Strategi Penguatan Komitmen Pelaksana Konservasi Strategi Meningkatkan Penyadartahuan Strategi Mengembangkan Konservasi Eksitu

36 sebesar 69,57. Sedangkan untuk indikator aksi dengan predikat Buruk sejumlah 1 indikator evaluasi sebesar 4,35. Sehingga apabila dijumlah antara indikator aksi dengan predikat Sangat Buruk dan Buruk yaitu sebesar 73,92. Dan hanya 26,08 dari keseluruhan indikator keberhasilan dengan predikat Cukup, Baik, dan Sangat Baik.

6. Strategi Meningkatkan Kemitraan

Rencana aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 6 enam program, dan indikator evaluasi program berjumlah 13 tiga belas indikator. Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, pada kategori ini memiliki penilaian Sangat Baik tertinggi dibandingkan kategori aksi lainnya, yaitu 4 indikator evaluasi bernilai sangat baik sebesar 30,77. Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia telah berjalan dengan baik. Walaupun demikian masih ada beberapa indikator keberhasilan program yang masih belum tercapai.

7. Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pada kategori aksi ini terdapat 6 enam program aksi dengan 12 dua belas indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, tidak ada indikator evaluasi program yang bernilai Buruk, namun ada 3 indikator yang berpredikat Sangat Buruk sebesar 25. Sedangkan untuk indikator aksi yang berpredikat Cukup, Baik, dan Sangat Baik, seluruhnya berjumlah 9 indikator sebesar 75 Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar program dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan dapat memenuhi indikator keberhasilan program.

8. Strategi Penguatan Komitmen Pelaksana Konservasi

Kategori strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi merupakan kategori aksi dengan jumlah program aksi paling sedikit, yaitu hanya memiliki 3 tiga program aksi. Sedangkan untuk indikator evaluasi program aksi berjumlah 9 indikator indikator 37 keberhasilan. Ini sekaligus menunjukkan bahwa masalah komitmen belum menjadi perhatian utama dalam strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Nasional. Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, pada kategori aksi ini sebanyak 6 indikator aksi memiliki penilaian Sangat Buruk, yaitu sebesar 66,66. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan tidak mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjalanan implementasi program aksi pada kategori penguatan komitmen adalah sangat buruk.

9. Strategi Meningkatkan Penyadartahuan

Program aksi yang terdapat pada kategori ini berjumlah 9 sembilan program, dan memiliki 20 dua puluh indikator evaluasi program. Bedasarkan evaluasi indikator keberhasilan menggunakan skala Likert, 10 indikator keberhasilan program berpredikat Sangat Buruk, dan 1 indikator dengan predikat Buruk. Sisanya hanya 4 indikator dengan predikat Cukup, 2 indikator dengan predikat Baik, dan 3 indikator dengan predikat Sangat Baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Sumatera telah berjalan cukup baik, walau masih banyak indikator keberhasilan program yang tidak tercapai.

10. Strategi Pendanaan

Pada kategori strategi pendanaan ini terdapat 5 lima program aksi, dan dengan jumlah indikator evaluasi program paling sedikit dibandingkan kategori aksi lainnya, yaitu hanya memiliki 7 tujuh indikator keberhasilan. Berdasarkan penilaian menggunakan skala Likert, 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Sangat Buruk; 3 indikator evaluasi program memiliki penilaian Cukup; dan hanya 1 indikator dengan penilaian Baik. Tidak ada indikator evaluasi yang berpredikat sangat baik. Bahkan hingga saat ini masih ada program kerja yang masih belum dapat dilaksanakan, 38 yaitu mencari dana pengelolaan dari pembayaran jasa lingkungan untuk perlindungan habitat orangutan. Analisis Implementasi Program SRAK OUS 2007-2014 Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa program dalam rencana aksi konservasi orangutan berjumlah 74 program, dan dirincikan ke dalam 164 indikator pencapaian untuk melihat kesuksesan pelaksanaan program. Keseluruhan program tersebut masing-masing dikelompokkan berdasarkan kategori program aksi menjadi 10 sepuluh kategori. Dari keseluruhan kategori aksi, strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan memiliki jumlah program aksi terbanyak sebanyak 12 dua belas program. Hal ini menunjukkan bahwa masih perlunya perhatian yang besar terhadap aturan yang melindungan populasi dan habitat orangutan, baik dari segi implementasi aturan maupun penerapan perundangan yang menindak segala bentuk pelanggaran terhadap orangutan. Namun disisi lain, strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan sekaligus memiliki peniliaian terburuk, yaitu 16 indikator dari 23 indikator bernilai 1 sangat buruk dalam skala likert, yaitu sebesar 69,57 Hal ini menandakan bahwa masih lemahnya perhatian terhadap adanya aturan perundangan yang melindungi habitat dan populasi orangutan sekaligus juga menandakan bahwa lemahnya impelementasi aturan yang diberlakukan. Kondisi ini tentunya juga meruapakan imbas dari lemahnya kapasitas lembaga-lembaga yang menjadi pelaksanan penegakan hukum. Sesuai dengan hasil evaluasi pelaksanaan program, bahwa program aksi pelatihan penegekan hukum kepada pihak berwenang untuk 39 meningkatan kapasitas lembaga terkait dalam penanganan orangutan juga tidak terlaksana. Ditambah dengan lemahnya diseminasi aturan larangan memelihara, memperdagangkan orangutan. Terkait dengan kategori aksi strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan, program aksi upaya untuk memfasilitasi perubahan lampiran PP 7 Tahun 1999 terkait dengan status taksonomi orangutan sejauh ini juga belum terlaksana terlaksana, padahal Orangutan Sumatera Pongo abelii belum tercatat dalam lampiran PP. No.71999, tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah tidak terlaksananya pemantauan dan evaluasi baik dan berkelanjutan terhadap implementasi komitmen dan konvensi Internasional yang telah diratifikasi GRASP, CBD, CITES, sehingga komitmen untuk konservasi orangutan terkesan hanya setengah-setengah dan hanya berprospek proyek semata. Sedangkan pada kategori strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan yang memiliki indikator aksi terbanyak yaitu sebanyak 27 indikator untuk mengukur keberhasilan program. Hal ini menunjukan bahwa ada banyak hal yang harus diperhatikan dan dibenahi untuk mengembangkan pelaksanaan konservasi eksitu agar benar-benar dapat mendukung pelaksanaan aksi konservasi orangutan. Namun banyaknya indikator evaluasi tidak serta merta menjadikan program mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan berjalan baik. Dari 27 indikator yang ada, penilaian terbanyak masih memiliki nilai 1 pada skala likert yang berarti sangat buruk atau 40 program tidak terlaksana, yaitu sebanyak 11 indikator sebesar 40,74. Program aksi yang menjadi perhatian penting dalam kategori ini adalah ini adalah tidak adanya studbook orangutan, sehingga tidak adanya data tentang jumlah serta kondisi orangutan yang dikelola di kawasan konservasi eksitu. Keterampilan teknis konservasi orangutan yang kurang memadai serta tidak adanya peningkatan kapasitas pengelola orangutan di kebun binatang ditambah dengan evaluasi kinerja kebun binatang yang tidak berjalan maksimal menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kematian pada orangutan di kebun binatang, di kebun binatang Medan misalnya. Hal ini membuktikan bahwa masih lemahnya pengawasan pengelolaan orangutan di eksitu. Hal lain yang menjadi perhatian dalam strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan adalah tidak adanya interaksi dan kerjasama antara kebun binatang dengan sekolah untuk melaksanakan program aksi pendidikan konservasi. Tentunya jika adanya MoU kerjasama antara kebun binatang, taman safari, dengan sekolah sesuai dengan program rencana aksi tentu akan dapat meningkat kunjungan terhadap kebun binatang, terutama di kalangan pelajar . Serta keberadaan informasi yang disediakan kebun binatang tentang konservasi orangutan yang memadai dan berifat edukasi juga dapat menjadi pemancing untuk meningkat kepedulian sekolah dan pelajar terhadap konservasi orangutan. Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia memiliki penilaian sangat baik, yaitu 4 indikator dari 13 indikator memiliki nilai 5 sangat baik dari skala likert, 41 sehingga bernilai 30,77. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang konservasi orangutan serta adanya dorongan yang kuat dari pemerintah terhadap agenda-agenda koservasi. Hal ini terbukti dengan adanyanya payung hukum di bidang konservasi yang dikeluarkan pemerintah yang mengatur tentang Tim Penanggulangan Konflik Satwa PP No. 48 Tahun 2008, Permenhut P.53Menhut-12007, Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44535KPTS2011 tanggal 28 April 2011, Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44536KPTS2011 tanggal 28 April 2011. Dalam hal penguatan forum komunikasi antar pakar serta para pihak yang berkepentingan terhadap konservasi, juga telah dikeluarkannya Surat Keputusan Kepala Balai Besar KSDA Sumatera Utara Nomor : SK.277BBKSDASU-12009, untuk memberikan legalitas kepada FOKUS Forum Komunikasi Orangutan Sumatera yang berfungsi sebagai wadah multistakeholder. Kerjasama dan kemitraan antar sesama lembaga konservasi juga berjalan baik. Hal ini terbukti dengan adanya kerjasama antara sesama NGO Lokal maupun dengan lembaga konservasi Internasional dalam pelaksanaan program aksi yang lebih efektif dan efisien. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa perjalanan SRAK OU dari tahun 2008-2014 masih belum dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya program aksi yang tidak terlaksana dan indikator keberhasilan program aksi yang tidak tercapai. Hal yang menjadi penyebab adalah lemahnya pendanaan yang mendukung pelaksanaan program-program aksi konservasi. Hal ini sesuai dengan evaluasi pencapaian program aksi bahwa belum adanya pengelolaan dana abadi untuk konservasi orangutan dan belum adanya dana yang 42 diperoleh dari pengelolaan jasa lingkungan. Dari pihak swasta, sejauh ini baru ada satu perusahaan PT. Musim Mas yang ada mengalokasikan dana untuk mendukung aksi konservasi orangutan. Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih juga lemah. Hal ini dibuktikan dengan tidak rutinnya laporan impelementasi program yang disampaikan stakeholder dan pertemuan yang tidak berjalan sesuai target evaluasi per tahun. Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai juga berpengaruh terhadap kesuksesan pelaksanaan aksi konservasi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya program yang tidak terlaksana dikarenakan SDM yang tidak mendukung. Serta masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan menjadikan rencana aksi konservasi orangutan masih terhambat. Analisis Medan Kekuatan Force Field Analysis Faktor Pendukung Analisis data dengan metode analisis medan kekuatan Force Field Analysis bertujuan untuk mengevaluasi perjalanan pelaksanaan SRAK OU untuk orangutan sumatera, sekaligus memberikan masukan berupa strategi untuk memperkuat faktor pendukung dan melemahkan faktor penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan program. Secara umum metode FFA memiliki beberapa persamaan dengan analisis SWOT, namun kelebihannya penggunaan metode analisis medan kekuatan dapat memberikan rekomendasi untuk peningkatan kualitas program kedepannya. Terlebih dahulu faktor pendukung dan faktor penghambat dianalisis dengan menggunakan analisis medan kekuatan. Analisis ini dilakukan dengan memberikan nilai terhadap faktor pendukung dan 43 faktor penghambat mulai dari faktor sangat berpengaruh hingga faktor tidak berpengaruh yang diperoleh berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program. Berikut merupakan analisis terhadap faktor pendukung SRAK OUS, Tabel 5. Faktor pendukung pelaksanaan SRAK OUS Faktor Pendukung Skor Keterangan Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan. 3 Dikatakan cukup berpengaruh, karena pemerintah dalam beberapa hal telah menunjukan komitmen untuk mendukung konservasi orangutan, seperti pemberian payung hukum terhadap aksi-aksi konservasi. Namun dalam hal pendanaan, seperti pengalokasian APBD masih terkendala Tersedianya lembaga konservasi dan tenaga ahli peneliti yang mendukung konservasi orangutan 5 Dikatakan sangat berpengaruh, karena aksi-aksi konservasi yang bersifat lokal lebih didominasi oleh lembaga-lembaga konservasi, termasuk turunan dari program pemerintah. Disamping juga lembaga konservasi banyak tersebar di beberapa wilayah dan memiliki jaringan yang kuat. Diterapkannya kebijakan mendorong peningkatan populasi orangutan sebesar 3 4 Dikatakan berpengaruh, karena kebijakan mendorong peningkatan populasi orangutan sebesar 3 persen merupakan kebijakan yang menguntungkan untuk pelaksanaan aksi-aksi konservasi. Komitmen perusahaan untuk mendukung kegiatan konservasi 4 Dikatakan berpengaruh, karena perusahaan yang bersinggungan dengan wilayah konservasi sudah menampakkan kepedulian terhadap konservasi orangutan, seperti komitmen untuk mendukung kelestarian dengan kebun lestari, ikut berperan dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa, adanya kebijakan alokasi lahan konservasi, adanya divisi khusus untuk lingkungan, serta adanya dukungan financial. Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman, dan adanya tenaga peneliti muda di Medan dan Aceh. 4 Dikatakan berpegaruh, karena ketersediaan tenaga peneliti berpengalaman yang banyak bekerja sama dengan LSM dengan beberapa kegiatan penelitian sedang berjalan dan sebagian lokasi penelitian telah selesai, ditambah dengan tersedianya tenaga peneliti-peneliti muda di tingkat universitas Sumut dan Aceh. Potensi ini merupakan peluang untuk kesuksesan pelaksanaan agenda SRAK OUS, terutama dalam bidang penelitian. Menguatnya isu perubahan lingkungan yang diimplementasikan dalam berbagai kebijakan terkait dengan konservasi orangutan 5 Dikatakan sangat berpengaruh, karena isu perubahan lingkungan yang dampaknya tidak hanya pada orangutan, tapi pada semua makhluk hidup dapat menguatkan alasan untuk mensukseskan agenda konservasi Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada dua faktor yang sangat berpengaruh mendukung pelaksananaan impelementasi program aksi yang tertuang dalam SRAK OU. Pertama, adanya lembaga konservasi dan tenaga ahli peneliti yang mendukung konservasi orangutan. Lembaga konservasi NGO umumnya memiliki komitmen yang jelas terhadap upaya-upaya konservasi, hal ini dibuktikan bahwa aksi-aksi lokal lebih didominasi oleh LSM yang bergerak di 44 bidang konservasi. Aktivitas-aktivitas lembaga konservasi yang tersebar di beberapa wilayah juga merupakan hal yang mendorong pelaksanaan agenda konservasi yang efektif dari segi sasaran dan efisien dari segi waktu. Dalam pelaksanaan program aksi, lembaga konservasi memiliki beberapa koalisi yang dapat saling memperkuat, disamping juga memiliki akses kepada pihak-pihak kunci di dunia konservasi. Termasuk adanya partisipasi aktif dari beberapa LSM dalam upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus kejahatan terhadap orangutan, seperti pengumpulan data perdagangan orangutan. Kedua, adanya isu perubahan lingkungan yang mendorong berbagai pihak untuk tergabung dalam aksi konservasi. Hal ini dikatangan sangat berpengaruh dalam mendorong kesukesan implementasi SRAK OU karena isu perubahan lingkungan tidak hanya mempengaruh kelangsungan populasi orangutan, tapi juga berdampak pada semua makhluk hidup termasuk manusia sebagai pengelola sumber daya alam.Perubahan iklim sebagai fenomena global merupakan tantangan lingkungan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Isu global ini mulai menjadi topik perbincangan sejak diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil dua puluh tahun yang lalu sampai dengan KTT Rio+20 tahun 2012. Konferensi internasional terkait isu perubahan iklim terus berlangsung dari waktu ke waktu. Tahun 2012 sudah mencapai penyelenggaraan COP 18 Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change di Doha, Afrika Selatan, yang pada dasarnya mencari berbagai upaya terbaik dalam mengurangi emisi karbon untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. 45 Faktor Penghambat Sedangkan untuk faktor penghambat program juga didapatkan 6 kondisi yang menyebabkan tidak berjalannya implementasi program SRAK OU secara baik. Analsis faktor penghambat dijabarkan pada tabel 6 berikut Tabel 6. Faktor Penghambat Program Aksi SRAK OUS Faktor Penghambat Skor Keterangan SRAK OU yang belum tersosialisasi dengan baik kepada seluruh pemangku kepentingan 4 Dikatakan berpengaruh, karena masih adanya pihak berkepentingan yang belum berpartisipasi dalam aksi konservasi terutama beberapa konsesi yang bersinggungan dengan habitat orangutan, dikarenakan belum adanya sosialisasi yang baik kepada seluruh stakeholder Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan 5 Dikatakan sangat berpengaruh, karena merupakan salah satu penyebab utama adanya program aksi yang tidak sempat terlaksana disebabkan karena tidak adanya dukungan pendanaan. Ketersediaan SDM untuk mendukung kesuksesan program terbatas dan tidak merata, baik secara kualitas maupun kuatitas 3 Dikatakan cukup berpengaruh, karena lemahnya kualitas SDM yang berdampak pada lemahnya pelaksanaan program aksi serta dampaknya, seperti terbatasnya kemampuan staf dan manajemen dari unit pengelola kawasan untuk menterjemahkan hasil penelitian ke dalam manajemen kawasan Koordinasi di antara pihak masih kurang, baik di antara pemerintahan sendiri mau pun dengan institusi-institusi di luar pemerintahan. 4 Dikatakan berpengaruh, ambatnya koordinasi internal di Kementrian Kehutanan, bahkan hal ini turut melahirkan konflik pengelolaan antara sesama pelaku konservasi , seperti konflik pengelolaan stasiun riset orangutan di Ketambe – TNGL, antara Pemerintah Aceh diera BPKEL dengan BBTNGL Sistem monitoring dan evaluasi terhadap dampak program atau kebijakan masih lemah. 4 Dikatakan berpengaruh, karena evaluasi yang tidak berjalan baik dan terhadap program aksi yang telah dilakukan, sehingga tidak ada pembelajaran efektifitas program aksi Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. 4 Dikatakan berpengaruh, karena pemahaman yang salah terhadap konservasi orangutan hanya sebagai aksi penyelamatan spesies, bukan habitatnya, serta panilaian pihak terhadap potensi habitat hanya sebagai sumber pendapatan daerah ekonomi Untuk faktor penghambat juga memiliki faktor yang sangat berpengaruh, yaitu kendala dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan. Bahkan dapat dikatakan bahwa sebagian besar program aksi yang tidak atau belum sempat dilaksanakan adalah terkendala pada dana. Begitu juga dengan pengadaan sarana prasarana pendukung aksi-aksi konservasi yang hingga saat ini masih terkendala. 46 Pemda yang berdasarkan SRAK OU diharapkan dapat memasukkan upaya konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah APBD, belum terlaksana dengan baik. Disamping itu pengelolaan dana abadi untuk konservasi orangutan, masih berada pada tataran konsep. Sedangkan dana yang tersedia dari pengelolaan jasa lingkungan sejauh ini belum tersedia. Sehingga keterbatasan dana yang dianggarkan untuk aksi konservasi turut berdampak pada terbatasnya aksi-aksi konservasi yang dilakukan. Kebijakan pendanaan yang dilakukan oleh manajemen sangat terkait dengan besarnya sumber dana yang digunakan dalam operasional pelaksanaan program. Lambert 2001 menyatakan bahwa dalam hubungan “principal – agent”, pihak manajemen agen melakukan aktivitas yang meliputi keputusan operasional, kebijakan pendanaan atau keputusan investasi lainnya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pendanaan merupakan salah satu aktivitas action yang dilakukan oleh manajemen sesuai dengan perencanaan program. Maka sudah seharusnya dalam pelaksanaan impelementasi program SRAK OU harus didahului dengan perencanaan pendanaan yang baik dan memadai, untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan program aksi konservasi. Setiap program dan rencana kerja memerlukan dana yang memadai untuk dapat mencapai kondisi maupun tujuan yang diinginkan. Dana tersebut dapat diperoleh dengan cara dan dari sumber yang berbeda. Masalah pendanaan ini harus diputuskan dengan hati–hati karena setiap kebijakan pendanaan memiliki konsekuensi financialyang berbeda. Keputusan pendanaan akan berkaitan dengan sumber dana dan penggunaan dana yang telah diperoleh. Sumber dana dapat berasal dari dalam internal ataupun dari luar eksternal pemangku kepentingan 47 dalam program aksi. Kedua sumber pendanaan ini sedikit banyak tentu akan mempengaruh arah jalannya program aksi. Keputusan pendanaan keuangan juga akan mempengaruhi kemampuan operasional dari impelementasi rencana aksi konservasi orangutan. Strategi Penguatan Implementasi SRAK OUS 2007-2017 Faktor pendukung, faktor penghambat dan strategi untuk memperkuat faktor pendukung dan melemahkan faktor penghambat dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 7. Strategi penguatan implementasi program SRAK OUS Faktor Pendukung Faktor Penghambat Strategi Penguatan Faktor Pendukung dan Pelemahan Faktor Penghambat Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan. SRAK OU yang belum tersosialisasi dengan baik kepada seluruh pemangku kepentingan Memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunkasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana kelola dan mengimplementasikannya Tersedianya lembaga konservasi dan tenaga ahli peneliti yang mendukung konservasi orangutan Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan Mengidentifikasi pelaku industry di kawasan habitat orangutan dan merangkulnya dalam aksi koservasi serta mengkultivisasi dan menggalang dana dari sektor swasta. Diterapkannya kebijakan mendorong peningkatan populasi orangutan sebesar 3 Ketersediaan SDM untuk mendukung kesuksesan program terbatas dan tidak merata, baik secara kualitas maupun kuatitas Pengembangan pengelolaan pengetahuan konservasi orangutan dengan melaksanakan pelatihan bagi perguruan tinggi, akademisi, peneliti dan staf UPT pengelola kawasan konservasi mengenai : monitoring populasi, penanganan konflik yang benar, rehabilitasi yang bermafaat, dsb. Komitmen perusahaan untuk mendukung kegiatan konservasi Koordinasi di antara pihak masih kurang, baik di antara pemerintahan sendiri mau pun dengan institusi-institusi di luar pemerintahan. Mendorong agar fungsi forum, baik di tingkat nasional maupun regional sebagai media bersama para pihak pelaku konservasi orangutan lebih aktif sehingga memberikan manfaat pada konservasi orangutan dan para pihak yang terlibat sehingga singkronisasi kebiakan antara pusat dan daerah, terkait konservasi orangutan dan habitatnya dapat tercapai Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman, dan adanya tenaga peneliti muda di Medan dan Aceh. Implementasi, sistem monitoring dan evaluasi terhadap program atau kebijakan serta dampaknya masih lemah. Perlu dibentuk tim khusus yang secara spesifik ditugaskan untuk melakukan monitoring dan evaluasi rencana aksi, serta penekanan pada UPT bahwa rencana kelola bukan hanya sekedar kewajiban administrasi, tapi yang lebih utama untuk diimplementasikan Menguatnya isu perubahan lingkungan yang diimplementasikan dalam berbagai kebijakan terkait dengan konservasi orangutan Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. Kementrian Kehutanan perlu mendukung kebijakan daerah yang berpihak pada penyelamatan orangutan, serta program kampanye penyadartahuan perlu digalakan di sekitar habitat orangutan dengan menekankan pada konservasi orangutan, bukan hanya pada spesies, tapi termasuk habitatnya Dari analisis tersebut kemudian dapat diambil kesimpulan berupa strategi bagaimana faktor pendukung dapat diperkuat dan faktor penghambat dapat dilemahkan. Faktor pendukung merupakan hal yang diharapakan dapat memicu 48 kesuksesan pelaksanaan program aksi konservasi yang tertuang dalam SRAK OU, untuk itu diperlukan suatu perencanaan strategi untuk meningkatkan faktor tersebut. Faktor penghambat merupakan hal yang menjadi kendala dalam implementasi serta pencapaian dari program aksi, sehingga diperlukan perencanaan strategi untuk melemahkannya. Tabel diatas menjelaskan bagaimana strategi untuk meningkatkan impelementasi program aksi SRAK OU. Strategi terpenting yang perlu direncanakan adalah memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunkasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana kelola dan mengimplementasikannya. Dengan memaksimalkan forum multistakeholder dan menggandeng seluruh pihak terkait, maka kesuksesan impelementasi dapat disinergiskan dengan seluruh pemangku kepentingan. Sehingga tidak ada lagi konflik kepentingan yang menghambat pelaksanaan program-program konservasi. Begitu juga halnya dengan permasalahan dana yang seringkali menghambat pelaksanaan agenda konservasi. Mengidentifikasi pelaku industry di kawasan habitat orangutan dan merangkulnya dalam aksi koservasi serta mengkultivisasi dan menggalang dana dari sektor swasta, bilateral, multilateral, serta yayasan filantropi. Hal ini diharapkan dapat berjalan lebih mudah, seiring dengan mulai tampaknya komitmen perusahaan swasta untuk mendukung kelestarian lingkungan terkait dengan kebun lestari, ekolabeling, dan lain-lain. Umumnya perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan mempunyai divisi khusus untuk lingkungan. Termasuk juga perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa khususnya 49 orangutan, seperti adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada areal konsesi HGUPerkebunan. Adanya dibentuk tim khusus yang secara spesifik ditugaskan untuk melakukan monitoring dan evaluasi rencana aksi juga merupakan bagian dari rekomendasi penting untuk kesukesan program aksi SRAK OU. Dengan adanya tim khusus, diharapkan perjalanan evaluasi progam dapat berjalan dengan baik dan berlangsung secara rutin, sehingga dapat digambarkan sejauhmana agenda SRAK OU berimbas pada baiknya populasi serta habitat orangutan serta dapat mengukur tingkat efektifikas program. Dengan demikian program-program yang terlaksana diharapkan dapat terukur dan terus mengalami peningkatan dari segi implementasi dan pencapaian. 50 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa perjalanan SRAK OUS dari tahun 2008-2014 masih belum dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya program aksi yang tidak terlaksana dan indikator keberhasilan program aksi yang tidak tercapai. 2. Strategi terpenting untuk mendukung pelaksanaan agenda SRAK OUS adalah memaksimalkan fungsi forum multistakehoder sebagai forum komunikasi aktif dan membebankan kepada semua perusahaan yang memiliki populasi orangutan di kawasan konsesinya diharuskan membuat rencana kelola dan mengimplementasikannya. Dengan memaksimalkan forum multistakeholder dan menggandeng seluruh pihak terkait, maka kesuksesan impelementasi dapat disinergiskan dengan seluruh pemangku kepentingan. Saran 1. Diperlukan adanya lembaga khusus yang dibentuk untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi impelementasi program aksi yang tertuang dalam SRAK OUS, untuk melihat sejauhmana efektifitas program mampu berdampak baik terhadap kondisi orangutan baik ditinjau dari segi populasi maupun habitat. 51 2. Diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk mengevaluasi perkembangan pelaksanaan program aksi, karena rencana aksi SRAK OUS masih akan terus berjalan hingga 2017. 52 DAFTAR PUSTAKA Caldecott J, dan Lera Miles. 2005. World Atlas of Great Apes and Their Conservation. California : University of California Press. Departemen Kehutanan,2007. Strategi dan Rencana Aksi konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017. Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Jakarta. Departemen Kehutanan, 2009. Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala IHMB pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Peraturan Menteri Kehutanan No.P.33Menhut-II2009. Forina. 2013. Panduan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia. Bogor Galdikas BMF. 1978. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting KalimantanTengah. UI Press. Jakarta Ginting, M. 2000. Program Monitoring untuk Evaluasi Proyek Pembangunan Fakultas Pertanian USU. Medan Hasugian, H. 2013. monitoring Dan Evaluasi Eksistensi Dan Kinerja BalaiPenyuluhan Pertanian BPP Kabupaten Pakpak Bharat. Skripsi. Medan Jones,D.B.,A.A.Eudey,T.Geissmann,C.P.Groves,D.J.Melnick,J.C.Morales,M.She kelle, dan C.B.Steward.2004.Asian Primate Classification.International Journal Of Primatology 25:99-164 Lewin. K. 1951. “Field Theory in Social Science: Selected Theoretical Papers”.New York Harper. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembanguna Pertanian. Sebelas MaretUniversiy Press. Surakarta Meijard, E., et al. 2001. Diambang Kepunahan Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Cetakan Pertama. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta Rijksen, H. D. 1978. A Field Study on Sumatera Orangutan Pongo Abelii Lesson 1827. Ecology, Behaviour and Conservation. Wageningen. The Netherlands. 53 Semeru. Force Field Analysis FFA Tools for Policy Impact : A Handbook for Researchers. Melalui http:www.semeru.or.id [diakses pada 3192014 9:41 AM] Sinar Tani, 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani.Jakarta Sugiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta. Supriatna, Jatna dan Edy Hendras W. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Buku obor: Jakarta Vandenban dan Hawskins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Jakarta Van Schaik, C. P. 2006. Di Antara Orangutan. Kera Merah dan Bangkitnya Kebudayaan Manusia. Penerjemah Soetami-Jakarta; Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo BOS. 262 hlm. Wich, S.A., dkk. 2004. Life History of Wild Sumatran Orangutans Pongo abelii. 54 LAMPIRAN Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI ORANGUTAN INDONESIA 2008-2014

A. STRATEGI DAN PROGRAM PENGELOLAAN KONSERVASI ORANGUTAN

A.1. Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya Program dan rencana aksi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Membantu setiap pengelola hutan unit manajemen usaha kehutanan dan perkebunan untuk menyusun dan mengimplementasikan rencana kelola orangutan di areal kerjanya 2008- 2010 Nasional : BPK, LSM, Kebun, Universitas, HPH, HTI, Tambang Lokal : CII, OCSP, BBKSDA-SU, SOCP, Litbang Kehutanan Sumatera Aek Nauli, Pemkab Taput, YES 1. Ada minimal 10 HPH, 5 HTI dan 10 perkebunan yang punya rencana kelola orangutan di areal kerjanya. Adanya rencana kelola PT. Astra Grup, PT. TPL, G-Resources, PT. Teluk Nauli, PTPN II 3 Meningkatnya kesadaran konservasi dikalangan pemerintah dan swasta Koordinasi antar pihak masih kurang 2. Ada laporan pelaksanaan implementasi rencana kelola dari unit manajemen secara periodik setiap tahun Unit manajemen melaksanakan pertemuan regional secara periodik per tahun. 3 Memiliki program dan divisi khusus untuk konservasi Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah 3. Jumlah populasi orangutan di unit manajemen tidak berkurang Data terakhir masih tahun 2007 1 Beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas 2 Meningkatkan kapasitas unit pengelola kawasan konservasi KSA dan KPA dan hutan lindung dalam melakukan konservasi orangutan 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM, Masyarakat, Pemda Lokal : CII, BBKSDA- SU, OCSP, Litbang Kehutanan Sumatera Aek Nauli, SOCP. 1. Semua UPT yang ada orangutan mempunyai rencana kelola orangutan UPT yang memiliki populasi orangutan memiliki rencana kelola 3 Meningkatnya kesadaran konservasi dikalangan pemerintah dan swasta Masih adanya pandangan terhadap rencana kelola sebatas kewajiban administrasi. 2. Ada laporan pelaksanaan implementasi rencana kelola dari unit manajemen secara periodik setiap tahun Unit manajemen melaksanakan pertemuan regional secara periodik setiap tahun 4 Memiliki program dan divisi khusus untuk agenda konservasi Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah 3. Pelatihan monitoring orangutan dan habitatnya 2 kali setahun Tidak terlaksana 1 Adanya keterampilan teknis yang belum memadai Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan 3 Membantu penyusunan SOP penanganan dan pengamanan orangutan dan habitatnya termasuk tindakan pertolonganpenyelamatan, mitigasi konflik dan termasuk 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM, Masyarakat, HPH, HTI, Kebun, Tambang 1. SOP penanganan dan pengamanan orangutan dan habitatnya sudah disahkan oleh Departemen Kehutanan Adanya SOP pengamanan satwa liar di area konsesi dan penanganan konflik permenhut no.48 tahun 2008 5 Adanya komitmen untuk mendukung kelestarian lingkungan Lemahnya dukungan dari pemerintah Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik keterlibatan masyarakat Lokal : OCSP, Konsorsium Pusaka, Konsorsium Alive, SOCP 2. Sosialisasi dan distribusi dokumen SOP kepada pemangku kepentingan Adanya sosialisasi SOP di Pakpak Barat, Dairi, Langkat, Karo, Tapsel 4 Adanya komitmen untuk mendukung kelestarian lingkungan - 4 Membangun dan mengelola koridor antar habitat orangutan yang sudah terfragmentasi 2008- 2012 Nasional : PHKA, Universitas, HPH, HTI, Kebun, Tambang, LSM, Masyarakat Lokal : CII, BBKSDA- SU, SOCP, YES, Lonsum 1. Ada 20 koridor antar habitat orangutan yang terfragmentasi Masih pada tahap pemetaan koridor, khususnya di Batang Toru 2 Legitimasi kelola kawasan habitat orangutan Habitat Orangutan tidak hanya di dalam kawasan hutan tetapi juga ada di luar kawasaan hutan. 2. Ada rencana pengelolaan dan pemantauan koridor Adanya rencana pengelolaan dan pemetaan potensi koridor yang terpisah 4 Legitimasi kelola kawasan habitat orangutan - 3. Populasi orangutan di habitat alami di sekitar koridor paling sedikit tetap Populasi orangutan cenderung berkurang 1 Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan ada beberapa ancaman yang belum dapat dihilangkan. 5 Membentuk kawasan perlindungan baru bagi orangutan di kawasan budidaya non kehutanan dalam bentuk kawasan konservasi daerah 2010- 2015 Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : BBKSDA-SU 1. Ada 5 peraturan daerah yang menetapkan Kawasan Konservasi Daerah di areal KBNK sebagai habitat orangutan 1 Perda, penetapan CA Sibual-buali 2 Legitimasi kelola kawasan habitat orangutan Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. 6 Mendorong habitat prioritas konservasi orangutan masuk ke dalam RTRW Nasional, Provinsi dan KabupatenKota 2008- 2010 Nasional : PHKA, BAPPENAS, Pemda, LSMOrnop, Ditjen Tata Ruang, PU Lokal : CII, OCSP, Konsorsium YEL, BBKSDA- SU, SOCP 1. Ada indikator habitat dalam penentuan revisi dan penyusunan tata ruang KabupatenKota, Propinsi dan Nasional Adanya indikator habitat yang menjadi pertimbangan dalam workshop tata ruang di Aceh Selatan dan usulan tata ruang provinsi 5 Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan - Rehabilitasi habitat orangutan, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan konservasi 7 Merehabilitasi dan merestorasi kawasan habitat orangutan yang potensial di dalam dan di luar kawasan konservasi 2008- 2015 Nasional : PHKA, LSM, Universitas, Masyarakat, BP DAS Lokal : 1. Ada 5 kawasan habitat orangutan yang direhabilitasi Adanya rehabilitasi di Besitang, Simpur Jaya, Sekoci, Bahorok, Tenggulun, Bakongan dan Kluet Selatan, Sei Lepan, Sikundur, dll 5 Perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama dalam pengelolaan habitat orangutan - Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik SOS-OIC, BBKSDA-SU, Litbang Kehutanan Sumatera Aek Nauli 2. Ada 1 kawasan restorasi untuk menjadi habitat orangutan Dua unit suaka margasatwa terestorasi secara bertahap di SM Sirangas dan SM Barumun untuk habitat orangutan 5 Adanya sumber pendanaan baru untuk konservasi habitat OU - 8 Mendorong unit pengelola mencari pilihan terbaik bagi perlindungan orangutan dan jika perlu melakukan translokasi orangutan maka ini menjadi tanggungjawab pengelola unit manajemen. Translokasi menjadi pilihan terakhir jika rehabilitasi kawasan habitat orangutan di unit manajemen tidak bisa dilakukan 2008- 2015 Nasional : PHKA, Industri Tambang, HPH, HTI, kebun Lokal : BBKSDA-SU dan Mitra Teknis, SOCP 1. Ada kantong perlindungan orangutan di areal unit manajemen lain Alokasi untuk kawasan lindung 3.813 Ha, dengan lokasi terpisah- pisah di areal unit manajemen 4 Adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada areal konsesi HGUPerkebunan. Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. 2. Ada koridor dari kawasan kelola ke kawasan konservasi Adanya pemetaan koridor ke kawasan konservasi 2 Adanya kebijakan alokasi lahan konservasi pada areal konsesi HGUPerkebunan. Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. 3. Tidak ada translokasi orangutan ke habitat Translokasi orangutan dari luar kawasan ke dalam kawasan konservasi CA Jantho dan TN Bukit Tigapuluh 1 - Adanya pengrusakan kawasan habitat A.2. Strategi mengembangkan konservasi Eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi in-situ orangutan Kapasitas dan kapabilitas taman safari, kebun binatang dan pusat rehabilitasi dalam konservasi orangutan NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Menyusun stud book orangutan di kebun binatang dan taman safari yang ada di Indonesia dan Luar negeri 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM, PKBSI, DitKesWan, Pusat Karantina Hewan Lokal : SOCP 1. Stud book orangutan sudah selesai disusun dan setiap 3 bulan diperbaharui Tidak terlaksana 1 Kurangnya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Stud book orangutan dibangun di PHKA dengan dukungan dari pemangku kepentingan Tidak terlaksana 1 Komitmen perusahaan untuk mendukung kelestarian lingkungan Koordinasi di antara pihak masih kurang, baik di antara pemerintahan sendiri mau pun dengan institusi-institusi di luar pemerintahan. 3. Stud book ini terbuka untuk public Tidak terlaksana 1 Kurangnya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan Rumitnya prosedural untuk mendapatkan informasi Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik 2 Mendorong peningkatan kapasitas pengelolaan orangutan di kebun binatang untuk memenuhi standart PKBSI dan aturan terkait lainnya 2008- 2015 Nasional : PHKA, LSM, PKBSI Lokal : BBKSDA-SU, SOCP 1. Ada pelatihan pengelolaan orangutan di kebun binatang minimal sekali setahun Sejauh ini tidak belum terlaksana 1 Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Tersedianya informasi pengelolaan orangutan di kebun binatang yang memadai Sejauh ini tidak belum terlaksana 1 Kurangnya informasi tentang orangutan dan keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 3. Evaluasi kinerja kebun binatang dalam pengelolaan orangtan setiap tahun Evaluasi tidak secara rutin 2 Kapasitas SDM yang masih belum merata di semua lembaga. Koordinasi di antara pihak masih kurang 3 Meningkatkan pengawasan implementasi peraturan pengelolaan orangutan di eksitu oleh tim pengawas dari PHKA 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, PKBSI Lokal : BBKSDA-SU, SOCP 1. PHKA membentuk tim pengawas untuk implementasi peraturan pengelolaan orangutan di eksitu Belum bekerja maksimal 3 Adanya forum multistakeholder yang dapat berfungsi sebagai pengawas. Kurangnya komuniksi dan lemahnya koordinasi 2. Ada pemeriksaan berkala tentang implementasi aturan pengelolaan orangutan oleh tim pengawas setiap tahun Belum bekerja maksimal 3 Adanya pertemuan regional untuk laporan implementasi Kurangnya komuniksi dan lemahnya koordinasi 3. Terdokumentasikannya hasil pemantauan implementasi aturan Hasil dokumentasi tidak terdokumentasi baik 3 Adanya kebutuhan untuk meningkatkan kualitas program aksi Kurangnya tertib administrasi 4 Mewajibkan semua pusat rehabilitasi, kebun binatang dan taman safari melakukan pelaporan ke PHKA setiap tiga bulan tentang status terakhir orangutan di lembaganya 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, PKBSI Lokal : BBKSDA-SU, SOCP 1. Ada laporan setiap 3 tiga bulan ke PHKA. Tidak rutin terlaksana setiap 3 bulan 2 Komitmen dan kesadaran untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah. 2. Melakukan presentasi laporan perkembangan orangutan setiap tahun Sejauh ini tidak terlaksana dengan baik 2 Diperlukannya data dan laporan terkait kondisi terkini orangutan Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah. Peran kebun binatang dan taman safari sebagai bagian pendidikan konservasi orangutan 5 Meningkatkan interaksi kebun binatang dan taman safari dengan sekolah dengan memberikan kemudahan untuk pendidikan konservasi orangutan 2008- 2017 Nasional : PHKA, PKBSI, Sekolah Lokal : BBKSDA-SU, SOCP 1. Ada MoU kerjasama antara kebun binatang, taman safari dengan sekolah Belum terlaksana 1 Banyaknya sekolah- sekolah membutuhkan kegiatan ekstra Kurangnya SDM pelaksanana 2. Jumlah kunjungan anak sekolah meningkat 50 Belum terlaksana 1 Banyaknya sekolah- sekolah membutuhkan kegiatan ekstra Kurangnya SDM pelaksanana 6 Mewajibkan kebun binatang dan taman safari berperan dalam melakukan kegiatan pendidikan konservasi orangutan dan sarana pendukungnya 2008- 2012 Nasional : PHKA, LSM, PKBSI Lokal : BBKSDA-SU, 1. Ada informasi tentang konservasi orangutan yang memadai dan bersifat edukasi Tidak terlaksana 1 Diperlukannya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan Bekerja dengan orientasi proyek atau program 2. Ada paket pendidikan konservasi orangutan Tidak terlaksana 1 Memiliki akses kepada pihak-pihak kunci di dunia konservasi dan Bekerja dengan orientasi proyek atau program Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik SOCP banyaknya ktivitas- aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah 3. Ada kunjungan berkala dari sekolah ke kebun binatang dan taman safari Tidak terlaksana 1 Adanya jaringan antara dunia pendidikan dengan dunia konservasi Bekerja dengan orientasi proyek atau program Pengembalian orangutan ke habitat alam 7 Melakukan pelepasliaran orangutan ke habitat alami berdasarkan data genetik, sehingga dapat dijamin keaslian dan tidak terjadi pencemaran genetik 2008- 2015 Nasional : PHKA, LSM, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP 1. Jumlah orangutan yang berhasil dilepasliarkan Dilaksanakan pelepasliaran 73 individu orangutan selama periode 2011- 2013 5 Kuatnya dukungan ditambah dengan adanya payung hukum, serta beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga - 2. Ada data genetik dari orangutan yang dilepasliarkan Adanya data genetic dari orangutan yang dilepasliarkan 4 Banyaknya penelitian yang membutuhkan data Tidak konsistennya kebijakan yang mengatur konservasi orangutan, termasuk kaitannya dengan kebijakan yang mengatur tentang penelitian-penelitian. 8 Menyusun panduanguideline reintroduksi dan pelepasliaran orangutan ke habitat aslinya termasuk penilaian kelayakan habitat 2008 Nasional : PHKA, LSM, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP 1. Tersusunan Pedoman SOP pelepasliaran orangutan Belum adanya SOP yang baku dan bisa dijadikan pedoman resmi dari pemerintah 2 Tumbuhnya komitmen untuk upaya-upaya konservasi Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupaten- kabupaten. 2. Ada sosialisasi dan pelatihan implementasi SOP Tidak terlaksana 1 Adanya divisi khusus serta banyaknya aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 9 Mencari dan menentukan adanya satu kawasan yang kompak dan aman untuk lokasi pelepasliaran orangutan di setiap wilayah habitat orangutan sumatera dan Kalimantan sehingga 2015 tidak ada lagi pusat rehabilitasi orangutan di Sumatera dan Kalimantan 2008- 2015 Nasional : PHKA, LSM, Universitas, Swasta, Masyarakat AdatLokal Lokal : SOCP, BBKSDA Jambi, TNBT 1. Diperoleh adanya minimal 3 kawasan yang aman dan kompak sebagai areal pelepasliaran Kawasan pelepasliaran di Jantho dan Bukit Tiga Puluh 4 Beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga Penataan batas untuk kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya dilakukan oleh instansi terkait BPKH 2. Ditetapkan dan difungsikannya lokasi pelepasliaran orangutan di Sumatera dan Kalimantan Kawasan pelepasliaran di Jantho dan Bukit Tiga Puluh 4 Beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Orangutan relatif masih terjaga Penataan batas untuk kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya dilakukan oleh instansi terkait BPKH 3. Sosialisasi program di sekitar lokasi pelepasliaran di Sumatera dan Kalimantan Adanya sosialisasi program mengenai konservasi orangutan 4 Adanya divisi khusus serta banyaknya aktivitas-aktivitas yang Kurangnya koordinasi dan masih adanya perbedaaan cara Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik tersebar di beberapa wilayah pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. 4. Semua pusat rehabilitasi berhenti beroperasi setelah tahun 2015 Belum memungkinkan 2 - - 10 Meningkatkan monitoring dan evaluasi pasca released pelepasliaran dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaannya 2008- 2017 Nasional : PHKA, NGO, Pusat Reintroduksi, Universitas, Lembaga Penelitian Lokal : BBKSDA-SU, SOCP, BKSDA Jambi, TNTB 1. Tersusunnya program monitoring orangutan yang dilepasliarkan Terlaksananya monitoring OU yang sudah dilepasliarkan di Jantho dan Bukit Tiga Puluh 4 Perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa khususnya orangutan - 2. Laporan monitoring secara berkala Adanya laporan monitoring dalam pertemuan regional 4 - - 3. Evaluasi tahunan hasil monitoring Adanya evaluasi tahunan dalam pertemuan regional 4 Keinginan untuk meningkatkan kualitas aksi-aksi konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. A.3. Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan Sistem informasi orangutan Indonesia NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Pengembangan sistem pangkalan data database system tentang genetika, pakan, penyakit, perburuan dan perdagangan orangutan Indonesia; data dasar ini akan menjadi acuan pemantauan orangutan Indonesia, baik di insitu, eksitu, relokasi, pelepasliaran, dan sebagainya 2008- 2010 Nasional : PHKA, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, SOCP, OCSP, 1. Pangkalan data selesai disusun dan setiap 3 bulan diperbaharui Adanya database, tapi tidak rutin diperbaharui 3 Adanya divisi khusus yang bertanggungjawab untuk pembuatan database Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Pangkalan data dibangun di PHKA dengan bantuan pemangku kepentingan Terlaksana 3 Komitmen perusahaan untuk mendukung kelestarian lingkungan terkait dengan kebun lestari, ekolabeling, dan lain-lain Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 3. Pangkalan Data orangutan menjadi dokumen public Public dapat mengakses dengan prosedural 4 Banyaknya penelitian yang berjalan dan berkesinambungan Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin 2 Meningkatkan keterlibatan laboratorium acuan orangutan yang sudah ada baik dalam penelitian maupun kebutuhan medis dan forensik 2008- 2017 Nasional : Universitas, laboratorium, LSM, Genetika dan Virus : PSSP IPB, Fisiologi : 1. Ada MoU antara Departemen Kehutanan dengan laboratorium acuan Adanya kerjasama dengan stasiun konservasi Orangutan seperti Stasiun Karantina SOCP, Rumah Sakit Gleni, 4 Banyaknya penelitian, dan tumbuhnya jaringan antara sesama akademisi dan peneliti - Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik FKH IPB; Parasit : FKH UGM, Malaria : Lab Eijkman dan NAMRU Nutrisi Pakan : LIPI Lokal : SOCP IPB-PSSP, LIPI Herbarium, UGM- FKH, USU-MIPA, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Eijkman-Jakarta, dan Zurich University. 2. Jumlah peneliti yang terlibat di laboratorium meningkat 50 Belum terlaksana terdata 1 Banyaknya tenaga peneliti muda untuk kawasan sumut dan aceh Kurangnya dana bantuan penelitian 3. Tersusunnya data base dan sistem jaringan antar laboratorium Belum terlaksana 1 Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas aksi dengan adanya data Kurangnya komunikasi dan koordinasi Penelitian orangutan 3 Melakukan penelitian ekologi dan perilaku, distribusi, genetik, pakan, reproduksi, orangutan di dalam dan diluar kawasan konservasi KPAKSA; diperlukan untuk meminimalisasi konflik orangutan-manusia dan mendorong pengelolaan orangutan yang efektif di dalam hutan produksi dan perkebunan 2008- 2017 Nasional : PHKA, Universitas, LSM, Swasta Lokal : SOCP 1. Tersedianya laporan hasil penelitian Adanya laporan hasil penelitian 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh - 2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA Beberapa laporan penelitian terdokumentasi dengan baik 3 Adanya database informasi untuk memudahkan penelitian lanjutan dan jangka panjang Kurang kesadaran untuk diseminasi informasi hasil-hasil penelitian 3. Laporan dapat diakses oleh public Laporan dapat diakses dengan prosedural 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin 4 Melakukan penelitian tentang medis orangutan; sehingga tidak terjadi penularan penyakit antar orangutan, dan juga menjadi acuan bagi pelepasliaran orangutan 2008- 2012 Nasional : PHKA, Universitas, LSM Lokal : SOCP, BBKSDA-SU 1. Tersedianya laporan hasil penelitian Adanya laporan hasil penelitian tentang medis orangutan di Stasiun Karantina Sibolangit 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh - 2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA Beberapa laporan penelitian terdokumentasi dengan baik 3 Adanya database informasi untuk memudahkan penelitian lanjutan dan jangka panjang Kurang kesadaran untuk diseminasi informasi hasil-hasil penelitian 3. Laporan dapat diakses oleh public Laporan dapat diakses dengan prosedural 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik 5 Survei dan monitoring populasi dan habitat orangutan di dalam kawasan dan diluar kawasan konservasi 2008- 2010 Nasional : PHKA, Universitas, LSM Lokal : CII, SOCP 1. Tersedianya laporan hasil penelitian Adanya laporan hasil penelitian di Jantho, Tripa, Langkat, TNGL, SM Rawa Singkil 5 Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman. - 2. Semua laporan penelitian terdokumentasi di PHKA Beberapa laporan terdokumentasi dengan baik 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Kurang kesadaran untuk diseminasi informasi hasil-hasil penelitian 3. Laporan dapat diakses oleh public Laporan dapat diakses dengan prosedural 4 Adanya database informasi untuk memudahkan penelitian lanjutan dan jangka panjang Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin 4. Tersedianya informasi sebaran dan besaran populasi serta habitat potensial orangutan Adanya informasi tentang sebaran dan besaran populasi serta habitat potensial orangutan 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda yang membutuhkan informasi, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Habitat Orangutan tidak hanya di dalam kawasan hutan tetapi juga ada di luar kawasaan hutan dan data belum terintegrasi baik 6 Melanjutkan penelitian jangka panjang yang sudah dilakukan di beberapa stasiun penelitian orangutan yang data dan hasil penelitiannya dikelola dengan baik 2008- 2017 Nasional : PHKA, Universitas, LSM, Swasta Lokal : SOCP 1. Tersedianya laporan hasil penelitian di stasiun penelitian dan di PHKA Adanya laporan hasil penelitian di stasiun penelitian Suaq Belimbing dan Stasiun Penelitian Ketambe 4 Dalam kaitannya dengan penelitian, sudah memiliki tenaga yang berpengalaman. - 2. Laporan dapat diakses oleh publik Laporan dapat diakses dengan prosedural 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda yang membutuhkan informasi, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin 3. Ada evaluasi hasil penelitian setiap tahun Adanya evaluasi hasil pelitian tahunan dalam pertemuan regional 3 Adanya keinginan untuk meningkatkan kualitas penelitian dan aksi konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Teridentifikasinya kawasan habitat orangutan baik pada kawasan konservasi atau kawasan hutan yang sudah terdegradasi maupun kawasan hutan di luar kawasan konservasi 7 Melakukan survei dan pemetaan potensi habitat orangutan Indonesia; diperlukan identifikasi dan inventarisasi daerah yang potensial menjadi habitat orang utan, baik secara alami maupun melalui program restorasi habitat, dan juga daya dukung habitat yang akan dijadikan tempat 2008- 2012 Nasional : PHKA, Universitas Lokal : CII, SOCP, BBKSDA-SU 1. Tersedianya informasi potensial habitat orangutan Adanya informasi potensial habitat orangutan 4 Adanya dukungan yang kuat dan lebih nyata dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas habitat orangutan Kurangnya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan 2. Tersedia laporan dan peta hasil survei dan pemetaan potensi habitat orangutan Indonesia di PHKA Adanya laporan penelitian ekologi dan habitat OU di Bukit Lawang, Batang Toru, 4 Adanya dukungan yang kuat dan lebih nyata dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas Kurangnya informasi mengenai habitat dan populasi orangutan Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik pelepasliaran orangutan Tripa, Barumun, Sipirok habitat orangutan 3. Informasi dapat diakses oleh public Laporan dapat diakses dengan prosedural 4 Banyaknya tenaga peneliti-peneliti muda yang membutuhkan informasi, khususnya di tingkat universitas Sumut dan Aceh Rumitnya prosedural untuk mendapatkan izin 8 Melakukan survei dan pemetaan potensi koridor, diperlukan untuk mendukung adanya konektifitas antar habitat dan populasi orangutan yang terpisah 2008- 2012 Nasional : PHKA, Universitas, LSMNGO Lokal : CII, SOCP, BBKSDA-SU 1. Tersedianya informasi kawasan yang memiliki potensi sebagai koridor Adanya informasi kawasan yang memiliki potensi sebagai koridor 4 Adanya komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi konservasi - 2. Tersedianya laporan dan peta tentang potensi koridor di PHKA Adanya laporan pemetaan potensi koridor di Batang Toru 3 Adanya peluang untuk pengelolaan habitat orangutan yang lebih baik yang didukung kuat pemerintah Data terkait OU dan habitatnya yang belum terintegrasi

B. STRATEGI DAN PROGRAM ATURAN KEBIJAKAN

B.1. Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan konseravasi daerah berdasarkan karakteristik ekonsistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan kearifan masyarakat Peraturan daerah untuk kawasan perlindungan orangutan di daerah yang merupakan habitat orangutan NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Memfasilitasi terbentuknya kawasan konservasi daerah sebagai kawasan perlindungan orangutan 2008- 2010 Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : CII, SOCP, BBKSDA-SU, OCSP, Dishut Prov-SU, DPRD, WCS-IP, Bappeda Prov- SU 1. Lokakarya penentuan sosialisasi lokasi yang akan dijadikan kawasan konservasi daerah Upaya dialog public untuk terbentuknya kawasan konservasi daerah dengan tokoh MPR DPD 3 Adanya komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Adanya rekomenadasi lokasi dan kebijakan untuk mendukung kawasan konservasi daerah untuk perlindungan orangutan Adanya rekomendasi, seperti di Dairi – Pakpak Barat 3 Banyaknya tenaga peneliti yang dapat mendukung kesuksesan program Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2 Membuat kebijakan atau Perda untuk perlindungan orangutan pada kawasan budidaya non kehutanan KBNK 2008- 2017 Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, CII, 1. Ada 5 peraturan daerah yang menetapkan Kawasan Konservasi Daerah di areal KBNK sebagai habitat orangutan Mendorong peraturan- peraturan daerah yang mengakomodir habitat orangutan 2 Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan. Proses penataan ruang antar provinsi dan kabupaten yang belum terintegrasi dengan baik. Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik WCS, FFI, SOCP, Pemda, DPRD 3 Melakukan evaluasi dan rekonstruksi tataruang mikro pada kawasan yang diketahui menjadi habitat satwa langka dan dilindungi khususnya orangutan 2008- 2010 Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : OCSP, CII, Pemda, BBKSDA-SU, SOCP 1. Adanya revisi tata ruang mikro yang mengakomodasi kebutuhan habitat satwa langka termasuk orangutan Adanya revisi tata ruang provinsi dan draft revisi SK nomor 44kemenhut 4 Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan. Proses penataan ruang antar provinsi dan kabupaten yang belum terintegrasi dengan baik. Status kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan 4 Melakukan tata batas dan pengukuhan kawasan konservasi, hutan lindung, KBNK yang memiliki habitat ofrangutan 2008- 2015 Nasional : PHKA, Baplan, Pemda, BPN Lokal : BBKSDA-SU, BPKH, SOCP, CII 1. Ada laporan pelaksanaan tata batas Laporan pelaksanaan tata batas di Besitang, SM Rawa Singkil, Konsesi Teluk Nauli, Batang Toru 5 Adanya tenaga pendukung, serta dukungan dari swasta - 2. Ada keputusan penetapan kawasan Mengusulkan dan menetapkan penetapan CA Sibual-Buali, SM Siranggas, SM Barumun 5 Meningkatnya kesadaran konservasi dan dukungan dari berbagai pihak Penataan batas untuk kawasan-kawasan hutan belum seluruhnya dilakukan oleh instansi terkait BPKH 5 Meningkatkan upaya penegakan hukum bagi perburuan, perdagangan dan perusakan habitat orangutan 2008- 2017 Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Polisi, Jaksa, Hakim Lokal : BBKSDA-SU, WCU, SOCP, OCSP, WCS, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan 1. Jumlah kasus perburuan, perdagangan dan perusakan habitat orangutan yang diproses secara hukum sampai tuntas Upaya yustisi terhadap pelaku illegal logging, penyitaan OU, dan penanggkapan pelaku perdagangan OU di perbatasan Dairi- Tanah Karo 3 Adanya kesatuan Polisi Hutan yang tergabung di SPORC untuk menangani permasalahan permasalahan kehutanan secara cepat dan tanggap. Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupaten- kabupaten. 6 Mengembangkan sistem pembiayaan jasa lingkungan air, karbon, REDD dari habitat orangutan sehingga habitat terlindungi 2008- 2017 Nasional : PHKA, Pemda, LSM Lokal : Pemerintah, SOCP, CII, BBKSDA-SU 1. Tersusun konsep pembiayaan jasa lingkungan untuk mendukung konservasi orangutan. Konsep pembiayaan jasa lingkungan wilayah hutan Batang Toru dan lainnya di Sumut 4 Adanya peluang untuk memanfaatkan SDA dan SDH yang baik dan berkelanjutan Masih adanya stigma resisten terhadap dan dari investorprivate sector 2. Dimasukkannya sistem pembiayaan jasa lingkungan menjadi bagian pengelolaan konservasi orangutan di unit pelaksana teknis. Masih dalam tataran konsep 2 Adanya kesadaran yang meningkat dalam konsevasi SDM yang kurang memadai 3. Adanya MoU antara UPT dengan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan jasa Masih dalam tataran konsep 2 Adanya kesadaran yang meningkat dalam konsevasi SDM yang kurang memadai Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik lingkungan di habitat orangutan 7 Memfasilitasi investor untuk membangun hutan restorasi bagi kelestarian orangutan 2008- 2012 Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Donor Lokal : Dephut, BBKSDA-SU, Pemda, OCSP, WCS, CII 1. Ada 5 investor yang berkomitmen untuk membangun hutan restorasi untuk mendukung kelestarian orangutan Tidak terlaksana 1 Adanya SD Finansial dan Komitmen perusahaan untuk mendukung kelestarian lingkungan Orientasi bisnis semata menjadi penghalang B.2. Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan Revisi perundang-undangan yang ada NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Menyiapkan masukan untuk revisi UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM Lokal : PHKA, BBKSDA-SU, CII, WCS, OCSP, SOCP 1. Usulan revisi UU No. 5 Tahun 1990 Terlaksana tahun 2012 4 - - Peningkatan implementasi peraturan perundangan yang terkait dengan perlindungan orangutan 2 Peningkatan kapasitas lembaga terkait dalam penanganan orangutan hasil penegakan hukum 2008 Nasional : PHKA, LSM, Donor Lokal : BBKSDA-SU, TNGL, WCU, OCSP, SOCP 1. Pelatihan penegakan hukum dan setiap pelatihan minimal 30 orang peserta Tidak terlaksana 1 Banyaknya SDM yang potensial untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Tersedianya manual pelatihan Tidak terlaksana 1 Banyaknya SDM yang potensial untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 3. Tersedianya manual pelaksanaan penegakan hukum Tidak terlaksana 1 Banyaknya SDM yang potensial untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupaten- kabupaten. 4. Tersedianya kompilasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan Spesies Tidak terlaksana 1 Dukungan pemerintah untuk meningkatkan aksi konservasi Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik pun kabupaten- kabupaten. Peraturan perlindungan orangutan di luar habitatnya 3 Diseminasi aturan larangan memelihara, memperdagangkan orangutan 2008- 2013 Nasional : PHKA, LSM Lokal : WCU, BBKSDA-SU, OCSP, CII 1. Diseminasi peraturan melalui seminar, radio, tv, surat kabar Tidak terlaksana secara baik 2 Adanya jaringan dengan berbagai media massa Koordinasi di antara pihak masih kurang 2. Setiap seminar minimal 30 orang peserta Tidak terlaksana 1 Adanya jaringan dengan berbagai media massa Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 3. Tersedianya lembar informasi larangan memelihara dan memperdagangkan orangutan Adanya lembar informasi yang dibagikan di sekitar areal konservasi dan habitat OU 4 Banyaknya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah - 4 Memfasilitasi perubahan lampiran PP 7 Tahun 1999 terkait dengan status taksonomi orangutan 2008 Nasional : PHKA, LSM Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, APAPI, SOCP 1. Lokakarya usulan perubahan lampiran PP No. 7 Tahun 1999 Tidak terlaksana 1 - Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupaten- kabupaten. 2. Tersedianya konsep usulan perubahan lampiran PP No.7 Tahun 1999 Tidak terlaksana 1 - Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupaten- kabupaten. 5 Menyederhanakan prosedur perizinan pengangkutan spesimen biologis orangutan untuk kegiatan penelitian dan pemeriksaan medis 2008 Nasional : PHKA, LSM, Universitas, LIPI Lokal : OCSP WCS, CII, LIPI, Kementrian Ristek, PHKA, BBKSDA-SU, SOCP, 1. Tersedianya SOP perizinan pengangkutan spesimen biologis Adanya SOP perizinan pengangkutan spesimen biologis di BBKSDA-SU dan BBTNGL 5 Manajemen ADM yang baik di pemerintahan - 6 Mensosialisasikan SOP penyitaan orangutan 2008 Nasional : PHKA Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP, 1. Sosialisasi SOP penyitaan orangutan melalui seminar, radio, TV, surat kabar Tidak terlaksana 1 Banyaknya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah Koordinasi di antara pihak masih kurang 2. Setiap seminar minimal 30 orang peserta Tidak terlaksana 1 Adanya jaringan dan banyaknya SDM yang potensial untuk diikutsertakan dalam mensukseskan agenda konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik 3. Tersedianya lembar informasi SOP penyitaan orangutan Tidak terlaksana 1 Banyaknya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah Kurang kesadaran untuk diseminasi informasi 7 Menyusun standar pengelolaan orangutan yang ada di lembaga konservasi 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM, LIPI Universitas Lokal : OSCP, WCU, CII, SOCP 1. Tersusunnya standar pengelolaan orangutan di lembaga konservasi Belum adanya standar pengelolaan baku yang resmi dari pemerintah 4 Adanya tenaga ahli yang mendukung serta adanya komitmen bersama Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai 8 Memfasilitasi proses penyusunan kebijakan penanganan satwa sitaan termasuk keputusan euthanasia sebagai opsi terakhir 2008- 2009 Nasional : PHKA, LSM, Universitas Lokal : OCSP, SOCP, WCU, APAPI 1. Lokakarya penyusunan kebijakan penanganan satwa sitaan Tidak terlaksana 1 Banyaknya stakeholder yang memungkinan untuk dilakukan penyamaan persepsi untuk mensukseskan agenda konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Tersedianya SOP penanganan satwa sitaan Tidak terlaksana 1 Adanya tenaga ahli yang mendukung serta adanya komitmen bersama Kurangnya keterampilan kesadaran untuk diseminasi informasi 9 Memfasilitasi pembuatan aturan pengelolaan stasiun penelitian orangutan di dalam dan di luar kawasan konservasi 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM Lokal : OCSP, SOCP 1. Lokakarya penyusunan peraturan pengelolaan stasiun penelitian orangutan Tidak terlaksana 1 - Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Tersedianya SOP pengelolaan stasiun penelitian orangutan Tidak terlaksana 1 - Kurangnya keterampilan kesadaran untuk diseminasi informasi Peraturan perlindungan orangutan di dalam habitatnya 10 Mereview dan merevisi Keputusan Menhut No 280Kpts-II1995 tentang pedoman reintroduksi orangutan 2008 Nasional : PHKA, LSM Lokal : OCSP, BBKSDA-SU, SOCP 1. Revisi SK Menhut No. No 280Kpts-II1995 tentang pedoman reintroduksi orangutan Tidak terlaksana 1 Adanya tenaga ahli yang dapat mendukung program konservasi Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupaten- kabupaten. Sistem evaluasi bagi unit pengelola yang mempunyai habitat orangutan 11 Membangun sistem pemantauan dan evaluasi untuk penilaian kinerja unit pengelola yang memasukkan pengelolaan orangutan pada indikator kinerja 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM, Dunia usaha Lokal : OCSP, 1. Tersedianya sistem pemantauan internal dalam setiap unit manajemen sebagai implementasi kriteria kinerja unit manajemen pada aspek ekologi. Tidak terlaksana dengan baik 3 Adanya divisi khusus serta dukungan dan keinginan untuk meningkatkan kualitas aski konservasi Sistem monitoring terhadap dampak dari proyek atau program masih lemah. Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik BBKSDA-SU, CII 2. Adanya laporan implementasi SOP yang dilakukan periodik Tidak terlaksana dengan baik 3 Adanya divisi khusus serta dukungan dan keinginan untuk meningkatkan kualitas aski konservasi Manajemen yang tertutup 12 Memantau dan mengevaluasi implementasi komitmen dan konvensi Internasional yang telah diratifikasi GRASP, CBD, CITES 2008- 2012 Nasional : PHKA, LSM Lokal : WCU, OCSP, SOCP 1. Laporan hasil evaluasi implementasi komitmen dan konvensi internasional Tidak terlaksana 1 Adanya tenaga ahli yang dapat membantu kesuksesan program Keterbatasan kewenangan yang dimiliki, baik pada tingkatan provinsi mau pun kabupaten- kabupaten.

C. STRATEGI DAN PROGRAM KEMITRAAN DAN KERJASAMA

C.1. Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan indonesia Forum Orangutan Indonesia NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Memperkuat forum komunikasi antar pakar orangutan menjadi wadah multistakeholder yang disebut Forum Orangutan Indonesia; sebagai pusat informasi penelitian dan kegiatan konservasi orangutan Indonesia 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga Adat, Swasta, Masyarakat Lokal : BBKSDA-SU, SOCP, OCP, CII, OIC 1. Lokakarya tentang pembentukan forum multistakholder orangutan Indonesia. Lokakarya pembentukan forum multistakeholder region sumut 5 Banyaknya stakeholder yang memungkinan untuk dilakukan penyamaan persepsi untuk mensukseskan agenda konservasi - 2. Adanya forum multistakeholder Pembentukan dan pemberian legalitas kepada FOKUS – SK.277BBKSDASU- 12009 5 Banyaknya stakeholder yang memungkinan untuk dilakukan penyamaan persepsi untuk mensukseskan agenda konservasi - 3. Adanya pertemuan tahunan untuk mengevaluasi pelaksanaan rencana aksi konservasi orangutan Pertemuan tahunan rutin untuk melaporkan pelaksanaan SRAK- OU region Sumut 4 Banyaknya stakeholder yang memungkinan untuk dilakukan penyamaan persepsi untuk mensukseskan agenda konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 4. Ada jaringan komunikasi dan distribusi informasi Adanya jaringan komunikasi dan distribusi informasi 4 Adanya komunikasi yang baik antar sesama pemangku kepentingan Pemanfaatan jejaring yang ada masih kurang optimal. Revitalisasi aturan adat dalam konservasi orangutan 2 Penyusunan peraturan desaaturan adat untuk pelestarian orangutan Indonesia 2008- 2012 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga 1. Lokakarya desa menyusun peraturan desa untuk pelestarian orangutan Mendorong lahirnya regulasi tingkat desa terkait konservasi 2 Adanya kesadaran dan dukungan untuk aksi konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik Adat, Masyarakat Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, SOCP kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Adanya 10 peraturan desa untuk pelesatarian orangutan Memfasilitasi pembuatan 4 perdes terkait perlindungan OU 3 Adanya komitmen pemerintah serta LSM untuk memfasilitasi terbentuknya peraturan pelestarian orangutan Lemahnya koordinasi, keterbatasan wewenang, dan perbedaan cara pandang terhadap konservasi 3 Memperkuat fungsi kelembagaan adat dan lokal untuk pelestarian orangutan 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga Adat, Masyarakat lokal Lokal : OCSP, BBKSDA-SU, OIC 1. Lokakarya desa menyusun aturan adat untuk pelestarian orangutan Belum terlaksana 1 Adanya desa-desa yang bersinggungan dengan kawasan habitat orangutan Kurangnya komunikasi dan koordinasi 2. Adanya aturan adat tentang pelestarian orangutan Belum terlaksana 1 Adanya desa-desa yang bersinggungan dengan kawasan habitat orangutan Kurangnya komunikasi dan koordinasi Pengelolaan kolaboratif dalam konservasi orangutan Indonesia 4 Evaluasi implementasi Permenhut No.192004 2008 Nasional : LSM dan PHKA Lokal : BBKSDA-SU, SOCP, 1. Lokakarya evaluasi implementasi Permenhut 192004 Tidak terlaksana 1 Adanya tenaga ahli yang dapat membantuk kesuksesan program Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Adanya usulan rekomendasi penyempurnaan permenhut 192004 Tidak terlaksana 1 adanya tenaga ahli serta dorongan untuk meningkatkan kualitas aksi konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 5 Membangun sistem manajemen kolaboratif pelestarian orangutan 2009- 2010 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Swasta, Masyarakat Lokal : BBKSDA-SU 1. Tersedianya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan Adanya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan dan habitatnya 5 Adanya komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi konservasi - 6 Mengembangkan manajemen kolaboratif di setiap wilayah dan disahkan 2010- 2015 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Swasta, Masyarakat Lokal : SOCP, BBKSDA-SU, CII 1. Tersedianya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan Adanya mekanisme kolaborasi dalam pengelolaan orangutan dan habitatnya 5 Adanya komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan LSM untuk aksi konservasi - 2. Adanya pengesahan manajemen kolaboratif di setiap wilayah Pengesahan manajemen kolaboratif baru di wilayah CA Sibual-Buali 4 Aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah serta memiliki beberapa koalisi yang dapat saling memperkuat Beberapa perusahaan belum memberikan perhatian serius terhadap kegiatan- kegiatan konservasi. C.2. Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik Alternatif mata pencaharian yang mendukung pelestarian Orangutan NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Mengkaji dan mengembangkan alternatif ekonomi yang ramah lingkungan dan mendukung konservasi orangutan misalnya: ekowisata 2010- 2012 Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta Lokal : OIC, BBKSDA- SU, CII, SOCP 1. Ada laporan kajian pengembangan ekonomi alternatif di areal sekitar habitat orangutan Kajian cepat di sekitar habitat OU di Batang Toru dan Teripa untuk mendapat gambaran mengenai nilai ekonomi di dua lokasi 4 Adanya LSM dengan aktivitas-aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah - 2. Seminar hasil penelitian Tidak terlaksana 1 Adanya peluang untuk memanfaatkan hasil penelitian untuk kepentingan konservasi berkelanjutan Kurang kesadaran untuk diseminasi informasi hasil-hasil penelitian kepada para pihak. 2 Melatih penduduk lokal menjadi guidepemandu wisatawan dan terlibat dalam unit pengamanan dan pemantauan orangutan orangutan protection monitoring unit 2008- 2015 Nasional : PHKA, LSM, Swasta, Pemda Lokal : CII, OCSP, BBKSDA-SU 1. Ada pelatihan pemandu lokal, pelatihan pengamanan dan pemantauan orangutan Pelatihan pemandu lokal untuk pemantauan OU di sekitar kawasan TNGL 5 Adanya tenaga ahli dan SDM yang potensial untuk membantu kesuksesan agenda konservasi - 2. Ada asosiasi pemandu lokal Pembentukan Community Patrol Unit CPU sebagai asosiasi di sekitar TNGL 4 Adanya komitmen bersama untuk konservasi orangutan Keterampilan teknis konservasi orangutan belum memadai 3. Peserta pelatihan 90 dari masyarakat sekitar habitat orangutan Peserta pelatihan 100 dari masyarakat sekitar habitat OU 5 Banyaknya SDM yang potensial untuk membantu kesuksesan agenda konservasi - 3 Membangun model-model desa konservasi yang menjadikan orangutan sebagai pusat aktivitas sosial, ekonomi dan budaya, melalui penyelenggaraan kegiatan perencanaan pembangunan bersama masyarakat, pengembangan ekowisata bersama masyarakat, pengembangan teknologi pertanian yang ramah lingkungan 2008- 2012 Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Masyarakat, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, OCSP, Konsorsium Alive, Konsorsium Pusaka, SOCP 1. Lokakarya konsep desa konservasi Tidak terlaksana 1 Banyaknya stakeholder yang siap membantu kesuksesan program dan agenda konservasi Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Terbentuknya 5 desa konservasi di sekitar kawasan habitat orangutan Inisiasi terbentuknya desa konservasi, diantaranya desa sekitar habitat OU di Maracar-Tapsel, desa Sampean dan Kel. Baringin-Sipirok, desa- desa Kec. Bahorok, 3 Tumbuhnya kesadaran bersama dan banyaknya LSM dengan aktivitas- aktivitas yang tersebar di beberapa wilayah Karakter dan tingkat sosial masyarakat yang masih rendah 4 Mengalokasikan program pemberdayaan masyarakat dari pemda, perusahaan ke kawasan disekitar habitat orangutan 2009- 2015 Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta 1. Adanya pelatihan pemberdayaan masyarakat dari pemda dan atau perusahaan minimal 5 kali 3 kali pelatihan pemberdayaan budidaya aren dan kewirausahaan 4 Adanya dukungan dari pemerintah dan swasta Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik Lokal : BBKSDA-SU, OCSP masyarakat dari pemda manusia yang terbatas. 2. Adanya program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dan atau pemda di kawasan sekitar habitat orangutan Adanya program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dan pemda di kawasan habitat OU 5 Adanya dukungan dari pemerintah dan swasta - 5 Mengembangkan sistem pendanaan pedesaan micro finance dan credit union yang mendukung pengembangan ekonomi masyarakat di sekitar habitat orangutan 2010- 2017 Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta Lokal : OIC, BBKSDA- SU 1. Adanya program microfinance di desa sekitar habitat orangutan Adanya unit permodalan “Baitul Qirard an-Nahl” 4 Adanya dukungan dari pemerintah, LSM, dan swasta Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan 2. Adanya keterkaitan dukungan dengan program pemberdayaan masyarakat dari perusahaan CSR Fasilitasi penguatan modal usaha mandiri oleh CPOI 3 Adanya dukungan dari pemerintah, LSM, dan swasta Dukungan pendanaan yang tidak berkelanjutan 6 Membantu akses informasi pasar bagi petani sekitar habitat orangutan 2010- 2017 Nasional : PHKA, Pemda, LSM, Swasta Lokal : SOCP 1. Adanya akses pasar kepada masyarakat sekitar habitat orangutan Belum terlaksana 1 Kebutuhan masyarakat agar tidak merusak kawasan hutan. - C.3. Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia Pelatihan berkelanjutan untuk konservasi orangutan dan habitatnya NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Melakukan pelatihan teknis konservasi dan investigasi kepada warga masyarakat, pengelola hutan HPHHTI, pengelola kawasan konservasi, LSM yang ada di sekitar kawasan habitat orangutan 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Masyarakat, Universitas Lokal : BBKSDA-SU, OCSP 1. Adanya pelatihan teknis pengelolaan konservasi orangutan di 10 HPH dan 5 HTI serta 10 perkebunan Bimbingan teknis pada 3 HPH : Astra, G- Resource, Teluk Nauli; 1 HTI TPL; dan 1 Perkebunan PTPN II 3 Perusahaan ikut berperan dengan bekerja sama dalam pengelolaan habitat dan penanganan satwa khususnya orangutan dam komitmen menjadi good corporate governance Kurangnya koordinasi dan Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. 2. Tersedianya panduan teknis pengelolaan orangutan untuk unit manajemen Tersedianya panduan teknis pengelolaan orangutan untuk unit manajemen 5 Adanya koordinasi yang baik dan tenaga ahli yang mendukung - 3. Tersedianya panduan investigasi Tersedianya SOP investigasi 4 Adanya koordinasi yang baik dan tenaga ahli yang mendukung - 2 Melakukan pelatihan kelola koridor kepada unit manajemen khususnya perkebunan 2008- 2017 Nasional : PHKA, BPK, LSM, Pemda, 1. Tersedianya panduan pengelolaan koridor konservasi orangutan Belum terlaksana 1 Kebutuhan untuk peningkatan SDM pengelola - Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik HPH, Perkebunan Lokal : OIC 2. Adanya pelatihan teknis pengelolaan koridor konservasi orangutan kepada 10 unit manajemen perkebunan Belum terlaksana 1 Kebutuhan untuk peningkatan SDM pengelola - 3 Melakukan pelatihan kepada aparat penegak hukum tentang konservasi orangutan 2008-2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Polisi, Jaksa, Hakim Lokal : WCU, SOCP 1. Tersedianya model pelatihan penegakan hukum Belum terlaksana 1 Kebutuhan untuk peningkatan SDM pengelola Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum 2. Pelatihan penegakan hukum perlindungan orangutan Belum terlaksana 1 Kebutuhan untuk peningkatan SDM pengelola Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum 3. Terbentuknya forum penegakan hokum Belum terlaksana 1 Kebutuhan untuk peningkatan SDM pengelola Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum 4. Tersedianya laporan pelaksanaan pelatihan penegakan hokum Belum terlaksana 1 Kebutuhan untuk peningkatan SDM pengelola Kurangnya koordinasi dengan lembaga penegak hukum

D. STRATEGI DAN PROGRAM KOMUNIKASI DAN PENYADARTAHUAN MASYARAKAT

D.1. Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia Membangun konstituen dan dukungan untuk konservasi orangutan NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Memperbanyak peliputan media untuk konservasi orangutan 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM, Media Lokal : OCSP, BBKSDA-SU, SOCP 1. Jumlah pemberitaan konservasi orangutan di media massa baik lokal maupun nasional meningkat Banyaknya media massa baik cetak elektronik yang dapat meningkatkan pemberitaan terkait Orangutan 4 Adanya kerjasama dan media massa yang selalu butuh akan informasi Kurang kesadaran untuk diseminasi informasi tentang orangutan 2 Meningkatkan kapasitas media terhadap pemahaman hal-hal yang berhubungan dengan konservasi orangutan melalui pelatihan penulisan isu lingkungan, pemberian informasi konservasi orangutan secara berkala dan kunjungan lapangan field trip 2008- 2010 Nasional : PHKA, LSM, Media, Universitas Lokal : WCU, OCSP,SOCP 1. Tersedianya modul pelatihan untuk media massa mengenai konservasi orangutan Tidak terlaksana 1 Adanya tenaga ahli dan jaringan dengan media massa Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 2. Pelatihan untuk media massa mengenai konservasi orangutan Tidak terlaksana 1 Adanya tenaga ahli dan jaringan dengan media massa Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. 3. Adanya kunjungan media massa ke lokasi konservasi orangutan Adanya kunjungan media massa ke lokasi konservasi untuk keperluan peliputan 3 Adanya kerjasama dan media massa yang selalu butuh akan informasi Koordinasi di antara pihak masih kurang Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik 4. Informasi berkala tentang konservasi orangutan ke media massa Tidak terlaksana dengan baik 2 Adanya kerjasama dan media massa yang selalu butuh akan informasi Koordinasi di antara pihak masih kurang dan kurangnya kesadaran untuk diseminasi informasi 3 Memperluas sebaran materi komunikasi koservasi orangutan melalui media cetak dan media elektronik 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Media Lokal : WCU, BBKSDA-SU, OCSP 1. Distribusi informasi konservasi orangutan di media cetak dan elektronik Distribusi informasi konservasi orangutan ke media lokal, baik cetak maupun elektronik 4 Adanya jaringan dan media massa yang selalu butuh akan informasi Kurangnya koordinasi dan pemanfaatan jejaring yang ada masih kurang optimal. 2. Membuat berbagai kegiatan event sebagai media distribusi informasi konservasi orangutan Melaksanakan even Pameran KSDA I tingkat nasional, kabupaten, dan provinsi sebanyak 4 kali 5 Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan. - 4 Memanfaatkan forum keagamaan, lembaga adat, lembaga profesi dan institusi lokal untuk menyajikan dan menjelaskan pentingnya konservasi orangutan dan habitatnya 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Organisasi sosial, Lembaga agama Lokal : WCU, OCSP, OIC, BBKSDA- SU 1. Melakukan pertemuan yang membahas konservasi orangutan di forum keagamaan, lembaga adat, profesi dan institusi lokal Belum terlaksana 1 Adanya forum multistakeholder yang menjangkau segala golongan Lemahnya koordinasi 2. Memasukan pesan konservasi orangutan dalam forum keagamaan, lembaga adat, profesi dan institusi lokal Sudah mulai dilakukan seperti memasukan pesan konservasi dalam forum keagamaan 3 Banyaknya LSM dengan aktivitas yang tersebar di banyak ruang dan wilayah Masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. Skema perkreditan perbankan yang mengadopsi prinsip-prinsip konservasi orangutan 5 Melakukan penyadartahuan pentingnya konservasi habitat orangutan kepada lembaga keuangan 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Lembaga keuangan Lokal : OCSP, BBKSDA-SU, OIC 1. Tersedianya materi tentang konservasi orangutan untuk diinformasikan kepada lembaga keuangan Belum terlaksana 1 - Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi 2. Lokakarya peran lembaga keuangan dalam mendukung konservasi orangutan Belum terlaksana 1 - Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi 3. Adanya panduan pemberian kredit ramah lingkungan green credit Belum terlaksana 1 Banyak petani di sekitar kawasan habitat orangutan - 6 Melakukan pelatihan tentang konservasi kepada lembaga keuangan, tentang nilai ekonomi dan dampak akibat pengrusakan lingkungan 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemangku kepentingan Lokal : OCSP, OIC 1. Pelatihan tentang valuasi jasa lingkungan dan manfaat jasa konservasi kepada lembaga keuangan Belum terlaksana 1 Banyaknya lembaga keuangan yang bisa diajak berkolaborasi Kurangnya SDM dan lemahnya koordinasi 2. Laporan hasil pelatihan Belum terlaksana 1 - - Pendidikan konservasi orangutan di Indonesia Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik 7 Memperluas jangkauan pendidikan konservasi orangutan kepada masyarakat melalui jaringan pendidikan lingkungan JPL, pertemuan rutin dengan masyarakat, pendekatan kepada kelompok-kelompok keagamaan dan aliran kepercayaan serta, kelompok-kelompok sosial remaja, perempuan 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda, Lembaga Keagamaan, Organisasi Sosial Lokal : WCU, BBKSDA-SU, SOCP, OIC 1. Memasukkan isu konservasi orangutan ke dalam jaringan pendidikan lingkungan Pendidikan lingkungan di beberapa daerah spt Langkat, Bahorok, Batang Toru 5 Adanya dukungan dari pemerintah dan dunia pendidikan - 2. Pertemuan berkala tentang konservasi orangutan kepada berbagai kelompok sasaran Pertemuan tidak secara berkala 3 Banyaknya LSM dengan aktivitas yang tersebar di banyak wilayah Kurangnya Koordinasi di antara pihak dan bekerja orientasi proyek 8 Memasukkan pendidikan konservasi orangutan kedalam muatan lokal kurikulum di SD, SMP 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda Lokal : SOCP 1. Diterbitkannya buku-buku yang memiliki muatan lokal konservasi orangutan Diterbitkan buku ajar Leuser dan Ayat-Ayat Konservasi 5 Adanya tenaga ahli yang mendukung pelaksanaan program - 2. Pelatihan konservasi orangutan kepada para guru SD dan SMP Adanya kegitan Visit to School dan PLH di sekolah SD dan SLTP 3 Adanya tenaga ahli serta adanya dukungan dari pihak pemerintah dan dunia pendidikan Minimnya data yang tersedia, pendanaan yang kurang serta kapasitas sumber daya manusia yang terbatas. Meningkatkan dan mempertahankan dukungan pemangku kepentingan untuk konservasi orangutan 9 Memberikan penghargaan kepada individu, masyarakat dan organisasi yang berkontribusi nyata mendukung konservasi orangutan 2008-2017 Nasional : PHKA, Pemda Lokal : BBKSDA-SU 1. Tersusunnya kriteria pemberian penghargaan konservasi orangutan Belum terlaksana 1 Adanya semangat yang meningkat terhadap aksi- aksi konservasi Kurangnya kesadaran akan pentingnya apresiasi 2. Adanya pemberian penghargaan konservasi orangutan Belum terlaksana 1 Adanya semangat yang meningkat terhadap aksi- aksi konservasi Kurangnya kesadaran akan pentingnya apresiasi

E. STRATEGI DAN PROGRAM PENDANAAN UNTUK MENDUKUNG KONSERVASI ORANGUTAN

E.1. Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, lsm serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan Indonesia Peran pemda dalam konservasi orangutan di setiap wilayah dengan menyediakan dana konservasi di dalam APBD NO. DESKRIPSI TATA WAKTU PEMANGKU KEPENTINGAN INDIKATOR KEBERHASILAN EVALUASI FORCE FIELD ANALYSIS Program Skala Likert + - 1 Pemda memasukkan upaya konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah APBD 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Pemda Lokal : BBKSDA-SU, CII 1. Lima 5 kabupaten memasukkan konservasi orangutan dalam rencana strategis daerah dan dalam anggaran pendapatan belanja daerah APBD Pengusulan dan realisasi anggaran untuk 1 kabupaten Tapanuli Selatan 3 Adanya kesadaran yang meningkat di kalangan pemerintah tentang Konservasi orangutan. Keterbatasan kewenangan dan masih adanya perbedaaan cara pandang antara para pihak mengenai konservasi Orangutan. Komitmen pendanaan orangutan 2 Membangun dana abadi untuk konservasi orangutan 2009- 2017 Nasional : PHKA, LSM 1. Lokakarya pengembangan dana abadi untuk konservasi Belum terlaksana 1 Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi Kurangnya koordinasi Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik Lokal : OCSP, Forum Multipihak orangutan berkelanjutan 2. Tersusunnya konsep pengelolaan dana abadi Tersusunnya konsep pengelola dana abadi oleh OCSP dan Forum Multipihak 4 Adanya sumber daya financial di pihak swasta dan sumber dana serta manajemen keuangan yang efektif di pihak LSM Masih adanya stigma resisten terhadap dan dari investorprivate sector 3. Terkelolanya dana abadi untuk konservasi orangutan Belum terlaksana 1 Adanya kebutuhan dana terhadap aksi konservasi berkelanjutan - 3 Mencari dana pengelolaan dari pembayaran jasa lingkungan untuk perlindungan habitat orangutan 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Swasta Lokal : OCSP, Forum Multipihak, CII 1. Tersedianya dana yang diperoleh dari pengelolaan jasa lingkungan Belum terlaksana 1 Adanya SDA yang potensial sebagai sumber jasa lingkugan Kurangnya kemampuan dalam mengelola 4 Mencari dukungan pendanaan dari swasta antara lain melalui CSR 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Swasta, Lokal : OCSP, Forum Multipihak 1. Adanya alokasi dana CSR untuk mendukung konservasi orangutan Adanya alokasi dana CSR dari PT Musim Mas 3 Memiliki sumber daya financial Komitmen perusahaan untuk mendukung kelestarian lingkungan Masih adanya stigma resisten terhadap dan dari investorprivate sector 5 Mencari dukungan dari lembaga internasional seperti GRASP 2008- 2017 Nasional : PHKA, LSM, Donor Lokal : OCSP, Forum Multipihak 1. Adanya alokasi dana dari GRASP untuk mendukung konservasi orangutan di Indonesia Donasi tidak langsung 3 Adanya lembaga internasional yang siap berpartisipasi dalam aksi konservasi Lemahnya jaringan pemerintah dan koordinasi Skala Likert 1 : sangat buruktidak terlaksana, 2 : buruk, 3 : cukup,4 : baik, 5 : sangat baik iii ABSTRAK AKHIRUL HIJRY : Monitoring dan Evaluasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2008-2014 untuk Orangutan Sumatera Pongo abelii, dibimbing oleh : Pindi Patana dan Rahmawaty. Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi. Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus-menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat. Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan. Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para pemangku kepentingan. Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap usaha-usaha konservasi orangutan. Oleh karena itu strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 Kata kunci : Monitoring, Evaluasi, Strategi, Orangutan Sumatera Universitas Sumatera Utara iv ABSTRACT AKHIRULHIJRY: MonitoringandEvaluationStrategyandAction Plan2008-2014for theIndonesianOrangutanConservationSumatran OrangutanPongo abelii, guidedby: PindiPatanaandRahmawaty. InlegislationIndonesia, orangutansare included in theprotected speciesstatus. It is knownthat thenumberof wild populationshave declinedsteadily inrecent decades due tothe loss oflowland forest, but inrecent yearsthe pace of declinein orangutan populationscontinue to increase. In response,then draftedadocumentthatcanserve as a guideinthe Sumatran orangutanrescueas wellas areference forthose workingfor theconservationof orangutans. DeterminationConservationStrategy and Action PlanSRAK OrangutanIndonesia2007-2017usefulasunitaryframeworkthat combinesthe handling ofpriorityconservation, integrated, andinvolveall partiesandstakeholders. After morethanhalf ofthe current year, a strategyand action planthathas beenplannedandimplementednot sopositive effect onorangutanconservationefforts. Therefore,strategiesand action plansneed to bemonitoredandevaluatedtoseethe extent to whichthe implementation of theimplementationand the level ofsuccessofsuch programsas containedindocumentConservationStrategy and Action PlanSRAK OrangutanIndonesia2007-2017 Keywords: Monitoring, Evaluation, Strategy, SumatransOrangutan Universitas Sumatera Utara 10 PENDAHULUAN Latar Belakang Orangutan Sumatera Pongoabelii dan orangutan Kalimantan Pongopygmaeus adalah dua jenis satwa parimata yang menjadi bagian penting dari kekayaan keanekaragaman hayati kita, dan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya yaitu gorila, chimpanze, dan bonobo hidup di benua Afrika. Orangutan dianggap sebagai suatu ‘flagshipspecies’ yang menjadi suatu simbol untuk meningkatkan kesadaran konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi. Orangutan juga merupakah ‘umbrella species’elestarian orangutan di habitatnya juga menjamin kelestarian hutan dan kelestarian makhluk hidup lainnya. Dari sisi ilmu pengetahuan, orangutan juga sangat menarik, karena mereka menghadirkan suatu cabang dari evolusi kera besar yang berbeda dengan garis turunan kera besar yang terdapat di Afrika Caldecott dan Miles, 2005. Orangutan sumatera Pongo abelii merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini menyebabkan orangutan berada di ambang kepunahan, serta menjadi langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional 11 orangutan adalah satwa yang termasuk dalam kategori genting endangeredspecies IUCN International Union for Conservation of Nature and NaturalResources dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES Convention on International Trade in Endangered Spesies. Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan yaitu konservasi Meijaard et al., 2001. Dalam peraturan perundangan Indonesia, orangutan termasuk dalam status jenis satwa yang dilindungi. Pada IUCN Red List Edisi tahun 2002 orangutan dikategorikan Critically Endangered, artinya sudah sangat terancam kepunahan. Diketahui bahwa jumlah populasi orangutan liar telah menurun secara terus- menerus dalam beberapa dekade terakhir akibat hilangnya hutan dataran rendah, namun pada beberapa tahun terakhir ini kecepatan penurunan populasi orangutan terus meningkat.Menyikapi hal tersebut, maka disusunlah suatu dokumen yang dapat menjadi panduan dalam penyelamatan orangutan sumatera sekaligus sebagai acuan bagi para pihak yang bekerja untuk konservasi orangutan. Penetapan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berguna sebagai kesatuan kerangka kerja konservasi yang memadukan penanganan prioritas, terpadu, dan melibatkan semua pihak dan para pemangku kepentingan. Setelah lebih dari setengah periode berjalan, strategi dan rencana aksi yang telah direcanakan dan yang dilaksanakan tidak begitu berefek positif terhadap usaha-usaha konservasi orangutan. Buktinya dari tahun ke tahun, beberapa pelanggaran terhadap perlindungan orangutan dan pengurangan populasi 12 orangutan terus saja terjadi, khususnya untuk orangutan sumatera. Oleh karena itu strategi dan rencana aksi ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk melihat sudah sejauh mana pelaksanaan implementasinya serta tingkat keberhasilan dari program-program tersebut sebagaimana tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 Tujuan 1. Mengevaluasi pelaksanaan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk orangutan sumatera. 2. Menganalisis faktor-faktor pendukung dan penghambat yang berpengaruh terhadap program-program Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2008 – 2014 untuk Orangutan sumatera Pongo abelii Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peningkatan kualitas aksi dan implementasi program-program Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia, khususnya untuk konservasi orangutan sumatera, yaitu berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan program, serta mengetahui tindakan yang dapat memberikan dorongan dalam pelaksanaan aksi konservsi orangutan sumatera Ponggoabelii. 13 TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Orangutan Orangutan adalah kera besar, oleh karena itu memiliki ciri-ciri khas dasar yang sama dengan saudara-saudara mereka dari Afrika. Pada saat ini, orangutan, kera besar satu-satunya yang masih ada di Asia, hanya dapat ditemukan di pedalaman hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera. Menurut anggapan beberapa ahli taksonom, ada satu spesies dengan dua sub-spesies orangutan, satu pada tiap pulau atau dua spesies, yaitu spesies Sumatera Pongo abelii dan spesies Kalimantan Pongo pygmaeus. Ironisnya nama “Orangutan” jarang sekali disebut oleh penduduk di sekitar habitat alami orangutan. Di Sumatera digunakan julukan “Mawas”. Di Kalimantan, berbagai nama digunakan, termasuk “Maias” atau “Kahiyu” Rijksen dan Meijaard, 1999 dalam Schaik, 2006. Nama orangutan berasal dari bahasa Melayu, yaitu “orang” dan “hutan”, yang dapat diartikan sebagai orang yang berasal dari hutan. Selain itu juga dalam berbagai bahasa Orangutan dikenal juga dengan nama Mawas Sumatera Utara dan Maweh Aceh. Orangutan merupakan hanya ditemui di Asia Tenggara atau tepatnya di Indonesia dan Malaysia. Sedangkan jenis kera besar lainnya, yaitu gorila Pan gorilla, simpanse Pan troglodytes, dan bonobo Pan paniscus berada di benua Afrika Galdikas, 1978. Klasifikasi dan Anatomi Orangutan 14 Menurut Jones et al., 2004, primata diklasifikasikan berdasarkan tiga tingkatan taksonomi yaitu : 1. Secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan. 2. Secara ilmiah populasi yang tidak memiliki nama yang terdapat di daerah tersebut dengan bukti terpercaya yang taksonominya dikenali secara terpisah kemungkinan benar. 3. Secara ilmiah nama spesies dan subspesies yang dikenali belum pasti dan memerlukan investigasi lebih lanjut. Berdasarkan tingkatan tersebut, orangutan Sumatera diklasifikasikan menjadi: Kelas : Mammalia Bangsa : Primata Anak bangsa : Anthropoidea Famili : Hominoidea Subfamili : Pongidae Genus : Pongo Jenis : Pongo abelii. Orangutan sumatera Pongo abelii memiliki penampilan rambut yang lebih terang jika dibandingkan dengan orangutan kalimantan Pongo pygmaeus, warna rambut coklat kekuningan, tebal atau panjang Supriatna dan Edy, 2000, dan jika dilihat dari mikroskop berambut membulat, mempunyai kolom pigmen gelap yang halus dan sering patah di bagian tengahnya, biasanya jelas di dekat ujungnya dan kadang berujung hitam di bagian luarnya Meijaard et al., 2001. 15 Pada bagian wajah orangutan sumatera Pongo abelii terkadang memiliki rambut putih, rambut orangutan sumatera lebih lembut dan lemas dibandingkan dengan rambut orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus yang kasar dan jarang-jarang Galdikas, 1978. Anak orangutan yang baru lahir memiliki kulit wajah dan tubuh yang berwarna pucat dengan rambut coklat yang sangat muda dan setelah dewasa warnanya akan berubah sesuai dengan perkembangan umurnya. Ukuran tubuh orangutan jantan 2 kali lebih besar daripada betina Supriatna dan Edy, 2000. Berat badan betina orangutan sumatera Pongo abelii maupun orangutan kalimantan Pongo pygmaeus rata-rata 37 kg, sedangkan untuk berat badan jantan orangutan sumatera Pongo abelii rata-rata 66 kg dan orangutan kalimantan Pongo pygmaeus rata-rata 73 kg Galdikas, 1978. Menurut Supriatna dan Edy 2000, pada jantan mempunyai kantung suara yang berfungsi mengeluarkan seruan panjang longcall. Seruan panjang ialah suara orangutan yang dikeluarkan dan dapat terdengar dari jarak-jarak jauh yang berfungsi untuk merangsang perilaku seks pada betina yang artinya seruan panjang memiliki peranan penting dalam reproduksi dan untuk seruan panjang orangutan kalimantan. Pongo pygmaeus terdengar hingga sejauh lebih dari 2 Km serta terdengar memukau dan menakutkan Galdikas, 1978. Ancaman Kelestarian Orangutan Pertemuan yang diselenggarakan di Berastagi dan Pontianak telah mengidentifikasi berbagai ancaman yang berpotensi meningkatkan risiko kepunahan orangutan di Sumatera dan Kalimantan. Ringkasan jenis dan tingkatan 16 ancaman yang teridentifikasi oleh para pihak yang hadir di pertemuan Berastagi dan Pontianak dapat dilihat pada table berikut. Tabel 1. Analisis keterancaman orangutan sumatera No. Ancaman Tingkat Ancaman Dampak Utama Kemungkinan Pengelolaan 1. Tekanan populasi penduduk Sedang Degradasi sumberdaya, kepunahan spesies khususnya akibat perburuan, peningkatan erosi, gangguan siklus hidrologi - Mencegah migrasi ke Taman Nasional - Membatasi mengatur pemanfaatan sumberdaya, - Membuat insentif untuk pindah keluar - Mengurangi perambahan 2. Perubahan Landuse – tata guna lahan Tinggi Degradasi dan kerusakan sumberdaya, kepunahan spesies, kehilangan fungsi hutan - Melarang perubahan lahan landuse yang jadi habitat orangutan - Penyediaan alternatif mata pencaharian - Mendorong ada perda yang mengakomodir ttg habitat orangutan, dengan membangun kawasan konservasi daerah di APL 3. Kebakaran hutan Tinggi Degradasi habitat, kematian orangutan - Pendidikan konservasi - Pencegahan dan penanggulangan kebakaran - Rescue dan translokasi 4. Pertambangan Sedang Perubahan dan degradasi habitat - Mendorong adanya aturan yang melarang pertambangan pada kawasan yang menjadi habitat orangutan 5. Penegakan aturan yang lemah Sedang Penebangan hutan dan perburuan tinggi - Ada forum yang akan memonitor kegiatan penegakan aturan - Ada aturan dan kebijakan pengelolaan orangutan di luar kawasan konservasi 6. Penebangan hutan Tinggi Habitat orangutan berkurang, perubahan vegetasi dan penurunan populasi - Menyusun pedoman penebangan di areal yang ada orangutan - Pengembangan kawasan konservasi daerah 7. Perburuan Perdagangan illegal Tinggi Kepunahan spesies, perubahan struktur komunitas - Melarang perburuan - Patroli pengamanan - Pendidikan - Penyediaan alternatif ekonomi - Penegakan aturan 17 Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Hutan Indonesia telah banyak berkurang akibat konversi menjadi lahan pertanian, perkebunan, permukiman, kebakaran hutan serta praktek pengusahaan hutan yang tidak berkelanjutan. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada tahun 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab peningkatan laju deforestasi di Indonesia Dephut, 2009. Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan karena mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Pengembangan otonomi daerah dan penerapan desentralisasi pengelolaan hutan pada 1998 juga dipandang oleh banyak pihak sebagai penyebab Pembukaan peningkatan laju deforestasi di Indonesia. Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan. Pembangunan perkebunan dan izin usaha pemanfaatan kayu yang dikeluarkan pemerintah daerah turut berdampak terhadap upaya konservasi orangutan. Semenjak desentralisasi diimplementasikan sepenuhnya pada tahun 2001, sebagian tanggung jawab pengelolaan kawasan hutan diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemberian izin Hak Pengusahaan Hutan HPH 100 hektar yang terjadi pada tahun 2001-2002 dengan pola tebang habis menyebabkan pengelolaan hutan semakin sulit. Sementara itu perencanaan tata guna lahan seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi sumberdaya alam Dephut, 2009. 18 Gambar 1. Peta tingkat keterancaman habitat oragutan sumatera Pongoabelii Status Konservasi Orangutan Pongo abelii merupakan kera besar endemik Pulau Sumatera yang terancam punah karena hutan yang menjadi habitatnya telah rusak dan hilang oleh penebangan liar, konversi lahan dan kebakaran. Selain itu penurunan populasi tersebut juga disebabkan oleh tingginya perburuan orangutan. Kondisi ini menyebabkan orangutan berada diambang kepunahan, serta menjadi langka dan akhirnya dilindungi. Di tingkat nasional orangutan dilindungi keberadaannya oleh 19 UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Di tingkat internasional orangutan adalah satwa yang termasuk dalam kategori genting Endangered Species IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources dan tidak dapat diperdagangkan karena berada dalam daftar Appendix I CITES Convention on International Trade in Endangered Spesies. Keadaan orangutan yang terancam punah tersebut tidak dapat dibiarkan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk pelestarian orangutan berupa kegiatan konservasi Meijaard et al., 2001. Monitoring Monitoring merupakan proses pengumpulan informasi data dan fakta dan pengambilan keputusan – keputusan yang diambil dalam pelaksanaan program dengan maksud untuk menghindari terjadinya keadaan – keadaan kritis yang akan mengganggu pelaksanaan program sehingga program tersebut tetap dapat dilaksanakan seperti yang direncanakan demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan Mardikanto, 1993 . Dalam kaitannya dengan program, monitoring diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak kegiatan – kegiatan program yang sedang berjalan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan objektif. Monitoring meliputi kegiatan mengamatimeninjau kembalimempelajari kegiatan mengawasi yang dilakukan secara terus – menerus atau berkala oleh pengelola proyek setiap tingkatan pelaksanaan kegiatan, untuk 20 memastikan bahwa pengadaanpenggunaan input, jadwal kerja, hasil yang ditargetkan dan tindakan – tindakan lainnya yang diperlukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan Sinar Tani, 2001 . Dengan melaksanakan monitoring, berarti ingin diketahui secara tepat dan pasti mengenai pengamatan atas bukti dan fakta tentang proses dan pencapaian tujuan yang diharapkan dan penemuan hambatan – hambatan maupun factor pendorong mencapai keberhasilan Ginting, 2000 . Evaluasi Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat. Pada hakekatnya, evaluasi diyakini sangat berperan dalam upaya peningkatan kualitas operasional suatu program dan berkontribusi penting dalam memandu pembuat kebijakan diseluruh strata organisasi. Dengan menyusun, mendesain evaluasi yang baik dan menganalisi hasilnya dengan tajam, kegiatan evaluasi dapat member gambaran tentang bagaimana kualitas operasional program, layanan, kekuatan dan kelemahan yang ada, efektifitas biaya dan arah produktif potensial masa depan. Dengan menyediakan informasi yang relevan untuk pembuat kebijakan, evaluasi dapat membantu menata seperangkat prioritas, mengarahkan alokasi sumber dana, memfasilitasi modifikasi, penajaman struktur program dan aktifitas sertamemberi sinyal akan kebijakan penataan ulang personil dan sumber daya yang dimiliki. Di samping itu, evaluasi dapat dimanfaatkan untuk menilai meningkatkan kualitas serta kebijakan program. Hasugian, 2013 21 Masalah utama dalam evaluasi adalah bahwa agen penyuluhan sering melihatnya sebagai sebuah ancaman, terutama jika mereka kurang percaya diri atau tidak yakin akan penilaian atasannya terhadap tugas mereka. Ini dapat menjadi masalah terutama pada budaya dimana kritik dapat menyebabkan kehilangan muka dan tidak bias dilihat sebagai cara yang positif untuk membantu agar penyuluh memperbaiki tugasnya. Oleh karena itu, penting bagi agen penyuluhan untuk tidak ragu – ragu terhadap penilaian tugasnya, dan berbicara penuh dengan keyakinan untuk diperolehnya masukan yang baik Van den Bad dan Hawkins, 1999 . Beberapa evaluasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode ilmu – ilmu sosial, tetapi sebagian besar dilakukan oleh agen penyuluhan.Untuk itu perlu dikembangkan metodologi yang lebih sedehana, sesuai dan kurang menyita waktu. Evaluasi sebagai pemberi informasi digunakan agen penyuluhan sebagai dasar pengambilan keputusan walaupun biasanya keputusan juga didasarkan pada bayangan yang ditunjukkan oleh banyak sumber informasi, dan tidak dari satu sumber saja. Evaluasi dapat melengkapi basis informasi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan bertahap dalam rencana van den ban Hawkins, 1999 . Tujuan dari evaluasi adalah untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektifitas dan dampak dari kegiatan dengan pandangan untuk menyempurnakan kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, penyususnan program dan pengambilan keputusan dimasa depan. Dan monitoring dilaksanakan agar proyek dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien dengan menyediakan umpan balik bagi pengelola proyek, menyempurnakan rencana operasional proyek, dan 22 mengambil tindakan yang korektif tepat pada waktunya jika terjadi masalah dan hambatan Sinar Tani, 2001 . Gambaran Umum SRAK OU 2007-2017 Berawal dari kondisi orangutan yang sangat memprihatinkan, telah mendorong para peneliti, pelaku konservasi, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang dapat menjamin keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan masyarakatnya. Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi berdasarkan kondisi terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya Pengkajian Populasi dan Habitat Population Habitat and Viability Analysis di Jakarta pada 2004, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di Berastagi, Sumatera Utara, pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan Barat pada Oktober 2005, serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan terakhir menyertakan pula pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran orangutan, kalangan industri perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan masyarakat, selain peneliti dan pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara berbagai pihak dengan latar belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga pertemuan itu telah menghasilkan serangkaian rekomendasi yang mencerminkan keinginan baik semua pihak untuk melestarikan orangutan Forina, 2013. Sebagai kelanjutan, pemerintah melalui Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Ditjen PHKA bekerjasama dengan Asosiasi Peneliti dan Ahli Primata Indonesia APAPI, serta didukung oleh Orangutan 23 Conservation Services Program OCSP- USAID, telah mensintesis semua butir rekomendasi dari pertemuan Berastagi dan Pontianakdan Samarinda melalui pembahasan diskusi kelompok terfokus FGD di Jakarta 6 Novermber 2007, FGD di Bogor 30-31 Oktober 2007, FGD Jakarta 8 November 2007, Lokakarya di Jakarta 15-16 November dan Finalisasi di Bogor 20-21November 2007 ke dalam suatu Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan. Penyusunan strategi dan rencana aksi ini melibatkan kembali berbagai pihak yang berperan serta menghasilkanseluruh butir rekomendasi yang ada. Dengan demikian, proses yang terjadi juga dapat dipandang sebagai upaya mengevaluasi pencapaian target konservasi sejak rekomendasi aksi dicanangkan, selain sebagai upaya memperbarui informasi sebaran dan populasi orangutan. Seluruh rangkaian proses ini diharapkan menghasilkan sebuah acuan yang dapat diterima dan dijalankan semua pihak, sehingga dalam sepuluh tahun yang akan datang kondisi orangutan dan hutan dataran rendah yang menjadi habitatnya akan menjadi lebih baik dari saat ini Forina, 2013 Visi SRAK OU 2007-2017 Terjaminnya keberlanjutan populasi orangutan dan habitatnya melalui kemitraan para pihak. Maksud SRAK OU 2007-2017 Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Nasional Orangutan disusun sebagai upaya merumuskan kesepakatan para pihak ke dalam serangkaian rekomendasi aksi yang diharapkan dapat menjamin keberlanjutan populasi orangutan di dalam proses pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Tujuan dan Sasaran SRAK OU 2007-2017 24 Tujuan disusunnya Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan adalah sebagai acuan bagi para pihak untuk menentukan prioritas kegiatan konservasi insitu dan eksitu, serta merancang program pembangunan yang tidak mengancam keberlanjutan populasi orangutan, sehingga kondisi orangutan di alam menjadi lebih baik dalam sepuluh tahun mendatang. Sasaran yang ingin dicapai sampai tahun 2017 adalah : 1. Populasi dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat dipertahankan atau dalam kondisi stabil. 2. Rehabilitasi dan reintroduksi orangutan ke habitat alamnya dapat diselesaikan pada 2015. 3. Dukungan publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan kalimantan pada habitat alamnya meningkat 4. Pemerintah daerah dan pihak industri kehutanan serta perkebunan menerapkan tata kelola yang menjamin keberlanjutan populasi orangutan dan sumberdaya alam. 5. Pemahaman dan penghargaan semua pihak terhadap keberadaan orangutan di alam meningkat Wilayah Kerja SRAK OUS Saat ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat 2.508 individu dan 25 Leuser Timur 1.052 individu, serta Rawa Singkil 1.500 individu. Data ukuran populasi orangutan di berbagai blok habitat di Sumatera beserta sebarannya selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 di bawah sumber: Wich, dkk draft. Tabel 2. Habitat dan populasi orangutan sumatera 2004 No. Unit Habitat Perkiraan Jumlah Orangutan Blok Habitat Hutan Primer km2 Habitat Orangutan km2 1. Seulawah 43 Seulawah 103 85 2. Aceh Tengah Barat 103 Beutung Aceh Barat Inge 1297 352 261 10 3. Aceh Tengah Timur 337 Bandar-Serajadi 2117 555 4. Leuser Barat 2508 Kluet Highland Aceh Barat Daya G. Leuser Barat Rawa Kluet G. Leuser Demiri Timur Mamas-Bengkung 1209 1261 125 358 1727 934 594 125 273 621 5. Sidiangkat 134 Puncak Sidiangkat Bukit Ardan 303 186 6. Leuser Timur 1052 Tamiang Kapi dan Hulu Lesten Lawe Sigala-gala Sikundur-Langkat 1056 592 680 1352 375 220 198 674 7. Rawa Tripa 280 Rawa Tripa Babahrot 140 140 8. Trumon-Singkil 1500 Rawa Trumon-Singkil 725 725 9. Rawa Singkil Timur 160 Rawa Singkil Timur 80 80 10. Batang Toru Barat 400 Batang Toru Barat 600 600 11. Sarulla Timur 150 Sarulla Timur 375 375 Total 6667 14452 7031 Dari data yang disajikan pada tabel di atas dapatlah diketahui bahwa populasi orangutan terbesar terdapat di wilayah habitat Leuser Barat dengan perkiraan jumlah individu orangutan sebanyak 2508 individu, dan untuk wilayah habitat dengan jumlah individu orangutan terkecil terdapat di Seulawah dengan hanya sekitar 43 individu. Wich, 2004 26 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Medan dan sekitarnya, yaitu meliputi; Medan kota, Medan Maimun, Medan Denai, Medan Amplas, dan Medan Area. Dengan pertimbangan bahwa semua pemangku kepentinganterkait pelaksanaanStrategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 untuk orangutan sumatera berada di kawasan kota Medan. Waktu pelaksanaan penelitian Juli-September 2014. Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis untuk menulis, kamera digital utuk dokumentasi, perangkat komputer untuk mengolah data. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar monitoring dan evaluasi indikator kesuksesan Rencana Aksi Nasional Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017 Metode Penelitian 27 Metode pengambilan sampel adalah secara purposive. Dimana yang akan menjadi sample penelitian adalah pihak-pihak terkait pelaksanaan program SRAK 2007-2017. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari orang yang ada di lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner dan wawancara kepada respondenuntukmengetahui bagaimana pelaksanaan program-program Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017 berjalan, serta capaian dari program-program yang telah dilaksanakan. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : a. Karakteristik responden yang digunakan untuk validitas dan reliabilitas sumber data, berupa : umur, suku, agama, pendidikan. b. Evaluasi pencapaian program sesuai dengan indikator yang ditetapkan dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017. c. Faktor-faktor pendukung dan penghambatpelaksanaan programyang diketahui dari para pemangku kepentingan. Analisis Data Analisis Medan Kekuatan Force Field Analysis Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis medan kekuatan force field analysis, yaitu metode untuk menganalisis kekuatan faktor yang mempengaruhi suatu perubahan misal : implementasi kebijakan, mengetahui sumber kekuatannya, dan memahami apa yang bisa kita lakukan 28 terhadap faktor-faktor kekuatan tersebut Lewin, 1951. Adapun tahapan yang dilakukan dalam melakukan analisis medan keuatan adalah sebagai berikut, 1. Tentukan program yang akan dianalisis 2. Menetukan bidang perubahan yang akan dibahas. Bidang perubahan ini dapat ditulis sebagai sasaran kebijakan yang diinginkan atau tujuan. 3. Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis dalam kolom di sebelah kiri mendorong perubahan ke depan, 4. Sementara semua kekuatan penentang munculnya perubahan ditulis dalam kolom di sebelah kanan penghambat perubahan. 5. Kekuatan pendorong dan penghambat ini kemudian diberi skor sesuai dengan ‘magnitude’ masing2, mulaidari skor satu lemah hingga skor lima kuat. Skor yang diperoleh bisa jadi tidak seimbang dimasing- masing sisi. 6. Menetapkan tindakan yang dapat dilakukan menghadapi kekuatan- kekuatan tersebut. Dampak paling signifikan akan dipeoleh dengan cara meningkatkan kekuatan pendukung yang lemah sementara mengurangi kekuatan penghambat yang kuat. 7. Dalam upaya mempengaruhi kebijakan sasaran utamanya adalah menemukan cara untuk mengurangi kekuatan-kekuatan penghambat sekaligus mencari peluang untuk mendapat keuntungan dari kekuatan- kekuatan pendorong. 29 Gambar 1. Analisis Medan Kekuatan Force Field Analysisis Skala Likert Untuk keperluan analisis ini, pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap program yang dilaksanakan menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono 2004; 84, skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel. Kemudian sub variabel dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat terukur. Komponen- komponen yang terukur ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang kemudian dijawab oleh responden atau oleh peneliti berdasarkan kondisi responden. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis secara kuantitatif, maka jawaban yang diperoleh dari kuesioner akan diberikan bobot penilaian berdasarkan skala Likert seperti terlihat pada tabel 3 dibawah ini, yaitu : Tabel 3.Pembobotan Skala Likert PencapaianProgram Bobot Sangat Baik 5 30 Baik 4 Cukup 3 Buruk 2 Sangat Buruk 1 Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisis secara kualitatif. Analisis data secara kulitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan impelementasi program selama tahun 2008-2014 yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel. Batasan Penelitian Untuk menghindari kesalahan pengertian dan definisi yang berbeda – beda dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa hal yang berkaitan dengan isi laporan guna memberikan batasan – batasan terhadap setiap variable yang diteliti. 1. Monitoring adalah kegiatan untuk memastikan dan mengendalikan keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah ditetapkan. 2. Evaluasi adalah teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat. 3. Evaluasi kinerja lembaga-lembaga terkait adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat apakah lembaga-lembaga yang terkait dengan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 31 2007 – 2017 untuk orangutan sumatera Pongoabelii melaksanakan fungsinya sesuai dengan kondisi dan porsinya. Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat batasan operasional sebagai berikut. 1. Daerah penelitian adalah kota Medan. 2. Dalam penelitian ini yang dimonitoring dan dievaluasi adalah pelaksanaan program-program serta indikator keberhasilan yang terdapat pada dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 3. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala para pemangku kepentingan yang tercantum dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi SRAK Orangutan Indonesia 2007 – 2017. 4. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2014. 32 HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi SRAK OU 2007-2014 Sesuai dengan panduan nasional, strategi dan rencana aksi konservasi orangutan memiliki rentang waktu selama sepuluh tahun, yaitu terhitung dari tahun 2008 hingga tahun 2017. Hingga sekarang 2014 sudah lebih dari setengah periode berjalan. Oleh karena itu sebagian besar program-program aksi yang direncanakan seharusnya sudah terlaksana, mengingat sebagian besar program memiliki rentang kerja dari 2008-2014, dan hanya sebagian kecil program yang direncanakan tahun 2015-2017. Evaluasi yang dilakukan berdasarkan data impelementasi kerja yang dihimpun dari stakeholder yang bertanggungjawab atas program aksi yang direncanakan. Sebagian besar data diperoleh dari Forum Komunikasi Stakeholder Orangutan Sumatera FOKUS yang mewadahi stakeholder dalam program aksi SRAK OUS. Data kinerja dari seluruh stakeholder yang dihimpun kemudian di sesuaikan dengan indikator kesuksesan yang terdapat dalam panduan nasional untuk menilai apakah program aksi yang dilaksanakan sesuai dengan panduan nasional sekaligus mengukur tingkat pencapaian program aksi. Berdasarkan data kinerja yang dihimpun, seluruhnya berjumlah 230 program aksi yang telah dilaksanakan oleh stakeholder orangutan sumatera. Data kineja yang dihimpun tersebut kemudian dilakukan monitoring sesuai sasaran nasional dan dievaluasi tingkat keberhasilannya berdasarkan indikator yang telah ditetapkan, dan hasilnya dijabarkan pada tabel 4. berikut 33 Tabel 4. Evaluasi Pelaksanaan Program Aksi SRAK OUS 2008-2014 NO. Kategori ∑ Program ∑ Indikator Capaian Total Skala Likert Persentase 1 2 2 3 3 4 5 5 1 2 3 4 5 1 Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya A1 8 18 4 3 3 4 4 22,22 16,67 16,67 22,22 22,22 100 2 Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan A2 10 27 11 5 3 7 1 40,74 18,52 11,11 25,93 3.70 100 3 Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung konservasi orangutan A3 8 24 2 6 15 1 8,33 - 25,00 62,50 4,17 100 4 Strategi mengembangkan dan mendorong terciptanya kawasan koservasi daerah berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, tata ruang wilayah, status hukum, dan kearifan masyarakat B1 7 11 1 3 3 2 2 9.08 27,27 27,27 18,19 18,19 100 5 Strategi implementasi dan menyempurnakan berbagai peraturan perundangan untuk mendukung keberhasilan konservasi orangutan B2 12 23 16 1 2 3 1 69,57 4,35 8,69 13,04 4,35 100 6 Strategi meningkatkan dan memperluas kemitraan antara pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan konservasi orangutan Indonesia C1 6 13 4 1 1 3 4 30,77 7,69 7,69 23,08 30,77 100 7 Strategi mengembangkan kemitraan lewat pemberdayaan masyarakat C2 6 12 3 - 2 4 3 25.00 - 16,67 33.33 25.00 100 8 Strategi menciptakan dan memperkuat komitmen, kapasitas dan kapabilitas pihak pelaksana konservasi orangutan di Indonesia C3 3 9 6 - 1 1 1 66,67 - 11,11 11,11 11,11 100 9 Strategi meningkatkan kesadartahuan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan komitmen mengenai pentingnya upaya konservasi orangutan Indonesia D1 9 20 10 1 4 2 3 50,00 5,00 20,00 10,00 15,00 100 10 Strategi meningkatkan dan mempertegas peran pemerintah, pemda, LSM, serta mencari dukungan lembaga dalam dan luar negeri untuk penyediaan dana bagi konservasi orangutan E1 5 7 3 - 3 1 - 42,86 - 42,86 14,28 - 100 Total 74 164 60 14 28 42 20 36,59 8,54 17,07 25,61 12,19 100 Ket : 1 Sangat Buruk; 2. Buruk; 3. Cukup; 4. Baik; 5.Sangat Baik 34 Dari 74 program aksi dan 164 indikator keberhasilan program yang terdapat dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Nasional, keseluruhannya terbagi dalam 10 sepuluh kategori aksi utama, yaitu strategi peningkatan konservasi insitu, strategi mengembangkan konservasi eksitu, strategi meningkatkan penelitian, strategi pengembangan kawasan konservasi, Strategi implementasi dan penyempurnaan perundangan, strategi meningkatkan kemitraan, strategi pemberdayaan masyarakat, strategi penguatan komitmen pelaksana konservasi, strategi meningkatkan penyadartahuan, dan strategi pendanaan 1. Strategi Peningkatan Konservasi Insitu Pada kategori aksi ini terdapat 8 delapan program aksi dengan 18 delapan belas indikator keberhasilan. Berdasarkan skala Likert, program aksi yang dievaluasi yang memiliki penilaian Baik dan Sangat Baik yaitu masing-masing sebanyak 4 indikator, yaitu keduanya sebesar 44,44. Ditambah dengan 3 indikator program yang bernilai Cukup sebesar 16,67, sehingga bila dijumlahkan secara keseluruhan indikator aksi yang bernilai Cukup sampai dengan Sangat Baik berjumlah 61,11 . Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar program yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik dan cukup dapat memenuhi indikator keberhasilan program.

2. Strategi Mengembangkan Konservasi Eksitu

Kategori strategi mengembangkan konservasi eksitu merupakan kategori aksi dengan jumlah program aksi terbanyak kedua setelah strategi implementasi dan penyempurnaan perundangan, yaitu sebanyak 10 sepuluh program aksi. Tapi dibandingkan dengan kategori aksi yang lain, kategori ini memiliki jumlah indikator evaluasi program terbanyak, yaitu sebanyak 27 dua puluh tujuh indikator keberhasilan. Berdasarkan evaluasi menggunakan skala Likert, program aksi yang dievaluasi berdasarkan indikator yang ditetapkan mendapatkan penelian Sangat Buruk pada 11 indikator sebesar 40,74, dan Buruk sebanyak 5 indikator sebesar 18,52. Dari data 35 yang disajikan dapat diketahui bahwa lebih dari 50 indikator evaluasi bernilai tidak memuaskan karena tidak sesuai dengan indikator pencapaian.

3. Strategi Meningkatkan Penelitian