HUBUNGAN PELAKSANAAN PEMBIAYAAN (BAGI HASIL) MUDHARABAH BESERTA RISIKONYA TERHADAP EKSISTENSI BANK SYARIAH MANDIRI.

(1)

EKSISTENSI BANK SYARIAH MANDIRI

SKRIPSI

Untuk Menyusun Skripsi S-1 Jurusan Akuntansi

Oleh :

Tiara Listyaning Karina 0613010253/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR

2010


(2)

HUBUNGAN PELAKSANAAN PEMBIAYAAN (BAGI HASIL)

MUDHARABAH BESERTA RISIKONYA TERHADAP

EKSISTENSI BANK SYARIAH MANDIRI

yang diajukan Tiara Listyaning Karina

0613010253/FE/EA

telah disetujui untuk Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

PROF. DR. H. Soeparlan Pranoto, MM, AK Tanggal : ...

Mengetahui :

Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi NIP : 030 194 43


(3)

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II: KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN SEBELUMNYA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 11

2.2. Kajian Teori ... 13

2.2.1. Telaah Umum Bank Syariah ... 13

2.2.2. Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah ... 19

2.2.3. Mudharabah ... 21

2.2.4. Pengertian Risiko ... 28

2.2.5. Pengertian Eksistensi ... 30


(4)

105 ... 31

2.2.7. Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri ... 33

2.2.8. Teori yang mendasari Risiko Pelakanaan Pembiayaan Mudharabah terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri ... 34

2.3. Kerangka Pikiran ... 36

2.4. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variable ... 38

3.1.1. Definisi Operasional ... 38

3.1.2. Pengukuran Variable ... 39

3.2. Populasi dan Sample ... 41

3.2.1. Populasi ... 41

3.2.2. Sample ... 41

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.3.1. Jenis Data ... 43

3.3.2. Sumber Data ... 43

3.3.3. Pengumpulan Data ... 43

3.4. Uji Kualitas Data... 43


(5)

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 44

3.5.1. Teknik Analisis Korelasi Product Moment... 44

3.5.2. Uji Hipotesis ... 47

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 49

4.1.1. Sejarah Bank Syariah Mandiri ... 49

4.1.2. Profil Bank Syariah Mandiri ... 51

4.1.3. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri ... 52

4.1.4. Shared Value Bank Syariah Mandiri ... 53

4.1.5. Penghargaan Bank Syariah Mandiri ... 54

4.1.6. Macam – Macam Jenis Pembiayaan dalam Perbankan Syariah ... 56

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 57

4.2.1. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah ... 57

4.2.2. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah ... 60

4.2.3. Eksistensi Bank Syariah ... 62

4.3. Analisis Korelasi Product Moment ... 64

4.3.1. Uji Normalitas ... 64

4.3.2. Koefisien Korelasi ... 64

4.3.3. Signifikansi ... 66

4.4. Pembahasan ... 67


(6)

4.4.2. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian

Terdahulu ... 72 4.4.3. Keterbatasan Penelitian ... 74

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 75 5.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(7)

Tabel 1.1 Perkembangan Jaringan Operasional Perbankan Syariah... 3

Tabel 1.2 Perkembangan Pembiayaan tahun 2006 – 2009 ... 7

Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional... 16

Tabel 2.2 Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil... 17

Tabel 4.1 Penghargaan Tahun 2010 ... 54

Tabel 4.2 Data Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 58

Tabel 4.3 Data Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 60

Tabel 4.4 Data Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2005 – 2009 ... 62

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ... 64

Tabel 4.6 Koefisien Korelasi ... 65

Tabel 4.7 Tingkat Signifikan ... 66

Tabel 4.8 Rangkuman Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian Terdahulu ... 72


(8)

Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Mudharabah ... 26

Gambar 2.2 Diagram Kerangka Pikir... 36

Gambar 4.1 Kurva Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 58

Gambar 4.2 Kurva Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 ... 61

Gambar 4.3 Kurva Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2005 – 2009 ... 63


(9)

Lampiran 1 : Data Penelitian

Lampiran 2 : Output Uji Normalitas

Lampiran 3 : Input Data – Data Variable Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah, Risiko, dan Eksistensi ditinjau dari Pendapatan Bagi Hasil pada Tahun 2005 – 2009

Lampiran 4 : Output Korelasi Product Moment

Lampiran 5 : Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi

Lampiran 6 : Laporan Keuangan Neraca Bank Syariah pada Tahun 2005 – 2009 Lampiran 7 : Laporan Keuangan Laba Rugi Bank Syariah Mandiri pada tahun

2005 – 2009

Lampiran 8 : Catatan Atas Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri pada tahun 2005 – 2009


(10)

HUBUNGAN PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH

(BAGI HASIL) BESERTA RISIKONYA TERHADAP

EKSISTENSI BANK SYARIAH MANDIRI

Oleh :

Tiara Listyaning Karina

ABSTRAK

Keadaan dunia usaha yang tidak menentu dan susah diprediksi serta belum lagi kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit modal kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan kinerjanya dalam pembiayaan mudharabah, karena itu, langkah yang lebih diperlukan dewasa ini adalah mempersiapkan segala prasarana, apalagi kenyataannya belum semua produk perbankan syariah sudah dilaksanakan. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan dan menguji secara empiris hubungan antara pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan risiko yang ditimbulkan dengan eksistensi bank Syariah Mandiri.

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu pelaksanaan pembiayaan mudharabah (X1), risiko pelaksanaan mudharabah (X2) dan eksistensi bank syariah

Mandiri (Y). Obyek penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri, dengan sampel penelitian adalah jumlah pembiayaan mudharabah, pendapatan bagi hasil (profit sharing) serta non performing financing pada tahun 2005 sampai tahun 2009.

Berdasarkan analisis korelasi product moment menyimpulkan bahwa peningkatan pelaksanaan mudharabah berdampak nyata terhadap peningkatan eksistensi bank syariah, sedangkan peningkatan risiko pelaksanaan mudharabah tidak berdampak nyata terhadap penurunan eksistensi bank syariah pada tahun 2005 – 2009.

Keywords : Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah, Risiko Pelaksanaan Mudharabah Dan Eksistensi Bank Syariah Mandiri


(11)

ii

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya yang dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan (Bagi Hasil) Mudharabah Beserta Risikonya Terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri ”.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. R. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin. N, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, MSi., selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi, selaku Ketua Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Prof. Dr. H. Soeparlan Pranoto, MM, AK, selaku Dosen Pembimbing yang melungkan waktu dan tenaganya dalam memberikan


(12)

iii selama penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Ec. Muslimin, MSi, selaku Dosen Wali terima kasih atas bimbingannya selama ini.

7. Segenap tenaga pengajar, staff, dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

8. Kedua orang tua terima kasih atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan bantuannya secara moril maupun materiil yang telah diberikan selama ini. Serta saudaraku Mas Dika dan Mbak Flow terima kasih atas dukungan, dan doanya.

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis memohon kepada seluruh pihak untuk memberikan kritik dan saran membangun agar dalam penulisan yang selanjutnya dapat lebih baik dan bermanfaat bagi yang memerlukan.

Surabaya, Oktober 2010


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemikiran tentang konsep ilmu ekonomi yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW saat sekarang mengalami perkembangan yang cepat dan matang, oleh sebab itu, perbankan sebagai sektor penting ekonomi dalam hal ini ekonomi islam, kehadirannya sudah cukup lama diinginkan oleh umat muslim di seluruh dunia.

Gagasan pendirian bank Islam sudah dicetuskan para ekonom muslim sejak dahulu, namun belum bisa direalisasikan karena kondisi yang belum memungkinkan. Tujuan pendirian lembaga syariah ini tidak lain sebagai upaya kaum Muslimin yang mendasari seluruh aspek kehidupan ekonominya yang berlandaskan Al – Quran dan As – Sunnah, hal ini disebabkan karena secara fiqih bunga dikategorikan riba dan haram, serta penerapan sistem bunga banyak membawa dampak negatif. Pengembangan perbankan syariah nasional pada dasarnya merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan nasional.

Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan yang berdasarkan prinsip islam tersebut. Pertama, memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga. Kedua, terciptanya dual banking system di Indonesia yang mengakomodasikan baik perbankan konvensional maupun perbankan


(14)

syariah yang akan melahirkan kompetisi yang sehat dan perilaku bisnis yang berdasarkan nilai – nilai moral, yang pada gilirannya akan meningkatkan market disciplines dan pelayanan bagi masyarakat. Ketiga, mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sektor riil dan membatasi kegiatan spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan ditujukan pada usaha – usaha yang berlandaskan nilai – nilai moral ( Mulya E. Siregar dan Nasirwan, Januari 2007 ).

Munculnya akuntansi di Indonesia tidak terlepas dari kemunculan lembaga keuangan syariah pada tahun 1990, dengan ditandai berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia, kemunculan Bank Syariah dan lembaga Keuangan Syariah lainnya termasuk Bank Syariah Mandiri mendorong munculnya pemikiran – pemikiran baru dalam bidang akuntansi berkaitan dengan penerapan nilai – nilai syariah dalam dunia akuntansi, tak dipungkiri, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri sangat mendominasi kompetisi perbankan syariah ( Majalah Info Bank, 2008:56 ).

Selama tahun 2009, Bank Syariah Mandiri mengukir prestasi dengan mendapatkan 12 penghargaan dari berbagai instansi dan media, salah satu diantaranya pada tanggal 30 Juli 2009 mendapat Golden Trophy Award atas prestasi ”Penghargaan atas kinerja BSM dengan

predikat ’Sangat Bagus’ selama 5 tahun berturut – turut” yang diberikan oleh Majalah Info Bank (Bank Syariah Mandiri, 2009).


(15)

Tabel 1.1 Perkembangan Jaringan Operasional perbankan Syariah di Seluruh Indonesia

Kelompok Bank 2005 2006 2007 2008 2009

Bank Umum Syariah 3 3 3 5 6

Unit Usaha Syariah 19 20 26 27 25

BPRS 92 105 114 131 139

Jumlah Kantor BUS & UUS 504 531 597 822 998 Jumlah Layanan Syariah - 456 1.195 1.470 1.929

Sumber : Bank Indonesia

Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa di awal tahun 2008, di tengah optimisme terhadap kondisi ekonomi yang semakin kondusif seiring dengan berlanjutnya trend penurunan suku bunga, perbankan syariah mencatatkan pertumbuhan volume usaha yang cukup signifikan. Pada tabel di atas jumlah unit usaha syariah semakin bertambah dari 19 unit pada tahun 2005 menjadi 27 unit pada tahun 2008, akan tetapi memasuki tahun 2009 unit usaha tersebut sedikit berkurang menjadi 25 unit, dan jumlah layanan syariah yang semakin meningkat sebesar 1.929 telah menunjukkan keberadaa bank syariah yang mulai dikenal dan diminati oleh masyarakat ( Bank Indonesia, 2007 ).

Kemampuan sistem perbankan syariah tumbuh pesat saat perekonomian global sedang terpuruk menjadikannya sistem yang patut di pertimbangkan di perbankan nasional. Sepanjang tahun 2007, akses masyarakat terhadap manfaat yang ditawarkan produk dan layanan perbankan syariah juga terus meningkat, sejalan dengan peningkatan jaringan operasional. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal


(16)

sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non – bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya, hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi – institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah.

Menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah, pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian disempurnakan menjadi UU No. 10 Tahun 1998 yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan perundang – undangan tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum beroperasinya bank syariah di Indonesia yang menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual

banking system) di Indonesia ( Adiwarman, 2008:32 ).

Bagi kaum muslimin, kehadiran bank syariah dapat memenuhi kebutuhan akan sebuah lembaga keuangan yang bukan hanya sebatas melayani secara ekonomi namun juga spiritual, bagi masyarakat lainnya, bank syariah adalah sebagai sebuah alternatif lembaga jasa keuangan di samping perbankan konvensional yang telah lama ada. Ini terkait dengan tugas bank yang merupakan lembaga perantara jasa keuangan (financial


(17)

intermediary), dengan tugas pokoknya menghimpun dana dari

masyarakat, dan diharapkan dengan dana yang dimaksud dapat memenuhi kebutuhan dana kredit atau pembiayaan yang tidak disediakan baik oleh pihak swasta maupun negara dalam upaya meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Peran bank sebagai perantara keuangan adalah mengambil posisi tengah di antara orang – orang atau pihak yang berlebihan dana (penyimpan, penabung, deposan) dan orang – orang / pihak yang membutuhkan atau kekurangan dana (peminjam, debitor, investor). ( Muhammad, 2005 )

Tidak banyak pelaku ekonomi yang mengembangkan usahanya di kalangan perbankan belum memahami dengan baik konsep dan praktek produk syariah, salah satunya melalui pembiayaan mudharabah, padahal, dalam pembiayaan yang menganut sistem bagi hasil ini pemilik dana dan pengelola dana akan memperoleh keuntungan atau kerugian dengan jumlah yang sama.

Adanya penggunaan sistem bagi hasil ini akan menimbulkan hal yang positif bagi perbankan syariah, yakni memungkinkan para nasabah untuk ikut mengontrol perkembangan bank melalui fluktuasi profit yang diterima, tidak berhubungan oleh fluktuasi suku bunga bank, memperkuat eksistensi uang serta produk mudharabah yang ditawarkan oleh perbankan syariah ini akan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah, dengan adanya pengawasan ini nasabah akan lebih merasa aman menabung atau melakukan investasi pada bank syariah.


(18)

Dewan Pengawas dapat melakukan audit dan memberikan opini yang menyatakan bahwa bank telah melaksanakan semua operasinya berdasarkan landasan Syariah Islam, selain pihak bank, para nasabah terutama pengusaha kecil dan menengah yang melakukan investasi di bank syariah ini juga dapat memperoleh hasil yang diinginkan berupa keuntungan sesuai dengan kesepakatan dan apabila mengalami kerugian, maka besar kerugian yang diterima akan ditanggung bersama sesuai dengan akad yang dilakukan ( Candra Bagus, 2008 ).

Permasalahan berikutnya, sebagian pelaku ekonomi khususnya para pengusaha kecil dan menengah telah menginvestasikan modal yang dimiliki dengan menggunakan prinsip bagi hasil Mudharabah di perbankan Syariah tetapi ketentuan atau persyaratan untuk melakukan investasi tersebut agak dipersulit oleh pihak bank, hal ini dikarenakan pembiayaan mudharabah memiliki resiko yang sangat besar. Jumlah angsuran yang dibayarkan nasabah pada bank tergantung dari hasil usaha.

Berdasarkan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah tahun 2006 yang dipublikasikan Bank Indonesia, proporsi pembiayaan berbasis bagi hasil yang terdiri atas pembiayaan mudharabah dan musyarakah relatif mengalami penurunan 33% menjadi 31,5%, ternyata gejala ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga merupakan fenomena global perbankan syariah di dunia ( Sri Nurhayati, 2008 ).

Keadaan dunia usaha yang tidak menentu dan susah diprediksi serta belum lagi kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten


(19)

dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit modal kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan kinerjanya dalam pembiayaan mudharabah, karena itu, langkah yang lebih diperlukan dewasa ini adalah mempersiapkan segala prasarana, apalagi kenyataannya belum semua produk perbankan syariah sudah dilaksanakan. Tabel 1.2 : Perkembangan Pembiayaan Tahun 2006 – 2009

Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan

2006 2007 2006 2007 2006 2007

Mudharabah 2.335 4.406 23.0 88.7 11.4 15.8

Musyarakah 4.062 5.578 30.0 37.3 19.9 20.0

Piutang Murabahah 12.624 16.553 33.1 31.1 61.7 59.2

Piutang Istishna 337 351 19.6 4.2 1.6 1.3

Qard 250 540 100.6 115.6 1.2 1.9

Ijarah 836 516 164.7 (38.3) 4.1 1.8

Total 20.445 27.994 34.2 36.7 100.0 100.0

Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan

2008 2009 2008 2009 2008 2009

Mudharabah 7.441 10.412 68.9 39.9 19.5 22.2

Musyarakah 6.205 6.597 11.2 6.3 16.2 14.1

Piutang Murabahah 22.486 26.321 35.8 17.0 58.9 56.1 Piutang Istishna 369 423 5.1 14.6 1.0 0.9

Qard 959 1.829 77.6 90.7 2.4 4.0

Ijarah 765 1.305 48.3 70.6 2.0 2.7

Total 38.195 46.886 36.4 22.8 100.0 100.0

Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2006 - 2009

Tabel di atas menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah memiliki jumlah presentase yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan berdasarkan akad jual – beli (murabahah) yang memiliki jumlah presentase lebih besar dan menjadi produk unggulan bank syariah ( Bank Indonesia, 2005 – 2009 ).


(20)

Risiko yang besar harus diperhitungkan oleh bank untuk menjaga kesehatannya, bukan berarti menghindari produk yang berisiko tinggi tersebut, tetapi dengan melakukan terobosan yang bisa menghindari atau paling tidak meminimalisir risiko yang mungkin timbul. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengenal nasabah secara personal dan seharusnya bank syariah melakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk meminimalisir risiko yang mungkin timbul pada pembiayaan mudharabah ( Sri Nurhayati, 2008 ).

Adanya kondisi diatas, maka akan dilakukan sebuah penelitian dengan judul ”Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (Bagi Hasil) beserta Risikonya terhadap Eksistensi Bank Syariah

Mandiri”. Peneliti memilih Bank Syariah Mandiri untuk dijadikan sebagai

obyek penelitian karena merupakan salah satu perbankan syariah yang memiliki perkembangan cukup pesat. Alasan lain melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan risikonya terhadap eksistensi perbankan syariah khususnya di Bank Syariah Mandiri.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang signifikan terhadap eksistensi bank Syariah Mandiri ?


(21)

2. Apakah risiko dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang signifikan dengan eksistensi bank Syariah Mandiri ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang dibuat, maka tujuan penelitian adalah :

1. Untuk membuktikan dan menguji secara empiris hubungan yang signifikan adanya pelaksanaan pembiayaan mudharabah terhadap eksistensi bank Syariah Mandiri.

2. Untuk menguji secara empiris hubungan antara risiko yang ditimbulkan dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah terhadap eksistensi bank Syariah Mandiri.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam melakukan penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti

Dapat memperoleh informasi dan mengetahui seberapa besar hubungan pembiayaan mudharabah dan risiko yang ditimbulkan pada eksistensi bank Syariah Mandiri.

2. Bagi Mahasiswa

Dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian berikutnya khususnya dalam permasalahan penggunaan pembiayaan mudharabah di bank syariah beserta risikonya.


(22)

3. Bagi Praktisi

Dapat memperoleh pengetahuan sekaligus informasi mengenai penggunaan pembiayaan mudharabah apabila menjadi nasabah di bank syariah.

4. Bagi Perbankan Syariah

Merupakan suatu informasi sekaligus sebagai saran yang penting dalam melakukan pelayanan pembiayaan mudharabah kepada nasabah agar dalam pelaksanaannya tidak menjadi ragu-ragu.


(23)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN SEBELUMNYA

2.1 Penelitian Terdahulu

Bagian ini berisi fakta atau temuan serta penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

1. Ikhwan Tri Maryono (2007)

Meneliti mengenai hubungan pembiayaan musyarakah, risiko serta penyisihan kerugian dengan penerimaan keuntungan pada PT. Bank Syariah Mandiri.

Permasalahan yang diangkat apakah pembiayaan musyarakah, risiko serta penyisihan kerugian memiliki hubungan yang signifikan dengan penerimaan keuntungan pada PT. Bank Syariah Mandiri ?

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikhwan Tri Maryono menyatakan bahwa variable pembiayaan musyarakah mempunyai hubungan positiv yang signifikan dengan keuntungan. Berbeda halnya dengan variable risiko dan penyisihan kerugian tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan keuntungan.

2. Purwantoro (2007)

Meneliti mengenai Hubungan Penghimpunan Dana Nasabah, Penyaluran Dana Pinjaman serta Perolehan Pendapatan Bank Syariah Mandiri Jakarta.


(24)

Permasalahan yang diangkat apakah penghimpunan dana nasabah, penyaluran dana pinjaman serta perolehan pendapatan dari jasa yang lain mempunyai hubungan terhadap pendapatan Bank Syariah Mandiri?

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwantoro menyatakan bahwa penyaluran dana pinjaman mempunyai hubungan positiv yang signifikan dengan penerimaan pendapatan. Hal ini bertolak belakang dengan variable perolehan pendapatan dari jasa yang lain yang tidak mempunyai hubungan signifikan dengan penerimaan pendapatan. 3. Muhammad (2006)

Meneliti mengenai Atribut Proyek dan Mudharib dalam Pembiayaan Mudharabah pada Bank Syariah di Indonesia.

Permasalahan yang diangkat, atribut (aspek - aspek) proyek apa yang dipertimbangkan oleh shahibul mal dalam melakukan kontrak pembiayaan mudharabah di bank syariah?

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad menyatakan bahwa aspek – aspek yang dipertimbangkan dalam menyalurkan dana atas suatu proyek dalam bentuk mudharabah adalah (1) biaya pemantauan proyek; (2) tingkat kesehatan usaha; (3) usaha terus berkembang; (4) kepastian pembayaran hasil; (5) jaminan proyek dan tingkat returnnya; (6) tingkat risiko proyek dan sistem informasi akuntansi.


(25)

4. Oemar Haziem (2003)

Meneliti mengenai Kendala – Kendala Seputar Eksistensi Perbankan Syariah di Indonesia.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah kendala apa saja yang dihadapi oleh bank syariah di Indonesia dalam perkembangannya?

Hasil penelitian menyatakan bahwa kendala – kendala yang mempengaruhi eksistensi bank syariah di Indonesia adalah kendala fiqh (perbedaan pandangan mengenai bunga), masalah hukum yang belum kuat, rendahnya sosialisasi bank syariah, serta kendala – kendala operasional (keterbatasan jaringan syariah dan kurangnya sumber daya manusia).

2.2 Kajian Teori

2.2.1 Telaah Umum Bank Syariah

Bank Syariah atau Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip – prinsip syariah islam. Bank syariah ini tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan – ketentuan Al-Quran dan Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip – prinsip syariah islam maksudnya adalah bank yang dalam seluruh kegiatan operasinya dilakukan sesuai dengan syariah islam khususnya menyangkut tata cara bermuamalat.

Tata cara bermuamalat itu dijauhi praktik – praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur – unsur riba, untuk diisi dengan


(26)

kegiatan – kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan atau praktik – praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah ( Edy Wibowo dan Untung, 2005:33 ).

Perkembangan masyarakat yang semakin sadar akan Islam sebagai agama yang mengatur kehidupan masyarakat secara komprehensif dan universal, berhubungan juga pada sektor perbankan. Dengan semakin merebaknya bisnis perbankan syariah, umat Islam di berbagai negara telah berusaha untuk mendirikannya ( Antonio, 2002:55 ).

Pasal 66 UU No. 10 tahun 1998 membolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui :

a. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau

b. Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah ( Antonio, 2004:21 ).

Akomodasi peraturan perundang – undangan Indonesia terhadap ruang gerak perbankan syariah ( Edy Wibowo dan Untung, 2005:35 ) terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan berikut :

1. Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.


(27)

2. Undang – undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral. Undang – Undang ini memberi peluang bagi BI untuk menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip – prinsip syariah.

3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua peraturan perundang – undangan ini mengatur kelembagaan bank syariah yang meliputi pengaturan tata cara pendirian, kepemilikan, kepengurusan dan kegiatan usaha bank.

Karakteristik perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat melalui beberapa hal, yaitu : (1) sistem keuangan dan perbankan yang dianut, (2) aliran pemikiran atau mazhab dan pandangan yang dianut oleh negara atau mayoritas muslimnya, (3) kedudukan bank syariah dalam undang – undang, dan (4) pendekatan pengembangan perbankan syariah dan produknya yang dipilih ( Ascarya, 2007:204 ).

Menurut Muhammad (2002) ”Dalam sistem perbankan syariah dimana bank syariah menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang amanat dari pemilik dana atas investasi di sektor riil”. Sekalipun sistem operasi kedua jenis bank itu pada dasarnya sama, namun jelas keduanya berbeda. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(28)

Tabel 2.1 : Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Bank Syariah Bank Konvensional

Landasan Operasional

 Berdasarkan prinsip syariah Islam

 Bunga dalam berbagai

bentuknya dilarang

 Menggunakan prinsip bagi hasil atas transaksi riil

 Bebas nilai (berdasarkan prinsip materialitas)

 Bunga sebagai instrumen

imbalan terhadap pemilik uang yang diterapkan di muka

Fungsi dan Peran

 Hubungan dengan nasabah

adalah hubungan kemitraan (investor timbal balik pengelola investasi)

 Pengelola dana kebijakan, ZIS (fungsi opsional)

 Penghimpunan dana masyarakat dan memberikan pinjaman kredir dengan unsur bunga

 Hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan debitur-kreditur Tujuan Usaha

Profit adalah falah oriented (mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat)

Profit oriented

Risiko Usaha Dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran

Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank

Sistem Pengawasan Penghimpunan dan penyaluran dana

harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

Tidak terdapat dewan sejenis dan aspek moralitas sering kali terlanggar karena tidak adnya nilai-nilai religius yang mendasari operasional

Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2004:34)

Prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank Islam, hal yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial, Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi kemitraan/kerjasama dengan prinsip bagi hasil, sedangkan peminjaman uang hanya diperbolehkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan


(29)

apapun, sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil. Perbedaan bagi hasil dan bunga dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2 : Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil

Bagi Hasil Bunga

Penentuan nisbah bagi hasil dibuat saat akad dengan pedoman untung rugi

Penentuan bunga di awal waktu dengan selalu untung

Besarnya bagi hasil berdasarkan jumlah untung dan rugi yang diperoleh

Besarnya presentase untung berdasarkan modal yang dipinjamkan

Bagi hasil bergantung pada keuntungan atau kerugian usaha yang dijalankan

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan lainnya

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah pendapatan

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat

Sumber : Triyuwono (2001:43)

Penentuan besarnya hasil usaha pada sistem bunga telah ditentukan sebelumnya, sedangkan pada sistem bagi hasil ditentukan sesudah berusaha. Karena hasil investasi di masa yang akan datang akan dihubungani banyak faktor, baik faktor yang dapat diprediksikan maupun tidak. Faktor yang dapat diprediksikan atau dihitung sebelumnya adalah berapa banyaknya modal, nisbah yang disepakati. Sementara faktor efeknya tidak dapat dihitung secara pasti adalah usaha (return).

Penerapan sistem bunga jika terjadi kerugian akan ditanggung oleh nasabah saja sedangkan dalam sistem bagi hasil kerugian akan ditanggung kedua belah pihak baik bank maupun nasabah. Hal ini sesuai dengan prinsip bank Islam yaitu menjalin kemitraan dengan nasabah.

Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba bertentangan dengan Al-Quran surat Ar-Ruum ayat 39 dan surat An-nisa ayat 161 :


(30)

æóãóÇ ÂÊóíúÊõãú ãöäú ÑöÈðÇ áöíóÑúÈõæó Ýöí

ÃóãúæóÇáö ÇáäøóÇÓö ÝóáÇ íóÑúÈõæ ÚöäúÏó

Çááøóåö æóãóÇ ÂÊóíúÊõãú ãöäú ÒóßóÇÉò

ÊõÑöíÏõæäó æóÌúåó Çááøóåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ

ÇáúãõÖúÚöÝõæäó (

٩

)

Wanaa aataitum min ribal liyarbuu fi amwaalin naasi falaa yarbuu ’indallaahi wamaa aataitum min zakaatin turiiduuna wajhallahi fa’uulaa’ika humul mudz’ifuuna.

Artinya :

”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Ar-Ruum : 39)

æóÃóÎúÐöåöãõ ÇáÑöøÈóÇ æóÞóÏú äõåõæÇ Úóäúåõ

æóÃóßúáöåöãú ÃóãúæóÇáó ÇáäøóÇÓö ÈöÇáúÈóÇØöáö

æóÃóÚúÊóÏúäóÇ áöáúßóÇÝöÑöíäó ãöäúåõãú ÚóÐóÇÈðÇ

ÃóáöíãðÇ (

)

Wa akhdzihimur ribaa wa qadnuhuu ’anhu wa aklihim amwaalan naasi bilbaathili wa a’tadnaa lilkaafiriina minhum ’adzaaban aliiman.


(31)

” ... dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang – orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”

Tafsiran ayat – ayat tersebut menunjukkan bahwa riba masih merupakan indikasi bukan keharusan. Namun tetap menolak bahwa riba seolah – olah dapat menolong mereka yang membutuhkan merupakan perbuatan yang diridhai Allah. Isi ayat tersebut sangat mencela riba dan menggolongkan mereka memakan riba sama dengan orang yang mencuri harta orang lain dan Allah mengancam pelaku tersebut dengan siksa yang pedih. Allah membenci dan melarang riba dan menghalalkan sedekah ( Muhammad, dkk, 2002 ).

2.2.2 Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah

Menurut Antonio, (2004:118) dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 jo UU No. 10 Tahun 1998 ditetapkan bahwa Pembinaan dan Pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Kemudian pada ayat (2) berbunyi :

”Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan, modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.”


(32)

Pasal 30 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 menentukan landasan hukum kewajiban bank untuk menyampaikan laporan dan penjelasan mengenai usahanya yaitu : ”Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”

Sedangkan dalam ayat (2) dan (3) berbunyi antara lain sebagai berikut :

(2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku – buku dan berkas – berkas yang ada padanya. (3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan

sebagaimana dalam ayat (1) dan (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.

Pengaturan mengenai pengawasan Bank Indonesia pada Bank Syariah sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tersebut terkait dengan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Hal ini tampak dalam bunyi ketentuan pasal 8 Undang – Undang tersebut berbunyi : ”Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c) mengatur dan mengawasi bank.


(33)

Untuk menjaga kegitan bank syariah ( Antonio, 2004:70 ) agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai – nilai syariah, maka diperlukan suatu badan Independen yang terdiri dari para pakar syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu fungsi dalam organisasi bank syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah, dan secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam organisasi bank syariah adalah sebagai berikut :

1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal – hal yang terkait dengan aspek syariah. 2. Sebagai mediator antara bank dan Dewan Syariah Nasional (DSN)

dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional.

3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada bank. Kewajiban melapor pada Dewan Syariah Nasional, sekurang – kurangnya satu kali dalam setahun.

4. Menyampaikan hasil laporan keuangan kepada Dewan Syariah Nasional.


(34)

Menurut Heri Sudarsono (2004:69), Mudharabah berasal dari kata adhdharbu fil ardhi, yaitu berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga Qiradh yang berasal dari kata Al-Qardhu yang berarti al-qarth’u (potongan), karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.

Menurut PSAK No. 59, Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, apabila rugi ditanggung oleh pemilik dana selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola dana. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola dana, maka pengelola tersebut harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Pembiayaan mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni

mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya ( Muhammad, 2005:208 ).

Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan objek investasi, sebagai contoh, pengelola dana dapat diperintahkan untuk tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa


(35)

penjamin, atau tanpa jaminan atau pula mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga ( PSAK No. 59:2 ).

Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.07/DSN-MUI/IV/2000, tentang Pembiayaan Mudharabah adalah sebagai berikut :

1. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS (Lembaga Keuangan Syariah) dengan pengusaha).

2. Mudharabah boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

3. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

4. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tdak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal – hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

Rukun dan syarat pembiayaan mudharabah sesuai Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.07/DSN-MUI/IV/2000 antara lain :


(36)

1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatalan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal – hal berikut :

a. Penawaran dan permintaan harus menunjukkan tujuan kontrak (akad)

b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat akad

c. Akad dituangkan secara tertulis dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern

3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut :

a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya

b. Modal tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.

Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi :

a. Harus diperuntukkan kepada kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.


(37)

b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak (akad) dan harus dalam bentuk nisbah dari keuntungan yang sesuai kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal – hal berikut: Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan :

a. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

b. Pengelola tidak boleh menyalai hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah.


(38)

Skema Pembiayaan Mudharabah

Perjanjian Bagi Hasil

Keahlian/

ketrampilan Modal 100%

Nisbah X % Nisbah Y %

Pengambilan

modal pokok

Gambar 2.1

Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio, 2004, hal 98

Gambar diatas dapat dijelaskan bahwa bank dan nasabah bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu proyek usaha dengan perjanjian bagi hasil, kemudian perjanjian bagi hasil dijalankan dengan nasabah menyumbangkan keahlian/ketrampilan, sementara bank menyediakan modalnya. Setelah usaha berjalan, maka ada pembagian keuntungan antara nasabah dan bank dimana besarnya telah disepakati pada awal kontrak, karena bank yang mengeluarkan modal maka modal tersebut akan kembali pada bank sebagai pengambilan modal pokok setelah proyek usaha

Nasabah (Mudharib)

Bank (Shahibul Maal)

Proyek / Usaha

Pembagian Keuntungan


(39)

berjalan. Landasan syariahnya terdapat dalam Quran surat Al-Muzzamil 20 :

æóÂÎóÑõæäó íóÖúÑöÈõæäó Ýöí ÇáÃÑúÖö íóÈúÊóÛõæäó

ãöäú ÝóÖúáö Çááøóåö.... (

)

Wa aakhoruuna yadhribuuna fi alardhi yabtaghuuna min fadhlillahi

Artinya :

”... dan jika dari orang – orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT... ”. (Qs Al-Muzzamil : 20)

Menurut Muhammad (2002:76), mengemukakan empat fungsi pengusaha/pelaksana dalam akad mudharabah, antara lain :

1. Mudharib : Pengelola dana, melakukan dhorb, yakni perjalanan dan pengelolaan usaha. Dhorb ini dapat dianggap sebagai saham penyertanya. 2. Pemegang Amanah : Mudharib menjaga dan mengusahakannya

dalam investasi dan mengembalikannya sesuai dengan akad dan kesempatan bersama.

3. Waki : Mewakili Shahibul Maal untuk melakukan

kegiatan usaha.

4. Syarik : Sebagai partner penyerta yang berhak menerima keuntungan dengan yang telah disepakati bersama.

Untuk mengurangi timbulnya perselisihan terutama atas biaya – biaya yang timbul maka disarankan bahwa yang dibagi hasilkan adalah


(40)

pendapatan/hasil bruto, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa keuntungan/hasil netto yang dibagi hasilkan, dengan catatan bahwa biaya – biaya yang dapat menimbulkan keraguan tentang keabsahannya seperti transportasi mudharib, uang makan atau lelah, uang saku dan semacamnya tidak perlu dimasukkan untuk mengurangi pendapatan bruto tersebut ( Muhammad, 2002:77 ).

2.2.4 Pengertian Risiko

Risiko menurut Riyanto (1995:156) adalah sejumlah kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi, dengan demikian, maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas tidak dicapainya suatu tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan pengembalian yang diterima menyimpang dari yang diharapkan.

Menurut Woorkbook level 1 Global Association of Risk Professionals-Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (2005:A4) risiko didefinisikan sebagai ”Change of bad outcome”. Maksudnya risiko yaitu suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola semestinya.

Risiko kredit menurut H. Mahsyud Ali (2006:199) adalah risiko kerugian yang diderita bank terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat


(41)

jatuh tempo penerima kredit telah gagal memenuhi kewajiban – kewajiban kepada bank, singkat kata, credit risk adalah risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjamannya.

Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah satu key success factor kelangsungan usaha suatu institusi keuangan, sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha yang dipicu proses globalisasi yang meningkatkan saling ketergantungan antara sektor keuangan suatu negara dengan negara lainnya, ketatnya persaingan usaha dan kemajuan teknologi informasi yang mendorong semakin variatif dan kompleksnya produk keuangan. Jenis risiko bank syariah menurut Risk Management Guide IFSB (2004): Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Reputasi sebagaimana bank konvensional.

Risiko dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit yakni kerugian yang diakibatkan dari penghentian mudharabah sebelum masa akad berakhir karena nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak (side treaming), lalai dan adanya kesalahan yang disengaja, serta penyembunyian keuntungan oleh nasabah. Nasabah tidak jujur maka diakui sebagai pengurangan pembiayaan mudharabah, rugi pengelolaan yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib dibebankan pada pengelola dana (mudharib) ( Sofyan S. Harahap. Wiroso dan Muhammad Yusuf, 2005: 316 ).


(42)

2.2.5 Pengertian Eksistensi

Eksistensi menurut Poerwadarmita (1982) adalah adanya kehidupan. Eksistensi juga merupakan keberadaan, yang dalam hal ini adalah kehadiran bank syariah di lingkungan masyarakat, terutama masyarakat muslim ( Muhammad Yusuf, 2005:316 ).

Eksistensi bank syariah, manfaatnya tidak hanya dapat dinikmati oleh umat Islam saja, lebih dari itu, sejak awal kelahirannya, bank syariah diformulasikan untuk memberikan rahmat bagi siapa saja yang ingin melakukan transaksi dengan bank syariah. Baik itu, umat Islam sendiri ataupun umat di luar Islam, oleh karena itu, tidak ada halangan bagi umat lain, non muslim, untuk bertransaksi dengan bank syariah, tidak salah jika ada yang mengungkapkan bahwa, “Bank syariah untuk semua“, bagi semua pihak yang telah merasakan ’manisnya madu’ bank syariah, akan berfikir ulang jika ingin ’meninggalkan’ bank syariah, dari sisi keuntungan, bank syariah tidak kalah menariknya dibanding dengan bank konvensional ( Fatiaali, 2008 ).

Eksistensi bank syariah di Indonesia merupakan sesuatu yang fenomenal, hal ini terlihat dengan adanya satu Direktorat di Bank Indonesia yang khususnya mengatur perbankan syariah. Sebuah gambaran kemajuan yang pesat bagi pengembangan dunia perbankan syariah di Indonesia. Data di Bank Indonesia sampai Desember 2009 menyebutkan sudah ada 1.223 jaringan kantor bank yang beroperasi dengan syariah,


(43)

baik kantor yang berasal dari Bank Umum Syariah, Bank Konvensional yang membuka Unit Usaha Syariah atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Eksistensi bank syariah dapat dilihat melalui jumlah pendapatan bagi hasil (Profit Sharing). Pendapatan menurut Soemarso (2003:230) merupakan peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari konstribusi penanaman modal. Pendapatan bagi hasil menurut Kamus Istilah Akuntansi Syariah (2005) merupakan penerimaan laba yang diperolah dari pengelolaan dana mudharabah dan musyarakah. Sesuai dengan akad – akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan lembaga keuangan syariah, hal ini dikatakan sebagai sumber – sumber pendapatan lembaga keuangan syariah dapat diperoleh dari :

1. Bagi hasil atau kontrak mudharabah atau kontrak musyarakah 2. Keuntungan atas kontrak jual – beli (al bai)

3. Hasil sewa atas kontrak ijarah wa iqtina

2.2.6 Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105

Pedoman ini menurut Muhammad ( 2005:198 ) bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi (karakteristik, pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan


(44)

aktivitas bank Syariah dan beberapa hal penting dalam pernyataan ini meliputi :

1. Pernyataan ini ditetapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.

2. Hal – hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini mengacu pada standar pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan atau prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

3. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

4. Pengukuran investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar pada saat pembayaran.

5. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana.

6. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat, dan pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada


(45)

pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.

7. Pemilik dana mengungkapkan hal – hal terkait transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi mudharabah, penyisian kerugian investasi dan isi kesepakatan utama usaha mudharabah. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan dana syirkah temporer dari pemilik dana sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah, serta bagi hasil yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.

2.2.7 Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri

Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat salah satunya dari pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang merupakan produk utama dan andalan bagi lembaga keuangan dan perbankan Islam. Produk tersebut mempunyai peran strategis, karena merupakan alternatif dari bank konvensional (bank dengan bunga) untuk tujuan investasi.

Teori yang mendasari pelaksanaan pembiayaan mudharabah pada bank syariah adalah teori Elastisitas oleh Cantillon (1767) : ”Uang bisa bertambah pada waktu terjadi kenaikan kegiatan ekonomi dan juga berkurang pada saat turunnya kegiatan ekonomi” ( Faried Wijaya dan Soetatwo Hadiwigeno:1991 ). Dari teori di atas disimpulkan bahwa


(46)

kegiatan ekonomi memiliki hubungan yang dominan dalam penambahan dan pengurangan uang.

Hubungan teori Elastisitas dengan variable yang diteliti oleh penulis adalah keberadaan atau eksistensi perbankan syariah tergantung oleh penerimaan keuntungan yang diterima bank pada saat kenaikan kegiatan ekonomi yang salah satunya berupa peningkatan pelaksanaan penyaluran pembiayaan, khususnya mudharabah oleh bank kepada nasabah, begitu pula sebaliknya apabila tingkat pelaksanaan pembiayaan semakin rendah maka akan mempengaruhi perkembangan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.

2.2.8 Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri

Pelaksanaan pembiayaan mudharabah, teori yang mendasari risiko berhubungan dengan eksistensi perbankan syariah adalah teori permintaan yang dikemukakan oleh Samuelson (1988) dengan menyatakan bahwa jika harga naik maka jumlah output yang diminta akan turun, demikian sebaliknya jika harga turun maka jumlah output yang diminta akan naik ( Suherman Rosyidi : 1998 ).

Teori tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan tingkat harga dalam suatu produk yang ditawarkan oleh perusahaan maka jumlah output yang diminta akan turun, demikian sebaliknya jika terjadi penurunan harga maka jumlah output yang diminta akan meningkat.


(47)

Kenaikan tingkat harga disebabkan adanya peningkatan harga bahan baku suatu produk, kebanyakan perusahaan menginginkan produk yang diciptakan berkualitas bagus tetapi konsekuensinya perusahaan harus meningkatkan harga suatu produk sehingga terjadi penurunan output yang diminta oleh konsumen, demikian sebaliknya, jika perusahaan mampu menciptakan suatu produk dengan harga yang murah dan kualitas bagus maka jumlah output yang diminta konsumen akan meningkat.

Teori ini dihubungkan dengan variable penelitian dapat disimpulkan, adanya hubungan yang erat antara teori permintaan dengan risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit yaitu : semakin besar risiko kredit yang diterima oleh bank maka semakin menurun pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang dilakukan. Ini dikarenakan bank masih bersikap hati-hati dan tidak berani untuk mengambil risiko apabila pembiayaan mudharabah dilaksanakan. Hal tersebut disebabkan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya sebelum akad mudharabah berakhir.

Adanya penurunan pelaksanaan pembiayaan tersebut dapat mempengaruhi eksistensi perbankan syariah yang semakin menurun karena nasabah yang ingin melakukan pembiayaan mudharabah dipersulit oleh pihak bank yang belum sepenuhnya siap menghadapi risiko yang ditimbulkan. Begitu pula sebaliknya, jika risiko kredit yang dimiliki semakin kecil, maka tingkat pelaksanaan pembiayaan mudharabah yang


(48)

dilakukan bank dengan nasabah semakin tinggi dan akan meningkatkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.

2.3 Kerangka Pikiran

Pada hakekatnya kerangka pemikiran ini merupakan upaya untuk mencoba menjawab secara ringkas permasalahan yang telah diidentifikasikan secara rasional melalui alur pikiran yang didasarkan pada kerangka logis.

Secara tidak langsung yang dimaksud dengan kerangka pemikiran sebenarnya telah dideskripsikan atau terdapat dalam bahasan landasan teori, jadi sumber kerangka pemikiran adalah bahasan landasan teori yang dihubungkan dengan variable penelitian dalam upaya memecahkan masalah.

Kerangka pikir yang digambarkan dalam penelitian ini adalah:

Diagram Kerangka Pikir

Korelasi Pearson

Gambar 2.2

X1

X2


(49)

Keterangan :

Y = Eksistensi Bank Syariah Mandiri X1 = Pelaksanaan pembiayaan mudharabah

X2 = Risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan, penelitian terdahulu, teori elastisitas oleh Cantilon, teori permintaan uang, maka dalam penelitian ini dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan pembiayaan mudharabah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri. 2. Diduga bahwa risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki


(50)

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1 Definisi Operasional

Dalam penelitian yang berjudul ”Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan (Bagi Hasil) Mudharabah beserta risikonya terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri” mempunyai definisi operasional sebagai berikut :

a. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1)

Adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di anatara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana (PSAK No. 105:1).

b. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X2)

Risiko yang terjadi pada pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit, yakni nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan bersama saat masa akad belum selesai. Semakin berani bank syariah mengambil risiko, maka semakin tinggi pula pelaksanaan pembiayaan mudharabah ( Arifin, 2002:357 ).


(51)

c. Eksistensi Bank Syariah (Y)

Merupakan keberadaan perbankan syariah Mandiri dalam melayani nasabah untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariah islam khususnya pelaksanaan pembiayaan mudharabah ( Muhammad Yusuf, 2005:316 ).

3.1.2 Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini pengukuran variabel dilakukan dengan melihat data hasil laporan pembiayaan mudharabah Bank Syariah Mandiri dari tahun 2005 – 2009 dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk rasio. Skala data ini umumnya adalah merupakan nilai variabel data yang kontinyu dan mempunyai nol mutlak artinya pada posisi 0 setiap pengukuran, angka 0 tersebut tetap mempunyai arti dan dapat diperbandingkan (Husein Umar, 2002:86). Berikut pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian :

a. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1)

Untuk mengukur pelaksanaan pembiayaan mudharabah tahun 2005 – 2009, peneliti menggunakan data yang berasal dari Laporan Keuangan Neraca bagian aktiva Bank Syariah Mandiri, yakni jumlah pembiayaan mudharabah setelah adanya pengurangan penyisihan kerugian (dalam rupiah).


(52)

Jumlah Pembiayaan Mudharabah Bersih (2005-2009) = Pembiayaan Mudharabah – Penyisihan Kerugian Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri b. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X2)

Untuk mengukur risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah tahun 2005 – 2009, peneliti menggunakan data yang berasal dari Catatan atas Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri, tepatnya pada jumlah pembiayaan mudharabah yang bermasalah (Non Performing Financing) (dalam prosentase).

c. Eksistensi Bank Syariah Mandiri (Y)

Pengukuran eksistensi Bank Syariah Mandiri tahun 2005 – 2009 peneliti menggunakan data yang berasal dari Laporan Laba Rugi Bank Syariah Mandiri. Peneliti mengukur eksistensi dengan melihat jumlah pendapatan bagi hasil (profit sharing) yang diperoleh dari kontrak mudharabah yang dilakukan, bagi hasil antara pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola (mudharib) harus disepakati di awal perjanjian (dalam rupiah).

Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur dalam syariah, tetapi tergantung dengan kesepakatan mereka.

Nisbah bagi hasil bisa dibagi rata 50% : 50%, tetapi bisa juga 30% : 70%, atau pada umumnya menggunakan pembagian 60% : 40% sesuai dengan yang disepakati. Besarnya bagi hasil yang diperoleh bank syariah selaku pemilik modal (shahibul maal) akan nampak pada


(53)

pendapatan bagi hasil, dari jumlah tersebut dapat dilihat seberapa jauh bank syariah dikenal oleh masyarakat, khususnya nasabah yang melakukan pembiayaan mudharabah. Semakin besar pendapatan bagi hasil yang diperoleh bank syariah maka semakin tinggi tingkat eksistensinya.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi merupakan kelompok subyek atau obyek yang memiliki ciri atau karakteristik – karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek atau obyek yang lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian ( Soemarsono, 2002:44 ).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan Neraca, Laba Rugi dan Laporan Pembiayaan Mudharabah dalam Catatan atas Laporan Keuangan dari tahun 2002 – 2009 pada Bank Syariah Mandiri.

3.2.2 Sampel

Menurut Sugiyono ( 2007:73 ), sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada di populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa


(54)

yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul – betul representatif (mewakili).

Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probabilitas dengan sampling purposive, yakni teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu ( Sugiyono, 2007:78 ). Pertimbangan tersebut diartikan bahwa untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan pembiayaan mudharabah serta risiko yang ditimbulkan, maka yang digunakan oleh peneliti sebagai sampel sumber data adalah :

Laporan Keuangan Neraca, Laba Rugi dan Catatan atas Laporan Keuangan, tepatnya pada jumlah pembiayaan mudharabah, pendapatan bagi hasil (profit sharing) serta jumlah kegiatan (non performing financing) dari pembiayaan mudharabah yang macet atau tidak dapat tertagih lagi pada tahun 2005 sampai tahun 2009.

Kelima tahun tersebut mewakili populasi karena telah menunjukkan perkembangan Bank Syariah Mandiri dari awal pengoperasiannya hingga keberadaannya yang telah dikenal oleh masyarakat, seperti yang sebelumnya telah dijelaskan pada tabel Perkembangan Jaringan Operasional Perbankan Syariah di BAB I, serta memiliki kinerja BSM dengan predikat ”Sangat Bagus” selama 5 tahun berturut – turut berdasarkan Majalah Info Bank.


(55)

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah sumber data sekunder mengenai jumlah pembiayaan mudharabah dan kerugian yang terjadi selama tahun 2005 sampai tahun 2009 dalam Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri.

3.3.2 Sumber Data

Data penelitian diperoleh dari Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2005 hingga tahun 2009 yang diambil melalui situs www.syariahmandiri.com .

3.3.3 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan browsing data Bank Syariah Mandiri yang sebagai obyek penelitian melalui media internet.

3.4 Uji Kualitas Data 3.4.1 Uji Normalitas

Penelitian ini hanya melakukan Uji Normalitas, yakni pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya


(56)

adalah metode Kolmogorov Smirnov. Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 5%, maka distribusi adalah tidak normal. Namun jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih dari 5% maka distribusinya adalah normal (Soemarsono, 2002:40)

3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

3.5.1 Teknik Analisis Korelasi Product Moment

Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel.

Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen.

Dalam korelasi sebenarnya tidak dikenal istilah variabel bebas dan variabel tergantung. Biasanya dalam penghitungan digunakan simbol X untuk variabel pertama dan Y untuk variabel kedua.


(57)

Ada perbedaan mendasar antara korelasi dan kausalitas. Jika kedua variabel dikatakan berkorelasi, maka kita tergoda untuk mengatakan bahwa variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas. Kenyataannya belum tentu. Hubungan kausalitas terjadi jika variabel X mempengaruhi Y. Jika kedua variabel diperlakukan secara simetris (nilai pengukuran tetap sama seandainya peranan variabel-variabel tersebut ditukar) maka meski kedua variabel berkorelasi tidak dapat dikatakan mempunyai hubungan kausalitas. Dengan demikian, jika terdapat dua variabel yang berkorelasi, tidak harus terdapat hubungan kausalitas.

Terdapat dictum yang mengatakan “correlation does not imply causation”. Artinya korelasi tidak dapat digunakan secara valid untuk melihat adanya hubungan kausalitas dalam variabel-variabel. Dalam korelasi aspek-aspek yang melandasi terdapatnya hubungan antar variabel mungkin tidak diketahui atau tidak langsung. Oleh karena itu dengan menetapkan korelasi dalam hubungannya dengan variabel-variabel yang diteliti tidak akan memberikan persyaratan yang memadai untuk menetapkan hubungan kausalitas kedalam variabel-variabel tersebut. Sekalipun demikian bukan berarti bahwa korelasi tidak dapat digunakan sebagai indikasi adanya hubungan kausalitas antar variabel. Korelasi dapat digunakan sebagai salah satu bukti adanya kemungkinan terdapatnya hubungan kausalitas tetapi tidak dapat memberikan indikasi hubungan kausalitas seperti apa jika memang itu terjadi dalam variabel-variabel yang


(58)

diteliti, misalnya model recursive, dimana X mempengaruhi Y atau non-recursive, misalnya X mempengaruhi Y dan Y mempengaruhi X.

(http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.htm)

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korelasi Product Moment, yakni analisis korelasi yang berguna untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Jadi, tidak mempersoalkan apakah variabel tertentu tergantung kepada variabel lain. Simbol dari besaran korelasi adalah r yang disebut koefisien korelasi sedangkan simbol parameternya  (rho) (Husein Umar, 2002:259 ).

Menurut Umar ( 2002:259 ), nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut :

1. Nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positiv, yaitu makin besar nilai variabel X (independen), maka makin besar pula nilai variabel Y (dependen) atau makin kecil nilai variabel X maka makin kecil pula nilai variabel Y.

2. Nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negativ, yaitu makin kecil nilai variabel X , maka makin besar nilai variabel Y atau makin besar nilai variabel X maka makin kecil pula nilai variabel Y. 3. Nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X


(59)

4. Nilai r =1 atau r = -1, artinya telah terjadi hubungan linier sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.

Adapun rumus Korelasi Pearson adalah sebagai berikut :

r =

 

 

 2 2 2 2 1 1 ) ( Y Y n X X n Y X Y X n i i

(Sugiyanto, 2004 : 177) Dimana :

i = 1, 2

r = Koefisien Korelasi Pearson Y = Eksistensi perbankan syariah Xi = Variabel X1 dan X2

X1 = Pelaksanaan pembiayaan mudharabah

X2 = Risiko

n = Banyaknya data

3.5.2 Uji Hipotesis

Untuk pengkajian hipotesis penelitian hubungan antara variabel X dengan Y, maka digunakan uji t student dengan prosedur sebagai berikut :

a. Ho =  = 0 (Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara X danY) H1 =  = 0 (Terdapat hubungan yang signifikan antara X dan Y)


(60)

b. Dalam penelitian ini digunakan tingkat signifikan 0,01 dengan derajat bebas [n-2] dimana n – jumlah observasi.

c. Kriteria pengujian :

- Jika angka signifikansi hasil riset < 0,05, maka H0 ditolak yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara X dan Y - Jika angka signifikansi hasil riset > 0,05, maka H0 diterima

yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara X dan Y


(61)

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Bank Syariah Mandiri

Nilai-nilai perusahaan yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan integritas telah tertanam kuat pada segenap insan Bank Syariah Mandiri (BSM) sejak awal pendiriannya. Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.


(62)

Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).

Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.

Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No.


(63)

1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.

PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.

(http://www.syariahmandiri.co.id)

4.1.2. Profil Bank Syariah Mandiri A. Profil:

Nama: PT Bank Syariah Mandiri

Alamat: Wisma Mandiri I, Jl. MH. Thamrin No. 5 Jakarta 10340 – Indonesia

Telepon: (62-21) 2300 509, 3983 9000 (Hunting) Faksimili: (62-21) 3983 2989

Situs Web: www.syariahmandiri.co.id Tanggal Berdiri: 25 Oktober 1999


(64)

Tanggal Beroperasi: 1 November 1999 Modal Dasar: Rp1.000.000.000.000,- Modal Disetor: Rp658.243.565.000,-

Kantor Layanan: 472 kantor, yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia

Jumlah jaringan ATM BSM:

220 ATM Syariah Mandiri, ATM Mandiri 4.795, ATM Bersama 20.487 unit (include ATM Mandiri dan ATM BSM), ATM Prima 14.403 unit, EDC BCA 121.743 unit, ATM BCA 7053 dan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) 7.435 unit.

Jumlah Karyawan: 3.109 orang (Per Desember 2009) B. Kepemilikan Saham

1. PT Bank Mandiri (Persero)Tbk.:

131.648.712 lembar saham (99,999999%)

2. PT Mandiri Sekuritas: 1 lembar saham (0,000001%). (http://www.syariahmandiri.co.id)

4.1.3. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri

Visi : Menjadi Bank Syariah Terpercaya Pilihan Mitra Usaha. Misi :


(65)

2. Mengutamakan penghimpunan dana konsumer dan penyaluran pembiayaan pada segmen UMKM

3. Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja yang sehat

4. Mengembangkan nilai-nilai syariah universal

5. Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat.

(http://www.syariahmandiri.co.id)

4.1.4. Shared Value Bank Syariah Mandiri

Setelah melalui proses yang melibatkan seluruh jajaran pegawai sejak pertengahan 2005, lahirlah nilai-nilai perusahaan yang baru yang disepakati bersama untuk di-shared oleh seluruh pegawai Bank Syariah Mandiri yang disebut Shared Values Bank Syariah Mandiri. Shared Values Bank Syariah Mandiri disingkat “ETHIC”.

Excellence : Berupaya mencapai kesempurnaan melalui perbaikan yang terpadu dan berkesinambungan.

Teamwork : Mengembangkan lingkungan kerja yang saling bersinergi.

Humanity : Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan religius. Integrity : Menaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku


(66)

Customer Focus : Memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan untuk menjadikan Bank Syariah Mandiri sebagai mitra yang terpercaya dan menguntungkan.

(http://www.syariahmandiri.co.id)

4.1.5.

penghargaan dari Bank Syariah Mandiri tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 : Penghargaan Tahun 2010

No. Gambar Nama

Penghargaan

Pemberi

Penghargaan Atas Prestasi

Tanggal Penganugrahan

1. Indonesia

Bank Loyalty Award 2010. Majalah Infobank bekerjasama dengan Markplus Insight Kategori: Saving Account, Sharia Banking. 24 Februari 2010

2. Top Brand

Index Majalah Marketing bekerjasama dengan Frontier Consulting Group Sharia Banking: Marketshare dan Top of Mind

10 Februari 2010

3. Rating BSM

AA – (Idn)

Fitch Rating Dukungan

Permodalan dari Bank Mandiri, cash provision, dan kinerja perusahaan

27 Januari 2010

4. Deals of The

Year 2009

Redmoney Group, Islamic Finance News Asia, Malaysia

Islamic Bank, Bank Syariah Agen Penjual Sukuk Ritel Indonesia

3 Maret 2010

5. Souvereign

Deal of The Year 2009

Redmoney Group, Islamic Finance News Asia, Malaysia

Islamic Bank, Bank Syariah Agen Penjual Sukuk Ritel Indonesia


(67)

6.

Indonesia Deal of The Year

Redmoney Group, Islamic Finance News Asia, Malaysia

Islamic Bank, Bank Syariah Agen Penjual Sukuk Ritel Indonesia

3 Maret 2010

7. Net

Promoter Leader Octovate/Majalah SWA Penghargaan untuk loyalty index

10 Mei 2010

8. Word of

Mouth Marketing Award Majalah SWA/Onbee Marketing Penghargaan untuk Marketing dari nasabah ke nasabah

9 Juni 2010

9. ABFI

Institute Award ABFI Institute Perbanas dan Group Majalah Tempo Penghargaan Bank Syariah Terbaik dengan pengukuran kinerja keuangan menggunakan metode CAMEL

7 Juli 2010

10. Infobank

Award

Majalah Infobank Bank Berkinerja Sangat Bagus selama 10 Tahun Berturut-Turut. Penilaian atas rating 121 bank menetapkan BSM berkinerja Sangat Bagus selama 10 Tahun Berturut-turut.

16 Juli 2010

11. Indonesia

Best Brand Award 2010

Majalah SWA Bank dengan brand

value terbaik untuk kategori perbankan syariah. BSM memperoleh penghargaan untuk yang keempat kalinya.

29 Juli 2010

12. The Best

Islamic Fully Pledged Bank 2010 Karim Business Consulting

Bank Syariah dengan kinerja terbaik dari sisi kinerja keuangan, SDM, ekspansi jaringan. BSM menjuarai overall the best islamic fully pledged bank dengan menjadi terbaik di kategori:

1. The Most

Efficient

2. The Most

Expansive


(68)

Funding

3. The Most

Expansive Financing

4. The Most

Profitable

5. The Most

Efficient Expansive Funding

13. Investor

Award

Majalah Investor Bank Syariah

Terbaik 2010 31 Agustus 2010 14. Annual Report Award (ARA) 2009 Bank Indonesia, Bapepam-LK, BEI, Kementerian BUMN, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Ikatan Akuntan Indonesia, dan Ditjen Pajak

Juara I ARA 2009 untuk kategori Private Keuangan Non Listed

22 September 2010

15. Banking

Efficiency Award 2010

Harian Bisnis Indonesia

Penghargaan atas kinerja bank yang dinilai mampu mengelola

kegiatannya secara efisien.

6 Oktober 2010

(http://www.syariahmandiri.co.id)

4.1.6. Macam – macam Jenis Pembiayaan dalam Perbankan Syariah

Macam – macam Jenis Pembiayaan dalam Perbankan Syariah adalah sebagai berikut :

1. Musyarakah adalah perjanjian pembiayaan antara Bank Syariah dengan nasabah yang membutuhkan pembiayaan, dimana Bank dan nasabah secara bersama membiayai suatu usaha atau proyek yang juga dikelola


(69)

secara bersama atas prinsip bagi hasil sesuai dengan penyertaan dimana keuntungan dan kerugian dibagi sesuai kesepakatan dimuka.

2. Mudharabah adalah kerjasama antara dua pihak dimana shahibul maal menyediakan modal sedangan mudharib menjadi pengelola dana dimana keuntungan dan kerugian dibagi menurut kesepakatan dimuka.

3. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

4. Istishna adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. 5. Qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau

diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

6. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. (Antonio, Muhammad Syafi’i : 2004)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana (PSAK No. 105: 1).


(70)

Pelaksanaan pembiayaan mudharabah diukur dari jumlah pembiayaan mudharabah dikurangi dengan penyisihan kerugian. Berikut ini data pembiayaan mudharabah tahun 2005 – 2009 :

Tabel 4.2 : Data Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 No Tahun Pembiayaan Mudharabah

(dalam Rp)

Peningkatan

1 2005 481.837.446 -

2 2006 1.104.406.267 129,21%

3 2007 2.312,559.397 109,39%

4 2008 2.925.334.813 26,50%

5 2009 3.270.180.163 11,79%

Sumber : Bank Mandiri Syariah (2010)

Gambar 4.1 : Kurva Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009

Sumber : Tabel 4.1 (Bank Mandiri Syariah, 2010)

Berdasarkan tabel 4.2 dan gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah pada Bank Syariah Mandiri cenderung mengalami kenaikan atau peningkatan, dimana peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 129,21% yaitu pembiayaan mudharabah sebesar


(71)

Rp.481.837.446 di tahun sebelumnya meningkat menjadi Rp. 1.104.406.267.

Peningkatan pembiayaan mudharabah Bank Mandiri Syariah pada tahun 2005 – 2009 menunjukkan bahwa :

1. Bank Syariah sudah mampu memikirkan cara-cara yang tepat dalam melakukan pembiayaan khususnya pembiayaan yang berkaitan dengan konsep Mudharabah (Ayu Nurhasanah, 2005)

2. Secara nasional industri perbankan menunjukkan kinerja yang positif, walaupun ditengah situasi persaingan yang meningkat intensitasnya seiring dengan trend penurunan suku bunga perbankan yang diikuti menguatnya kinerja pasar modal maupun industri keuangan non bank. Sebagai bagian dari industri perbankan nasional, perkembangan perbankan syariah juga masih memperlihatkan pertumbuhan volume usaha yang cukup tinggi dan secara umum efektivitas fungsi intermediasi perbankan syariah tetap terjaga (Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2009).

3. Penyediaan akses jaringan mengalami peningkatan dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara lebih luas sehingga masih memiliki fundamental yang cukup kuat untuk memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional. (Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2009).


(72)

4.2.2. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

Risiko pembiayaan mudharabah adalah risiko yang terjadi pada pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit, yaknik nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan bersama saat masa akad belum selesai. Semakin berani Bank Syariah mengambil risiko, maka semakin tinggi pula pelaksanaan pembiayaan mudharabah (Arifin, 2002: 357).

Risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah diukur dengan jumlah pembiayaan mudharabah yang bermasalah (Non Performing Financing). Berikut ini data risiko pembiayaan mudharabah tahun 2005 – 2009 :

Tabel 4.3 : Data Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2005 – 2009 No Tahun Risiko Pembiayaan

Mudharabah (dalam %)

Peningkatan / penurunan

1 2005 0,63

2 2006 0,34 -46,03%

3 2007 0,09 -73,53%

4 2008 0,58 544,44%

5 2009 0,31 -46,55%


(1)

LAMPIRAN 1

DATA PENELITIAN

Ta hun

Jumla h

p e mb ia ya a n

mud ha ra b a h

Jumla h

re siko / ke rug ia n

Pe la ksa na a n

Mud ha ra b a h

(X1) (Rp )

Jumla h

p e nd a p a ta n

b a g i ha sil (Y)

Jumla h No n

Pe rfo rming

Fina nc ing (%)

(X2)

2005 484.892.267

3.054.821

481.837.446

210.444.043

0,63

2006 1.107.124.003

2.717.736

1.104.406.267

310.064.787

0,34

2007 2.314.652.244

2.092.847

2.312.559.397

464.904.597

0,09

2008 2.926.071.071

736.258

2.925.334.813

703.877.398

0,58

2009 3.275.448.768

5.268.605

3.270.180.163

798.583.385

0,31


(2)

LAMPIRAN 2

OUTPUT NORMALITAS

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

5 5 5

2E+009 .3900 5E+008 1E+009 .21943 3E+008

.197 .207 .195

.179 .190 .173

-.197 -.207 -.195

.441 .462 .435

.990 .983 .992

N

Mean

Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

x1 x2 y

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(3)

LAMPIRAN 4

OUTPUT KORELASI PRODUCT MOMENT

Correlations

Correlations

1 -.324 .976**

.594 .004

5 5 5

-.324 1 -.157

.594 .801

5 5 5

.976** -.157 1

.004 .801

5 5 5

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

x1

x2

y

x1 x2 y

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(4)

LAMPIRAN 5

PEDOMAN UNTUK MEMBERIKAN INTERPRETASI KOEFISIEN

KORELASI

Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199

0,20 – 0,399

0,40 – 0,599

0,60 – 0,799

0,80 – 1,000

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Kuat

Sangat Kuat


(5)

Tahun

Jumlah pembiayaan

mudharabah

Jumlah

resiko/kerugian

Pelaksanaan

Mudharabah (X1)

(Rp)

Jumlah pendapatan

bagi hasil (Y)

2005

484,892,267

3,054,821

210,444,043

210,444,043

2006

1,107,124,003

2,717,736

310,064,787

310,064,787

2007

2,314,652,244

2,092,847

464,904,597

464,904,597

2008

2,926,071,071

736,258

703,877,398

703,877,398


(6)

Jumlah Non

Performing Financing

(%) (X2)

0.63

0.34

0.09

0.58

0.31