di stasiun penelitian
dan di PHKA Adanya laporan hasil
penelitian di stasiun penelitian Suaq
Belimbing dan Stasiun Penelitian Ketambe
4 Dalam kaitannya dengan
penelitian, sudah memiliki tenaga yang
berpengalaman. -
2. Laporan dapat diakses oleh publik
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4 Banyaknya
tenaga peneliti-peneliti muda
yang membutuhkan informasi, khususnya di
tingkat universitas Sumut dan Aceh
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
3. Ada evaluasi hasil penelitian setiap tahun
Adanya evaluasi hasil pelitian tahunan dalam
pertemuan regional 3
Adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas
penelitian dan aksi konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. Teridentifikasinya kawasan habitat orangutan baik pada kawasan konservasi atau kawasan hutan yang sudah terdegradasi maupun kawasan hutan di luar kawasan konservasi
7 Melakukan survei dan pemetaan
potensi habitat orangutan Indonesia; diperlukan identifikasi
dan inventarisasi daerah yang potensial menjadi habitat orang
utan, baik secara alami maupun melalui program restorasi habitat,
dan juga daya dukung habitat yang akan dijadikan tempat
2008- 2012
Nasional : PHKA,
Universitas Lokal :
CII, SOCP, BBKSDA-SU
1. Tersedianya informasi potensial habitat orangutan
Adanya informasi potensial habitat
orangutan 4
Adanya dukungan yang kuat dan lebih nyata dari
pemerintah untuk meningkatkan kualitas
habitat orangutan Kurangnya informasi
mengenai habitat dan populasi orangutan
2. Tersedia laporan dan peta hasil survei dan pemetaan
potensi habitat orangutan Indonesia di PHKA
Adanya laporan penelitian ekologi dan
habitat OU di Bukit Lawang, Batang Toru,
4 Adanya dukungan yang
kuat dan lebih nyata dari pemerintah untuk
meningkatkan kualitas Kurangnya informasi
mengenai habitat dan populasi orangutan
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
pelepasliaran orangutan Tripa, Barumun,
Sipirok habitat orangutan
3. Informasi dapat diakses oleh public
Laporan dapat diakses dengan prosedural
4 Banyaknya
tenaga peneliti-peneliti muda
yang membutuhkan informasi, khususnya di
tingkat universitas Sumut dan Aceh
Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin
8 Melakukan survei dan pemetaan
potensi koridor, diperlukan untuk mendukung adanya konektifitas
antar habitat dan populasi orangutan yang terpisah
2008- 2012
Nasional : PHKA,
Universitas, LSMNGO
Lokal : CII, SOCP,
BBKSDA-SU 1.
Tersedianya informasi kawasan yang memiliki potensi
sebagai koridor Adanya informasi
kawasan yang memiliki potensi
sebagai koridor 4
Adanya komitmen bersama antara
pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi
konservasi -
2. Tersedianya laporan dan peta tentang potensi koridor di
PHKA Adanya laporan
pemetaan potensi koridor di Batang Toru
3 Adanya peluang untuk
pengelolaan habitat orangutan yang lebih baik
yang didukung kuat pemerintah
Data terkait OU dan habitatnya yang belum
terintegrasi
B. STRATEGI DAN PROGRAM ATURAN KEBIJAKAN
B.1. Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan konseravasi daerah berdasarkan karakteristik ekonsistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan kearifan masyarakat Peraturan daerah untuk kawasan perlindungan orangutan di daerah yang merupakan habitat orangutan
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Memfasilitasi terbentuknya
kawasan konservasi daerah sebagai kawasan perlindungan
orangutan 2008-
2010 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM
Lokal : CII, SOCP,
BBKSDA-SU, OCSP, Dishut
Prov-SU, DPRD, WCS-IP,
Bappeda Prov- SU
1. Lokakarya penentuan sosialisasi lokasi yang akan
dijadikan kawasan konservasi daerah
Upaya dialog public untuk terbentuknya
kawasan konservasi daerah dengan tokoh
MPR DPD 3
Adanya komitmen bersama antara
pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi
konservasi Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
2. Adanya rekomenadasi lokasi dan kebijakan untuk
mendukung kawasan konservasi daerah untuk
perlindungan orangutan Adanya rekomendasi,
seperti di Dairi – Pakpak Barat
3 Banyaknya
tenaga peneliti yang dapat
mendukung kesuksesan program
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas.
2 Membuat kebijakan atau Perda
untuk perlindungan orangutan pada kawasan budidaya non
kehutanan KBNK 2008-
2017 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM
Lokal : BBKSDA-SU,
OCSP, CII, 1. Ada 5 peraturan daerah yang
menetapkan Kawasan Konservasi Daerah di areal
KBNK sebagai habitat orangutan
Mendorong peraturan- peraturan daerah yang
mengakomodir habitat orangutan
2 Adanya kesadaran yang
meningkat di kalangan pemerintah tentang
Konservasi orangutan. Proses penataan ruang
antar provinsi dan kabupaten yang belum
terintegrasi dengan baik.
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
WCS, FFI, SOCP, Pemda,
DPRD 3
Melakukan evaluasi dan rekonstruksi tataruang mikro pada
kawasan yang diketahui menjadi habitat satwa langka dan
dilindungi khususnya orangutan 2008-
2010 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM
Lokal : OCSP,
CII, Pemda,
BBKSDA-SU, SOCP
1. Adanya revisi tata ruang mikro yang mengakomodasi
kebutuhan habitat satwa langka termasuk orangutan
Adanya revisi tata ruang provinsi dan
draft revisi SK nomor 44kemenhut
4 Adanya kesadaran yang
meningkat di kalangan pemerintah tentang
Konservasi orangutan. Proses penataan ruang
antar provinsi dan kabupaten yang belum
terintegrasi dengan baik.
Status kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan 4
Melakukan tata batas dan pengukuhan kawasan konservasi,
hutan lindung, KBNK yang memiliki habitat ofrangutan
2008- 2015
Nasional : PHKA, Baplan,
Pemda, BPN Lokal :
BBKSDA-SU, BPKH, SOCP,
CII 1. Ada laporan pelaksanaan tata
batas Laporan pelaksanaan
tata batas di Besitang, SM Rawa Singkil,
Konsesi Teluk Nauli, Batang Toru
5 Adanya tenaga
pendukung, serta dukungan dari swasta
- 2. Ada keputusan penetapan
kawasan Mengusulkan
dan menetapkan penetapan
CA Sibual-Buali, SM Siranggas, SM
Barumun 5
Meningkatnya kesadaran konservasi dan dukungan
dari berbagai pihak Penataan batas untuk
kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya
dilakukan oleh instansi terkait BPKH
5 Meningkatkan upaya penegakan
hukum bagi perburuan, perdagangan dan perusakan
habitat orangutan 2008-
2017 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM, Polisi,
Jaksa, Hakim Lokal :
BBKSDA-SU, WCU, SOCP,
OCSP, WCS, Kepolisian,
Kejaksaan dan Pengadilan
1. Jumlah kasus perburuan, perdagangan dan perusakan
habitat orangutan yang diproses secara hukum sampai tuntas
Upaya yustisi terhadap pelaku illegal logging,
penyitaan OU, dan penanggkapan pelaku
perdagangan OU di perbatasan Dairi-
Tanah Karo 3
Adanya kesatuan Polisi Hutan yang tergabung di
SPORC untuk menangani permasalahan
permasalahan kehutanan secara cepat dan tanggap.
Keterbatasan kewenangan yang
dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau
pun kabupaten- kabupaten.
6 Mengembangkan sistem
pembiayaan jasa lingkungan air, karbon, REDD dari habitat
orangutan sehingga habitat terlindungi
2008- 2017
Nasional : PHKA, Pemda,
LSM Lokal :
Pemerintah, SOCP, CII,
BBKSDA-SU 1. Tersusun konsep pembiayaan
jasa lingkungan untuk mendukung konservasi
orangutan. Konsep pembiayaan
jasa lingkungan wilayah hutan Batang
Toru dan lainnya di Sumut
4 Adanya peluang untuk
memanfaatkan SDA dan SDH yang baik dan
berkelanjutan Masih adanya stigma
resisten terhadap dan dari investorprivate
sector 2. Dimasukkannya sistem
pembiayaan jasa lingkungan menjadi bagian pengelolaan
konservasi orangutan di unit pelaksana teknis.
Masih dalam tataran konsep
2 Adanya kesadaran yang
meningkat dalam konsevasi
SDM yang kurang memadai
3. Adanya MoU antara UPT dengan Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan jasa Masih dalam tataran
konsep 2
Adanya kesadaran yang meningkat dalam
konsevasi SDM yang kurang
memadai
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
lingkungan di habitat orangutan 7
Memfasilitasi investor untuk membangun hutan restorasi bagi
kelestarian orangutan 2008-
2012 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM, Donor
Lokal : Dephut,
BBKSDA-SU, Pemda, OCSP,
WCS, CII 1. Ada 5 investor yang
berkomitmen untuk membangun hutan restorasi
untuk mendukung kelestarian orangutan
Tidak terlaksana 1
Adanya SD Finansial dan Komitmen perusahaan
untuk mendukung kelestarian lingkungan
Orientasi bisnis semata menjadi penghalang
B.2. Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan Revisi perundang-undangan yang ada
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Menyiapkan masukan untuk revisi
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM Lokal :
PHKA, BBKSDA-SU,
CII, WCS, OCSP, SOCP
1. Usulan revisi UU No. 5 Tahun 1990
Terlaksana tahun 2012 4
- -
Peningkatan implementasi peraturan perundangan yang terkait dengan perlindungan orangutan 2
Peningkatan kapasitas lembaga terkait dalam penanganan
orangutan hasil penegakan hukum 2008
Nasional : PHKA, LSM,
Donor Lokal :
BBKSDA-SU, TNGL, WCU,
OCSP, SOCP 1. Pelatihan penegakan hukum
dan setiap pelatihan minimal 30 orang peserta
Tidak terlaksana 1
Banyaknya SDM yang potensial untuk
meningkatkan kualitas aksi konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 2. Tersedianya manual
pelatihan Tidak terlaksana
1 Banyaknya SDM yang
potensial untuk meningkatkan kualitas
aksi konservasi Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
3. Tersedianya manual pelaksanaan penegakan hukum
Tidak terlaksana 1
Banyaknya SDM yang potensial untuk
meningkatkan kualitas aksi konservasi
Keterbatasan kewenangan yang
dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau
pun kabupaten- kabupaten.
4. Tersedianya kompilasi peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan perlindungan Spesies
Tidak terlaksana 1
Dukungan pemerintah untuk meningkatkan aksi
konservasi Keterbatasan
kewenangan yang dimiliki, baik pada
tingkatan provinsi mau
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
pun kabupaten- kabupaten.
Peraturan perlindungan orangutan di luar habitatnya 3
Diseminasi aturan larangan memelihara, memperdagangkan
orangutan 2008-
2013 Nasional :
PHKA, LSM Lokal :
WCU, BBKSDA-SU,
OCSP, CII 1. Diseminasi peraturan melalui
seminar, radio, tv, surat kabar Tidak terlaksana secara
baik 2
Adanya jaringan dengan berbagai media massa
Koordinasi di antara pihak masih kurang
2. Setiap seminar minimal 30 orang peserta
Tidak terlaksana 1
Adanya jaringan dengan berbagai media massa
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 3. Tersedianya lembar
informasi larangan memelihara dan memperdagangkan
orangutan Adanya lembar
informasi yang dibagikan di sekitar
areal konservasi dan habitat OU
4 Banyaknya LSM dengan
aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa
wilayah -
4 Memfasilitasi perubahan lampiran
PP 7 Tahun 1999 terkait dengan status taksonomi orangutan
2008 Nasional :
PHKA, LSM Lokal :
BBKSDA-SU, OCSP, APAPI,
SOCP 1. Lokakarya usulan perubahan
lampiran PP No. 7 Tahun 1999 Tidak terlaksana
1 -
Keterbatasan kewenangan yang
dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau
pun kabupaten- kabupaten.
2. Tersedianya konsep usulan perubahan lampiran PP No.7
Tahun 1999 Tidak terlaksana
1 -
Keterbatasan kewenangan yang
dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau
pun kabupaten- kabupaten.
5 Menyederhanakan prosedur
perizinan pengangkutan spesimen biologis orangutan untuk kegiatan
penelitian dan pemeriksaan medis 2008
Nasional : PHKA, LSM,
Universitas, LIPI Lokal :
OCSP WCS, CII, LIPI, Kementrian
Ristek, PHKA, BBKSDA-SU,
SOCP, 1. Tersedianya SOP perizinan
pengangkutan spesimen biologis
Adanya SOP perizinan pengangkutan
spesimen biologis di BBKSDA-SU dan
BBTNGL 5
Manajemen ADM yang baik di pemerintahan
-
6 Mensosialisasikan SOP penyitaan
orangutan 2008
Nasional : PHKA
Lokal : BBKSDA-SU,
OCSP, SOCP, 1. Sosialisasi SOP penyitaan
orangutan melalui seminar, radio, TV, surat kabar
Tidak terlaksana 1
Banyaknya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang
tersebar di beberapa wilayah
Koordinasi di antara pihak masih kurang
2. Setiap seminar minimal 30 orang peserta
Tidak terlaksana 1
Adanya jaringan dan banyaknya SDM yang
potensial untuk diikutsertakan dalam
mensukseskan agenda konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas.
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
3. Tersedianya lembar informasi SOP penyitaan
orangutan Tidak terlaksana
1 Banyaknya LSM dengan
aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa
wilayah Kurang kesadaran
untuk diseminasi informasi
7 Menyusun standar pengelolaan
orangutan yang ada di lembaga konservasi
2008- 2010
Nasional : PHKA, LSM,
LIPI Universitas Lokal :
OSCP, WCU, CII, SOCP
1. Tersusunnya standar pengelolaan orangutan di
lembaga konservasi Belum adanya standar
pengelolaan baku yang resmi dari pemerintah
4 Adanya tenaga ahli yang
mendukung serta adanya komitmen bersama
Keterampilan teknis konservasi orangutan
belum memadai
8 Memfasilitasi proses penyusunan
kebijakan penanganan satwa sitaan termasuk keputusan
euthanasia sebagai opsi terakhir 2008-
2009 Nasional :
PHKA, LSM, Universitas
Lokal : OCSP, SOCP,
WCU, APAPI 1. Lokakarya penyusunan
kebijakan penanganan satwa sitaan
Tidak terlaksana 1
Banyaknya stakeholder yang memungkinan
untuk dilakukan penyamaan persepsi
untuk mensukseskan agenda konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas.
2. Tersedianya SOP penanganan satwa sitaan
Tidak terlaksana 1
Adanya tenaga ahli yang mendukung serta adanya
komitmen bersama Kurangnya
keterampilan kesadaran untuk diseminasi
informasi 9
Memfasilitasi pembuatan aturan pengelolaan stasiun penelitian
orangutan di dalam dan di luar kawasan konservasi
2008- 2010
Nasional : PHKA, LSM
Lokal : OCSP, SOCP
1. Lokakarya penyusunan peraturan pengelolaan stasiun
penelitian orangutan Tidak terlaksana
1 -
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 2. Tersedianya SOP
pengelolaan stasiun penelitian orangutan
Tidak terlaksana 1
- Kurangnya
keterampilan kesadaran untuk diseminasi
informasi Peraturan perlindungan orangutan di dalam habitatnya
10 Mereview dan merevisi Keputusan
Menhut No 280Kpts-II1995 tentang pedoman reintroduksi
orangutan 2008
Nasional : PHKA, LSM
Lokal : OCSP,
BBKSDA-SU, SOCP
1. Revisi SK Menhut No. No 280Kpts-II1995 tentang
pedoman reintroduksi orangutan
Tidak terlaksana 1
Adanya tenaga ahli yang dapat mendukung
program konservasi Keterbatasan
kewenangan yang dimiliki, baik pada
tingkatan provinsi mau pun kabupaten-
kabupaten.
Sistem evaluasi bagi unit pengelola yang mempunyai habitat orangutan 11
Membangun sistem pemantauan dan evaluasi untuk penilaian
kinerja unit pengelola yang memasukkan pengelolaan
orangutan pada indikator kinerja 2008-
2010 Nasional :
PHKA, LSM, Dunia usaha
Lokal : OCSP,
1. Tersedianya sistem pemantauan internal dalam
setiap unit manajemen sebagai implementasi kriteria kinerja
unit manajemen pada aspek ekologi.
Tidak terlaksana dengan baik
3 Adanya divisi khusus
serta dukungan dan keinginan untuk
meningkatkan kualitas aski konservasi
Sistem monitoring terhadap dampak dari
proyek atau program masih lemah.
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
BBKSDA-SU, CII
2. Adanya laporan implementasi SOP yang
dilakukan periodik Tidak terlaksana
dengan baik 3
Adanya divisi khusus serta dukungan dan
keinginan untuk meningkatkan kualitas
aski konservasi Manajemen yang
tertutup 12
Memantau dan mengevaluasi implementasi komitmen dan
konvensi Internasional yang telah diratifikasi GRASP, CBD,
CITES 2008-
2012 Nasional :
PHKA, LSM Lokal :
WCU, OCSP, SOCP
1. Laporan hasil evaluasi
implementasi komitmen dan konvensi internasional
Tidak terlaksana 1
Adanya tenaga ahli yang dapat membantu
kesuksesan program Keterbatasan
kewenangan yang dimiliki, baik pada
tingkatan provinsi mau pun kabupaten-
kabupaten.
C. STRATEGI DAN PROGRAM KEMITRAAN DAN KERJASAMA
C.1. Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan indonesia Forum Orangutan Indonesia
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Memperkuat forum komunikasi
antar pakar orangutan menjadi wadah multistakeholder yang
disebut Forum Orangutan Indonesia; sebagai pusat informasi
penelitian dan kegiatan konservasi orangutan Indonesia
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
Pemda, Lembaga Adat, Swasta,
Masyarakat Lokal :
BBKSDA-SU, SOCP, OCP, CII,
OIC 1. Lokakarya tentang
pembentukan forum multistakholder orangutan
Indonesia. Lokakarya
pembentukan forum multistakeholder
region sumut 5
Banyaknya stakeholder yang memungkinan
untuk dilakukan penyamaan persepsi
untuk mensukseskan agenda konservasi
- 2. Adanya forum
multistakeholder Pembentukan dan
pemberian legalitas kepada FOKUS –
SK.277BBKSDASU- 12009
5 Banyaknya stakeholder
yang memungkinan untuk dilakukan
penyamaan persepsi untuk mensukseskan
agenda konservasi -
3. Adanya pertemuan tahunan untuk mengevaluasi
pelaksanaan rencana aksi
konservasi orangutan Pertemuan tahunan
rutin untuk melaporkan pelaksanaan SRAK-
OU region Sumut 4
Banyaknya stakeholder yang memungkinan
untuk dilakukan penyamaan persepsi
untuk mensukseskan agenda konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas.
4. Ada jaringan komunikasi dan distribusi informasi
Adanya jaringan komunikasi dan
distribusi informasi 4
Adanya komunikasi yang baik antar sesama
pemangku kepentingan Pemanfaatan jejaring
yang ada masih kurang optimal.
Revitalisasi aturan adat dalam konservasi orangutan 2
Penyusunan peraturan desaaturan adat untuk pelestarian orangutan
Indonesia 2008-
2012 Nasional :
PHKA, LSM, Pemda, Lembaga
1. Lokakarya desa menyusun peraturan desa untuk pelestarian
orangutan Mendorong lahirnya
regulasi tingkat desa terkait konservasi
2 Adanya kesadaran dan
dukungan untuk aksi konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Adat, Masyarakat
Lokal : BBKSDA-SU,
OCSP, SOCP kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 2. Adanya 10 peraturan desa
untuk pelesatarian orangutan Memfasilitasi
pembuatan 4 perdes terkait perlindungan
OU 3
Adanya komitmen pemerintah serta LSM
untuk memfasilitasi terbentuknya peraturan
pelestarian orangutan Lemahnya koordinasi,
keterbatasan wewenang, dan
perbedaan cara pandang terhadap konservasi
3 Memperkuat fungsi kelembagaan
adat dan lokal untuk pelestarian orangutan
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
Pemda, Lembaga Adat,
Masyarakat lokal Lokal :
OCSP, BBKSDA-SU,
OIC 1. Lokakarya desa menyusun
aturan adat untuk pelestarian orangutan
Belum terlaksana 1
Adanya desa-desa yang bersinggungan dengan
kawasan habitat orangutan
Kurangnya komunikasi dan koordinasi
2. Adanya aturan adat tentang pelestarian orangutan
Belum terlaksana 1
Adanya desa-desa yang bersinggungan dengan
kawasan habitat orangutan
Kurangnya komunikasi dan koordinasi
Pengelolaan kolaboratif dalam konservasi orangutan Indonesia 4
Evaluasi implementasi Permenhut No.192004
2008 Nasional :
LSM dan PHKA Lokal :
BBKSDA-SU, SOCP,
1. Lokakarya evaluasi implementasi
Permenhut 192004
Tidak terlaksana 1
Adanya tenaga ahli yang dapat membantuk
kesuksesan program Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
2. Adanya usulan rekomendasi penyempurnaan
permenhut 192004
Tidak terlaksana 1
adanya tenaga ahli serta dorongan untuk
meningkatkan kualitas aksi konservasi
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 5
Membangun sistem manajemen kolaboratif pelestarian orangutan
2009- 2010
Nasional : PHKA, LSM,
Pemda, Swasta, Masyarakat
Lokal : BBKSDA-SU
1. Tersedianya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan
orangutan Adanya mekanisme
kolaborasi dalam pengelolaan orangutan
dan habitatnya 5
Adanya komitmen bersama antara
pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi
konservasi -
6 Mengembangkan manajemen
kolaboratif di setiap wilayah dan disahkan
2010- 2015
Nasional : PHKA, LSM,
Pemda, Swasta, Masyarakat
Lokal : SOCP,
BBKSDA-SU, CII
1. Tersedianya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan
orangutan Adanya mekanisme
kolaborasi dalam pengelolaan orangutan
dan habitatnya 5
Adanya komitmen bersama antara
pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi
konservasi -
2. Adanya pengesahan
manajemen kolaboratif di setiap wilayah
Pengesahan manajemen kolaboratif
baru di wilayah CA Sibual-Buali
4 Aktivitas-aktivitas yang
tersebar di beberapa wilayah serta memiliki
beberapa koalisi yang dapat saling memperkuat
Beberapa perusahaan belum memberikan
perhatian serius terhadap kegiatan-
kegiatan konservasi.
C.2. Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Alternatif mata pencaharian yang mendukung pelestarian Orangutan NO.
DESKRIPSI TATA
WAKTU PEMANGKU
KEPENTINGAN INDIKATOR
KEBERHASILAN EVALUASI
FORCE FIELD ANALYSIS Program
Skala Likert +
- 1
Mengkaji dan mengembangkan alternatif ekonomi yang ramah
lingkungan dan mendukung konservasi orangutan misalnya:
ekowisata 2010-
2012 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM, Swasta
Lokal : OIC, BBKSDA-
SU, CII, SOCP 1. Ada laporan kajian
pengembangan ekonomi alternatif di areal sekitar habitat
orangutan Kajian cepat di sekitar
habitat OU di Batang Toru dan Teripa untuk
mendapat gambaran mengenai nilai
ekonomi di dua lokasi 4
Adanya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang
tersebar di beberapa wilayah
- 2. Seminar hasil penelitian
Tidak terlaksana 1
Adanya peluang untuk memanfaatkan hasil
penelitian untuk kepentingan konservasi
berkelanjutan Kurang kesadaran
untuk diseminasi informasi hasil-hasil
penelitian kepada para pihak.
2 Melatih penduduk lokal menjadi
guidepemandu wisatawan dan terlibat dalam unit pengamanan
dan pemantauan orangutan orangutan protection monitoring
unit 2008-
2015 Nasional :
PHKA, LSM, Swasta, Pemda
Lokal : CII, OCSP,
BBKSDA-SU 1. Ada pelatihan pemandu
lokal, pelatihan pengamanan dan pemantauan orangutan
Pelatihan pemandu lokal untuk
pemantauan OU di sekitar kawasan TNGL
5 Adanya tenaga ahli dan
SDM yang potensial untuk membantu
kesuksesan agenda konservasi
- 2. Ada asosiasi pemandu lokal
Pembentukan Community Patrol
Unit CPU sebagai asosiasi di sekitar
TNGL 4
Adanya komitmen bersama untuk konservasi
orangutan Keterampilan teknis
konservasi orangutan belum memadai
3. Peserta pelatihan 90 dari masyarakat sekitar habitat
orangutan Peserta pelatihan 100
dari masyarakat sekitar habitat OU
5 Banyaknya SDM yang
potensial untuk membantu kesuksesan
agenda konservasi -
3 Membangun model-model desa
konservasi yang menjadikan orangutan sebagai pusat aktivitas
sosial, ekonomi dan budaya, melalui penyelenggaraan kegiatan
perencanaan pembangunan bersama masyarakat,
pengembangan ekowisata bersama masyarakat, pengembangan
teknologi pertanian yang ramah lingkungan
2008- 2012
Nasional : PHKA, Pemda,
LSM, Masyarakat,
Universitas Lokal :
BBKSDA-SU, OCSP,
Konsorsium Alive,
Konsorsium Pusaka, SOCP
1. Lokakarya konsep desa konservasi
Tidak terlaksana 1
Banyaknya stakeholder yang siap
membantu kesuksesan program dan
agenda konservasi Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
2. Terbentuknya 5 desa konservasi di sekitar kawasan
habitat orangutan Inisiasi terbentuknya
desa konservasi, diantaranya desa
sekitar habitat OU di Maracar-Tapsel, desa
Sampean dan Kel. Baringin-Sipirok, desa-
desa Kec. Bahorok, 3
Tumbuhnya kesadaran bersama dan banyaknya
LSM dengan aktivitas- aktivitas yang tersebar di
beberapa wilayah Karakter dan tingkat
sosial masyarakat yang masih rendah
4 Mengalokasikan program
pemberdayaan masyarakat dari pemda, perusahaan ke kawasan
disekitar habitat orangutan 2009-
2015 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM, Swasta
1. Adanya pelatihan pemberdayaan masyarakat dari
pemda dan atau perusahaan minimal 5 kali
3 kali pelatihan pemberdayaan
budidaya aren dan kewirausahaan
4 Adanya dukungan dari
pemerintah dan swasta Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Lokal : BBKSDA-SU,
OCSP masyarakat dari pemda
manusia yang terbatas. 2. Adanya program
pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dan atau pemda di
kawasan sekitar habitat orangutan
Adanya program pemberdayaan
masyarakat oleh perusahaan dan pemda
di kawasan habitat OU 5
Adanya dukungan dari pemerintah dan swasta
- 5
Mengembangkan sistem pendanaan pedesaan micro
finance dan credit union yang mendukung pengembangan
ekonomi masyarakat di sekitar habitat orangutan
2010- 2017
Nasional : PHKA, Pemda,
LSM, Swasta Lokal :
OIC, BBKSDA- SU
1. Adanya program microfinance di desa sekitar
habitat orangutan Adanya unit
permodalan “Baitul Qirard an-Nahl”
4 Adanya dukungan dari
pemerintah, LSM, dan swasta
Dukungan pendanaan yang tidak
berkelanjutan 2. Adanya keterkaitan
dukungan dengan program pemberdayaan masyarakat dari
perusahaan CSR Fasilitasi penguatan
modal usaha mandiri oleh CPOI
3 Adanya dukungan dari
pemerintah, LSM, dan swasta
Dukungan pendanaan yang tidak
berkelanjutan 6
Membantu akses informasi pasar bagi petani sekitar habitat
orangutan 2010-
2017 Nasional :
PHKA, Pemda, LSM, Swasta
Lokal : SOCP
1. Adanya akses pasar kepada masyarakat sekitar habitat
orangutan Belum terlaksana
1 Kebutuhan masyarakat
agar tidak merusak kawasan hutan.
-
C.3. Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia Pelatihan berkelanjutan untuk konservasi orangutan dan habitatnya
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Melakukan pelatihan teknis
konservasi dan investigasi kepada warga masyarakat, pengelola
hutan HPHHTI, pengelola kawasan konservasi, LSM yang
ada di sekitar kawasan habitat orangutan
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
Pemda, Masyarakat,
Universitas Lokal :
BBKSDA-SU, OCSP
1. Adanya pelatihan teknis pengelolaan konservasi
orangutan di 10 HPH dan 5 HTI serta 10 perkebunan
Bimbingan teknis pada 3 HPH : Astra, G-
Resource, Teluk Nauli; 1 HTI TPL; dan 1
Perkebunan PTPN II 3
Perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama
dalam pengelolaan habitat dan penanganan
satwa khususnya orangutan dam komitmen
menjadi good corporate governance
Kurangnya koordinasi dan Masih adanya
perbedaaan cara pandang antara para
pihak mengenai konservasi Orangutan.
2. Tersedianya panduan teknis pengelolaan orangutan untuk
unit manajemen Tersedianya panduan
teknis pengelolaan orangutan untuk unit
manajemen 5
Adanya koordinasi yang baik dan tenaga ahli yang
mendukung -
3. Tersedianya panduan investigasi
Tersedianya SOP investigasi
4 Adanya koordinasi yang
baik dan tenaga ahli yang mendukung
- 2
Melakukan pelatihan kelola koridor kepada unit manajemen
khususnya perkebunan 2008-
2017 Nasional :
PHKA, BPK, LSM, Pemda,
1. Tersedianya panduan pengelolaan koridor konservasi
orangutan Belum terlaksana
1 Kebutuhan untuk
peningkatan SDM pengelola
-
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
HPH, Perkebunan
Lokal : OIC
2. Adanya pelatihan teknis pengelolaan koridor konservasi
orangutan kepada 10 unit manajemen perkebunan
Belum terlaksana 1
Kebutuhan untuk peningkatan SDM
pengelola -
3 Melakukan pelatihan kepada
aparat penegak hukum tentang konservasi orangutan
2008-2017 Nasional :
PHKA, LSM, Pemda, Polisi,
Jaksa, Hakim Lokal :
WCU, SOCP 1. Tersedianya model pelatihan
penegakan hukum Belum terlaksana
1 Kebutuhan untuk
peningkatan SDM pengelola
Kurangnya koordinasi dengan lembaga
penegak hukum 2. Pelatihan penegakan hukum
perlindungan orangutan Belum terlaksana
1 Kebutuhan untuk
peningkatan SDM pengelola
Kurangnya koordinasi dengan lembaga
penegak hukum 3. Terbentuknya forum
penegakan hokum Belum terlaksana
1 Kebutuhan untuk
peningkatan SDM pengelola
Kurangnya koordinasi dengan lembaga
penegak hukum 4. Tersedianya laporan
pelaksanaan pelatihan penegakan hokum
Belum terlaksana 1
Kebutuhan untuk peningkatan SDM
pengelola Kurangnya koordinasi
dengan lembaga penegak hukum
D. STRATEGI DAN PROGRAM KOMUNIKASI DAN PENYADARTAHUAN MASYARAKAT
D.1. Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia Membangun konstituen dan dukungan untuk konservasi orangutan
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Memperbanyak peliputan media
untuk konservasi orangutan 2008-
2010 Nasional :
PHKA, LSM, Media
Lokal : OCSP,
BBKSDA-SU, SOCP
1. Jumlah pemberitaan konservasi orangutan di media
massa baik lokal maupun nasional meningkat
Banyaknya media massa baik cetak
elektronik yang dapat meningkatkan
pemberitaan terkait Orangutan
4 Adanya kerjasama dan
media massa yang selalu butuh akan informasi
Kurang kesadaran untuk diseminasi
informasi tentang orangutan
2 Meningkatkan kapasitas media
terhadap pemahaman hal-hal yang berhubungan dengan konservasi
orangutan melalui pelatihan penulisan isu lingkungan,
pemberian informasi konservasi orangutan secara berkala dan
kunjungan lapangan field trip 2008-
2010 Nasional :
PHKA, LSM, Media,
Universitas Lokal :
WCU, OCSP,SOCP
1. Tersedianya modul pelatihan untuk media massa mengenai
konservasi orangutan Tidak terlaksana
1 Adanya tenaga ahli dan
jaringan dengan media massa
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 2. Pelatihan untuk media massa
mengenai konservasi orangutan Tidak terlaksana
1 Adanya tenaga ahli dan
jaringan dengan media massa
Minimnya data yang tersedia, pendanaan
yang kurang serta kapasitas sumber daya
manusia yang terbatas. 3. Adanya kunjungan media
massa ke lokasi konservasi orangutan
Adanya kunjungan media massa ke lokasi
konservasi untuk keperluan peliputan
3 Adanya kerjasama dan
media massa yang selalu butuh akan informasi
Koordinasi di antara pihak masih kurang
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
4. Informasi berkala tentang konservasi orangutan ke media
massa Tidak terlaksana
dengan baik 2
Adanya kerjasama dan media massa yang selalu
butuh akan informasi Koordinasi di antara
pihak masih kurang dan kurangnya kesadaran
untuk diseminasi informasi
3 Memperluas sebaran materi
komunikasi koservasi orangutan melalui media cetak dan media
elektronik 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Media
Lokal : WCU,
BBKSDA-SU, OCSP
1. Distribusi informasi konservasi orangutan di media
cetak dan elektronik Distribusi
informasi konservasi orangutan
ke media lokal, baik cetak maupun
elektronik 4
Adanya jaringan dan media massa yang selalu
butuh akan informasi Kurangnya koordinasi
dan pemanfaatan jejaring yang ada masih
kurang optimal. 2. Membuat berbagai kegiatan
event sebagai media distribusi informasi konservasi orangutan
Melaksanakan even Pameran KSDA I
tingkat nasional, kabupaten, dan
provinsi sebanyak 4 kali
5 Adanya kesadaran yang
meningkat di kalangan pemerintah tentang
Konservasi orangutan. -
4 Memanfaatkan forum keagamaan,
lembaga adat, lembaga profesi dan institusi lokal untuk menyajikan
dan menjelaskan pentingnya konservasi orangutan dan
habitatnya 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Organisasi sosial,
Lembaga agama Lokal :
WCU, OCSP, OIC, BBKSDA-
SU 1. Melakukan pertemuan yang
membahas konservasi orangutan di forum keagamaan,
lembaga adat, profesi dan institusi lokal
Belum terlaksana 1
Adanya forum multistakeholder yang
menjangkau segala golongan
Lemahnya koordinasi
2. Memasukan pesan konservasi orangutan dalam
forum keagamaan, lembaga adat, profesi dan institusi lokal
Sudah mulai dilakukan seperti memasukan
pesan konservasi dalam forum
keagamaan 3
Banyaknya LSM dengan aktivitas yang tersebar di
banyak ruang dan wilayah
Masih adanya perbedaaan cara
pandang antara para pihak mengenai
konservasi Orangutan. Skema perkreditan perbankan yang mengadopsi prinsip-prinsip konservasi orangutan
5 Melakukan penyadartahuan
pentingnya konservasi habitat orangutan kepada lembaga
keuangan 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Lembaga
keuangan Lokal :
OCSP, BBKSDA-SU,
OIC 1. Tersedianya materi tentang
konservasi orangutan untuk diinformasikan kepada lembaga
keuangan Belum terlaksana
1 -
Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi
2. Lokakarya peran lembaga keuangan dalam mendukung
konservasi orangutan Belum terlaksana
1 -
Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi
3. Adanya panduan pemberian kredit ramah lingkungan green
credit Belum terlaksana
1 Banyak petani di sekitar
kawasan habitat orangutan
- 6
Melakukan pelatihan tentang konservasi kepada lembaga
keuangan, tentang nilai ekonomi dan dampak akibat pengrusakan
lingkungan 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Pemangku
kepentingan Lokal :
OCSP, OIC 1. Pelatihan tentang valuasi jasa
lingkungan dan manfaat jasa konservasi kepada lembaga
keuangan Belum terlaksana
1 Banyaknya lembaga
keuangan yang bisa diajak berkolaborasi
Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi
2. Laporan hasil pelatihan Belum terlaksana
1 -
- Pendidikan konservasi orangutan di Indonesia
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
7 Memperluas jangkauan
pendidikan konservasi orangutan kepada masyarakat melalui
jaringan pendidikan lingkungan JPL, pertemuan rutin dengan
masyarakat, pendekatan kepada kelompok-kelompok keagamaan
dan aliran kepercayaan serta, kelompok-kelompok sosial
remaja, perempuan 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Pemda, Lembaga
Keagamaan, Organisasi Sosial
Lokal : WCU,
BBKSDA-SU, SOCP, OIC
1. Memasukkan isu konservasi orangutan ke dalam jaringan
pendidikan lingkungan Pendidikan lingkungan
di beberapa daerah spt Langkat, Bahorok,
Batang Toru 5
Adanya dukungan dari pemerintah dan dunia
pendidikan -
2. Pertemuan berkala tentang konservasi orangutan kepada
berbagai kelompok sasaran Pertemuan tidak secara
berkala 3
Banyaknya LSM dengan aktivitas yang tersebar di
banyak wilayah Kurangnya Koordinasi
di antara pihak dan bekerja orientasi proyek
8 Memasukkan pendidikan
konservasi orangutan kedalam muatan lokal kurikulum di SD,
SMP 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Pemda
Lokal : SOCP
1. Diterbitkannya buku-buku yang memiliki muatan lokal
konservasi orangutan Diterbitkan buku ajar
Leuser dan Ayat-Ayat Konservasi
5 Adanya tenaga ahli yang
mendukung pelaksanaan program
- 2.
Pelatihan konservasi orangutan kepada para guru SD
dan SMP Adanya kegitan Visit
to School dan PLH di sekolah SD dan SLTP
3 Adanya tenaga ahli serta
adanya dukungan dari pihak pemerintah dan
dunia pendidikan Minimnya data yang
tersedia, pendanaan yang kurang serta
kapasitas sumber daya manusia yang terbatas.
Meningkatkan dan mempertahankan dukungan pemangku kepentingan untuk konservasi orangutan 9
Memberikan penghargaan kepada individu, masyarakat dan
organisasi yang berkontribusi nyata mendukung konservasi
orangutan 2008-2017
Nasional : PHKA, Pemda
Lokal : BBKSDA-SU
1. Tersusunnya kriteria pemberian penghargaan
konservasi orangutan Belum terlaksana
1 Adanya semangat yang
meningkat terhadap aksi- aksi konservasi
Kurangnya kesadaran akan pentingnya
apresiasi 2. Adanya pemberian
penghargaan konservasi orangutan
Belum terlaksana 1
Adanya semangat yang meningkat terhadap aksi-
aksi konservasi Kurangnya
kesadaran akan pentingnya
apresiasi
E. STRATEGI DAN PROGRAM PENDANAAN UNTUK MENDUKUNG KONSERVASI ORANGUTAN
E.1. Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, lsm serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan Indonesia Peran pemda dalam konservasi orangutan di setiap wilayah dengan menyediakan dana konservasi di dalam APBD
NO. DESKRIPSI
TATA WAKTU
PEMANGKU KEPENTINGAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS
Program Skala Likert
+ -
1 Pemda memasukkan upaya
konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan
dalam anggaran pendapatan belanja daerah APBD
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
Pemda Lokal :
BBKSDA-SU, CII
1. Lima 5 kabupaten memasukkan konservasi
orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam
anggaran pendapatan belanja daerah APBD
Pengusulan dan realisasi anggaran
untuk 1 kabupaten Tapanuli Selatan
3 Adanya kesadaran yang
meningkat di kalangan pemerintah tentang
Konservasi orangutan. Keterbatasan
kewenangan dan masih adanya perbedaaan cara
pandang antara para pihak mengenai
konservasi Orangutan.
Komitmen pendanaan orangutan 2
Membangun dana abadi untuk konservasi orangutan
2009- 2017
Nasional : PHKA, LSM
1. Lokakarya pengembangan dana abadi untuk konservasi
Belum terlaksana 1
Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi
Kurangnya koordinasi
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
Lokal : OCSP, Forum
Multipihak orangutan
berkelanjutan 2. Tersusunnya konsep
pengelolaan dana abadi Tersusunnya konsep
pengelola dana abadi oleh OCSP dan Forum
Multipihak 4
Adanya sumber daya financial di pihak swasta
dan sumber dana serta manajemen keuangan
yang efektif di pihak LSM
Masih adanya stigma resisten terhadap dan
dari investorprivate sector
3. Terkelolanya dana abadi untuk konservasi orangutan
Belum terlaksana 1
Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi
berkelanjutan -
3 Mencari dana pengelolaan dari
pembayaran jasa lingkungan untuk perlindungan habitat orangutan
2008- 2017
Nasional : PHKA, LSM,
Swasta Lokal :
OCSP, Forum Multipihak, CII
1. Tersedianya dana yang diperoleh dari pengelolaan jasa
lingkungan Belum terlaksana
1 Adanya SDA yang
potensial sebagai sumber jasa lingkugan
Kurangnya kemampuan dalam mengelola
4 Mencari dukungan pendanaan dari
swasta antara lain melalui CSR 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Swasta,
Lokal : OCSP, Forum
Multipihak 1. Adanya alokasi dana CSR
untuk mendukung konservasi orangutan
Adanya alokasi dana CSR dari PT Musim
Mas 3
Memiliki sumber daya financial
Komitmen perusahaan untuk mendukung
kelestarian lingkungan Masih adanya stigma
resisten terhadap dan dari investorprivate
sector
5 Mencari dukungan dari lembaga
internasional seperti GRASP 2008-
2017 Nasional :
PHKA, LSM, Donor
Lokal : OCSP, Forum
Multipihak 1. Adanya alokasi dana dari
GRASP untuk mendukung konservasi orangutan di
Indonesia Donasi tidak langsung
3 Adanya lembaga
internasional yang siap berpartisipasi dalam aksi
konservasi Lemahnya jaringan
pemerintah dan koordinasi
Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik
iii
ABSTRAK
AKHIRUL HIJRY : Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2008-2014 untuk Orangutan Sumatera Pongo
abelii, dibimbing oleh : Pindi Patana dan Rahmawaty.
Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi. Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah
menurun secara terus-menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan
penurunan populasi orangutan terus meningkat. Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang dapat menjadi panduan dalam penyelamatan
orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan. Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK
Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan
semua pihak dan para pemangku kepentingan.
Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap
usaha-usaha konservasi orangutan. Oleh karena itu strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan
implementasinya serta tingkat keberhasilan dari program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 Kata kunci : Monitoring, Evaluasi, Strategi, Orangutan Sumatera
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRACT
AKHIRULHIJRY: MonitoringandEvaluationStrategyandAction Plan2008-2014for theIndonesianOrangutanConservationSumatran OrangutanPongo
abelii, guidedby: PindiPatanaandRahmawaty.
InlegislationIndonesia, orangutansare included in theprotected
speciesstatus. It is knownthat thenumberof wild populationshave declinedsteadily inrecent decades due tothe loss oflowland forest, but inrecent yearsthe pace of
declinein orangutan populationscontinue to increase. In response,then draftedadocumentthatcanserve as a guideinthe Sumatran orangutanrescueas
wellas areference forthose workingfor theconservationof orangutans. DeterminationConservationStrategy and Action PlanSRAK
OrangutanIndonesia2007-2017usefulasunitaryframeworkthat combinesthe handling ofpriorityconservation,
integrated, andinvolveall
partiesandstakeholders. After morethanhalf ofthe current year, a strategyand action planthathas
beenplannedandimplementednot sopositive effect onorangutanconservationefforts. Therefore,strategiesand action plansneed to bemonitoredandevaluatedtoseethe
extent to whichthe implementation of theimplementationand the level ofsuccessofsuch programsas containedindocumentConservationStrategy and
Action PlanSRAK OrangutanIndonesia2007-2017 Keywords: Monitoring, Evaluation, Strategy, SumatransOrangutan
Universitas Sumatera Utara
10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orangutan Sumatera Pongoabelii dan orangutan Kalimantan
Pongopygmaeus adalah dua jenis satwa parimata yang menjadi bagian penting dari kekayaan keanekaragaman hayati kita, dan merupakan satu-satunya kera
besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya yaitu gorila, chimpanze, dan bonobo hidup di benua Afrika. Orangutan dianggap sebagai suatu
‘flagshipspecies’ yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan kesadaran konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi.
Orangutan juga merupakah ‘umbrella species’elestarian orangutan di habitatnya juga menjamin kelestarian hutan dan kelestarian makhluk hidup lainnya. Dari sisi
ilmu pengetahuan, orangutan juga sangat menarik, karena mereka menghadirkan suatu cabang dari evolusi kera besar yang berbeda dengan garis turunan kera besar
yang terdapat di Afrika Caldecott dan Miles, 2005. Orangutan sumatera Pongo abelii merupakan kera besar endemik Pulau
Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu
penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini menyebabkan orangutan berada di ambang kepunahan, serta menjadi
langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional
11 orangutan adalah satwa yang
termasuk dalam kategori genting endangeredspecies IUCN International Union for Conservation of Nature and
NaturalResources dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES Convention on International Trade in Endangered Spesies.
Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan yaitu konservasi
Meijaard et al., 2001. Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status
jenis satwa yang dilindungi. Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 orangutan dikategorikan Critically Endangered, artinya sudah sangat terancam kepunahan.
Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus- menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah,
namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat.Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang
dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan.
Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang
memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para pemangku kepentingan.
Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap
usaha-usaha konservasi orangutan. Buktinya dari tahun ke tahun, beberapa pelanggaran terhadap perlindungan orangutan dan pengurangan populasi
12 orangutan terus saja terjadi, khususnya untuk orangutan sumatera. Oleh karena itu
strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari
program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017
Tujuan
1. Mengevaluasi pelaksanaan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
SRAK Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk orangutan sumatera. 2.
Menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat yang berpengaruh terhadap program-program Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk Orangutan sumatera Pongo abelii
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan kualitas aksi dan implementasi program-program Strategi dan Rencana Aksi
Konservasi SRAK Orangutan Indonesia, khususnya untuk konservasi orangutan sumatera, yaitu berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan program, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan program, serta mengetahui tindakan yang dapat memberikan
dorongan dalam pelaksanaan aksi konservsi orangutan sumatera Ponggoabelii.
13
TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi Orangutan
Orangutan adalah kera besar, oleh karena itu memiliki ciri-ciri khas dasar yang sama dengan saudara-saudara mereka dari Afrika. Pada saat ini, orangutan,
kera besar satu-satunya yang masih ada di Asia, hanya dapat ditemukan di pedalaman hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut anggapan beberapa
ahli taksonom, ada satu spesies dengan dua sub-spesies orangutan, satu pada tiap pulau atau dua spesies, yaitu spesies Sumatera Pongo abelii dan spesies
Kalimantan Pongo pygmaeus. Ironisnya nama “Orangutan” jarang sekali disebut oleh penduduk di sekitar habitat alami orangutan. Di Sumatera digunakan julukan
“Mawas”. Di Kalimantan, berbagai nama digunakan, termasuk “Maias” atau “Kahiyu” Rijksen dan Meijaard, 1999 dalam Schaik, 2006.
Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu, yaitu “orang” dan “hutan”, yang dapat diartikan sebagai orang yang berasal dari hutan. Selain itu juga dalam
berbagai bahasa Orangutan dikenal juga dengan nama Mawas Sumatera Utara dan Maweh Aceh. Orangutan merupakan hanya ditemui di Asia Tenggara atau
tepatnya di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan jenis kera besar lainnya, yaitu gorila Pan gorilla, simpanse Pan troglodytes, dan bonobo Pan paniscus
berada di benua Afrika Galdikas, 1978.
Klasifikasi dan Anatomi Orangutan
14 Menurut Jones et al., 2004, primata diklasifikasikan berdasarkan tiga
tingkatan taksonomi yaitu : 1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang
disahkan secara terang-terangan. 2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di
daerah tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali secara terpisah kemungkinan benar.
3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti dan memerlukan investigasi lebih lanjut.
Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan Sumatera diklasifikasikan menjadi:
Kelas : Mammalia
Bangsa : Primata
Anak bangsa : Anthropoidea Famili
: Hominoidea Subfamili
: Pongidae Genus
: Pongo Jenis
: Pongo abelii. Orangutan sumatera Pongo abelii memiliki penampilan rambut yang
lebih terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan Pongo pygmaeus, warna rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang Supriatna dan Edy, 2000,
dan jika dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat
ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya Meijaard et al., 2001.
15 Pada bagian wajah orangutan sumatera Pongo abelii terkadang memiliki rambut
putih, rambut orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan rambut orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus yang kasar dan jarang-jarang
Galdikas, 1978. Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang
berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh
orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina Supriatna dan Edy, 2000. Berat badan betina orangutan sumatera Pongo abelii maupun orangutan
kalimantan Pongo pygmaeus rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan jantan orangutan sumatera Pongo abelii rata-rata 66 kg dan orangutan
kalimantan Pongo pygmaeus rata-rata 73 kg Galdikas, 1978. Menurut Supriatna dan Edy 2000, pada jantan mempunyai kantung suara yang berfungsi
mengeluarkan seruan panjang longcall. Seruan panjang ialah suara orangutan yang dikeluarkan dan dapat terdengar dari jarak-jarak jauh yang berfungsi untuk
merangsang perilaku seks pada betina yang artinya seruan panjang memiliki peranan penting dalam reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan
kalimantan. Pongo pygmaeus terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta terdengar memukau dan menakutkan Galdikas, 1978.
Ancaman Kelestarian Orangutan
Pertemuan yang diselenggarakan di Berastagi dan Pontianak telah mengidentifikasi berbagai ancaman yang berpotensi meningkatkan risiko
kepunahan orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Ringkasan jenis dan tingkatan
16 ancaman yang teridentifikasi oleh para pihak yang hadir di pertemuan Berastagi
dan Pontianak dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 1. Analisis keterancaman orangutan sumatera
No. Ancaman
Tingkat Ancaman
Dampak Utama Kemungkinan
Pengelolaan
1. Tekanan populasi penduduk
Sedang Degradasi
sumberdaya, kepunahan spesies
khususnya akibat perburuan,
peningkatan erosi, gangguan siklus
hidrologi - Mencegah migrasi
ke Taman Nasional -
Membatasi mengatur
pemanfaatan sumberdaya,
- Membuat insentif untuk pindah keluar
-
Mengurangi perambahan
2. Perubahan Landuse – tata
guna lahan Tinggi
Degradasi dan kerusakan
sumberdaya, kepunahan spesies,
kehilangan fungsi hutan
- Melarang
perubahan lahan landuse yang jadi
habitat orangutan -
Penyediaan alternatif mata
pencaharian -
Mendorong ada perda yang
mengakomodir ttg habitat orangutan,
dengan membangun kawasan konservasi
daerah di APL
3. Kebakaran hutan
Tinggi Degradasi habitat,
kematian orangutan -
Pendidikan konservasi
- Pencegahan dan penanggulangan
kebakaran -
Rescue dan
translokasi 4.
Pertambangan Sedang
Perubahan dan degradasi habitat
- Mendorong adanya aturan yang melarang
pertambangan pada kawasan yang
menjadi habitat orangutan
5. Penegakan aturan yang lemah
Sedang Penebangan hutan
dan perburuan tinggi - Ada forum yang
akan memonitor kegiatan penegakan
aturan - Ada aturan dan
kebijakan pengelolaan
orangutan di luar kawasan konservasi
6. Penebangan hutan
Tinggi Habitat orangutan
berkurang, perubahan vegetasi dan
penurunan populasi - Menyusun pedoman
penebangan di areal yang ada orangutan
- Pengembangan
kawasan konservasi daerah
7. Perburuan Perdagangan illegal
Tinggi Kepunahan spesies,
perubahan struktur komunitas
- Melarang perburuan - Patroli pengamanan
- Pendidikan -
Penyediaan alternatif ekonomi
- Penegakan aturan
17 Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap
lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Hutan Indonesia telah banyak berkurang akibat konversi menjadi
lahan pertanian, perkebunan, permukiman, kebakaran hutan serta praktek pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan
penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada tahun 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia
Dephut, 2009. Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap
lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi
pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab Pembukaan peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan
dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan.
Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi
orangutan. Semenjak desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya pada tahun 2001, sebagian tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada
pemerintah daerah. Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan HPH 100 hektar yang terjadi pada tahun 2001-2002 dengan pola tebang habis menyebabkan
pengelolaan hutan semakin sulit. Sementara itu perencanaan tata guna lahan seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi
sumberdaya alam Dephut, 2009.
18
Gambar 1. Peta tingkat keterancaman habitat oragutan sumatera Pongoabelii
Status Konservasi
Orangutan Pongo abelii merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang
oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini
menyebabkan orangutan berada diambang kepunahan, serta menjadi langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh
19 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional orangutan adalah
satwa yang termasuk dalam kategori genting Endangered Species IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources dan
tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES Convention on International Trade in Endangered Spesies. Keadaan orangutan
yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan berupa kegiatan konservasi Meijaard et al.,
2001.
Monitoring
Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi data dan fakta dan pengambilan keputusan – keputusan yang diambil dalam pelaksanaan
program dengan maksud untuk menghindari terjadinya keadaan – keadaan kritis yang akan mengganggu pelaksanaan program sehingga program tersebut tetap
dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan Mardikanto, 1993 .
Dalam kaitannya dengan program, monitoring diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan –
kegiatan program yang sedang berjalan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan objektif. Monitoring meliputi kegiatan mengamatimeninjau
kembalimempelajari kegiatan mengawasi yang dilakukan secara terus – menerus atau berkala oleh pengelola proyek setiap tingkatan pelaksanaan kegiatan, untuk
20 memastikan bahwa pengadaanpenggunaan input, jadwal kerja, hasil yang
ditargetkan dan tindakan – tindakan lainnya yang diperlukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan Sinar Tani, 2001 .
Dengan melaksanakan monitoring, berarti ingin diketahui secara tepat dan pasti mengenai pengamatan atas bukti dan fakta tentang proses dan pencapaian
tujuan yang diharapkan dan penemuan hambatan – hambatan maupun factor pendorong mencapai keberhasilan Ginting, 2000 .
Evaluasi
Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat. Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat
berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata
organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang
bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan
menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana,
memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di
samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas serta kebijakan program. Hasugian, 2013
21 Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering
melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat
menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu
agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara
penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik Van den Bad dan Hawkins, 1999 .
Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk
itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan
sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan
tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana van den ban
Hawkins, 1999 . Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi,
efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan
pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan
balik bagi pengelola proyek, menyempurnakan rencana operasional proyek, dan
22 mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan
hambatan Sinar Tani, 2001 .
Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017
Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku
kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya.
Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan
Habitat Population Habitat and Viability Analysis di Jakarta pada 2004, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara,
pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005, serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula
pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan
pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan
serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk melestarikan orangutan Forina, 2013.
Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ditjen PHKA bekerjasama dengan Asosiasi
Peneliti dan Ahli Primata Indonesia APAPI, serta didukung oleh Orangutan
23 Conservation Services Program OCSP- USAID, telah mensintesis semua butir
rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui pembahasan diskusi kelompok terfokus FGD di Jakarta 6 Novermber 2007,
FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam
suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan
serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target
konservasi sejak rekomendasi aksi dicanangkan, selain sebagai upaya memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses
ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan
dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari saat ini Forina, 2013
Visi SRAK OU 2007-2017
Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui kemitraan para pihak.
Maksud SRAK OU 2007-2017
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian
rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.
Tujuan dan Sasaran SRAK OU 2007-2017
24 Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak
mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin
dicapai sampai tahun 2017 adalah : 1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat
dipertahankan atau dalam kondisi stabil. 2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat
diselesaikan pada 2015. 3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan
kalimantan pada habitat alamnya meningkat 4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan
menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan dan sumberdaya alam.
5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan orangutan di alam meningkat
Wilayah Kerja SRAK OUS
Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling
selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi
orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat 2.508 individu dan
25 Leuser Timur 1.052 individu, serta Rawa Singkil 1.500 individu. Data ukuran
populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah sumber: Wich, dkk draft.
Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera 2004
No. Unit Habitat
Perkiraan Jumlah
Orangutan Blok Habitat
Hutan Primer
km2 Habitat
Orangutan km2
1. Seulawah
43 Seulawah
103 85
2. Aceh Tengah Barat
103 Beutung Aceh Barat
Inge 1297
352 261
10 3.
Aceh Tengah Timur 337
Bandar-Serajadi 2117
555 4.
Leuser Barat 2508
Kluet Highland Aceh Barat Daya G. Leuser Barat
Rawa Kluet G. Leuser Demiri Timur
Mamas-Bengkung 1209
1261 125
358 1727
934 594
125 273
621
5. Sidiangkat
134 Puncak Sidiangkat Bukit Ardan
303 186
6. Leuser Timur
1052 Tamiang
Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala
Sikundur-Langkat 1056
592 680
1352 375
220 198
674
7. Rawa Tripa
280 Rawa Tripa Babahrot
140 140
8. Trumon-Singkil
1500 Rawa Trumon-Singkil
725 725
9. Rawa Singkil Timur
160 Rawa Singkil Timur
80 80
10. Batang Toru Barat
400 Batang Toru Barat
600 600
11. Sarulla Timur
150 Sarulla Timur
375 375
Total 6667
14452 7031
Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan
perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan
hanya sekitar 43 individu. Wich, 2004
26
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi; Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area.
Dengan pertimbangan bahwa semua pemangku kepentinganterkait pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia
2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu pelaksanaan penelitian Juli-September 2014.
Alat dan Bahan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis, kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan
Indonesia 2007-2017
Metode Penelitian
27 Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan
menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK 2007-2017.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi
dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan.
Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : a.
Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan.
b. Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan
dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017.
c. Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang
diketahui dari para pemangku kepentingan.
Analisis Data Analisis Medan Kekuatan
Force Field Analysis
Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan kekuatan force field analysis, yaitu metode untuk menganalisis kekuatan faktor
yang mempengaruhi suatu perubahan misal : implementasi kebijakan, mengetahui sumber kekuatannya, dan memahami apa yang bisa kita lakukan
28 terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut Lewin, 1951. Adapun tahapan yang
dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut, 1.
Tentukan program yang akan dianalisis 2.
Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan.
3. Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis
dalam kolom di sebelah kiri mendorong perubahan ke depan, 4.
Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam kolom di sebelah kanan penghambat perubahan.
5. Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai
dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu lemah hingga skor lima kuat. Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang dimasing-
masing sisi. 6.
Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi kekuatan- kekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara
meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi kekuatan penghambat yang kuat.
7. Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah
menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari kekuatan-
kekuatan pendorong.
29
Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan Force Field Analysisis
Skala Likert
Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan
menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono 2004; 84, skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel
dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur. Komponen- komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi
responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan
analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3
dibawah ini, yaitu :
Tabel 3.Pembobotan Skala Likert
PencapaianProgram Bobot
Sangat Baik 5
30 Baik
4 Cukup
3 Buruk
2 Sangat Buruk
1
Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan
impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel.
Batasan Penelitian
Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal
yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap setiap variable yang diteliti.
1. Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan
keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan
secara berkala melalui metode yang tepat. 3.
Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia
31 2007 – 2017 untuk orangutan sumatera Pongoabelii melaksanakan
fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya.
Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut.
1. Daerah penelitian adalah kota Medan.
2. Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah
pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK
Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 3.
Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi
SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 4.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2014.
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi SRAK OU 2007-2014
Sesuai dengan panduan nasional, strategi dan rencana aksi konservasi orangutan memiliki rentang waktu selama sepuluh tahun, yaitu terhitung dari
tahun 2008 hingga tahun 2017. Hingga sekarang 2014 sudah lebih dari setengah periode berjalan. Oleh karena itu sebagian besar program-program aksi yang
direncanakan seharusnya sudah terlaksana, mengingat sebagian besar program memiliki rentang kerja dari 2008-2014, dan hanya sebagian kecil program yang
direncanakan tahun 2015-2017. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan data impelementasi kerja yang
dihimpun dari stakeholder yang bertanggungjawab atas program aksi yang direncanakan. Sebagian besar data diperoleh dari Forum Komunikasi Stakeholder
Orangutan Sumatera FOKUS yang mewadahi stakeholder dalam program aksi SRAK OUS. Data kinerja dari seluruh stakeholder yang dihimpun kemudian di
sesuaikan dengan indikator kesuksesan yang terdapat dalam panduan nasional untuk menilai apakah program aksi yang dilaksanakan sesuai dengan panduan
nasional sekaligus mengukur tingkat pencapaian program aksi. Berdasarkan data kinerja yang dihimpun, seluruhnya berjumlah 230
program aksi yang telah dilaksanakan oleh stakeholder orangutan sumatera. Data kineja yang dihimpun tersebut kemudian dilakukan monitoring sesuai sasaran
nasional dan dievaluasi tingkat keberhasilannya berdasarkan indikator yang telah ditetapkan, dan hasilnya dijabarkan pada tabel 4. berikut
33
Tabel 4. Evaluasi Pelaksanaan Program Aksi SRAK OUS 2008-2014
NO. Kategori
∑ Program ∑ Indikator
Capaian Total
Skala Likert Persentase
1 2
2 3
3 4
5 5
1 2
3 4
5
1 Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai
kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya A1
8 18
4 3
3 4
4 22,22
16,67 16,67
22,22 22,22
100 2
Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan A2
10 27
11 5
3 7
1 40,74
18,52 11,11
25,93 3.70
100 3
Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan A3
8 24
2 6
15 1
8,33 -
25,00 62,50
4,17 100
4 Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya
kawasan koservasi daerah berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan
kearifan masyarakat B1 7
11 1
3 3
2 2
9.08 27,27
27,27 18,19
18,19 100
5 Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai
peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan B2
12 23
16 1
2 3
1 69,57
4,35 8,69
13,04 4,35
100 6
Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan
masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia C1
6 13
4 1
1 3
4 30,77
7,69 7,69
23,08 30,77
100
7 Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan
masyarakat C2 6
12 3
- 2
4 3
25.00 -
16,67 33.33
25.00 100
8 Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas
dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia C3
3 9
6 -
1 1
1 66,67
- 11,11
11,11 11,11
100 9
Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen
mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia D1
9 20
10 1
4 2
3 50,00
5,00 20,00
10,00 15,00
100
10 Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah,
pemda, LSM, serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan
E1 5
7 3
- 3
1 -
42,86 -
42,86 14,28
- 100
Total 74
164 60
14 28
42 20
36,59 8,54
17,07 25,61
12,19 100
Ket : 1 Sangat Buruk; 2. Buruk; 3. Cukup; 4. Baik; 5.Sangat Baik
34
Dari 74 program aksi dan 164 indikator keberhasilan program yang terdapat dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Nasional,
keseluruhannya terbagi dalam 10 sepuluh kategori aksi utama, yaitu strategi peningkatan konservasi insitu, strategi mengembangkan konservasi eksitu, strategi
meningkatkan penelitian, strategi pengembangan kawasan konservasi, Strategi implementasi dan penyempurnaan perundangan, strategi meningkatkan kemitraan,
strategi pemberdayaan masyarakat, strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi,
strategi meningkatkan penyadartahuan, dan strategi pendanaan 1.
Strategi Peningkatan Konservasi Insitu
Pada kategori aksi ini terdapat 8 delapan program aksi dengan 18 delapan belas indikator keberhasilan. Berdasarkan skala Likert, program aksi yang dievaluasi
yang memiliki penilaian Baik dan Sangat Baik yaitu masing-masing sebanyak 4 indikator, yaitu keduanya sebesar 44,44. Ditambah dengan 3 indikator program yang
bernilai Cukup sebesar 16,67, sehingga bila dijumlahkan secara keseluruhan indikator aksi yang bernilai Cukup sampai dengan Sangat Baik berjumlah 61,11 . Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan cukup dapat memenuhi indikator keberhasilan program.
2. Strategi Mengembangkan Konservasi Eksitu
Kategori strategi mengembangkan konservasi eksitu merupakan kategori aksi dengan jumlah program aksi terbanyak kedua setelah strategi implementasi dan
penyempurnaan perundangan, yaitu sebanyak 10 sepuluh program aksi. Tapi dibandingkan dengan kategori aksi yang lain, kategori ini memiliki jumlah indikator
evaluasi program terbanyak, yaitu sebanyak 27 dua puluh tujuh indikator keberhasilan. Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, program aksi yang dievaluasi
berdasarkan indikator yang ditetapkan mendapatkan penelian Sangat Buruk pada 11 indikator sebesar 40,74, dan Buruk sebanyak 5 indikator sebesar 18,52. Dari data
35
yang disajikan dapat diketahui bahwa lebih dari 50 indikator evaluasi bernilai tidak memuaskan karena tidak sesuai dengan indikator pencapaian.
3. Strategi Meningkatkan Penelitian