31 baik kantor yang berasal dari Bank Umum Syariah, Bank Konvensional
yang membuka Unit Usaha Syariah atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Eksistensi bank syariah dapat dilihat melalui jumlah pendapatan
bagi hasil Profit Sharing. Pendapatan menurut Soemarso 2003:230 merupakan peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
konstribusi penanaman modal. Pendapatan bagi hasil menurut Kamus Istilah Akuntansi Syariah 2005 merupakan penerimaan laba yang
diperolah dari pengelolaan dana mudharabah dan musyarakah. Sesuai dengan akad – akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil
penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan lembaga keuangan syariah, hal ini dikatakan sebagai sumber – sumber pendapatan
lembaga keuangan syariah dapat diperoleh dari : 1.
Bagi hasil atau kontrak mudharabah atau kontrak musyarakah 2.
Keuntungan atas kontrak jual – beli al bai 3.
Hasil sewa atas kontrak ijarah wa iqtina
2.2.6 Pedoman Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 105
Pedoman ini menurut Muhammad 2005:198 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi karakteristik, pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi khusus yang berkaitan dengan
32 aktivitas bank Syariah dan beberapa hal penting dalam pernyataan ini
meliputi : 1.
Pernyataan ini ditetapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang
beroperasi di Indonesia. 2.
Hal – hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini mengacu pada standar pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan atau
prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang –
undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
4. Pengukuran investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar
jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar pada saat pembayaran.
5. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai
investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana.
6. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan
keuangan sebesar nilai tercatat, dan pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada
33 pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di
kewajiban. 7.
Pemilik dana mengungkapkan hal – hal terkait transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi mudharabah,
penyisian kerugian investasi dan isi kesepakatan utama usaha mudharabah. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam
laporan keuangan dana syirkah temporer dari pemilik dana sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah, serta bagi hasil yang
sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.
2.2.7 Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri
Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat salah satunya dari pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang merupakan produk utama dan
andalan bagi lembaga keuangan dan perbankan Islam. Produk tersebut mempunyai peran strategis, karena merupakan alternatif dari bank
konvensional bank dengan bunga untuk tujuan investasi. Teori yang mendasari pelaksanaan pembiayaan mudharabah pada
bank syariah adalah teori Elastisitas oleh Cantillon 1767 : ”Uang bisa bertambah pada waktu terjadi kenaikan kegiatan ekonomi dan juga
berkurang pada saat turunnya kegiatan ekonomi” Faried Wijaya dan Soetatwo Hadiwigeno:1991 . Dari teori di atas disimpulkan bahwa
34 kegiatan ekonomi memiliki hubungan yang dominan dalam penambahan
dan pengurangan uang. Hubungan teori Elastisitas dengan variable yang diteliti oleh
penulis adalah keberadaan atau eksistensi perbankan syariah tergantung oleh penerimaan keuntungan yang diterima bank pada saat kenaikan
kegiatan ekonomi yang salah satunya berupa peningkatan pelaksanaan penyaluran pembiayaan, khususnya mudharabah oleh bank kepada
nasabah, begitu pula sebaliknya apabila tingkat pelaksanaan pembiayaan semakin rendah maka akan mempengaruhi perkembangan eksistensi
perbankan syariah di Indonesia.
2.2.8 Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri
Pelaksanaan pembiayaan mudharabah, teori yang mendasari risiko berhubungan dengan eksistensi perbankan syariah adalah teori
permintaan yang dikemukakan oleh Samuelson 1988 dengan menyatakan bahwa jika harga naik maka jumlah output yang diminta akan turun,
demikian sebaliknya jika harga turun maka jumlah output yang diminta akan naik Suherman Rosyidi : 1998 .
Teori tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan tingkat harga dalam suatu produk yang ditawarkan oleh perusahaan maka jumlah
output yang diminta akan turun, demikian sebaliknya jika terjadi penurunan harga maka jumlah output yang diminta akan meningkat.
35 Kenaikan tingkat harga disebabkan adanya peningkatan harga
bahan baku suatu produk, kebanyakan perusahaan menginginkan produk yang diciptakan berkualitas bagus tetapi konsekuensinya perusahaan harus
meningkatkan harga suatu produk sehingga terjadi penurunan output yang diminta oleh konsumen, demikian sebaliknya, jika perusahaan mampu
menciptakan suatu produk dengan harga yang murah dan kualitas bagus maka jumlah output yang diminta konsumen akan meningkat.
Teori ini dihubungkan dengan variable penelitian dapat disimpulkan, adanya hubungan yang erat antara teori permintaan dengan
risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit yaitu : semakin besar risiko kredit yang diterima oleh bank maka semakin
menurun pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang dilakukan. Ini dikarenakan bank masih bersikap hati-hati dan tidak berani untuk
mengambil risiko apabila pembiayaan mudharabah dilaksanakan. Hal tersebut disebabkan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya sebelum
akad mudharabah berakhir. Adanya penurunan pelaksanaan pembiayaan tersebut dapat
mempengaruhi eksistensi perbankan syariah yang semakin menurun karena nasabah yang ingin melakukan pembiayaan mudharabah dipersulit
oleh pihak bank yang belum sepenuhnya siap menghadapi risiko yang ditimbulkan. Begitu pula sebaliknya, jika risiko kredit yang dimiliki
semakin kecil, maka tingkat pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang
36 dilakukan bank dengan nasabah semakin tinggi dan akan meningkatkan
eksistensi perbankan syariah di Indonesia.
2.3 Kerangka Pikiran