HUBUNGAN PELAKSANAAN PEMBIAYAAN (Bagi Hasil) MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH BESERTA RISIKONYA DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

Oki Ilyas Kurniawan

0713010128/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Diajukan Oleh :

Oki Ilyas Kurniawan

0713010128/FE/EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

yang diajukan

Oki Ilyas Kurniawan

0713010128/ FE/ EA

disetujui untuk Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

Drs. Ec. H. Munari, MM

Tanggal

:...

NIP. 19610402 198803 1001

Mengetahui

Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi

Dr. Ec. H. Suwaidi, MS

NIP. 19600330 198603 1 003


(4)

DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

Disusun Oleh :

Oki Ilyas Kurniawan

0713010128 /FE/EA

telah dipertahankan dihadapan

dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada Tanggal 24 Febuari 2012

Pembimbing:

Tim

Penguji:

Pembimbing

Utama

Ketua

Drs. Ec. H. Munari, MM

Drs. Ec. H. Munari, MM

Sekretaris

Drs. Ec. Sjafi’I, Ak, MM

Anggota

Drs. Ec. Muslimin, M. Si

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanuddin Nur,SE, MM

NIP. 196309 24198903 1001

 


(5)

Maha Penyayang tak pandang orang. Shalawat serta salam semoga tetap dilimpahkan

kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya,

sahabat-sahabatnya, para pengikut-pengikutnya yang benar-benar beriman. Berkat Taufiq dan

Hidayah Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Skripsi merupakan karya tulis ilmiah hasil penelitian mandiri untuk memenuhi

sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi

Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Perkenankanlah pada kesempatan ini penulis menyampaikan ungkapan terima

kasih kepada beberapa pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini :

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Drs. Ec. H. R.A Suwaidi, MS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4.

Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi selaku Ketua Progdi Akuntansi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5.

Bapak Drs. Ec. H. Munari, MM selaku Dosen Pembimbing yang beliau telah

sabar dan ikhlas memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan

mengarahkan penulis demi kesempurnaan penyusunan skripsi.


(6)

membantu memberikan dukungan material maupun spiritual serta do'a dan

restunya yang telah beliau berikan selama di bangku kuliah.

8.

Sahabat dekatku Abu Bakar yang telah mensupport memberikan segala masukan,

Konco seperjuangan senasib Fuad Absif, Dulur – dulur Remaja Masjid Al – Hasan

dan LBTBA, serta teman – teman HMAK UPN maupun teman perkuliahan yang

selama ini selalu bersama dalam suka, duka, sedih dan bahagia.

9.

Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu – persatu telah membantu penulis

dalam proses pengerjaan skripsi ini sampai selesai.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan penulis terima dengan

senang hati. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua. Amin.


(7)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI

... iii

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI... x

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah... 1

1.2.

Rumusan Masalah ... 11

1.3.

Tujuan Penelitian ... 12

1.4.

Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 14

2.2. Kajian Teori ... 17

2.2.1. Tinjauan Umum Bank Syariah... 17

2.2.2. Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah ... 22

2.2.3. Mudharabah...

24


(8)

2.2.8. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.106 ... 38

2.2.9. Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

(X1) dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X2)

Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri

(Y) ...

40

2.2.10.

Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan

Mudharabah (X1) dan Risiko Pelaksanaan Pembiayaan

Musyarakah (X2) Berhubungan dengan Eksistensi Bank

Syariah Mandiri (Y) ... 41

2.3. Kerangka Pikir ... 43

2.4. Hipotesis... 44

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 45

3.1.1. Definisi Operasional... 45

3.1.2.

Pengukuran

Variabel ...

46

3.2. Teknik Penentuan Sampel... 49

3.2.1.

Populasi ...

49

3.2.2.

Sampel ...

49


(9)

3.4. Uji Kualitas Data... 52

3.4.1. Uji Normalitas ... 52

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 53

3.5.1. Teknik Analisis... 53

3.5.2. Uji Hipotesis... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskriptif Obyek Penelitian ...56

4.1.1. Sejarah Bank Mandiri Syariah ...56

4.1.2. Visi dan Misi Bank Mandiri Syariah ...58

4.1.3.

Shared Value Bank Mandiri Syariah...59

4.1.4. Penghargaan Bank Mandiri Syariah...60

4.1.5. Macam – macam jenis pembiayaan dalam

Perbankan Syariah...63

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ...64

4.2.1. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X

1

) ...64

4.2.2. Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X

2

)...66

4.2.3. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X

3

) ...68

4.2.4. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X

4

) ...70


(10)

4.3.1. Uji Normalitas ...74

4.3.2. Analisis Korelasi Product Moment ...75

4.4.

Pembahasan...78

4.4.1. Hubungan Antara Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

(X

1

) Dengan Ekstensi Bank (Y) ...81

4.4.2. Hubungan Antara Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah

(X

2

) Dengan Ekstensi Bank (Y) ...83

4.4.3. Hubungan Antara Risiko Pelaksanaan Pembiayaan

Mudharabah (X

3

) Dengan Eksistensi Bank (Y) ...85

4.4.4. Hubungan Antara Risiko Pelaksanaan Pembiayaan

Musyarakah(X

3

) Dengan Eksistensi Bank (Y) ...87

4.5. Implikasi Hasil Penelitian ...90

4.6. Keterbatasan Penelitian ...92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan...93

5.2. Saran ...95

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Musyarakah... 33

Gambar 2.3. Diagram Variabel ... 43

Gambar 3.1. Kurva Distribusi Student... 55

Gambar 4.1. Kurva Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 – 2010... 65

Gambar 4.2. Kurva Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 – 2010 ... 67

Gambar 4.3. Kurva Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 - 2010 ... 69

Gambar 4.4. Kurva Risiko Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 - 2010 ... 71

Gambar 4.5. Kurva Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2006 – 2010... 73

Gambar 4.6. Kurva Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah dan Eksistensi

Bank Tahun 2006 – 2010 ... 82

Gambar 4.7. Kurva Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah dan Eksistensi

Bank Tahun 2006 – 2010 ... 84

Gambar 4.8. Kurva Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah dan

Eksistensi Bank Tahun 2006 – 2010 ... 86

Gambar 4.9. Kurva Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah dan

Eksistensi Bank Tahun 2006 – 2010 ... 89


(12)

Tabel 1.2. Indikator Utama Perbankan Syariah ... 5

Tabel 1.3. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2006 - 2009 ... 9

Tabel 2.1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional... 19

Tabel 2.2. Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil... 20

Tabel 4.1. Penghargaan Tahun 2010 Bank Syariah Mandiri ... 60

Tabel 4.2. Data Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 – 2010 ... 64

Tabel 4.3. Data Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 – 2010... 67

Tabel 4.4. Data Risiko Pembiayaan Mudharabah Tahun 2006 – 2010... 68

Tabel 4.5. Data Risiko Pembiayaan Musyarakah Tahun 2006 – 2010 ... 70

Tabel 4.6. Data Jumlah Pendapatan Bagi Hasil Tahun 2006 – 2010... 73

Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas ... 75


(13)

Lampiran 2 : Output Uji Normalitas

Lampiran 3 : Output Uji Korelasi Producy Moment

Lampiran 4 : Tabel Untuk Memberikan Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi

Lampiran 5 : Data Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri 2006 – 2010


(14)

MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH BESERTA RISIKONYA

DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI

Oleh :

Oki Ilyas Kurniawan

ABSTRAK

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur

keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah

pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu

menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional dan

banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan

yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tidak

hanya itu, di tengah – tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada

penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan

daya tahannya dari terpaan krisis. Keadaaan dunia usaha yang tidak menentu dan

susah diprediksi serta belum lagi kurangnya sumber daya manusia yang

berkompeten dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit

modal kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa

adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan kinerjanya

dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Karena itu, langkah yang lebih

diperlukan dewasa ini adalah mempersiapkan segala prasarana, apalagi kenyataan

belum semua produk perbankan syariah sudah dilaksanakan. Penelitian ini

bertujuan umtuk melakukan pengujian secara empiris mengenai hubungan

pelaksanaan pembiayaan (bagi hasil) mudharabah dan musyarakah beserta

risikonya dengan eksistensi.

Penelitian ini terdiri dari lima variabel yaitu pelaksanaan pembiayaan

mudharabah (X

1

), pelaksanaan pembiayaan musyarakah (X

2

), risiko pelaksanaan

mudharabah (X

3

), risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah (X

4

) dan eksistensi

bank syariah Mandiri (Y). Obyek penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri,

dengan sampel penelitian adalah jumlah pembiayaan mudharabah, jumlah

pembiayaan musyarakah, pendapatan bagi hasil (profit sharing) serta non

performing financing pada tahun 2006 sampai tahun 2010.

Berdasarkan analisis korelasi pearson menyimpulkan bahwa peningkatan

pelaksanaan mudharabah dan musyarakah berdampak nyata terhadap peningkatan

eksistensi bank syariah, sedangkan peningkatan risiko pelaksanaan mudharabah

dan musyarakah tidak berdampak nyata terhadap penurunan eksistensi bank

syariah pada tahun 2006 – 2010.

Keywords

: Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah, Pelaksanaan

Pembiayaan Musyarakah, Risiko Pelaksanaan Mudharabah,

Risiko Pelaksanaan Musyarakah dan Eksistensi Bank Syariah

Mandiri


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bank syariah atau bank islam sudah menjadi fenomena yang tidak asing lagi, seiring dengan perkembangan jaman berbagai upaya yang dilakukan oleh para ahli hukum syariah mendukung ekonomi islam yang diyakini mampu memperbaiki sistem perbankan konvensional yang berbasis pada bunga. Berbeda dengan bank konvensional, pada bank syariah menekankan segala aktivitasnya harus sesuai dengan syariah. Salah satu hal pokok yang membedakan adalah sistem bagi hasil yang diterapkan.

Gagasan pendirian bank islam sudah dicetuskan para ekonom muslim sejak dahulu, namun belum bisa direalisasikan karena kondisi yang belum memungkinkan. Tujuan pendirian lembaga syari’ah ini tidak lain sebagai upaya kaum muslimin yang mendasari seluruh aspek kehidupan ekonominya yang berlandaskan Al – Qur’an dan As – Sunnah, hal ini disebabkan karena secara fiqih bunga dikategorikan riba dan haram, serta penetapan sistem bunga banyak membawa dampak negatif. Pengembangan perbankan syariah nasional pada dasarnya merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan nasional.


(16)

Sedikit ada tiga hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan yang berdasarkan prinsip islam tersebut. Pertama, memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga, kedua, terciptanya dual banking system di Indonesia yang mengakomodasikan baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah yang akan melahirkan kompetisi yang sehat dan perilaku bisnis yang berdasarkan nilai – nilai moral, yang pada gilirannya akan meningkatkan market disciplines dan pelayanan bagi masyarakat. Ketiga, mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sektor riil dan membatasi kegiatan spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan di tujuan pada usaha – usaha yang berlandaskan nilai – nilai moral (Mulya E. Siregar dan Nasirwan, 2007).

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan. Tidak hanya itu, di tengah – tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga – lembaga


(17)

keuangan syariah tetap stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam dan para penyimpan dana di bank-bank syariah. Hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan Bank Muamalat melewati krisis yang terjadi pada tahun 1998 dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dan tidak menerima sepeser pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan tahun 2008, Bank Muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih (Sumber : cintasyariah.wordpress.com).

Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya. Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang Unit Usaha Syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no. 7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.


(18)

Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009.

Keterangan :

BUS = Bank Umum Syariah UUS = Unit Usaha Syariah

BPRS = Bank Perkreditan Rakyat Syariah KP/UUS = Kantor Pusat / Unit Usaha Syariah

Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan laporan tahunan BI 2009 (Desember 2009). secara kuantitas, pencapaian perbankan syariah sungguh membanggakan dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank. Jika pada tahun 1998 hanya ada satu Bank Umum Syariah dan 76 Bank Perkreditan Rakyat Syariah, maka pada Desember 2009 (berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia) jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 Bank Umum Syariah dan 25 Unit Usaha Syariah. Selain itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 139 unit pada periode yang sama.

Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah Indonesia

Indikasi 1998 KP/UUS 2003 KP/UUS 2004 KP/UUS 2005 KP/UUS 2006 KP/UUS 2007 KP/UUS 2008 KP/UUS 2009 KP/UUS

BUS 1 2 3 3 3 3 5 6

UUS - 8 15 19 20 25 27 25


(19)

Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah) Indikasi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Aset 7.945 15.210 20.880 28.722 36,537 49.555 66.090 DPK 5.725 11.718 15.584 20.672 28.011 36.852 52.271

Pembiayaan 5.561 11.324 15.270 20.445 27.944 38.198 46.886

FDR 97,14% 96,64% 97,76% 98,90% 99.76% 103.65% 89.70%

NPF 2,34% 2,38% 2,82% 4,75% 4,07% 3.95% 4.01%

Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2009.

Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikasi-indikasi perbankan syariah. Perkembangan asset perbankan syariah meningkat sangat signifikan dari akhir tahun 2008 sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar lebih dari 33.37 persen. Penghimpunan dana dan pembiayaan mencapai peningkatan sebesar 41.84 dan 22.74 persen. Jika dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang dinyatakan dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR), maka bank syariah memiliki rata-rata FDR sebesar 97.65 persen. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya, pada tahun 2008 Financing to Defosit Ratio perbankan syariah lebih dari 100 %. Tingginya tingkat FDR tersebut karena pembiayaan yang disalurkan selama bulan maret – November 2008 lebih besar dari dana pihak ketiga. Meskipun pembiayaan yang disalurkan lebih besar dari DPK, tetapi tingkat kegagalan bayar atau yang dinyatakan dalam Non Performing Financing (NPF) ternyata lebih sedikit dari periode tahun 2006-2007, yakni hanya


(20)

sebesar 3.95%, masih dibawah batas ketentuan minimal sebesar 5 persen. Artinya bank syariah betul betul menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan tidak mengabaikan prinsip kehati – hatian. Selain itu juga, secara keseluruhan perbankan syariah relatif lebih sehat (Sumber : cintasyariah.wordpress.com).

Menjawab kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah, pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian disempurnakan menjadi UU No. 10 Tahun 1998 yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan perundang – undangan tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum beroperasinya bank syariah di Indonesia yang menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia ( Adiwarman, 2008:32 ).

Pelaku ekonomi yang mengembangkan usahanya di kalangan perbankan belum memahami dengan baik konsep dan praktik produk syariah, salah satunya melalui produk syariah, seperti produk pembiayaan (bagi hasil), yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Padahal, dalam pembiayaan yang menganut sistem bagi hasil ini pemilik dana akan memperoleh keuntungan atau kerugian dengan jumlah yang sama pada pembiayaan mudharabah, sedangkan pembiayaan musyarakah


(21)

menganut sistem bagi hasil yang melibatkan pemilik dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan atau nisbah sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi modal (Candra Bagus, 2008).

Adanya penggunaan sistem bagi hasil ini akan menimbulkan hal yang positif bagi perbankan syariah, yakni memungkinkan para nasabah untuk ikut mengontrol perkembangan bank melalui fluktuasi profit yang diterima, tidak berhubungan oleh fluktuasi suku bunga, memperkuat eksistensi uang serta produk mudharabah dan musyarakah yang ditawarkan oleh perbankan syariah ini akan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (Candra Bagus, 2008).

Adanya pengawasan ini nasabah akan lebih merasa aman menabung atau melakukan investasi pada bank syariah. Dewan Pengawas dapat melakukan audit dan memberikan opini yang menyatakan bahwa bank telah melaksanakan semua operasinya berdasarkan landasan Syariah Islam, selain pihak bank, para nasabah terutama pengusaha kecil dan menengah yang melakukan investasi di bank syariah ini juga dapat memperoleh hasil yang di inginkan berupa keuntungan yang sesuai dengan kesepakatan dan apabila mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kontribusi modal beserta akad yang telah dilakukan (Candra Bagus,2008).

Dalam perjalanan usahanya, bank syariah tidak bisa memberikan kontribusi yang maksimal untuk mendukung kemajuan sektor riil,


(22)

khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini terjadi karena pembiayaan yang diberikan didominasi oleh pembiayaan non bagi hasil (Murabahah dan Ijarah), Selain itu perannya untuk memberdayakan perekonomian ummat secara keseluruhan tidak berjalan dengan optimal, karena pembiayaan masih fokus pada sektor jasa. Rendahnya porsi pembiayaan profit and loss sharing pada bank syariah umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya besarnya risiko dalam pembiayaan bagi hasil (Muhammad, 2005).

Permasalahan berikutnya, sebagai pelaku ekonomi khususnya para pengusaha kecil dan menengah telah menginvestasikan modal yang dimiliki dengan menggunakan prinsip bagi hasil mudharabah dan musyarakah di perbankan syariah tetapi ketentuan atau persyaratan untuk melakukan investasi tersebut agak dipersulit oleh pihak bank, hal ini dikarenakan produk pembiayaan memiliki risiko yang sangat besar. Jumlah angsuran yang dibayarkan nasabah pada bank tergantung dari hasil usaha.

Keadaaan dunia usaha yang tidak menentu dan susah diprediksi serta belum lagi kurangnya sumber daya manusia yang berkompeten dalam menjalankan sebuah usaha membuat risiko pemberian kredit modal kerja menjadi sangat besar. Pihak bank syariah seakan menerima apa adanya tanpa melakukan terobosan yang berarti untuk meningkatkan kinerjanya dalam pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Karena itu, langkah yang lebih diperlukan dewasa ini adalah mempersiapkan segala


(23)

prasarana, apalagi kenyataan belum semua produk perbankan syariah sudah dilaksanakan.

Tabel 1.3 : Perkembangan Pembiayaan tahun 2006 – 2009 Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan

2006 2007 2006 2007 2006 2007

Mudharabah 2.335 4.406 23,0 88,7 11,4 15,8

Musyarakah 4.062 5.578 30,0 37,3 19,6 20,0

Piutang Murabahah 12.624 16.553 33,1 31,1 61,7 59,2

Piutang Istishna 337 351 19,6 4,2 1,6 1,3

Qard 250 540 100,6 115,6 1,2 1,9

Ijarah 836 516 164,7 (38,3) 4,1 1,8

Total 20.445 27.994 34,2 36,7 100,0 100,0

Jumlah (Milyar) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) Jenis Pembiayaan

2008 2009 2008 2009 2008 2009

Mudharabah 7.441 10.412 68,9 39,9 19,5 22,2

Musyarakah 6.205 6.597 11,2 6,3 16,2 14,1

Piutang Murabahah 22.486 26.321 35,8 17,0 58,9 56,1

Piutang Istishna 369 423 5,1 14,6 1,0 0,9

Qard 959 1.829 77,6 90,7 2,4 4,0

Ijarah 765 1.305 48,3 70,6 2,0 2,7

Total 38.195 46.886 36,4 22,8 100,0 100,0

Sumber : Bank Indonesia, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2006 - 2009

Tabel di atas menunjukkan bahwa pembiayaan mudharabah dan musyarakah memiliki jumlah presentase yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan berdasarkan akad jual – beli (murabahah) yang memiliki jumlah presentase lebih besar dan menjadi produk unggulan bank syariah ( Bank Indonesia, 2006 – 2009 ).

Selain itu permasalahan rendahnya pembiayaan bagi hasil menurut para ahli perbankan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya internal


(24)

bank syariah, meliputi : Kualitas Sumbar Daya Insani (SDI) belum memadai untuk menangani proyek bagi hasil, bank syariah belum mampu menanggung risiko besar, bank syariah terlalu mengutamakan orientasi bisnis dan keuntungan seperti institusi usaha pada umumnya, tidak adanya Personal Guarantee dan Collateral pada nasabah, serta biaya informasi yang meningkat terutama untuk pembiyaan mudharabah dan musyarakah. Dari sisi pihak nasabah bank syariah, meliputi : Sebagian nasabah sudah terbiasa dengan sistem bunga bank, moral hazard, karena pengusaha enggan menyampaikan laporan keuangan atau keuntungan sebenarnya untuk menghindari pajak atau bagi hasil, permintaan pembiayaan bagi hasil yang masih kecil dari nasabah. Selain itu keterbatasan asset bank syariah yaitu sebesar 1,77 persen dari keseluruhan total asset perbankan menyebabkan bank syariah harus lebih berhati-hati dalam melakukan pembiayaan, khususnya pembiayaan bagi hasil sehingga kemampuan berinvestasi bank syariah terhambat (Afnan Bastian, 2006).

Risiko yang besar harus diperhitungkan oleh bank untuk menjaga kesehatannya, bukan berarti menghindari produk yang berisiko tinggi tersebut, tetapi dengan melakukan terobosan yang bisa menghindar, atau paling tidak bisa meminimalisir risiko yang timbul. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengenal nasabah secara personal dan seharusnya bank syariah melakukan berbagai penelitian untuk meminimalkan tingkat risiko yang timbul pada pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.


(25)

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui secara terperinci hubungan pembiayaan mudharabah dan musyarakah beserta risikonya terhadap eksistensi Bank Syariah Mandiri. Dalam penelitian ini peneliti memilih Bank Syariah Mandiri (BSM) yang merupakan Bank Umum Syariah (BUS) ke – 2 di Indonesia setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI). Berdasarkan uraian di atas, peneliti akhirnya merumuskan judul penelitian sebagai berikut: “HUBUNGAN PELAKSANAAN PEMBIAYAAN (Bagi Hasil) MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH BESERTA RISIKONYA DENGAN EKSISTENSI PT. BANK SYARIAH MANDIRI”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri ?

2. Apakah pelaksanaan pembiayaan musyarakah memiliki hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri ?

3. Apakah risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri ? 4. Apakah risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah memiliki


(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan oleh peneliti diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menguji secara empiris hubungan yang signifikan adanya pelaksanaan pembiayaan mudharabah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.

2. Untuk menguji secara empiris hubungan yang signifikan adanya pelaksanaan pembiayaan musyarakah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.

3. Untuk menguji secara empiris hubungan antara risiko yang ditimbulkan dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.

4. Untuk menguji secara empiris hubungan antara risiko yang ditimbulkan dalam pelaksanaan pembiayaan musyarakah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri.

 

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam melakukan penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti

Dapat memperoleh informasi dan mengetahui seberapa besar hubungan pembiayaan mudharabah dan musyarakah dengan risiko yang ditimbulkan pada Bank Syariah Mandiri.


(27)

2. Bagi Mahasiswa

Dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian berikutnya, khususnya dalam permasalahan penggunaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah di Bank Syariah.

3. Bagi Praktisi

Dapat memperoleh pengetahuan sekaligus informasi mengenai penggunaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah apabila menjadi nasabah di Bank Syariah.

4. Bagi Perbankan Syariah

Merupakan suatu informasi sekaligus sebagai saran yang penting dalam melakukan pelayanan pembiayaan mudharabah dan musyarakah kepada nasabah dalam pelaksanaan tidak menjadi ragu – ragu.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Bagian ini berisi fakta atau temuan serta penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

1. Erliena Widyanti (2009)

Judul : Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (Bagi Hasil) dan Risikonya Terhadap Eksistensi Bank Syariah Mandiri di Surabaya.

Permasalahan yang diangkat apakah pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan risikonya memiliki hubungan yang signifikan terhadap eksistensi bank syariah mandiri di Surabaya?

Hasil penelitian yang dilakukan Erliena menyatakan bahwa variabel pelaksanaan pembiayaan (bagi hasil) mudharabah memiliki hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri di Surabaya. Dan variabel risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri di Surabaya.

2. Ikhwan Tri Maryono (2007)

Judul : hubungan pembiayaan, risiko serta penyisihan kerugian dengan penerimaan keuntungan Bank Syariah Mandiri.


(29)

Permasalahan yang diangkat apakah pembiayaan, risiko serta penyisihan kerugian memilki hubungan signifikan dengan peneriman keuntungan pada bank syariah mandiri?

Hasil penelitian yang dilakukan Ikhwan Tri Maryono menyatakan bahwa variabel pembiayaan mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan keuntungan. Berbeda halnya dengan variabel risiko dan penyisihan kerugian tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan keuntungan. 3. Purwantoro (2007)

Judul : Hubungan Penghimpun Dana Nasabah, Penyaluran Dana Pinjaman, Perolehan Pendapatan Bank Syariah Mandiri Jakarta.

Permasalahan yang diangkat apakah penghimpun dana nasabah, penyaluran dana pinjaman serta perolehan pendapatan jasa lain mempunyai hubungan terhadap pendapatan Bank Syariah Mandiri Jakarta?

Hasil penelitian Purwantoro menyatakan bahwa penyaluran dana pinjaman mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan penerimaan pendapatan. Hal ini bertolak belakang dengan variabel perolehan pendapatan dari jasa lain yang tidak mempunyai hubungan signifikan dengan penerimaan pendapatan Bank Syariah Mandiri.

4. Muhammad (2006)

Judul : Atribut Proyek Mudhorib dalam Pembiayaan Mudharabah pada Bank Syariah di Indonesia.


(30)

Permasalahan yang diangkat, atribut (aspek – aspek) proyek apa yang dipertimbangkan oleh shahibul maal dalam melakukan kontrak pembiayaan mudharabah di Bank Syariah?

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad menyatakan bahwa aspek – aspek yang dipertimbangkan dalam menyalurkan dana atas suatu proyek dalam bentuk mudharabah adalah (1) biaya pemantauan proyek; (2) tingkat kesehatan usaha; (3) usaha harus terus berkembang; (4) kepastian pembayaran hasil; (5) jaminan proyek dan tingkat returnnya; (6) tingkat risiko proyek dalam sistem informasi akuntansi.

5. Oemar Haziem (2003)

Judul : Kendala – Kendala Seputar Eksistensi Perbankan Syariah di Indonesia.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah kendala apa saja yang dihadapi oleh bank syariah di Indonesia dalam perkembangannya?

Hasil penelitian menyatakan bahwa kendala – kendala yang mempengaruhi eksistensi bank syariah di Indonesia adalah Fiqh (perbedaaan pandangan mengenai bunga), masalah hukum yang belum kuat, rendahnya sosialisasi bank syariah, serta kendala – kendala operasional (keterbatasan jaringan syariah dan kurangnya sumber daya manusia).


(31)

2.2. Kajian Teori

2.2.1. Tinjauan Umum Bank Syariah

Bank syariah atau bank islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip – prinsip syariah. Bank syariah ini tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan Al – Qur’an dan Al – Hadist. Bank yang beroperasi sesuai dengan pinsip Syariah Islam, maksudnya adalah bank yang ada dalam seluruh kegiatan operasinya dilakukan sesuai dengan Syariah Islam khususnya menyangkut tata cara bermuamalat itu dijauhi prakktik – praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur riba’, untuk diisi dengan kegiatan – kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan atau praktik –praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah (Edy Wibowo dan Untung, 2005: 33).

Perkembangan masyarakat yang semakin sadar akan islam sebagai agama yang mengatur kehidupan yang secara komprehensif dan universal, berhubungan juga pada sektor perbankan. Dengan semakin merebaknya bisnis perbankan syariah, umat islam di berbagai negara telah berusaha untuk mendirikannya (Muhammad Syafi’i Antonio,2005).

Pasal 6 UU no. 10 tahun 1998 memperbolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui :

a. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau

b. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang


(32)

melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Antonio, 2004: 21).

Akomodasi peraturan perundang – undangan Indonesia terhadap ruang gerak perbankan syariah (Edy Wibowo dan Untung, 2005: 35) terdapat pada beberapa peraturan perundang – undangan berikut ini :

1. Undang – undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan.

2. Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral. Undang – Undang ini member peluang bagi BI untuk menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.

3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua peraturan perundang – undangan ini mengatur kelembagaan bank syariah yang meliputi pengaturan tata cara pendirian, kepemilikan, kepengurusan dan kegiatan usaha bank.

Karakteristik perbankan syariah di Indonesia dapat dilihat melalui beberapa hal, yaitu : (1) sistem keuangan yang dianut, (2) aliran pemikiran mazdab dan pandangan yang dianut oleh negara atau mayoritas muslimnya, (3) kedudukan bank syariah dalam undang – undang, dan (4) pendekatan pengembangan perbankan syariah dan produknya yang dipilih (Ascarya, 2007: 204).


(33)

Menurut Muhammad (2002) “ Dalam sistem perbankan syariah dimana bank syariah menjadi manajer investasi, wakil atau pemegang amanat dari pemilik dana atas investasi di sektor riil “. Sekalipun sistem operasi kedua jenis bank itu pada dasarnya sama, namun jelas keduanya berbeda. Perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 : Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Syariah Bank Konvensional

Landasan Operasional  Berdasarkan prinsip Syariah

Islam.

 Bunga dalam berbagai bentuk dilarang.

 Menggunakan Prinsip bagi

hasil atas transaksi riil.

 Bebas nilai (berdasarkan

prinsip materialis).

 Bunga sebagai instrumen

imbalan terhadap pemilik uang yang diterapkan di muka.

Fungsi dan Peran

 Hubungan dengan nasabah

adalah hubungan kemitraan (investor timbal balik pengelola investasi ).

 Pengelola dana kebajikan, ZIS (fungsi opsional)

 Penghimpun dana masyarakat dan memberikan pinjaman kredit dengan unsur bunga.

 Hubungan bank dengan

nasabah adalah hubungan debitur – keditur.

Tujuan Usaha  Profit dan falah oriented

(mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaandi akhirat).

 Profit Oriented.

Risiko Usaha  Dihadapi bersama antara bank

dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran.

 Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank.

Sistem Pengawasan  Penghimpunan dan penyaluran

dana harus sesuai dengan fatwa Dewas Pengawas Syariah.

 Tidak terdapat dewan sejenis dan aspek moralitas seringkali terlanggar karena tidak adanya nilai – nilai religious yang mendasari operasional.


(34)

Prinsip – prinsip dasar sistem ekonomi islam akan menjadi dasar beroperasinya bank islam. Hal yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial, islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi kemitraan atau kerjasama dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan peminjaman uang hanya diperbolehkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun. Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil di dalam bank konvensional dan bank syariah. Perbedaan bagi hasil dan bunga dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 : Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil

Bagi Hasil Bunga

Penentuan nisbah bagi hasil dibuat saat akad dengan pedoman untung dan rugi

Penentuan bunga diawal waktu dengan selalu untung

Besarnya bagi hasil berdasarkan jumlah untung dan rugi yang diperoleh

Besarnya prosentase untung berdasarkan modal yang dipinjamkan

Bagi hasil bergantung pada keuntungan atau kerugian usaha yang dijalankan

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan lainnya.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah pendapatan

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat

Sumber : Iwan Triyuwono (2001 : 43)

Penentuan besarnya hasil usaha pada sistem bunga telah ditentukan sebelumnya, sedangkan pada sistem bagi hasil ditentukan sesudah berusaha, karena hasil investasi di masa yang akan datang akan berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor yang dapat diprediksi


(35)

maupun tidak. Faktor yang dapat diprediksi atau dihitung sebelumnya adalah berapa banyaknya modal penentuan nisbah yang disepakati. Sementara faktor efeknya tidak dapat dihitung secara pasti adalah perolehan usaha (return).

Penerapan sistem bunga jika terjadi kerugian akan ditanggung oleh nasabah saja, sedangkan dalam sistem bagi hasil kerugian akan ditanggung kedua belah pihak baik bank maupun nasabah, hal ini sesuai dengan prinsip bank islam yaitu menjalin kemitraan dengan nasabah.

Persoalan bunga bank yang disebut sebagai riba bertentangan dengan Al – Qur’an surat Ar – Ruum ayat 39 dan Surat An – Nisa’ ayat 161 :

1. Surat Ar – Ruum ayat 39 yang artinya : “ Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Qs Ar-Ruum;39). 2. Surat An – Nisa’ ayat 161 yang artinya: “ Dan disebabkan mereka

memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Qs An – Nisa’ ;161).


(36)

Tafsiran ayat – ayat tersebut menunjukkan bahwa riba masih merupakan indikasi bukan keharusan, namun tetap menolak bahwa riba seolah – olah dapat menolong mereka yang membutuhkan merupakan perbuatan yang diridhoi Allah. Isi ayat tersebut sangat mencela riba dan menggolongkan mereka makan riba sama dengan orang yang mencuri harta orang lain dan Allah mengancam pelaku tersebut dengan siksa yang pedih. Allah membenci dan melarang riba dan menghalalkan sedekah (Muhammad, dkk 2002).

2.2.2. Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah

Menurut Antonio (2004) dalam Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 dan UU No. 10 tahun 1998 ditetapkan bahwa Pembinaan dan Pengawasan Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. Kemudian pada ayat (2) berbunyi : “ Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan, modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.”

Pasal 30 ayat (1) UU No. 10 tahun 1998 menentukan landasan hukum kewajiban bank untuk menyampaikan laporan dan penjelasan mengenai usahanya yaitu : “ Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.”


(37)

Sedangkan dalam ayat (2) dan (3) berbunyi antara lain sebagai berikut : (2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan bagi buku – buku dan berkas – berkas yang ada padanya. (3) keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.

Pengaturan mengenai pengawasan Bank Indonesia pada Bank Syariah sebagaimana diatur dalam UU No. 10 tahun 1998 tersebut terkait dengan tujuan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagaiman ditetapkan dalam pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, hal ini tampak dalam bunyi ketentuan Pasal 8 Undang – Undang tersebut berbunyi : “ Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut : a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c) mengatur dan mengawasi bank.

Untuk menjaga kegiatan bank syariah (Antonio, 2004) agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai – nilai syariah, maka diperlukan suatu badan independen yang terdiri dari para pakar syariah muamalah yang juga memilki pengetahuan umum di bidang perbankan. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu fungsi dalam organisasi bank syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah, dan


(38)

secara eksternal dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Fungsi Dewan Pengawas Syariah dalam sebuah organisasi bank syariah adalah sebagai berikut :

1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal – hal yang terkait dengan aspek syariah. 2. Sebagai mediator antara bank dan Dewan Syariah Nasional (DSN)

dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syariah Nasional.

3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada bank. Kewajiban melapor pada Dewan Syariah Nasional, sekurang – kurangnya satu kali dalam setahun.

4. Menyampaikan hasil laporan pengawasan kepada Dewan Syariah Nasional.

2.2.3. Mudharabah

Menurut Heri Sudarsono (2004: 69). Mudharabah berasal dari kata adhdharbu fil ardhi, yaitu berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga Qirodh yang berasal dari kata Al – Qardhu yang berarti al – qarth’u (potongan), karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.


(39)

Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana, yaitu : persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/ atau yang telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang berwenang (Sri Nurhayati, 2008: 112)

Menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali (2007: 25). Dasar hukum mudharabah adalah bersumber dari Al – Qur’an surah Al – Muzammil ayat 20. Sebagai berikut :

“Wa aakhoruna yadribuuna fil ardhi yabtaghuuna min fadhlillahi” Artinya : “ Dan jika orang – orang yang berjalan di muka bumi mencari karunia Allah SWT ” (Qs. Al – Muzammil :20).

Selain itu, Hadits Nabi Muhammad SAW, yang artinya : “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muntholib, jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan menjadi lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut,


(40)

disampaikanlah syarat tersebut kepada Rasulullah, beliau membolehkannya ” (Maksud Hadits HR.Tabrani).

Menurut PSAK No. 59, Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan dari akibat kelalaian pengelola dana. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola dana, maka pengelola dana tersebut bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pembiayaan mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni mudharabah muthlaqoh dan mudharabah muqoyyadoh. Mudaharabah muthlaqoh yaitu dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.

Mudharabah muqoyyadah yaitu dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana dapat diperintahkan untuk tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan atau pula mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga (PSAK No. 59:2).


(41)

Menurut Sri Nurhayati (2008: 112). Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 par 16). Sedangkan pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah berakhir, sesuai kesepakatan pemilik dana dan pengelola dana.

Gambar 2.1

Skema Pembiayaan Mudharabah

Sumber : Sri Nurhayati, 2008

Pemilik  Dana

Akad  Mudharabah

Apabila untung akan  dibagi sesuai nisbah,  Apabila rugi ditanggung 

oleh pemilik dana Keuntungan/ 

Kerugian 

Pengelola  Dana 

Proyek  Usaha  Modal dan 

Porsi Laba  serta Rugi 


(42)

Menurut Muhammad (2002: 76), mengemukakan empat fungsi pengusaha atau pelaksana dalam akad mudharabah, antara lain :

1. Mudharib

Pengelola dana, melakukan dhorb, yakni perjalanan dan pengolahan usaha. Dhorb ini dapat dianggap sebagai saham penyertaan.

2. Pemegang Amanah

Mudharib menjaga dan mengusahakannya dalam investasi danmengembalikannya sesuai dengan akad dan kesepakatan bersama.

3. Wakil

Mewakili shahibul maal untuk melakukan kegiatan usaha. 4. Syarik

Sebagai partner penyerta yang berhak menerima keuntungan yang telah disepakati bersama.

Untuk mengurangi timbulnya perselisihan terutama atas biaya – biaya yang timbul maka disarankan bahwa yang dibagihasilkan adalah pendapatan/hasil bruto, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa keuntungan/hasil netto yang dibagihasilkan, dengan catatan bahwa biaya – biaya yang dapat menimbulkan keraguan tentang keabsahannya seperti transportasi mudharib, uang makan atau lelah, uang saku dan semacamnya tidak perlu dimasukkan untuk mengurangi pendapatan bruto tersebut (Muhammad, 2002: 77).


(43)

2.2.4. Musyarakah

Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputi Secretary General in The Muslim School Trust, secara bahasa al – syirkah berarti al – ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua orang atu lebih, sehingga antara masing – masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan (Sri Nurhayati. 2008).

Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK No. 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.

Pembiayaan musyarakah terdiri dari dua jenis, yakni musyarakah permanen dan musyarakah menurun. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana dari salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut (PSAK No. 106: 4).

Usaha menjalankan pembiayaan musyarakah terdapat mitra yang menjalankan usahanya. Para mitra tersebut dibagi dalam dua jenis, yakni mitra aktif dan mitra pasif. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha


(44)

musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut, sedangkan mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut campur mengelola usaha musyarakah (PSAK No. 106: 4).

Para mitra (syarik) bersama – sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun baru. Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain (PSAK No. 106: 5).

Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia NO:08/DSN-MUI/IV/2000, tentang pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut :

1. Pernyataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal – hal berikut :

a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).

b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara – cara komunikasi modern.

2. Pihak – pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal – hal berikut :

a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.


(45)

b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.

c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal.

d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola asset dan masing – masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

e. Seorang mitra tidak di izinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

3. Obyek Akad modal, kerja, keuntungan dan kerugian) a. Modal

Modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti barang – barang, properti, dan sebagainya. Jika modal bentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra.

b. Kerja

Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah akn tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan


(46)

kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.

c. Keuntungan

Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang telah ditetapkan bagi seorang mitra.

d. Kerugian

Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham masing – masing dalam modal.

4. Biaya Operasional dan Persengketaan

a. Biaya Operasional dibebankan pada modal bersama.

b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


(47)

Gambar 2.2

Skema Pembiayaan Musyarakah

Sumber : Sri Nurhayati, 2008, hal 136

Gambar di atas dapat dijelaskan bahwa bank dan nasabah bersepakat untuk bekerja sama dalam suatu proyek usaha dengan perjanjian bagi hasil. Kemudian perjanjian musyarakah dijalankan dengan mitra aktif yang menjalankan usahanya, sementara mitra pasif atau bank menyediakan modalnya. Setelah usaha berjalan, maka ada pembagian

Mitra  Aktif/Nasabah 

Apabila untung, akan dibagi sesuai nisbah.  Apabila rugi, akan ditanggung sesuai proporsi 

modal Proyek Usaha 

Keuntungan/  Kerugian 

Laba/  Rugi  Akad 

Musyarakah 

Mitra  Pasif/Bank 

Laba/  Rugi 


(48)

keuntungan antara mitra dan bank dimana besarnya telah disepakati pada awal kontrak dan apabila terjadi kerugian, akan ditanggung sesuai proporsi modal. Landasan syariahnya terdapat dalam Al – Qur’an surat Shadd 24 : Artinya : "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.

Konsep musyarakah yang dibagihasilkan adalah pendapatan, dan pendapatan yang terkecil adalah nol. Oleh karena itu, maka yang dimaksud kerugian adalah ketidakmampuan debitur dalam membayar cicilan senilai pembiayaan yang diterima. Jika ini terjadi, maka kerugian harus ditanggung shohibul maal secaara proporsional dengan porsi musyarakah, kecuali kerugian tersebut timbul akibat debitur melanggar syarat yang disepakati dan debitur lalai dalam menjalankan usahanya. Untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan, maka perlakuan jaminan diperbolehkan dalam hal ini, kendatipun tidak wajib hukumnya (Muhammad, 2002 : 81).


(49)

2.2.5. Pengertian Risiko

Risiko menurut Riyanto (1995 : 156) adalah sejumlah kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi, dengan demikian, maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai probabilitas tidak dicapainya suatu tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan pengembalian yang diharapkan atau kemungkinan pengembalian yang diterima menyimpang dari yang diharapkan.

Risiko kredit menurut H. Masyhud Ali (2006 : 199) adalah risiko kerugian yang diderita bank terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo penerima kredit telah gagal memenuhi kewajiban – kewajiban kepada bank. Singkat kata, credit risk adalah risiko kerugian bagi bank karena debitur tidak melunasi kembali pokok pinjamannya.

Kemampuan pengelolaan risiko semakin disadari sebagai salah satu key success factor kelangsungan usaha suatu institusi keuangan, sejalan dengan meningkatnya tantangan usaha yang dipicu proses globalisasi yang meningkatkan saling ketergantungan antara sektor keuangan suatu negara.

2.2.6. Pengertian Eksistensi

Eksistensi menurut Poerwadarmita (1982) adalah adanya, kehidupan. Eksistensi juga merupakan keberadaan, yang dalam hal ini


(50)

adalah kehadiran bank syariah di lingkungan masyarakat, terutama masyarakat muslim (Muhammad, 2005 : 316).

Eksistensi bank syariah di Indonesia merupakan sesuatu yang fenomenal. Hal ini terlihat adanya satu Direktorat di Bank Indonesia yang khusus mengatur perbankan syariah. Sebuah gambaran kemajuan yang pesat bagi perkembangan dunia perbankan syariah di Indonesia. Data di Bank Indonesia sampai akhir 2007 menyebutkan sudah ada 1.195 jaringan kantor bank yang beroperasi dengan syariah, baik kantor yang berasal dari Bank Umum Syariah, Bank Konvensional yang membuka Unit usaha Syariah atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

Eksistensi bank syariah dapat dilihat melalui sejumlah pendapatan bagi hasil (Profit Sharing). Pendapatan menurut Soemarsono (2003: 230) merupakan peningkatan manfaat ekonomi selama periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Pendapatan bagi hasil menurut kamus istilah akuntansi syariah (2005) merupakan penerimaan laba yang diperoleh dari pengelolaan dana berdasarkan prinsip Syariah Islam. Sesuai dengan akad – akad penyaluran pembiayaan di bank syariah, maka hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan lembaga keuangan syariah. Hal ini dikatakan sebagai sumber – sumber pendapatan lembaga keuangan syariah dapat diperoleh dari :


(51)

2. Keuntungan atas kontrak jual beli (al – bai). 3. Hasil sewa atas kontrak ijarah wa iqtina.

2.2.7. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 105

Pedoman ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi (karakteristik, pengakuan, penyajian dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan aktifitas bank syariah dan beberapa hal penting dalam pernyataan meliputi :

1. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.

2. Hal – hal umum yang tidak diatur dlam pernyataan ini mengacu pada pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

3. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

4. Pengukuran inventasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar pada saat pembayaran.


(52)

5. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada pengelola dana.

6. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat, dan pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah. Bagi dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan dikewajiban.

7. Pemilik dana mengungkapkan hal – hal terkait transaksi mudharabah tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi dan isi kesepakatan utama usaha mudharabah. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan dana syirkah temporer dari pemilik dana sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah, serta bagi hasil yang sudah diperhitungkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.

2.2.8. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 106

Pedoman ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi (karakteristik, pengukuran, penyajian dan pengungkapan) transaksi khusus


(53)

yang berkaitan dengan aktifitas bank syariah dan beberapa hal penting dalam pernyataan ini meliputi :

1. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.

2. Hal – hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini mengacu pada pernyataan standar akuntansi keuangan yang lain dan prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

3. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan perundang – undangan yang dapat berbeda dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

4. Pengukuran investasi musyarakah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan dan dalam bentuk aset non kas diukur sebesar nilai wajar pada saat pembayaran.

5. Dana musyarakah yang disalurkan oleh mitra pasif diakui sebagai investasi musyarakah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non kas kepada mitra aktif.

6. Pada saat musyarakah diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban, sedangkan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.

7. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas bagi hasil musyarakah.


(54)

Sedangkan bagi hasil untuk mitra pasif diakui sebagai hak mitra aktif atau bagi hasil, apabila terjadi kerugian diakui sesuai dengan porsi dana masing – masing mitra dan mengurangi aset musyarakah.

8. Mitra aktif menyajikan investasi musyarakah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat yang diterima dari mitra pasif dan yang disisihkan oleh mitra aktif, investasi yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai dana syirkah temporer. Sedangkan mitra pasif menyajikan kas atau aset non kas yang diserahkan kepada mitra aktif sebagai investasi musyarakah.

9. Para mitra mengungkapkan hal – hal yang terkait transaksi musyarakah tetapi tidak terbatas pada rincian jumlah investasi musyarakah, penyisihan kerugian investasi dan isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah dan lain – lain.

2.2.9. Teori yang Mendasari Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1) dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X2) Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri (Y)

Perkembangan perbankan syariah dapat dilihat salah satunya dari pelaksanaan pembiayaaan mudharabah dan pelaksanaan pembiayaan musyarakah yang merupakan produk utama dan andalan bagi lembaga keuangan dan perbankan islam. Produk tersebut mempunyai peran strategis, karena merupakan alternatif dari bank konvensional (bank


(55)

dengan bunga) untuk tujuan investasi. Dalam konteks makro ekonomi, kesuksesan aktivitas investasi akan menaikkan kemakmuran suatu negara. Dengan demikian pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah mempunyai potensi memberikan dampak langsung terhadap kemakmuran suatu negara.

Teori yang mendasari pelaksanaan produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah pada bank syariah adalah teori Elastisitas oleh Cantillon (1767) : “ Uang bisa bertambah pada waktu terjadi kenaikan kegiatan ekonomi dan juga berkurang pada saat turunnya kegiatan ekonomi.” (Faried Wijaya dan Soetatwo Hadiwigeno : 1991).

Hubungan teori Elastisitas dengan variabel yang diteliti oleh penulis adalah keberadaan atau eksistensi perbankan syariah tergantung oleh penerimaan keuntungan yang diterima bank pada saat kenaikan kegiatan ekonomi yang salah satunya berupa peningkatkan pelaksanaan penyaluran pembiayaan kepada nasabah. Begitu pula sebaliknya, apabila tingkat pelaksanaan pembiayaan semakin rendah maka akan mempengaruhi perkembangan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.

2.2.10.Teori yang Mendasari Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1) dan Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X2) Berhubungan dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri (Y).

Dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, teori yang mendasari risiko berhubungan dengan eksistensi


(56)

perbankan syariah adalah teori permintaan yang dikemukakan oleh Samuelson (1998) dengan menyatakan bahwa jika harga naik maka jumlah output yang diminta turun, demikian sebaliknya jika harga turun maka jumlah output yang diminta akan naik (Suherman Rosyidi : 1998).

Jika teori ini dihubungkan dengan variabel penelitian dapat disimpulkan, adanya hubungan yang erat antara teori permintaan dengan risiko pelaksanaan produk pembiayaan (bagi hasil) berupa risiko kredit yaitu : semakin besar risiko kredit yang diterima oleh bank maka semakin menurun pelaksanaan produk pembiayaan (bagi hasil) yang dilakukan. Ini dikarenakan bank masih bersikap hati – hati dan tidak berani untuk mengambil risiko apabila produk pembiayaan (bagi hasil) dilaksanakan. Hal tersebut disebabkan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya sebelum akad berakhir.

Adanya penurunan pelaksanaan pembiayaan tersebut dapat mempengaruhi eksistensi perbankan syariah yang semakin menurun karena nasabah yang ingin melakukan pembiayaan mudharabah atau musyarakah dipersulit oleh pihak bank yang belum sepenuhnya siap menghadapi risiko yang ditimbulkannya. Begitu pula sebaliknya, jika risiko kredit yang dimiliki semakin kecil, maka tingkat pelaksanaan pembiayaan (bagi hasil) yang dilakukan bank dengan nasabah semakin tinggi dan akan meningkatkan eksistensi perbankan syariah di Indonesia.


(57)

2.3. Kerangka Pikir

Pada hakekatnya kerangka pemikiran ini merupakan upaya untuk menjawab secara ringkas permasalahan yang telah diidentifikasikan secara rasional melalui alur pikiran yang didapatkan pada kerangka logis.

Secara tidak langsung dimaksud dengan kerangka pemikiran sebenarnya telah dideskripsikan atau terdapat dalam bahasan landasan teori. Jadi sumber kerangka pemikran adalah bahasan landasan teori yang dihubungkan dengan variabel penelitian dalam upaya memecahkan masalah. Kerangka pikir yang digambarkan dalam penelitian ini adalah : Gambar 2.3 :

Variabel Independen Variabel Dependen

Y

Eksistensi

Korelasi Pearson 

X4

Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah

X3

Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah

X2

Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah

X1

Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah


(58)

2.4. Hipotesis

Berdasarkan dari rumusan masalah, dan kerangka pikir diatas, teori elastisitas oleh Cantillon, teori permintaan uang, maka dapatlah disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan pembiayaan mudharabah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri. 2. Diduga bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan

pembiayaan musyarakah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri. 3. Diduga bahwa risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki

hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri. 4. Diduga bahwa risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah memiliki


(59)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Dalam penelitian yang berjudul “ Hubungan Pelaksanaan Pembiayaan (Bagi Hasil) Mudharabah dan Musyarakah Beserta Risikonya Dengan Eksistensi Bank Syariah Mandiri ” mempunyai definisi operasional sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pembiayaan Mudharabah (X1)

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara kedua belak pihak di mana pemilik dana menyediakan seluruh dana, sedangkan pengelola dana bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

2. Pelaksanaan pembiayaan Musyarakah (X2)

Musyarakah adalah akad kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan (nisbah) sedangkan kerugian berdasarkan kontribusi dana.


(60)

3. Risiko Pelaksanaan pembiayaan Mudharabah (X3)

Risiko dalam pelaksanaan pembiayaan mudharabah berupa risiko kredit yakni kerugian yang diakibatkan dari penghentian mudharabah sebelum masa akad berakhir karena nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kesepakatan, lalai dan adanya kesalahan yang disengaja, serta penyembunyian keuntungan oleh nasabah.

4. Risiko Pelaksanaan pembiayaan Musyarakah (X4)

Risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah berupa risiko kredit yakni kerugian yang harus dibagi antara mitra secara proporsional menurut kontribusi dana masing – masing dalam modal.

5. Eksistensi Bank Syariah Mandiri (Y)

Merupakan keberadaan perbankan syariah dalam melayani nasabah untuk melakukan kegiatan – kegiatan ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah islam yang diukur dari jumlah pendapatan bagi hasil yang diperoleh dari akad – akad yang diterapkan oleh perbankan syariah.

3.1.2. Pengukuran Variabel

Penelitian ini pengukuran variabel dilakukan dengan melihat data hasil laporan pembiayaan mudharabah dan musyarakah Bank Syariah Mandiri dari tahun 2006 – 2010 dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk rasio. Skala data ini umumnya adalah merupakan nilai variabel


(61)

dari data yang kontinyu dan mempunyai nol mutlak artinya pada posisi nol setiap pengukuran, angka nol tersebut tetap mempunyai arti dan diperbandingkan (Umar; 2002:86). Berikut pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian :

1. Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X1)

Untuk mengukur pelaksanaan pembiayaan mudharabah tahun 2006 – 2010. Peneliti menggunakan data yang berasal dari Laporan Keuangan Neraca bagian aktiva Bank Syariah Mandiri, yakni jumlah pembiayaan mudharabah setelah adanya penyisihan kerugian.

Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri

Hasil dari jumlah pembiayaan mudharabah setelah dikurangi adanya penyisihan kerugian dinyatakan dalam satuan rupiah, dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk ratio.

2. Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X2)

Untuk mengukur pelaksanaan pembiayaan musyarakah tahun 2006 – 2010, peneliti menggunakan data yang berasal dari Laporan Keuangan Neraca bagian aktiva Bank Syariah Mandiri, yakni jumlah pembiayaan musyarakah setelah adanya penyisihan kerugian.

Sumber : Laporan keuangan Bank Syariah Mandiri Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri

Jumlah Pembiayaan Mudharabah Bersih (2006 – 2010) = Pembiayaan Mudharabah – Penyisihan Kerugian

Jumlah Pembiayaan Musyarakah Bersih (2006 – 2010) = Pembiayaan Musyarakah – Penyisihan Kerugian


(62)

Hasil dari jumlah pembiayaan musyarakah setelah dikurangi dengan adanya penyisihan kerugian dinyatakan dalam satuan rupiah, dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk ratio.

3. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Mudharabah (X3)

Untuk mengukur risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah tahun 2006 – 2010, peneliti menggunakan data yang berasal dari Catatan Atas Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri, tepatnya pada jumlah pembiayaan mudharabah yang bermasalah atau tidak tertagih (Non Performing Financing) yang dinyatakan dalam satuan rupiah, dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk ratio.

4. Risiko Pelaksanaan Pembiayaan Musyarakah (X4)

Untuk mengukur risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah tahun 2006 – 2010, peneliti menggunakan data yang berasal dari Catatan Atas Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri, tepatnya pada jumlah pembiayaan musyarakah yang bermasalah atau tidak tertagih (Non Performing Financing) yang dinyatakan dalam satuan rupiah, dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk ratio.

5. Eksistensi Bank Syariah Mandiri ( Y )

Untuk mengukur eksistensi Bank Syariah Mandiri tahun 2006 – 2010 peneliti menggunakan data yang berasal dari Laporan Laba Rugi Bank Syariah Mandiri. Peneliti mengukur eksistensi dengan melihat pendapatan bagi hasil (profit sharing) yang diperoleh dari akad – akad yang dilakukan dan dinyatakan dalam satuan rupiah,


(63)

dengan menggunakan skala pengukuran data bentuk ratio. Dari jumlah tersebut dapat dilihat seberapa jauh bank syariah dikenal oleh masyarakat, khususnya nasabah yang melakukan transaksi dengan bank syariah. Semakin besar pendapatan bagi hasil yang diperoleh bank syariah maka semakin tinggi tingkat eksistensinya.

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi merupakan kelompok subyek atau obyek yang memiliki ciri – ciri atau karakteristik – karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek atau obyek lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil penelitian ( Sumarsono, 2002 : 44).

Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan bank syariah yaitu Bank Syariah Mandiri yang telah berdiri sejak tahun 1999 – 2011, sehingga sudah 12 tahun berdiri, tepatnya pada tiga jenis laporan keuangan yaitu, Laporan Keuangan Neraca, Laporan Laba Rugi dan Laporan Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.

3.2.2. Sampel

Menurut Sugiyono (2006 : 91) sampel merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada di


(64)

populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang akan dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul – betul representatif (mewakili).

Teknik sampel yang digunakan adalah Non Probabilitas dengan menggunakan metode sampling purposive, yakni teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2006 : 95).

Adapun pertimbangan pengambilan sampel ini adalah sebagai berikut :

a. Laporan keuangan yang dimasukkan kedalam sampel adalah laporan keuangan tahunan Bank Syariah Madiri tahun 2006 – 2010.

b. Bank Syariah Mandiri mulai mempublikasikan jumlah pembiayaan bermasalah atau macet (Non Performing Financing) di dalam laporan keuangan pada tahun 2006 – 2010.

c. Pada tahun 2006 – 2010 Bank Syariah Mandiri memiliki data laporan keuangan secara lengkap sesuai dengan data yang diperlukan dalam variabel penelitian.

Pertimbangan- pertimbangan tersebut diartikan bahwa untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan produk pembiayaan serta risiko yang ditimbulkan, maka yang digunakan oleh peneliti sebagai sampel sumber data adalah :


(65)

1. Laporan Keuangan Neraca, tepatnya pada jumlah pembiayaan mudharabah dan musyarakah pada tahun 2006 sampai tahun 2010.

2. Laporan Laba Rugi, tepatnya pada jumlah pendapatan bagi hasil (profit sharing) pada tahun 2006 sampai tahun 2010.

3. Catatan Atas Laporan Keuangan, tepatnya pada jumlah kerugian ( non performing financing) dari pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang macet atau tidak dapat ditagih lagi pada tahun 2006 sampai tahun 2010.

Kelima tahun tersebut mewakili sampel karena telah menunjukkan perkembangan Bank Syariah Mandiri dari awal pengoperasian hingga keberadaannya yang telah dikenal oleh masyarakat.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder mengenai jumlah pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah serta kerugian yang terjadi selama tahun 2006 sampai tahun 2010 dalam Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri.


(66)

3.3.2. Sumber Data

Data penelitian diperoleh dari Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2006 hingga tahun 2010 melalui media internet di alamat situs www.syariahmandiri.co.id.

3.3.3. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan browsing data – data Bank Syariah Mandiri yang sebagai objek melalui media internet, serta studi kepustakaan mempelajari dengan seksama teori – teori yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas untuk memberikan wawasan.

3.4. Uji Kualitas Data 3.4.1. Uji Normalitas

Penelitian ini hanya melakukan Uji Normalitas, yakni pengujian yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti selebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya adalah metode Kolmogorov Smirnov. Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah jika nilai signifikasi (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 5 %, maka distribusi adalah tidak normal. Namun jika nilai signifikasi (nilai


(67)

probabilitasnya) lebih dari 5 %, maka distribusinya adalah normal (Soemarsono, 2002: 40).

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Teknik Analisis

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi person, yakni analisis korelasi yang berguna untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Jadi tidak mempersoalkan apakah variabel tertentu tergantung kepada variabel lain. Simbol dari besaran korelasi adalah r yang disebut koefisien korelasi sedangkan simbol parameternya ρ (rho) (Umar, 2002: 259).

Menurut Umar (2002: 259), nilai koefisien korelasi berkisar antara – 1 sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut : 1. Nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu

makin besar nilai variabel X (independen), maka makin besar pula nilai variabel Y (dependen) atau makin kecil nilai variabel X maka makin kecil pada nilai variabel Y.

2. Nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negative, yaitu makin kecil nilai variabel X, maka makin besar nilai variabel Y atau makin besar niali variabel X maka makin kecil nilai variabel Y.

3. Nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X dengan variabel Y.


(1)

94   

pelaksanaan pembiayaan musyarakah dengan eksistensi bank, dapat disimpulkan bahwa sehingga hipotesis ke – 2 ”Diduga bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan pembiayaan musyarakah dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri” teruji kebenarannya.

3. Risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah (X3) memiliki

hubungan positif yang tidak signifikan dengan eksistensi bank (Y), walaupun hubungan kedua variabel tersebut tinggi, hal ini berarti peningkatan risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah tidak berdampak nyata terhadap peningkatan eksistensi bank. Berdasarkan hasil korelasi antara risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah dengan eksistensi bank, dapat disimpulkan bahwa sehingga hipotesis ke – 3 ”Diduga bahwa risiko pelaksanaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri” tidak teruji kebenarannya.

4. Risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah (X4) memiliki

hubungan positif yang tidak signifikan dengan eksistensi bank (Y), walaupun hubungan kedua variabel tersebut tinggi, hal ini berarti peningkatan risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah tidak berdampak nyata terhadap peningkatan eksistensi bank. Berdasarkan hasil korelasi antara risiko pelaksanaan pembiayaan musyarakah


(2)

95   

memiliki hubungan yang signifikan dengan eksistensi Bank Syariah Mandiri” tidak teruji kebenarannya.

5.2. Saran

Dari hasil pembahasan, maka saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Bank Syariah Mandiri (BSM), hendaknya lebih meningkatkan

pelaksanaan mudharabah dan musyarakah dengan :

a. Menjaga kepercayaan nasabah pembiayaan total (Mudharabah)

dalam segala kondisi baik pendapatan bagi hasil meningkat ataupun pendapatan menurun.

b. Melakukan sosialisasi yang lebih intens dari pihak Bank Syariah

Mandiri (BSM) tentang pembiayaan total (mudharabah) dengan

segala kemudahan prosedurnya.

c. Melakukan jemput bola artinya bank syariah langsung turun ke

lokasi lokasi masyarakat, lebih banyak mengeluarkan produk yang lebih efektif dan dapat menjangkau masyarakat bawah, di samping itu lebih banyak melakukan pendekatan terhadap Tuan Guru dan tokoh masyarakat.


(3)

96   

2. Harus memahami kondisi perekonomian Indonesia adalah ekonomi

kerakyatan oleh karena itu Perbankan Syariah harus dapat lebih mengoptimalkan perkonomian yang berbasis kemasyarakatan artinya memberikan pembiayaan bagi hasil untuk kegiatan kegiatan ekonomi riil masyarakat seperi industri rumah tangga dan kegiatan kegiatan pertanian.

3. Untuk mengatasi kendala operasional seperti masih kurangnya

Sumber Daya Manusia Insani Perbankan Syariah dapat melakukan kerja sama dengan sekolah sekolah dan perguruan Tinggi yang ada untuk dapat menciptakan kurikulum yang berbasis eknomi Islam.

4. Penerapan sanksi yang akan diberlakukan pada nasabah (Mudharib)

yang mampu tapi menunda-nunda pembayaran dan/ atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya dapat dikenakan sanksi yang didasarkan pada prinsip Ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas kesepakatan bersama pada saat akad ditandatangani.

5. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya memperpanjang jangka waktu


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002, Al – Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.

, 2000, Fatwa Dewan Syariah No: 08/DSN/-MUI/IV/2000, [email protected].

, 2007, Pedoman Standart Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia.

, 1998, Undang – Undang No. 10 Tahun 1998, “Tentang Perbankan

Syariah ”, www.bi.go.id.

, 2010, Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, www.cintasyariah.wordpress.com.

Adiwarman, 2008, Sistem Perbankan Dual Banking System. Prenada Media, Jakarta.

Ali, Masyhud, 2006, Manajemen Risiko. Edisi Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Antonio, Muhammad Syafi’i, 2004, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani, Jakarta.

Ascarya, 2007, Akad dan Produk Bank Syariah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bank Indonesia, 2008, Laporan Perbankan Syariah Nasional, www.bi.go.id. Bank Indonesia, 2008, Laporan Publikasi Perbankan Syariah, www.bi.go.id. Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.

Edisi Tiga, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Hadiwigena, Soetatwo, 1980, Lembaga – Lembaga Keuangan dan Bank. Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Muhammad, 2002, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Salemba Empat, Jakarta.


(5)

Muhammad, 2005, Manajemen Bank Syariah Edisi Revisi. Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN, Yogyakarta.

Nurhayati, Sri, 2008, Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat, Jakarta. Riyanto, 1995, Manajemen Risiko. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rosyidi, Suherman, 1987, Pengantar Teori Ekonomi (Pendekatan Kepada Teori

Ekonomi Makro dan Mikro). UR, Printing, Jakarta.

Santoso, Singgih dan Fandy Tjiptono, 2004, Riset Pemasaran Konsep dan

Aplikasi Dengan SPSS. Elex Media Computindo, Jakarta.

Sudarsono, Heri, 2004, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Edisi Kedua, Ekonosia Kampus UII, Yogyakarta.

Sugiyanto, 2004, Analisis Statistika Sosial, Bayumedia Publishing. Malang. Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bogor.

Sumarsono, 2004, Metode Penelitian Akuntansi, UPN “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Tri, Irfan, 2007, Faktor – faktor Penentuan Nisbah Bagi Hasil. Fakultas Ekonomi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Triyuwono, Iwan, 2001, Akuntansi Syariah “Memformulasikan Konsep Laba

Dalam Konteks Metafora Zakat”. Salemba Empat, Jakarta.

Uyanto, Stanislus S, Ph D, 2009, Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Wibowo, Edy dan Untung, 2005, Mengapa Memilih Bank Syariah. Ghalia Indonesia, Bogor.

Majalah/ Tesis :

Anonim, 2009, “Kurangnya SDM Penyebab Belum Berkembangnya Perbankan

Syariah”, 22 Oktober, www.infobanknews.com.


(6)

Bagus, Candra, 2008, Sistem Syariah Alternatif Pembiayaan UMKM, Majalah Info Bank, Edisi Mei – Juni.

Fathullah, 2008, Implementasi Prinsip Bagi Hasil dan Risiko di Perbankan Syariah (Studi di Perbankan Syariah Cabang Mataram), Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang.

Nurhasanah, Ayu, 2005, Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil (Al – Mudharabah) Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Pontianak, Universitas Diponegoro Semarang.

Jurnal :

Bastian, Afnan, 2006, “Optimalisasi Pembiayaan Bagi Hasil Sebagai Upaya Memberdayakan UMKM yang Berkeadilan”. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.

Hazim, Omar, 2003, “Kendala – kendala Seputar Eksistensi Perbankan Syariah di Indonesia”. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Cokroaminoto Yogyakarta.

Muhammad, 2006, “Atribut Proyek dan Mudharib Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Syariah di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan